• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyelesaain Penundaan Pencatatan Perkawinan di Bawah Umur

BAB IV PENOMENA PERKAWINAN DI BAWAH UMUR DAN

D. Penyelesaain Penundaan Pencatatan Perkawinan di Bawah Umur

Undang-Undang Perkawinan adalah suatu ikatan lahir batin antara seorang laki- laki dengan seorang perempuan untuk membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Pernikahan adalah sebuah pilihan, pilihan hidup yang akan dilalui oleh setiap orang, pilihan hidup untuk segera mengakhiri masa lajang atau gadis karena sudah bertemu dengan orang yang dianggap cocok dan siap untuk menikah. Menikah diusia yang masih muda terjadi pada masyarakat Desa Parakan Muncang Bogor Kecamatan Nanggung sudah menjadi suatu tradisi turun-temurun.

20

Praktek/proses perkawinan diusia muda (di bawah umur) yang dilakukan oleh masyarakat Desa Parakan Muncang Bogor Kecamatan Nanggung sedikit berbeda dari proses perkawinan pada umumnya. Dimana perbedaan tersebut terletak pada proses pencatatan pernikahannya. Setiap pasangan yang menikah di bawah umur perkawinannya tetap dilangsungkan oleh pihak KUA Desa Parakan Muncang Bogor Kecamatan Nanggung, namun tidak mencatatkan secara resmi pada saat itu, sehingga menjadikan perkawinan tersebut tidak sah menurut negara. Proses pencatatan secara resmi ini akan dilakukan ketika pasangan muda (di bawah umur) tersebut telah mencapai usia dewasa. Proses ini dilakukan dengan tata cara memberitahukan kepada amil (penghulu) yang menikahkan pada saat itu, kemudian amil (penghulu) mendatangi Kantor Urusan Agama (KUA) dengan membawa persyaratan yang telah ditentukan beserta pasangan muda (di bawah umur) yang menikah, wali, dan saksinya, namun perkawinannya tidak di ulang kembali.

Pencatatan perkawinan memegang peranan yang sangat menentukan dalam suatu perkawinan karena pencatatan perkawinan merupan suatu syarat diakui dan tidaknya perkawinan seseorang oleh peraturan perundang-undangan, bila mana suatu perkawinan tersebu ditunda pencatatannya, maka perkawinan tersebut tentunya tidak mempunya kepastian hukum yang tetap.

Apabila suatu perawinan dilakukan secara sirri atau ditunda pencatatannya di Kantor Urusan Agama (KUA) maka untuk mendapatkan kepastian hukum yang tetap dan dapat diakui secara negara, perkawinannya tersebut harus melakukan Isbat nikah kekantor urusan agama setempat.

Lain halnya yang penulis temukan dilapangan berdasarkan dari hasil wawancara kepada kepala KUA Agus Hasanudin Ketua KUA Desa Parakan Muncang Bogor Kecamatan Nanggung, bagi pasangan muda (di bawah umur) yang hendak melangsungkan pernikahannya seharusnya terlebih dahulu meminta despensasi nikah ke Pengadilan Agama setempat untuk memberikan izin kepada mereka pasangan muda (di bawah umur), namun kenyataanya mereka tidak melakukan hal tersebut dengan alasan selain merasa sulit birokrasinya juga jauh dari tempat pengadilan agama tersebut sehingga mereka lebih memilih untuk menunda pencatatan perkawinan hingga mencapai usia dewasa yang telah ditentukan menurut undang-undang.21

Disatu sisi seharusnya mereka yang tertunda pencatatan perkawinannya itu melakukan isbat nikah kekantor urusan agama untuk mensahkan perkawinan mereka secara negara, namun disini pihak KUA Desa Parakan Muncang malah mencatatkan ulang kembali perkawinannya, bukan melakukan isbat nikah yang telah ditenukan oleh negara, hal ini dilakukan sebagai langkah kebijakkan KUA Desa Parakan Muncang untuk mengurangi jumlah masyarakat yang tidak mempunyai buku nikah.

