• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III HUKUM PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL

B. Penyelesaian Sengketa Internasional Secara Diplomatik

1. Penyelesaian Sengketa dalam Piagam PBB

Tujuan dibentuknya PBB, yaitu menjaga kedamaian dan keamanan internasional tercantum di dalam pasal 1 Piagam, yang berbunyi:

“To maintain international peace and security, and to that end: to take effective collective measures for the prevention and removal of threats to the peace, and for the suppression of acts of aggression or other breaches of the peace, and to bring about by peaceful means, and in conformity with the principles of justice and international law, adjustment or settlement of international disputes or situations which might lead to a breach of the peace”

Kedamaian dan keamanan internasional hanya dapat diwujudkan apabila tidak ada kekerasan yang digunakan dalam menyelesaikan sengketa, yang ditegaskan dalam pasal 2 ayat (4) Piagam. Penyelesaian sengketa secara damai ini, kemudian dijelaskan lebih lanjut dalam pasal 33 Piagam yang mencantumkan beberapa cara damai dalam menyelesaikan sengketa, diantaranya:

a. Negosiasi;

b. Enquiry atau penyelidikan;

c. Mediasi; d. Konsiliasi e. Arbitrase

f. Judicial Settlement atau Pengadilan;

g. Organisasi-organisasi atau Badan-badan Regional.

Dari tujuh penyelesaian sengketa yang tercantum dalam Piagam, dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu penyelesaian sengketa secara hukum

Ayu Lestari : Mekanisme Penyelesaian Sengketa GATT Dan WTO Ditinjau Dari Segi Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional Secara Damai, 2007.

USU Repository © 2009

dan secara politik/diplomatik. Yang termasuk ke dalam penyelesaian sengketa secara hukum adalah arbitrase dan judicial settlement. Sedangkan yang termasuk ke dalam penyelesaian sengketa secara diplomatik adalah negosiasi; enquiry; mediasi; dan konsiliasi. Hukum internasional publik juga mengenal good offices atau jasa-jasa baik yang termasuk ke dalam penyelesaian sengketa secara diplomatik.

Pada dasarnya, tidak ada tata urutan yang mutlak mengenai penyelesaian sengketa secara damai. Para pihak dalam sengketa internasional dapat saja menyelesaikan sengketa yang terjadi di antara mereka ke badan peradilan internasional seperti International Court of Justice (ICJ/Mahkamah Internasional), tanpa harus melalui mekanisme negosiasi, mediasi, ataupun cara diplomatik lainnya. PBB tidak memaksakan prosedur apapun kepada negara anggotanya. Dengan kebebasan dalam memilih prosedur penyelesaian sengketa, negara-negara biasanya memilih untuk memberikan prioritas pada prosedur penyelesaian secara politik/diplomatik, daripada mekanisme arbitrase atau badan peradilan tertentu, karena penyelesaian secara politik/diplomatik akan lebih melindungi kedaulatan mereka.26

2. Penyelesaian Sengketa secara Diplomatik

Seperti yang telah dijelaskan di atas, yang termasuk ke dalam penyelesaian sengketa secara diplomatik adalah negosiasi; enquiry atau penyelidikan; mediasi; konsiliasi; dan good offices atau jasa-jasa baik. Kelima metode tersebut memiliki ciri khas, kelebihan, dan kekurangan masing-masing.

26

Boer Mauna, Hukum Internasiona: Pengertian Peranan dan Fungsi dalam Era

Ayu Lestari : Mekanisme Penyelesaian Sengketa GATT Dan WTO Ditinjau Dari Segi Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional Secara Damai, 2007.

USU Repository © 2009

a)

Negosiasi merupakan cara penyelesaian sengketa secara damai yang cukup lama dipakai. Sampai pada permulaan abad ke-20, negosiasi menjadi satu-satunya cara yang dipakai dalam penyelesaian sengketa.

