• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENYELENGARAAN PENGANGKUTAN KERETA API DAN TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT

Pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor 72 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api dijelaskan bahwa kereta api adalah sarana perkereta apian dengan tenaga gerak, baik berjalan sendiri maupun dirangkaikan dengan sarana perkeretaapian lainya, yang akan ataupun sedang bergerak di jalan rel yang terkait dengan perjalanan kereta api. Pengangkutan melalui kereta api diatur dalam Undang-undang Nomor 72 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api Tentang Perkeretapian, Angkutan kereta api adalah kegiatan pemindahan orang dan/atau baraang satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kereta api. Jenis angkutan pada perkeretapian dibagi menjadi dua yaitu :79

a. Angkutan orang

Pada Pasal 121 Undang-undang Nomor 72 Tahun 2009 dijelaskan bahwa, penyelenggara sarana perkeretapian wajib mengangkut orang yang telah memiliki karcis. Orang yang telah memiliki karcis berhak memperoleh pelayanan sesuai dengan tingkat pelayanan yang dipilih. Karcis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tanda bukti terjadinya perjanjian angkutan orang.

b. Angkutan barang

Pada Pasal 136 Undang-undang Nomor 72 Tahun 2009 dijelaskan bahwa, pengangkutan barang dengan kereta api dilakukan dengan

71

menggunakan gerbong atau kereta bagasi. Angkutan barang terdiri atas sebagai berikut:

a) Barang Umum. b) Barang khusus.

c) Bahan berbahaya dan beracun.

d) Limbah Bahan berbahaya dan beracun.;

Pengangkut pada pengangkutan kereta api adalah Penyelanggara sarana perkeretaapian yang berbentuk perusahaan PT Kereta Api Indonesia (Persero) yang mendapat izin operasi dari pemerintah menggunakan kereta atau gerbong dengan memungut bayaran.80 Dalam Buku II Bagian I (1920), halaman 71 dan sterusnya Polak berpendapat tentang hal ini, bahwa angkutan barang bersifat/berurusan dengan benda. Di mana pengirim diserahkan ke pengangkut, yang ahkirnya si pengangkut itulah yang bertanggungj awab. Jadi dapat dikatakan bahwa hal ini bersifat pasif.81

Secara khusus, setiap jenis pengangkutan mempunyai tujuan yang kuhusus pula. Dmikian juga pengangkutan dengan kereta api bertujuan untuk :82

a. Memperlancar perpindahan orang atau barang secara masal dengan selamat, aman, nyaman, cepat dan lancar, tepat, tertib, teratur, dan efisien.

b. Menunjang pemerataan, pertumbuhan, stabilitas, pendorong, dAan penggerak pembangunan nasional.

80

Abdulkadir Muhamad, op.cit., hlm. 62

81

Sution Usman Adji Dkk, op.cit., hlm. 80

72

Secara masal memngandung pengertian bahwa kereta api memiliki kemampuan untuk mengangkut orang atau barang dalam jumlah atau volume besar setiap kali perjalananya.

Pada saat barang tiba ditempat tujuan, Penyelenggara sarana perkeretapian (PT Kereta Api Indonesia) segera memberi tahu kepada penerima barang bahwa barang telah tiba dan dapat segera diambil. Biaya yang timbul karena penerima barang terlambat dan/atau lalai mengambil barang menjadi tanggung jawab penerima barang. Dalam hal barang yang diangkut rusak, salah kirim, atau hilang akibat kelalaian penyelenggara sarana perkeretapian (PT Kereta Api indonesia), dia wajib mengganti segala kerugian yang ditimbulkanya.83

Tanggung jawab tersebut dimulai sejak barang diterima oleh penyelenggara sarana perkeretaapian sampai dengan diserahkanya barang kepada penerima. Kerugian dihitung berdasarkan kerugian nyata dialami, tidak termasuk keuntungan yang akan diperoleh dan biaya jasa yang telah digunakan. Akan tetapi penyelenggara sarana perkeretaapian tidak bertanggung jawab atas kerugian yang disebabkan oleh keterangan yang tidak benar dalam surat pengangkutan barang.84

Pada pasal 1339 KUHPerdata yaitu bahwa pengangkut orang-orang menurut inti perjanjian, yang berkewajiban untuk mengangkut dengan cara aman, sehingga ia bertanggung jawab, untuk segala kerugian atau luka-luka yang diderita oleh penumpang karena berhubungan dengan pengangkutan in concreto itu, kecuali jika pihak pengangkut dapat mendiskulpir dirinya (membuktikan