Apabila dilihat dari ranah fikih, praktek nikah di bawah umur yang hingga kini masih menjadi fenomena, baik secara terang-terangan maupun sembunyi- sembunyi hal ini tidak dapat dipisahkan dari suatu pemahaman masyarakat terhadap teks-teks agama yang berisi anjuran untuk menikah dan keberadaan kitab-kitab fikih klasik yang masih tetap menjadi bahan rujukan dan pedoman

21

bagi sebahagian masyarakat Indonesia, terutama masyarakat pedesaan atau pesantren yang sampai saat ini memegang kuat nilai-nilai tradisi dalam lingkungannya.

Boleh jadi sikap masyarakat yang seperti itu menganggap bahwa Undang- Undang Perkawinan bukan mewakili dari hukum Islam. Sedangkan ajaran kitab- kitab fikih kelasik dipandang sebagai ajaran yang benar-benar islami dan harus sepenuhnya diterapkan.22 Menurut pandangan penulis, jika memperhatikan pandangan ahli fiqih mengenai pernikahan di bawah umur tentunya perkawinan tersebut suatu hal yang kurang baik sebab hal itu banyak menimbulkan dampak negatif bagi pasangan yang melakukan perkawinan tersebut khususnya bagi pihak perempuan dimana seorang gadis maupun laki-laki mereka belum mampu untuk melaksanakan kewajiban sebagai suami istri dalam kehidupan rumah tangga. Sedangkan tujuan perkawinan adalah sebagai wujud untuk kemaslahatan atau kebaikan semua pihak dan menghindari mudharat terhadap orang lain, oleh karena itu pekawinan yang baik adalah tentunya terpenuhinya persyaratan yang telah ditentukan baik secara Hukum Agama maupun Hukum Undang-Undang No 1 Th 1974 tentang Perkawinan.

22

Ibrahim Hoesen, Fiqih Perbandingan Masalah Perk awinan, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2003), h.73.

80 BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan.

Berdasarkan dari pemaparan dan pembahasan tentang Penundaan Pencatatan Perkawinan di Bawah Umur di Desa Parakan Muncang Bogor Kecamatan Nanggung pada bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Praktek/proses perkawinan diusia muda (di bawah umur) yang dilakukan oleh

masyarakat Desa Parakan Muncang Bogor Kecamatan Nanggung sedikit berbeda dari proses perkawinan pada umumnya. Perbedaan tersebut terletak pada proses pencatatan pernikahannya. Setiap pasangan yang menikah di bawah umur perkawinannya tetap dilangsungkan oleh KUA Desa Parakan Muncang Bogor Kecamatan Nanggung, namun tidak mencatatkan secara resmi pada saat itu, sehingga menjadikan perkawinan tersebut tidak sah menurut negara. Proses pencatatan secara resmi ini akan dilakukan ketika pasangan muda (di bawah umur) tersebut telah mencapai usia dewasa.

2. Penundaan pencatatan perkawinan dibawah umur yang dilakukan oleh masyarakat Parakan Muncang Bogor Kecamatan Nanggung disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu:

a. Tidak terpenuhinya persyaratan, Bagi pasangan yang hendak melaksanakan perkawinan tidak memenuhi persyaratan yang ada salah satunya adalah masalah usia yang belum dewasa yaitu bagi mereka yang belum berusia 16 (enam belas) tahun bagi perempuan dan 19 (sembilan belas) tahun bagi laki-laki, yang hendak menikah namun tidak melalui prosedur yang telah diatur oleh pemerintah seperti halnya melakukan permohonan dispensasi nikah terlebih dahulu kepada Pengadilan Agama setempat, melainan mereka langsung melakukan pernikahannya di hadapan seorang amil (penghulu) KUA untuk menikahkannya. Selain itu faktor lain adalah

b. Faktor Hambatan Adat dan Budaya. c. Faktor Pendidikan

d. Faktor Perjodohan.