Negosiasi

27

Sampai saat ini cara penyelesaian melalui negosiasi biasanya adalah cara yang pertama kali ditempuh oleh para pihak yang bersengketa. Penyelesaian sengketa ini dilakukan secara langsung oleh para pihak yang bersengketa melalui dialog tanpa ada keikutsertaan dari pihak ketiga. Dalam pelaksanaannya, negosiasi memiliki dua bentuk utama, yaitu bilateral dan multilateral. Negosiasi dapat dilangsungkan melalui saluran diplomatik pada konferensi internasional atau dalam suatu lembaga atau organisasi internasional.

28

(1)Para pihak memiliki kebebasan untuk menentukan penyelesaian sesuai dengan kesepakatan diantara mereka

Dalam praktek negosiasi, ada dua bentuk prosedur yang dibedakan. Yang pertama adalah negosiasi ketika sengketa belum muncul, lebih dikenal dengan konsultasi. Dan yang kedua adalah negosiasi ketika sengketa telah lahir.

Keuntungan yang diperoleh ketika negara yang bersengketa menggunakan mekanisme negosiasi, antara lain:

(2)Para pihak mengawasi dan memantau secara langsung prosedur penyelesaiannya

(3)Dapat menghindari perhatian publik dan tekanan politik dalam negeri.

27

Ibid, hlm. 189

28

Ayu Lestari : Mekanisme Penyelesaian Sengketa GATT Dan WTO Ditinjau Dari Segi Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional Secara Damai, 2007.

USU Repository © 2009

(4)Para pihak mencari penyelesaian yang bersifat win-win solution, sehingga dapat diterima dan memuaskan kedua belah pihak

b)

J.G.Merrills menyatakan bahwa salah satu penyebab munculnya sengketa antar negara adalah karena adanya ketidaksepakatan para pihak mengenai fakta. Untuk menyelesaikan sengketa ini, akan bergantung pada penguraian fakta-fakta para pihak yang tidak disepakati. Untuk menyelesaikan sengketa tersebut, para pihak kemudian membentuk sebuah badan yang bertugas untuk menyelidiki fakta- fakta yang terjadi di lapangan. Fakta-fakta yang ditemukan ini kemudian dilaporakan kepada para pihak, sehingga para pihak dapat menyelesaikan sengketa diantara mereka.

Enquiry atau Penyelidikan

29

c)

Dalam beberapa kasus, badan yang bertugas untuk menyelidiki fakta-fakta dalam sengketa internasional dibuat oleh PBB. Namun dalam konteks ini, enquiry yang dimaksud adalah sebuah badan yang dibentuk oleh negara yang bersengketa.

Enquiry telah dikenal sebagai salah satu cara untuk menyelesaikan sengketa

internasional semenjak lahirnya The Hague Convention pada tahun 1899, yang kemudian diteruskan pada tahun 1907.

Ketika negara-negara yang menjadi para pihak dalam suatu sengketa internasional tidak dapat menemukan pemecahan masalahnya melalui negosiasi, intervensi yang dilakukan oleh pihak ketiga adalah sebuah cara yang mungkin untuk keluar dari jalan buntu perundingan yang telah terjadi dan memberikan

Mediasi

29

www.pirhot-nababan.blogspot.com/2007/07/tinjauan-umum-penyelesaian-sengketa, senin, 23 Juli 2007.

Ayu Lestari : Mekanisme Penyelesaian Sengketa GATT Dan WTO Ditinjau Dari Segi Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional Secara Damai, 2007.

USU Repository © 2009

solusi yang dapat diterima oleh kedua belah pihak.9 Pihak ketiga yang melaksanakan mediasi ini tentu saja harus bersifat netral dan independen. Sehingga dapat memberikan saran yang tidak memihak salah satu negara pihak sengketa.

Intervensi yang dilakukan oleh pihak ketiga ini dapat dilakukan dalam beberapa bentuk. Misalnya, pihak ketiga memberikan saran kepada kedua belah pihak untuk melakukan negosiasi ulang, atau bisa saja pihak ketiga hanya menyediakan jalur komunikasi tambahan.

Dalam menjalankan tugasnya, mediator tidak terikat pada suatu hukum acara tertentu dan tidak dibatasi pada hukum yang ada. Mediator dapat menggunakan asas ex aequo et bono untuk menyelesaikan sengketa yang ada.

