• Tidak ada hasil yang ditemukan

Diperoleh data hasil penelitian mengenai intensitas serangan virus (dalam %)

sebagai berikut:

Tabel 4.4 Intensitas Penyakit Virus pada Tanaman Cabai (dalam %) Perla

kuan

Pengamatan

Total Rataan I II III IV V VI VII VIII IX X

P1K1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 23,3 2,3 P1K2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 6,4 0,6 P1K3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 17,7 1,7 P2K1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 25 2,5 P2K2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4,4 0,4 P2K3 10 0,2 1,5 13,5 0,5 10 0,2 1 4,5 56,2 67,7 6,8 P3K1 3,7 1 1 3 0,5 8 0,2 1 5 56,2 2,8 0,3 P3K2 5,2 1,5 1,5 3 0,7 13,7 0,2 1 3 49,5 11 1,1 P3K1 2,2 1,5 8,7 3 2,2 18 2 4 2,2 40,5 18,7 1,9 TP* 2,2 2,2 5 2,5 0,5 18 0,2 4 4 42 244,4 24,4 Keterangan: - P1 : Umbi Gadung - P2 : Daun Nimba - P3 : Daun Tembakau

- TP : Tanpa Perlakuan (Kontrol)

- K1 : Pengenceran 1:4 (10 ml / 40 ml air)

- K2 : Pengenceran 1:8 (10 ml / 80 ml air)

Berdasarkan data hasil penelitian yang diperoleh, intensitas serangan

penyakit virus memiliki data yang tidak merata dan cenderung meningkat.

Gejala serangan virus terlihat pada akhir minggu ke-5 dan kerusakan akibat

serangan didata pada minggu ke-6 masa pengamatan. Tidak semua tanaman

terserang virus. Jumlah tanaman yang terserang virus berbeda-beda antar tiap

perlakuan. Jumlah tanaman terserang paling sedikit terjadi pada perlakuan

P3K1 dengan rata-rata 1 tanaman terserang. Jumlah tanaman terserang paling

banyak terjadi pada kontrol (TP) dengan rata-rata 9 tanaman terserang (Lihat

lampiran I Bagian B)

Intensitas serangan virus pada perlakuan P1K1 di awal sebesar 10 % dan

menurun menjadi 2,2 % di akhir pengamatan. Intensitas serangan virus pada

perlakuan P1K2 di awal sebesar 0,2 % dan naik menjadi 2,2 % di akhir

pengamatan. Intensitas serangan virus pada perlakuan P1K3 di awal sebesar

1,5 % dan naik menjadi 5 % di akhir pengamatan. Intensitas serangan virus

pada perlakuan P2K1 di awal sebesar 13,5 % dan menurun menjadi 2,5 % di

akhir pengamatan. Presentase serangan virus pada perlakuan P2K2 di awal

sebesar 0,5 % dan di akhir pengamatan sebesar 0,5 %. Intensitas serangan virus

pada perlakuan P2K3 di awal sebesar 10 % dan naik menjadi 18 % di akhir

pengamatan. Intensitas serangan virus pada perlakuan P3K1 di awal sebesar

0,2 % dan di akhir pengamatan sebesar 0,2 %. Intensitas serangan virus pada

perlakuan P3K2 di awal sebesar 1 % dan naik menjadi 4 % di akhir

pengamatan. Intensitas serangan virus pada perlakuan P3K3 di awal sebesar

(TP) intensitas serangan virus di awal sebesar 56,2 % dan turun menjadi 42 %

di akhir pengamatan.

Ditinjau berdasarkan rata-rata intensitas serangan virus, intensitas paling

rendah terdapat pada P3K1 sebesar 0,3 % dan intensitas paling tinggi terdapat

pada kontrol (TP) sebesar 24,4%. Hasil pengamatan yang diperoleh dapat

dikategorikan berdasarkan intensitas serangan menurut Leatimia dan R.Y.