83

Abdulkadir Muhamad, op.cit., hlm. 73

73

tentang kesalahanya penumpang sendiri, atau adanya keadaan memaksa di luar kemampuan pencegahan atau penghaluanya).85

Kewajiban pengangkut adalah menyelangarakan pengangkutan. Dari kewajiban itu timbul tanggung jawab pengangkut, maka segala sesuatu yang menganggu keselamatan penumpang atau barang tersebut atau yang merugikan penumpang atau barang menjadi tanggung jawab pengangkut. Dengan demikian, berarti pengangkut berkewajiban menanggunng segala kerugian yang diderita oleh penumpang atau barang yang diangkutnya tersebut. Wujud tanggung jawab tersebut adalah ganti rugi (kompensasi).86

Hukum pengangkutan mengenal tiga prinsip tanggung jawab, yaitu tanggung jawab karena kesalahan (fault liability), tanggung jawab karena praduga (presumption liability), dan tanggung jawab mutlak (absolute liability).

1. Tanggung Jawa karena Kesalahan

Menurut prinsip ini, setiap pengangkut yang melakukan kesalahan dalam penyelenggaraan pengangkutan harus bertanggung jawab membayar segala kerugian yang timbul akbat kesalahanya itu. Pihak yang menderita kerugian wajib membuktikan kesalahan pengangkut. Beban pembuktian ada pada pihak yang dirugikan, bukan pada pengangkut. Prinsip ini dianut dalam pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata Indonesia tentang perbuatan melawan hukum (illegal act) sebagai aturan umum (general rule). Aturan khusus ditentukan dalam

85

Abdulkadir Muhamad, op.cit, hlm. 81

74

undang-undang yang mengatur masing-masing jenis pengangkutan.87 Menurut konsepsi Pasal 1365 BW mengharuskan pemenuhan unsure-unsur untuk menjadikan suatu perbuatan melanggar hukum dapat dituntut ganti rugi, yaitu antara lain :88

a. Adanya perbuatan melawan hukum dari tergugat; b. Perbuatan tersebut dapat dipersalahkan kepadanya; c. Adanya kerugian yang diderita akibat kesalahan tersebut.

Penetapan ketentuan Pasal 1365 BW ini memberi kebebasan kepada penggugat atau pihak yang dirugikan untuk membuktikan bahwa kerugian itu timbul akibat perbuatan melanggar hukum dari tergugat.89

2. Tanggung Jawab karena Praduga

Menurut prinsip ini, pengangkut dianggap selalu bertangung jawab atas setiap kerugian yang timbul dari pengangkutan yang diselengarakanya. Akan tetapi, jika pengangkut dapat membuktikan bahwa dia tidak bersalah, maka dia dibebaskan dari tanggung jawab membayar ganti kerugian itu. Tidak bersalah artinya tidak melakukan kelalaian, telah berupaya melakukan tindakan yang perlu untuk menghindari kerugian, atau peristiwa yang menimbulkan kerugian itu tidak mungkin dihindari. Beban pembuktian ada pada pihak pengangkut, bukan pada

87

Abdulkadir muhamad, op.cit., hlm. 49

88

Zainal Asikin, op.cit, hlm. 158

75

pihak yang dirugikan. Pihak yang dirugikan cukup menunjukan adanya kerugian yang diderita dalam pengangkutan yang diselengarakan pengangkut.90

Dalam KUHDagang, prinsip tanggung jawab atas dasar praduga bersalah dapat ditemukan dalam Pasal 468 yang menyatakan” Perjanjian pengangkutan menjanjikan pengangkut untuk menjaga keselamatan barang yang harus diangkut dari saat penerimaan sampai saat penyerahannya. Pengangkut harus mengganti kerugian karena tidak menyerahkan seluruh atau sebagian barangnya atau karena ada kerusakan, kecuali bila ia membuktikan bahwa tidak diserahkanya barang itu seluruhnya atau sebagian atau kerusakanya itu adalah akibat suatu kejadian yang selayaknya tidak dapat dicegah atau dihindarinya, akibat sifatnya, keadaan atau suatu cacat barangnya sendiri atau kesalahan akibat pengirim.91