Pelaksanaan mediasi dalam penyelesaian sengketa internasional diatur dalam beberapa perjanjian internasional, antara lain The Hague Convention 1907;

UN Charter; The European Convention for the Peaceful Settlement of Disputes.

d)

Sama seperti mediasi, penyelesaian sengketa melalui cara konsiliasi menggunakan intervensi pihak ketiga. Pihak ketiga yang melakukan intervensi ini biasanya adalah negara, namun bisa juga sebuah komisi yang dibentuk oleh para pihak. Komisi konsiliasi yang dibentuk oleh para pihak dapat saja terlembaga atau bersifat ad hoc, yang kemudian memberikan persyaratan penyelesaian yang diterima oleh para pihak. Namun keputusan yang diberikan oleh komisi konsiliasi ini tidak mengikat para pihak.

Konsiliasi

30

30

Ayu Lestari : Mekanisme Penyelesaian Sengketa GATT Dan WTO Ditinjau Dari Segi Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional Secara Damai, 2007.

USU Repository © 2009

Pada prakteknya, proses penyelesaian sengketa melalui konsiliasi mempunyai kemiripan dengan mediasi. Pembedaan yang dapat diketahui dari kedua cara ini adalah konsiliasi memiliki hukum acara yang lebih formal jika dibandingkan dengan mediasi. Karena dalam konsiliasi ada beberapa tahap yang biasanya harus dilalui, yaitu penyerahan sengketa kepada komisi konsiliasi, kemudian komisi akan mendengarkan keterangan lisan para pihak, dan berdasarkan fakta-fakta yang diberikan oleh para pihak secara lisan tersebut komisi konsiliasi akan menyerahkan laporan kepada para pihak disertai dengan kesimpulan dan usulan penyelesaian sengketa.31

Jasa baik teknis adalah jasa baik oleh negara atau organisasi internasional dengan cara mengundang para pihak yang bersengketa ikut serta dalam konferensi atau menyelenggarakan konferensi. Tujuan dari jasa baik teknis ini adalah

e) Good Offices atau Jasa-jasa Baik

Jasa-jasa baik adalah cara penyelesaian sengketa melalui bantuan pihak ketiga. Pihak ketiga berupaya agar para pihak yang bersengketa menyelesaikan sengketanya dengan negosiasi. Menurut pendapat Bindschedler, yang dikutip oleh Huala Adolf, jasa baik dapat didefinisikan sebagai berikut: the involvement of one

or more States or an international organization in a dispute between states with the aim of settling it or contributing to its settlement.

Pada pelaksanaan di lapangan, jasa baik dapat dibedakan dalam dua bentuk, yaitu jasa baik teknis (technical good offices), dan jasa baik politis (political good offices).

31

Ayu Lestari : Mekanisme Penyelesaian Sengketa GATT Dan WTO Ditinjau Dari Segi Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional Secara Damai, 2007.

USU Repository © 2009

mengembalikan atau memelihara hubungan atau kontak langsung di antara para pihak yang bersengketa setelah hubungan diplomatik mereka terputus. Sedangkan jasa baik politis adalah jasa baik yang dilakukan oleh negara atau organisasi internasional yang berupaya menciptakan suatu perdamaian atau menghentikan suatu peperangan yang diikuti dengan diadakannya negosiasi atau suatu kompetensi.

C. Penyelesaian Sengketa Internasional Secara Arbitrase 1. Pengertian Arbitrase

Arbitrase adalah salah satu cara atau alternatif penyelesaian sengketa yang telah dikenal lama dalam hukum internasional. Namun demikian, sampai sekarang belum ada batasan atau definisi resmi mengenai arbitrase.