Rumthe (2011) yang menggolongkan tingkat intensitas serangan menjadi 5

kategori yakni:

nilai skala 0 dengan intensitas serangan 0 % untuk kategori normal

nilai skala 1 dengan intensitas serangan ≥ 0 - 25 % untuk kategori ringan

nilai skala 2 dengan intensitas serangan ≥ 25 – 50 % untuk kategori sedang

nilai skala 3 dengan intensitas serangan ≥ 50 – 75 % untuk kategori berat nilai skala 4 dengan intensitas serangan > 75 % untuk kategori sangat berat

Maka intensitas serangan virus yang diperoleh dapat digolongkan berdasarkan

kategori intensitas serangan dengan gambaran sebagai berikut:

Tabel 4.5 Intensitas penyakit Virus

Perlakuan Rata-rata Kategori

P1K1 2,3 Ringan P1K2 0,6 Ringan P1K3 1,8 Ringan P2K1 2,5 Ringan P2K2 0,4 Ringan P2K3 6,8 Ringan P3K1 0,3 Ringan P3K2 1,1 Ringan P3K3 1,9 Ringan TP 24,4 Ringan

Tabel 4.5 memberikan gambaran tingkat intensitas serangan penyakit virus

< 25 %. Berdasarkan kategori intensitas serangan data diatas menunjukkan

bahwa intensitas serangan virus berada pada kategori ringan.

1. Uji Anova Dua Faktor

Keseragaman variansi data setiap perlakuan diketahui dengan

melakukan uji homogenitas menggunakan uji F-test two-sampel for varians.

Hasil yang diperoleh seperti pada lampiran III bagian B, F hitung < F tabel,

berarti data homogen. Selanjutnya untuk menguji adanya perbedaan

pengaruh antar perlakuan digunakan uji Anova two factor within repication.

Digunakan confident interval 0,95 atau α = 0,05. Bila probabilitas p lebih

kecil dari α, maka significant. Perhitungan anova two factor with replication menggunakan program microsoft excel 2007 diperoleh hasil sebagai

berikut:

Tabel 4.6 Uji anova two factor with replication penyakit virus

SS df MS F P-value F crit

Bahan (P) 116,0087 2 58,00433 4,986744 0,00907 3,109311

Konsentrasi (K) 76,28067 2 38,14033 3,278998 0,042723 3,109311 Interaksi (PxK) 119,9427 4 29,98567 2,577926 0,043497 2,484441

Total 1254,4 89

Berdasarkan uji anova yang dilakukan, pada faktor pertama (P) nilai F

hitung (4,98) > F Crit (3,109) berarti terdapat perbedaan pengaruh variasi

dan Hi diterima yang menunjukkan bahwa ketiga bahan yang digunakan

sebagai pestisida organik memberikan pengaruh yang berbeda terhadap

intensitas serangan virus. Pada faktor kedua (K) nilai F hitung (3,27) > F crit

(3,109) berarti terdapat perbedaan pengaruh variasi konsentrasi ekstrak yang

diberikan pada tanaman. Ho ditolak dan Hi diterima yang menunjukkan

bahwa tiga konsentrasi yang digunakan memberikan pengaruh yang berbeda

terhadap intensitas serangan virus. Sedangkan pada pengaruh interaksi

antara kedua faktor yang diuji (P x K) nilai F hitung (2,57) > F crit (2, 484)

berarti terdapat pengaruh pada perlakuan yang diberikan. Ho ditolak, Hi

diterima yang berarti kedua faktor yang diberikan (P dan K) menunjukkan

perbedaan yang nyata terhadap itensitas serangan penyakit virus pada

tanaman cabai.

Maka untuk mengetahui perlakuan mana yang sungguh berbeda secara

signifikan, perhitungan dilanjutkan menggunakan multiple comparison

procedures yaitu untuk mengetahui mean mana yang berbeda secara

signifikan (Paul, 2011). Rumusan yang digunakan yaitu dengan critical

differences (CD) dan diperoleh hasil CD = 2,58. Perhitungan dilanjutkan

dengan membandingkan mean tiap perlakuan. Jika perbedaan 2 mean ≥ CD maka signifikan.