e. Faktor Agama atau Norma yang Dianut dan f. Faktor Kebijakan

3. Problematika yang muncul akibat dari pasangan yang menunda pencatatan perkawinan diantaranya:

a. Kegelisahan, karena perkawinan tersebut belum mendapat kekuatan hukum yang pasti dan belum disahan oleh negara.

b. Sulitnya dalam berurusan dengan pemerintahan, karena jika ada hal-hal yang berkenaan dengan urusan pemerintahan yang harus menyertakan

akta nikah, namun tidak bisa menunjukannya maka urusannya menjadi dipersulit.

c. Istri tidak mendapatkan nafkah ketika terjadi perceraian

d. Setatus anak yang dilahirkan dianggap sebagai anak tidak sah, sehingga tidak berhak atas biaya kehidupan dan pendidikan.

e. Suami sering mengucapkan kata talak terhadap istri.

B. Saran.

Dalam hal menanggulangi banyaknya terjadi perkawinan muda (dibawah umur sehingga terjadi penundaan pencatatan perkawinan mereka maka penulis memberikan saran-saran sebagai berikut:

1. Untuk para perempuan Desa Parakan Muncang Bogor Kecamatan Nanggung khususnya, dan untuk semua perempuan pada umumnya, agar tidak menikah dalam usia yang masih muda, sehingga dapat memenuhi segala persyaratan dalam melangsungkan pernikahan.

2. Karena kurang tahunya masyarakat tentang pentingnya pencatatan perkawinan maka diharapkan kepada pemerintah, khususnya dari pihak Kantor Urusan Agama (KUA) dan para tokoh masyarakat harus senantiasa mensosialisasikan tentang pentingnya pencatatan perkawinan, baik melalui seminar-seminar, khotbah jum’at, ceramah agama dan lain sebagainya, baik diselenggarakan dibalai desa maupun di Kantor Urusan Agama (KUA).

3. Alangkah baiknya antara masyarakat dengan pihak KUA dapat bekerja sama agar bisa menerapkan Undang-Undang Perkawinan dalam pemerintahan indonesia.

4. Bagi masyarakat untuk senantiasa peduli dengan setatus perkawinan, karena hal tersebut berdampak bagi kelangsungan kehidupan anak cucunya dengan dengan merasakan betapa pentingnya pencatatan perkawinan dan memiliki akta niah sebagai bukti yang otentik dalam setiap urusan.

84 Gajah Mada Press, 1989.

Ali, Zainuddin. Hukum Perdata Islam di Indonesia, Jakarta: Media Grafika, 2007. Alshodiq, Mukhtar dan M. Zain. Membangun Keluarga Humanis Counter Legal

Draf KHI yang Kontoversial itu, Jakarta : Graha Cipta, 2005. Arikunto, Suharsismi. Prosedor Penelitian, Jakarta: Rineka Cipta, 2002.

Ash-Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi. Hukum-Hukum Fiqih Islam, tinjau antar mazhab, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2001.

Basyir, Ahmad Azhar. Hukum perkawinan Islam, Yogyaarta: UII Press, 1999.

Buku Pedoman Nikah “Prosedur-pencatatan-perkawinan” diakses pada tanggal 3 Mei 2015 dari http:// http://gubuk hukum.blogspot.com.

Djalil, A. Basiq. Tebaran Pemikiran Keislaman di Tanah Gayo, Jakarta: Qalbun Salim, 2007.

Ghazali, Abdul Rahman. Fiqih Munakahat, Jakarta: Kencana Media Group, 2008. Hadi, Sutrisno. metodogi Research,Yogyakarta: andi Offset, 1989.

Hadikusuman, Helman. Hukum Perkawina Indonesia Menurut Perundangan, Hukum Adat, Hukum Agama, Bandung: Mandar Maju, 1990.

Hasan, M. Ali. Pedoman Hidup Berumah Tangga dalam Islam, Jakarta: Prenada Media, 2003.

Hasanuddin, Perkawinan dalam Persefektif Al-Qur’an Nikah, Talak, Cerai, Ruju’, Jakarta: Nusantara Damai Press, 2011.