Istilah arbitrase berasal dari kata “Arbitrare” (bahasa Latin) yang berarti “kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu perkara menurut kebijaksanaan”. Dihubungkannya arbitrase dengan kebijaksanaan tersebut dapat menimbulkan kesan seolah-olah seorang arbiter atau majelis arbiter dalam menyelesaikan suatu sengketa tidak berdasarkan norma-norma hukum lagi dan menyandarkan pemutusan sengketa tersebut hanya kepada kebijaksanaan saja. Namun sebenarnya kesan tersebut keliru karena arbiter atau majelis arbiter tersebut juga menerapkan hukum seperti halnya yang dilakukan oleh hakim atau pengadilan.

Arbitrase adalah suatu proses hukum yang telah ditetapkan dan merupakan satu di antara cara penyelesaian sengketa secara damai.32

32

Prof. Sanwani Nasution, SH, Dkk, Arbitrase Dalam Hukum Internasional, Fakultas Hukum USU, Medan, hal. 26

Ayu Lestari : Mekanisme Penyelesaian Sengketa GATT Dan WTO Ditinjau Dari Segi Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional Secara Damai, 2007.

USU Repository © 2009

2. Perjanjian/Klausul Arbitrase

Jika kedua belah pihak yang bersengketa sepakat untuk menyerahkan sengketanya kepad suatu badan arbitrase, maka perjanjian (klausul) penyerahan sengketa tersebut harus dibuat. Perjanjian tersebut merupakan dasar hukum bagi yurisdiksi badan arbitrase guna menerima dan menyelesaikan sengketa. Dalam studi hukum internasional, perjanjian tersebut tunduk pada prinsip-prinsip dan aturan-aturan hukum perjanjian internasional.

Perjanjian arbitrase yang menyatakan kesepakatan para pihak untuk menyerahkan sengketa mereka kepada badan arbitrase dapat dibagi dalam dua golongan. Pertama, klausul yang menunjuk kepada badan arbitrase yang sudah terlembaga. Kedua, klausul arbitrase yang sifatnya khusus dan yang umum. Klausul arbitrase khusus adalah klusul yang menyatakan bahwa suatu sengketa tertentu yang timbul dari suatu perjanjian akan diserahkan kepada badan arbitrase. Sedangkan klausul arbitrase umum adalah klausul yang biasanya berkaitan dengan semua sengketa yang timbul di antara para pihak atau mengenai penafsiran dan pelaksanaan (perjanjian) yang berlaku di antara mereka.33

3. Kompetensi/Yurisdiksi Arbitrase

Badan arbitrase baru akan berfungsi apabila ada dalam kesepakatan dan penunjukan dari para pihak. Kesepakatan para pihak pulalah yang akan menentukan kompetensi atau yurisdiksi badan peradilan arbitrase. Tujuan dan

33

Ayu Lestari : Mekanisme Penyelesaian Sengketa GATT Dan WTO Ditinjau Dari Segi Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional Secara Damai, 2007.

USU Repository © 2009

masalah atau sengketa yang harus diselesaikan atau diputus badan arbitrase juga ditentukan oleh para pihak. Penunjukan dan kompetensi arbitrase biasanya dituangkan dalam akta kompromi dan kesepakatan atau perjanjian para pihak yang ditentukan kemudian.

4. Putusan Arbitrase

Putusan arbitrase pada umumnya mengikat para pihak. Pentaatan terhadapnya dianggap tinggi. Biasanya putusannya bersifat final dan mengikat. Dalam hal-hal khusus, upaya banding terhadap putusan arbitrase kepada Mahkamah Internasional masih dimungkinkan. Beberapa alasan yang dapat dijadikan alasan untuk melakukan upaya banding adalah:

1. excess de puvoir, yaitu manakala badan arbitrase telah melampaui

wewenangnya.

2. tidak tercapainya putusan secara mayoritas, yaitu berakibat tidak adanya kekuatan hukum pada putusan yang dikeluarkannya.

3. tidak cukupnya alasan-alasan bagi putusan yang dikeluarkan pada prinsipnya, suatu putusan badan arbitrase harus didukung oleh argumen- argumen hukum yang memadai. Suatu alasan, meskipun dinyatakan secara relatif singkat, namun jelas dan tepat, sudahlah cukup.34

D. Penyelesaian Sengketa Internasional Mahkamah Internasional 1. Kewenangan Mahkamah Internasional

34

Ayu Lestari : Mekanisme Penyelesaian Sengketa GATT Dan WTO Ditinjau Dari Segi Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional Secara Damai, 2007.