Tabel 4.7 Perbandingan mean tiap perlakuan P1K1 P1K2 P1K3 P2K1 P2K2 P2K3 P3K1 P3K2 P3K3 P1K1 0 -1,7 -0,5 0,2 -1,9 4,5 -2 -1,2 -0,4 P1K2 -1,7 0 1,2 1,9 -0,2 6,2 -0,3 0,5 1,3 P1K3 - 0,5 -1,2 0 1,7 -1,4 5 -1,5 -0,7 0,1 P2K1 0,2 -1,9 -1,7 0 -2,1 4,3 -2,2 -1,4 -0,6 P2K2 -1,9 0,2 1,4 2,1 0 6,4 -0,1 -0,7 -1,5 P2K3 4,5 -6,2 -5 -4,3 -6,4 0 -6,5 -5,7 -4,9 P3K1 -2 0,3 1,5 2,2 0,1 6,5 0 0,8 1,6 P3K2 -1,2 -0,5 0,7 -1,4 0,7 5,7 -0,8 0 0,8 P3K3 -0,4 -1,3 -0,1 0,6 1,5 4,9 -1,6 -0,8 0

Mean setiap perlakuan:

P1K1: 2,3 P2K1: 2,5 P3K1: 0,3 TP: 24,4 P1K2: 0,6 P2K2: 0,4 P3K2: 1,1

P1K3: 1,8 P2K3: 6,8 P3K3: 1,9

Perhitungan perbandingan mean yang dilakukan menunjukkan bahwa

terdapat 8 mean > CD maka dikatakan terdapat perbedaan pengaruh antara

tiap perlakuan yang diberikan terhadap intensitas serangan virus. Perbedaan

ini terdapat pada perbandingan antara perlakuan P2K3 dengan tujuh

perlakuan lainnya. Dari perbandingan yang dilakukan nilai perbandingan

terdapat pada perbandingan antara perlakuan P2K3 dan P3K1 sebesar 6,5.

Jika dilihat nilai mean kedua perlakuan, mean terkecil terdapat pada

perlakuan P3K1. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan P3K1 memberikan

Gambar 4.1. Gejala Penyakit Virus pada Tanaman Cabai

Penyakit virus yang menyerang tanaman cabai disebarkan oleh vektor

yakni kutu putih. Hal ini didukung dengan apa yang dikemukakan oleh

Agrios (1996) yang mengatakan bahwa salah satu cara penularan virus

adalah melalui serangga vektor yakni kutu putih. Gejala penyakit yang

ditemukan ditunjukkan dengan timbulnya bercak berwarna kuning pada

daun muda tanaman cabai. Bercak kuning ini lama kelamaan menyebar ke

seluruh permukaan daun dan daun yang terserang menggulung sehingga

daun tanaman terlihat mengeriting (Sudiono, 2008).

Gejala penyakit seperti pada gambar 4.1 sama halnya seperti gejala

yang diungkapkan Tuhumury dan Amanupunyo (2013) yang

mendeskripsikan bahwa gejala virus kuning pada cabai ditandai dari daun

mulai menguning dan mengeriting dimulai dari pucuk daun berkembang

menjadi warna kuning, tulang daun menebal dan menggulung ke atas.

Penyakit ini umumnya menyebabkan penurunan laju fotosintesis dengan

mengurangi jumlah klorofil pada daun. Hal ini menyebabkan tanaman

Berdasarkan data yang diperoleh intensitas serangan virus pada

tanaman cabai dikategorikan ringan. Baik pemberian perlakuan pestisida

organik maupun kontrol menunjukkan bahwa serangan virus tidak tergolong

berat. Namun jika dibandingkan tingkat intensitasnya terdapat perbedaan

yang cukup jauh antara tiap perlakuan dengan kontrol. Intensitas serangan

virus paling rendah terdapat pada perlakuan ekstrak tembakau dengan

konsentrasi 1:4 (P3K1) dengan intesitas serangan virus sebesar 0,3 %

sedang pada kontrol (TP) intensitas serangan virus mencapai 24,4 %.