Hosen, Ibrahim. Fikih Perbandingan Masalah Perkawinan, jakarta : Pustaka Firdaus, 2003.

Ibrahim, Johny. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Malang: Bayumedia Pubhlishing, 2008.

Karim, Helmi. Kedewasaan Untuk Menikah, Problematika Hukum Islam Kontemporer, Jakarta: Pustaa Perdaus 1989.

Kharlie, Tholabi Ahmad. Hukum Keluarga Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2013. Manan, Abdul. Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia, Jakarta : Putra

Grafika, 2006.

Mardani, Hukum Perkawinan di Dunia Islam Moderen, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011.

Meliala, S Djaja. Hukum Perdata dalam Persepektif BW, Bandung: Nuansa Aulia, 2012.

Mubarok, Jaih. Kaidah Fiqih, secarah kaidah-kaidah Azasi, Jakarta: PT. Gaja Grafindo Persada, 2002.

Muhammad, Husein. Fikih Perempuan, Refleksi Kyai atas wawancara Agama dan Gender, Yogyakarta: LkiS, 2009.

Muhdlor, Zuhdi A. Memahami Hukum Perkawinan “Nikah, Talak, Cerai dan

Rujuk”, (Bandung: Al-Bayan, 2009.

Nurddin, Amir dan Taringan, Azhari Akmal. Hukum Perdata Islam Di Indonesia, Stadi Krisis Perkembangan Hukum Islam dari Fikih, Undang-Undang No 1/1974 sampai KHI, (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2008.

Rafiq, Ahmad. Hukum Islam Di Indonesia, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2010. Shaleh, K. Wantjik. Hukum Perkawinan di Indonesia, Jaarta: Ghalia Indonesia, 1978. Sholeh, Asrorun Ni’am. Fatwa—fatwa Masalah Pernikahan dan keluarga, Jakarta:

Elsas, 2008.

Shomat, Abd. Hukum Islam, Penormaan Prinsip Syariah dalam Hukum Islam, Jakarta: Kencana, 2010.

Soekanto,Soerjono. PengantarPenelitianHukum, Jakarta: UI Press, 1984.

Sopyan, Yayan. Islam Negara, Tranformasi Hukum Perkawinan Islam dalam Hukum Nasional, Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011.

Subekti. Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Jakarta : PT Pradnya Paramita, 2006.

Summa, Muhammad Amin. Himpunan Undang-Undang Perdata Islam dan Peraturan Pelaksanaan Lainnya di Negara Hukum Indonesia, Jakarta: PT RAJAGRAFINDO PERSADA, 2004.

Summa, Muhammad Amin. Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2005.

Syarifuddin, Amir. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, Antara Fiqih Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan, Jakarta: Pranada Media Kencana, 2007. Taringan, Azhari Akmal dan Amiur Nuruddin. Hukum Perdata Islam di Indonesia,

“Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fikih UU. No 1/1974 sampai

KHI, (Jakarta; Kencana 2004.

Thalib, Syayuti. Hukum Kekeluargaan Islam, Jakarta: UI, 1974. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perawinan.

Wizaroh al-Auqafwa al-Syu’um al-Islamiyah. Al-Mausu’at Al- Fiqhiyyah, Kuwait: Wizaroh al Auqof wa al-Syu’un an-Islamiyah, 2002.

Yasin, M Nur. Hukum Perkawinan Islam Sasak, Yogyakarta: UIN-Malang, 2008. Zain, M dan Alshodiq, Mukhtar. Membangun Keluarga Humanis Counter Legal Draf

PEDOMAN WAWANCARA

Pertanyaan Wawancara Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) 1. Kapan KUA Parakan Muncang Bogor ini berdiri?

2. Selain menangani perkawinan, pelayanan apa sajakah yang dilakukan oleh KUA kepada masyarakat?

3. bagaimanakah proses perkawinan yang dilakukan oleh masyarak Desa Parakan Muncang Bogor?