USU Repository © 2009

Pasal 34 (1), menyatakan “hanya negara yang dapat menjadi pihak dalam perkara – perkara di muka Mahkamah”. Negara yang dimaksud, dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu:

a. Semua anggota PBB yang berdasarkan pasal 93 (1) Piagam PBB, ipso facto, adalah peserta statuta Mahkamah.

b. Negara – negara yang bukan anggota, akan tetapi berkeinginan berasosiasi tetap dengan Mahkamah dan menurut pasal 93 (2) telah menjadi anggota Statuta menurut syarat – syarat yang ditentukan dalam tiap – tiap kasus oleh Majelis Umum berdasarkan Dewan Keamanan. Syarat – syarat itu adalah penerimaan negara yang bukan anggota atas Statuta, penerimaan kewajiban – kewajiban (pasal 94 Piagam PBB) dan melaksanakan suatu pemberian sumbangan anggaran Mahkamah seperti yang dimuat dalam resolusi majelis Umum tanggal 11 Desember 1946, hal ini telah dikenakan kepada Switzerland pada tahun 1947 dan kepada Liechtenstein tahun 1950.

c. Negara-negara yang bukan anggota PBB namun ingin tampil di muka Mahkamah sebagai pihak-pihak dalam sengketa tertentu atau kelompok sengketa tertentu namun tanpa menjadi peserta Statuta. Menurut pasal 35 (2) Statuta dan Resolusi Dewan Keamanan 15 Oktober 1946, dimungkinkan mengenakan persyaratan-persyaratan terhadap negara itu, yaitu bahwa negara-negara tersebut harus mematuhi keputusan-keputusan Mahkamah dan menerima syarat-syarat dalam pasal 94 Piagam PBB. Yuridiksi wajib dalam persengketaan hukum atau Compulsary juridiction, di dalam statuta dinyatakan bahwa negara-negara yang bersengketa mempunyai

Ayu Lestari : Mekanisme Penyelesaian Sengketa GATT Dan WTO Ditinjau Dari Segi Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional Secara Damai, 2007.

USU Repository © 2009

kewajiban yang sama untuk mengakui kewenangan Mahkamah Internasional atau pengadilan dalam persengketaan hukum.

2. Hukum yang Diterapkan Mahkamah Internasional

Statuta Mahkamah Internasional dengan tegas menyatakan sumber-sumber hukum internasional yang akan mahkamah terapkan dalam menyelesaikan sengketa-sengketa yang diserahkan kepadanya. Sumber hukum tersebut dinyatakan dalam pasal 38 ayat (1) Statuta Mahkamah Internasional, yaitu:

a. konvensi atau perjanjian internasional, baik yang bersifat umum atau khusus, yang mengandung ketentuan-ketentuan hukum yang diakui secara tegas oleh negara-negara yang bersengketa;

b. kebiasaan-kebiasaan internasional sebagaimana telah dibuktikan sebagai suatu praktik hukum umum yang diterima sebagai hukum;

c. prinsip-prinsip hukum umum yang diakui oleh bangsa-bangsa yang beragam;

d. putusan-putusan pengadilan dan ajaran-ajaran para sarjana yang paling terkemuka dari berbagai negara sebagai sumber hukum subsider (tambahan) untuk menetapkan kaidah-kaidah hukum.35

Menurut Mochtar Kusuma Atmadja, penyebutan sumber-sumber hukum tersebut tidak menggambarkan urutan pentingnya masing-masing sumber hukum. Klasifikasi yang dapat digunakan adalah bahwa dua urutan pertama tergolong ke

35

Ayu Lestari : Mekanisme Penyelesaian Sengketa GATT Dan WTO Ditinjau Dari Segi Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional Secara Damai, 2007.