Rendahnya intensitas serangan virus ini dapat disebabkan oleh

pengaruh kandungan ekstrak tanaman yang digunakan sebagai pestisida

organik. Setiap tanaman pada umumnya memiliki kandungan metabolit

sekunder yang bermanfaat sebagai mekanisme pertahanan diri dari serangan

hama dan penyakit tanaman. Ketiga jenis tanaman yang digunakan sebagai

bahan untuk membuat pestisida organik masing-masing menghasilkan

kandungan metabolit sekunder yang berbeda-beda. Umbi gadung diketahui

memiliki kandungan senyawa yang bersifat racun. Sifat racun tersebut

disebabkan oleh kandungan dioskorin, diosgenin, dan dioscin yang dapat

menyebabkan gangguan syaraf. Oleh karena senyawa metabolit sekunder

yang terbentuk pada bagian tertentu tumbuhan terdistribusi ke seluruh

bagian tumbuhan, maka diduga umbi gadung juga mengandung senyawa

yang bersifat toksik (Rahayu, 2010). Daun nimba memiliki beberapa

kandungan yang berperan sebagai insektisida, penolak hama, akarisida,

Kandungan senyawa tersebut antara lain azadirachtin, salannin, meliantriol

dan nimbin / nimbodin (Pitojo, 2003). Tanaman tembakau sangat dikenal

dengan kandungan nikotinnya. Nikotin termasuk metabolit sekunder dari

golongan alkaloid yang berperan mempengaruhi neurotransmisi dan

menghambat kerja enzim (dalam

http://id.wikipedia.org/wiki/Metabolit_sekunder).

Tanaman dapat tumbuh dengan baik dan terhindar dari berbagai

serangan hama dan penyakit jika terjadi keseimbangan antara faktor internal

dan faktor eksternal yang dibutuhkan oleh tanaman. Faktor lingkungan

seperti kecukupan sinar matahari, suhu, curah hujan dan ketersediaan air

berperan penting bagi kelangsungan hidup tumbuhan. Selain itu faktor

internal seperti kemampuan tanaman menyerap air dan unsur hara,

ketercukupan unsur hara, kemampuan melakukan fotosintesis juga berperan

besar bagi tumbuhan. Jika terjadi keseimbangan maka tumbuhan tersebut

akan tumbuh baik. Sebaliknya jika tidak terjadi keseimbangan antara kedua

faktor tersebut maka akan ada masalah lain yang ditimbulkan salah satunya

adalah mudahnya tanaman terserang hama dan penyakit.

Tanaman cabai yang ditanam pada penelitian ini dikondisikan agar

kedua faktor (internal dan eksternal) yang mempengaruhi dapat terjaga dan

terpenuhi. Tanaman ditanam pada polibag dengan media tanam yang

mampu menyediakan unsur hara yang dibutuhkan tanaman cabai (lihat

Lampiran VI bagian A). Selain itu tanaman cabai juga diletakkan di tempat

langsung sehingga kebutuhan cahaya matahari yang dibutuhkan oleh

tanaman cabai terpenuhi. Penyiraman juga dilakukan setiap sore hari untuk

memenuhi ketersediaan air bagi tanaman cabai. Bibit cabai yang digunakan

juga diseleksi agar mendapat bibit dengan kualitas yang baik. Bibit dengan

kualitas yang baik memungkinkan tanaman memiliki sistem kekebalan

tubuh yang baik sehingga tidak mudah terserang hama dan penyakit

tanaman. Kondisi ini diatur sedemikian rupa sehingga tanaman cabai yang

ditanam dapat tumbuh sehat dan subur dan juga dapat terhindar dari

berbagai macam serangan hama dan penyakit tanaman.