3. Tanggung Jawab Mutlak

Prinsip tanggung jawab mutlak (no-fault or liability without fault) di dalam kepustakaan biasanya dikenal dengan ungkapan „absolute liability‟ atau „strict liability‟. Dengan prinsip tanggung jawab mutlak dimaksudkkan tanggung jawab tanpa keharusan untuk membuktikan adanya kesalahan. Atau dengan perkataan lain, suatu prinsip tanggung jawab yang memandang „kesalahan‟ sebagai suatu yang tidak relevan untuk dipermasalahkan apakah pada kenyataanya ada atau tidak.92 Pengangkut tidak mungkin bebas dari tanggung jawab dengan alasan apa

90 Abdulkadir muhamad, op.cit., hlm. 54

91

Zainal Asikin, op.cit., hlm. 159

92

E. Saefullah Wiradipradja, Tanggung Jawab Pengangkut Dalam Hukum Pengangkutan

76

pun yang menimbulkan kerugian itu. Prinsip ini dapat dirumuskan dengan kalimat: 93

“Pengangkut bertanggung jawab atas setiap kerugian yang timbul karena peristiwa apa pun dalam penyelenggaraan engangkutan ini.” Dalam kontek pengangkutan barang yang diangkut adalah barang milik dari konsumen, dalam pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, yang menegaskan “segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memeberikan perlindungan kepada konsumen.

Kepastian hukum untuk memeberikan perlindungan kepada konsumen itu antara lain adalah dengan meningkatkan harkat dan martabat konsumen serta membuka akses informasi tentang barang dan/ atau jasa baginya, dan menumbuh kembangkan sikap pelaku usaha yang jujur dan bertangung jawab.94 Pada saat pembuktiaan barang yang mengalami kerusakan atau hilang pihak pengangkut meminta keterangan kepada pengirim dengan sedetail mungkin seolah-olah pihak pengangkut tidak melakukan kesalahan apabila terdapat kesalahan yang kecil tetapi bagi pengirim barang menurunkan nilai akan barang tersebut. Sebagai pelaku usaha, maka harus bertangung jawab untuk :95

1. Memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan

93 Abdulkadir Muhamad, Op.cit, hlm. 56

94

Adrian Sutedi, Tanggung Jawab Produk Dalam Hukum Perlindungan Konsumen, Ghaila Indonesia, Bogor, 2002, hlm. 8

77

2. Ganti rugi tersebut dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/ atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undagan yang berlaku.

3. Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi.

4. Dan pmberian ganti rugi sebagaimana dimaksud tersebut (poin 1,2) tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdaasarkan pembuktian lebih lnjut mengenai adanya unsur kesalahan.

5. Ketentuan sebgaimana dimaksud pada poin 1 dan 2 tidak berlaku apabila usaha dapat membuktikan keslahan tersebut merupakan kesalahan konsumen.

Luas dan batas tanggung jawab penganggkut ditentukan oleh pasal 1236 dan 1246 KUHPerdata. Pengangkut dalam hal ini tidak dapat melakukan pengurangan atau penghapusan tanggung jawab, karena hal tersebut dapat terjadi apabila adanya persetujuan dari pengirim dan penerima (Pasal 1320 KUHPerdata) dan mengenai penghapusan tanggung jawab tidak dapat dilakukan bila terdapat unsur kesegajaan pengangkut (1338 KUHPerdata).96 Apabila terjadi pengurangan tanggung jawab dengan tujuan untuk mengurangi biaya atau ongkos kirim suatu barang sebenarnya justru merugikan pihak pengirim dan penerima apabila terjadi kejadian yang tidak diinginkan pada saat pengiriman. Pengurangan tanggung

78

jawab menambah resiko pengirim, karena mengurangi hak pengirim untuk menuntut ganti kerugian.

Pengurangan tanggung jawab pengangkut itu sudah terang merugikan pengirim dan penerima, dari itu penerima dan pengirim layak mendapat perlindungan dari pembentuk undang-undang. Untuk pengangkutan di darat perlu sekali adanya pasal-pasal semacam 470 dan 524 KUHD tersebut. Perlindungan kepada pengirim atau penerima dalam perjanjian pengangkutan kalah kuat daripada pengangkut. Menurut pasal 470 ayat 1 KUHD tersebut, larangan kepada pengangkut untuk sama sekali tidak bertangung jawab atau hanya mau mengganti kerugian tiap-tiap koli terbatas pada suatu julah tertentu 97

Dokumen terkait