4. Bagaimana pendapat bapak mengenai adanya perkawinan dibawah umur khususnya yang ada di Parakan Muncang Bogor ini?

5. Menurut bapak bagaimana perkawinan di bawah umur itu, sah atau tidak?

6. Menurut bapak bagaimana kedudukan perkawinan tersebut di pandang dari sudut hukum Islam dan hukum Positif?

7. Menurut bapak, jika dilihat dari berbagai kasus yang terjadi, apa sajakah yang melatar belakangi terjadinya menikah di bawah umur?

8. Menurut bapak faktor-faktor apakah yang menyebabkan ditundanya pencatatan perkawinan

9. Menurut Bapak apa problematika yang timbul akibat penundaan pencatatn perkawinan itu?

10.Apakah KUA memiliki kebijakan sendiri dalam melaksanakan penundaan pencatatan perkawinan

menikah?

12.Apakah dari pihak KAU pernah melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang pentingnya pencatatan perkawinan dan pentingnya memiliki buku nikah?

Pertanyaan Wawancara Kepala Sekretaris Kantor Urusan Agama Parakan Muncang Bogor Kantor Urusan Agama (KUA)

1. Bagaimana pendapat bapak mengenai perkawinan di bawah umur?

2. menurut bapak bagaimana hukumnya perkawinan di bawah umur itu, sah kah atau tidak?

3. Apaka bapak tahu tentang UU Perkawinan?

4. menurut bapak bagaimana kedudukan perkawinan tersebut dipandang dari sudut hukum Islam dan hukum Positif?

5. Mengapa masih banyak saja orang yang melakukan perkawinan dibawah umur, faktor-faktor apakah yang melatar belakangi mereka sehingga melakukan perkawinan dibawah umur?

6. apakah masyarakat Desa Parakan Muncang Bogor tahu tentang pentingnya pencatatan perkawinan dan memiliki buku nikah?

7. Pernahkah dari pihak Desa bekerja sama dengan pihak KUA dalam mensosialisasikan tentang pentingnya pencatatan perkawinan dan memiliki buku nikah?

8. Menurut bapak faktor-faktor apakah yang menyebabkan ditundanya pencatatan perkawinan tersebut?

menikah di bawah umur?

Pertanyaan Wawancara Amil/Penghulu Desa Parakan Muncang Bogor 1. Bagaimana pendapat bapak mengenai perkawinan di bawah umur?

2. menurut bapak bagaimana hukumnya perkawinan di bawah umur itu, sah kah atau tidak?

3. Apaka bapak tahu tentang UU Perkawinan?

4. menurut bapak bagaimana kedudukan perkawinan tersebut dipandang dari sudut hukum Islam dan hukum Positif?

5. Mengapa masih banyak saja orang yang melakukan perkawinan dibawah umur, faktor-faktor apakah yang melatar belakangi mereka sehingga melakukan perkawinan dibawah umur?

6. apakah masyarakat Desa Parakan Muncang Bogor tahu tentang pentingnya pencatatan perkawinan dan memiliki buku nikah?

7. Pernahkah dari pihak Desa bekerja sama dengan pihak KUA dalam mensosialisasikan tentang pentingnya pencatatan perkawinan dan memiliki buku nikah?

8. Apakah ada solusi yang diberikan oleh pihak KUA bagi mereka yang terlanjur menikah dibawah umur dan tidak memiliki akta nikah?

Muncang Bogor

1. Menurut pendapat bapak bagaimana mengenai perkawinan dibawah umur, apakah perkawinan itu sah atau tidak?

2. Apaka bapak tahu tentang UU Perkawinan?

3. Bagaimana kedudukan perkawinan di bawah umur tersebut di pandang dari sudut hukum Islam dan hukum Positif yang bapak ketahui?

4. apakah bapak tahu faktor-faktor yang menyebabkan masyarakat melakukan pernikahan di bawah umur?

5. Apakah bapak tahu berapa biaya pencatatan perkawinan menurut undang- undang perkawinan?

6. Apakah masyarakat tahu tentang pentingnya pencatatn perkawinan dan memiliki buku nikah?

7. bagaimana pandangan masyarakat terhadap mereka yang melakukan perkawinan dibawah umur?