Pitojo (2003) mengemukakan bahwa kurang lebih terdapat enam jenis

hama dan enam jenis penyakit yang sering menyerang tanaman cabai (lihat

tabel 2.1). Serangan hama dan penyakit dapat meningkat jika kondisi

lingkungan kurang mendukung terutama pada musim penghujan. Satu jenis

hama dan satu jenis penyakit yang ditemukan pada penelitian ini

membuktikan bahwa selain faktor internal dan eksternal, pemberikan

pestisida organik yang dilakukan mampu menghambat dan mengurangi

jumlah hama dan penyakit yang menyerang tanaman cabai.

2. Uji Anova satu faktor tiap perlakuan

Uji ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh tiap konsentrasi pada

masing-masing perlakuan yang diberikan dengan kontrol. Hasil yang

a. Umbi Gadung

Dari pengujian statistik menggunakan uji anova satu faktor diperoleh hasil

F hitung (7,404) > F tabel (2,866) sehinggga dikatakan signifikan.

Selanjutnya dilakukan uji CD untuk menentukan perbandingan konsentrasi

mana yang memberikan hasil lebih baik. Diperoleh nilai CD sebesar

12,034. Berdasarkan perbandingan mean yang dilakukan (P1K1, P1K2,

P1K3 dan TP) terdapat 3 perbandingan mean lebih besar dari CD. Ketiga

perbedaan tersebut terdapat pada perbandingan masing-masing perlakuan

dengan kontrol. Nilai perbandingan paling tinggi terdapat pada

perbandingan TP (Kontrol) dan P1K2 (Ekstrak umbi Gadung pada

konsentrasi 1:8). Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan P1K2

memberikan pengaruh yang paling baik dibandingkan dengan perlakuan

P1K1 dan perlakuan P1K3 (Lihat lampiran III bagian E no.1).

b. Daun Nimba

Dari pengujian statistik menggunakan uji anova satu faktor diperoleh hasil

F hitung (6,229) > F tabel (2,866) sehinggga dikatakan signifikan.

Selanjutnya dilakukan uji CD untuk menentukan perbandingan konsentrasi

mana yang memberikan hasil lebih baik. Diperoleh nilai CD sebesar

12,515. Berdasarkan perbandingan mean yang dilakukan (P2K1, P2K2,

P2K3 dan TP) terdapat 3 perbandingan mean lebih besar dari CD. Ketiga

perbedaan tersebut terdapat pada perbandingan masing-masing perlakuan

perbandingan TP (Kontrol) dan P2K2 (Ekstrak daun Nimba pada

konsentrasi 1:8). Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan P2K2

memberikan pengaruh yang paling baik dibandingkan dengan perlakuan

P2K1 dan perlakuan P2K3 (Lihat lampiran III bagian E no.2).

c. Daun Tembakau

Dari pengujian statistik menggunakan uji anova satu faktor diperoleh hasil

F hitung (7,861) > F tabel (2,866) sehinggga dikatakan signifikan.

Selanjutnya dilakukan uji CD untuk menentukan perbandingan konsentrasi

mana yang memberikan hasil lebih baik. Diperoleh nilai CD sebesar

11,929. Berdasarkan perbandingan mean yang dilakukan (P3K1, P3K2,

P3K3 dan TP) terdapat 3 perbandingan mean lebih besar dari CD. Ketiga

perbedaan tersebut terdapat pada perbandingan masing-masing perlakuan

dengan kontrol. Nilai perbandingan paling tinggi terdapat pada

perbandingan TP (Kontrol) dan P3K1 (Ekstrak daun Tembakau pada

konsentrasi 1:8). Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan P3K1

memberikan pengaruh yang paling baik dibandingkan dengan perlakuan

P3K2 dan perlakuan P3K3 (Lihat lampiran III bagian E no.3).

Berdasarkan uji anova satu faktor yang dilakkukan diketahui bahwa pada

masing-masing perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda dengan kontrol.

Masing-masing perlakuan tersebut dapat mengurangi intensitas serangan virus

pada tanaman cabai. Perbedaan perbandingan konsentrasi yang diberikan

umbi gadung dan daun nimba, perlakuan dengan konsentrasi 1:8 memberikan

hasil paling baik dibandingkan dengan konsentrasi 1:4 dan 1:12. Sedangkan

pada perlakuan dengan bahan daun tembakau, perlakuan dengan konsentrasi

1:4 memberikan hasil paling baik dibandingkan dengan konsentrasi 1:8 dan

1:12. Hal ini menunjukkan bahwa perbandingan konsentrasi 1:4 yang diduga

dapat memberikan hasil paling baik tidak terbukti. Faktor yang kemungkinan

mampengaruhi adalah tingkat penyerapan zat dari ekstrak yang disemprotkan

berdasarkan sifat kepekatan masing-masing konsentrasi yang diberikan. Telah

dikemukakan di atas bahwa bahan tanaman yang digunakan berupa bahan

segar (umbi gadung dan daun nimba) dan bahan kering (daun tembakau).

Ekstrak pada bahan segar diperoleh dengan cara diblender sedangkan pada

bahan kering, diperoleh dengan cara merendam ke dalam air mendidih selama

satu malam. Hasil blender bahan tanaman segar terdapat endapan dari partikel-

partikel tumbuhan. Pada umbi gadung, endapan berupa partikel berwarna putih

seperti endapan tepung dan pada daun tembakau endapat berupa partikel

berwarna hijau berupa butiran-butiran halus. Sedangkan pada ekstrak tembakau

tidak terdapat endapan. Endapan yang ada lebih banyak berada pada ekstrak

dengan konsentrasi 1:4 dan paling sedikit ditemukan pada konsentrasi 1:12.

Pada aplikasi pestisida yang dilakukan, ekstrak yang telah dimasukan ke

dalam sprayer dikocok sebelum digunakan sehingga endapan yang ada

tercampur dan ikut keluar pada waktu disemprotkan pada tanaman. Telah

diketahui bahwa tanaman dapat menyerap zat-zat berupa cairan melalui

optimal terjadi jika partikel-partikel yang terdapat dalam ekstrak berukuran

kecil. Sebaliknya penyerapan tidak optimal jika partikel-partikel yang

terkandung berukuran besar ataupun dalam jumlah yang besar. Hal ini yang

diduga mempengaruhi sehingga pada pemberian ekstrak dari umbi gadung dan

daun nimba, konsentrasi 1:8 memberikan hasil lebih baik karena memiliki

jumlah partikel dalam endapan ekstrak berjumlah sedikit dari konsentrasi 1:4

dan memiliki senyawa yang terkandung lebih banyak dari konsentrasi 1:12.

Sedangkan pada ekstrak tembakau penyerapan dapat terjadi dengan optimal

karena tidak terdapat endapan yang mempengaruhi tingkat penyerapan

tumbuhan dan pada konsentrasi 1:4 jumlah senyawa terkandung lebih banyak

dibandingkan dengan konsentrasi 1:8 dan 1:12 sehingga konsentrasi 1:4

memberikan hasil yang lebih baik.

Jika dibandingkan aroma serta rasa dari ketiga bahan tanaman yang

digunakan, ekstrak tembakau memiliki rasa yang lebih pahit dan aroma yang

lebih menyengat. Selain itu, bahan tembakau yang digunakan berupa bahan

kering sehingga senyawa yang terkandung lebih banyak dibandingkan dengan

bahan umbi gadung dan daun nimba yang diambil dari bahan segar. Maka

dapat dikatakan bahwa pada bahan tembakau pada konsentrasi tinggi lebih

memberikan hasil lebih baik. Sedangkan pada bahan umbi gadung dan daun

Dokumen terkait