Pertanyaan Wawancara Pelaku Perkawinan di Bawah Umur Desa Parakan Muncang Bogor

1. Anda anak keberapa dari berapa saudara? 2. Apakah pendidikan terahir anda?

3. Pada usia berapakah anda menikah?

lainya?

6. Dimanakah pernikahan anda dilangsungkan?

7. Apakah ketika anda menikah anda melakukan pemberitahuan kepada KUA? 8. Syarat-syarat apa sajakah yang harus anda penuhi ketika memberitahukan

menikah kepada amil/KUA?

9. siapa sajakah yang menjadi saksi dan menghadiri perkawinan anda? 10.Apakah setelah anda menikah anda mendapatkan buku nikah? 11.Kapan anda diberi atau mendapatkan buku nikah tersebut? 12.Bagaimana prosedur anda untuk mendapatkan buku nikah? 13.sudah seberapa lama anda menikah?

14.Bagaimana keadaan rumah tangga anda sekarang?

15.Apakah dampak akibat yang anda rasakan ketika perkawinan anda ditunda atau belum dicatatkannya dan belum memiliki buku nikah

16.Apakah anda tahu mengenai UU Perkawinan?

17.apakah perkawinan anda tercatat dan memiliki akta nikah?

18.Setahu anda Pernahkah dari pihak Desa bekerja sama dengan pihak KUA dalam mensosialisasikan/penyuluhan tentang pentingnya pencatatan perkawinan dan memiliki buku nikah di daerah ini?

19.Apakah anda tahu berapa biaya pencatatan perkawinan menurut undang- undang?

20.Bagaimana pandangan masyarakat lingkungan dan sekitarnya terhadap perkawinan yang anda lakukan?

HASIL WAWANCARA

Nama : Agus Hasanudin, S.Hi

Jabatan : Kepala Kantor Urusan Agama Parakan Muncang Bogor

Tempat : Kantor Urusan Agama Parakan Muncang Bogor

Waktu : 12 Mei 2015

Pukul : 9.00 WIB

...

1. Kapan KUA Parakan Muncang Bogor ini berdiri?

Kantor Urusan Agama Parakan Muncang Bogor ini berdiri sejak tahun 1982, sesudah kemerdekaan.

2. Selain menangani perkawinan, pelayanan apa sajakah yang dilakukan oleh KUA kepada masyarakat?

Selain mengurusi masalah perkawinan, Kantor Urusan Agama Parakan Muncang Bogor, juga mengurusi masalah tentang wakaf, zakat, kemesjidtan, pengajian rutin bulanan, dan manasiq haji dan lainnya

3. bagaimanakah proses perkawinan yang dilakukan oleh masyarak Desa Parakan Muncang Bogor?

yaitu pertama dilakukannya pendaftaran lalu pendatataan, setelah itu memeriksa kelengkapannya sudah terpenuhikah, lalu diadakanlah pembinaan N4 lalu kita reset ulang antara data dengan yang sebenarnya dengan dihadirkannya pengantin dan dicocokan dengan data N1, N2, N3, N4 betul ga tanggal lahirnya, tempat tinggalnya dan identitasnya serta walinya, lalu ditentukanlah jadwal hari H nya

pernikahan diadakannya dulu pembinaan itu kalau usianya mencukupi laki-laki 19 tahun dan perempuan 16 tahun. Namun jika usianya kurang dari pada 16 tahun bagi perempuan dan 19 tahun bagi laki-laki pernikahannya tetap kami laksanakan namun untuk pencatatannya kami pending dahulu sampai usianya mencukupi, setelah usianya mencukupi maka kami meminta pihak pengantin atau yang bersangkutan untuk datang membawa wali dan saksi untuk pencatatan nikah dan pemberian buku akta nikah yang saat itu harus ditanda tangani oleh pihak kedua mempelai dan disaksikan oleh wali dan saksinya serta petugas pencatat nikah, namun pernikahannya tidak di ulang hanya saja pencatatannya dilakukan pada hari itu.

4. Bagaimana pendapat bapak mengenai adanya perkawinan dibawah umur khususnya yang ada di Parakan Muncang Bogor ini?

Saya menanggapi hal itu suatu hal yang positif yang artinya itu suatu hal yang baik karena didalam koredhor ketentuan islam secara syar’i baik dalam Al-qur’an maupun Hadist tidak disebutkan secara jelas berapa batasan usia seseorang asalkan dia baliq maka bolehlah untuk di nikahkan, dan kita ketahui jika mana seseorng itu sudah ada jalur untuk dinikahkan dari pada mereka berbuat zina maka tentulah sebaikanya di nikahkan, untuk itu berangkat dari hal ini saya selalu tangani setiap pernikahan dibawah umur khususnya di desa parakan muncang bogor ini walaupun secara Undang-Undang Perkawinan itu menyalahi dan bertentangan, hal ini merupakan kebijakan yang saya lakukan untuk masyakat dalam mengurangi kemaksiatan khususnya perzinahan walaupun hal ini tidak ada

dalam Islam.

5. Menurut bapak bagaimana perkawinan di bawah umur itu, sah atau tidak? Menurut saya secara agama itu sah karena rukun dan syaratnya sudah terpenuhi semua, dan adapun usia dibawah umur yang ditentukan menurut Undang-Undang itu bukan merupakan rukun dan syarat yg ada dalam Islam. Sedangkan menurut Negara tentu hal itu tidak sah karena belum memenuhi batas usia minimal yang di tentukan Undang-Undang Perkawinan.

6. Menurut bapak bagaimana kedudukan perkawinan tersebut di pandang dari sudut hukum Islam dan hukum Positif?

Menurut hukum islam itu sah, asalkan terpenuhi rukun dan syaratnya, sedangkan menurut hukum positif tentu tidak sah karena itu menyalahi aturan hukum Undanng-Undang No 1 tahun 1974 tentang Perkawinan yang di buat oleh negara yang mana dalam pasal 2 disebutkan bahwa “setiap perkawinan harus dicatatkan” 7. Menurut bapak, jika dilihat dari berbagai kasus yang terjadi, apa sajakah

yang melatar belakangi terjadinya menikah di bawah umur?

Banyak faktor-faktor yang menyebabkan masyarakat menikahkan anaknya di bawah umur, pertama adalah dari pihak orang tua yang mana disini rata-rata orang tuanya beragama islam dan kuat agamanya, dan mereka takut menyimpang dari khoridor norma-norma agama di luar ketentuan Islam maka lebih baik dia menikahkan anaknya itu walaupun masih di bawah umur yang ditentukan oleh Undang-Undang Perkawinan, selain itu juga ada faktor lingkungan yang mana untuk menyelamatkan setatus sosial wilayah lingkunganya

pencatatan perkawinan?

Karena usianya kurang 16 tahun bagi perempuan dan 19 tahun bagi laki-laki yang mana tidak memenuhi batasan usia yang di tentukan di dalam Undang-Undang Perkawinan. Selain itu tidak terpenuhinya persyaratannya baik persyaratan Materil maupun persyaratan Formil seperti identitasnya kurang jelas, walinya kurang jelas sedangkan dia sudah harus dinikahkan karena ada sebab sesuatu. Selain itu hal ini kami lakukan sebagai kebijakan untuk mengatasi masyarak kami yang mana hampir seribu enam ratus (1.600) tidak mempunyai buku nikah, sedangkan kami sudah mengajukan untuk isbat nikah, bahkan memanggil untuk datang ke KUA kami namun hingga sekarang tidak ada tanggapan yang positif, sehingga kami melakukan pencatatan ulang kembali bagi pasangan yang tidak memenuhi persyaratannya. Selain dua hal itu juga karena faktor ekonomi, tidak dapat membanyar biaya pencatatan nikah. Kurang sadarnya masyarakat

Dokumen terkait