USU Repository © 2009

dalam sumber hukum utama atau primer. Dua lainnya adalah sumber hukum tambahan atau subsider.36

1) prinsip-prinsip yang telah mapan sebagai suatu hasil penerimaan dan penerapan oleh negara-negara yang kemudian dianggap sebagai kaidah- kaidah hukum kebiasaan internasional; dan

Hukum kebiasaan internasional yang ditetapkan Mahkamah dapat berupa dua macam:

2) kaidah-kaidah serupa yang juga berkembang dan diterapkan di dalam suatu region tertentu (hukum internasional regional).37

Menurut piagam PBB, asas-asas hukum umum tidak mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam lingkup internasional. Tetapi ia mengacu kepada prinsip-prinsip hukum umum yang terdapat dalam hukum nasional atau yang terefleksikan dalam konsep-konsep dasar dari tertib hukum negara-negara yang sitem hukumnya dianggap berasal dari negara-negara beradab.

36

Mochtar Kusuma Atmadja, Pengantar Hukum Internasional, Bina Cipta, Bandung. 1987, hal. 81.

37

Ayu Lestari : Mekanisme Penyelesaian Sengketa GATT Dan WTO Ditinjau Dari Segi Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional Secara Damai, 2007.

USU Repository © 2009

BAB IV

TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL SECARA DAMAI TERHADAP SENGKETA GATT DAN WTO

A. Mekanisme Penyelesaian Sengketa WTO dan GATT

Perjanjian GATT adalah suatu dokumen yuridis. Dalam dokumen ini tercantum hak maupun kewjaiban negara pesrta perjanjian. Adanya serangkaian hak dan kewajiban yang secara eksplisit dicantumkan tentunya sering menimbulkan sengketa. Sebagai lembaga, maka GATT telah menerapkan tata cara dan prosedur untuk menangani sengketa yang timbul antara negara peserta.

Dalam konteks hukum internasional secara umum, masyarakat internasional memberikan peluang untuk melakukan penyelesaian sengketa antara negara-negara melalui berbagai cara. Sengketa antar negara dapat diatasi melalui:

a. proses dimana pihak yang bersengketa menerima penyelesaian sengketa yang dirumuskan dan diputuskan oleh pihak ketiga;

b. proses dimana pihak yang bersengketa dianjurkan supaya berembuk dan berusaha untuk menyelesaikan sengketa di antara mereka sendiri.38

Pasal XXIII menentukan kapan suatu negara peserta dapat menggunakan prosedur penyelesaian sengketa GATT dan WTO guna melindungi kepentingannya. Prosedur ini baru dimungkinkan apabila suatu negara peserta beranggapan bahwa keuntungan yang diperolehnya baik secara langsung maupun tidak langsung dari perjanjian ini hilang atau terganggu, atau pencapaian salah satu tujuan dari perjanjian ini terganggu sebagai akibat:

38

H. S. Kartadjoemena, GATT dan WTO: Sistem, Forum dan Lembaga Internasional di Bidang Perdagangan, UI Press: Jakarta. 1996. hal. 137.

Ayu Lestari : Mekanisme Penyelesaian Sengketa GATT Dan WTO Ditinjau Dari Segi Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional Secara Damai, 2007.

USU Repository © 2009

a. kegagalan negara peserta lain untuk melaksanakan kewajiban- kewajibannya menurut perjanjian ini atau

b. penerapan suatu tindakan oleh suatu negara-negara peserta lain apakah itu bertentangan atau tidak dengan ketentuan perjanjian ini atau

c. adanya situasi-situasi lain

Jika salah satu keadaan tersebut di atas terjadi, pihak yang merasa dirugikan dapat menghubungi pihak lain yang dianggap terlibat untuk mengadakan penyelesaian memuaskan. Pihak yang dihubungi harus memberi pertimbangan simpatik terhadap permintaan pihak lain tersebut.

Berikut ini adalah tahapan-tahapan dalam penyelesaian sengketa dagang di dalam WTO/GATT:39

1. Konsultasi

Pasal III dari WTO Agrreement menyatakan salah satu fungsi utamanya adalah pelaksanaan dari The Understanding on Rules Procedures Governing the

Settlement of Disputes. Suatu dokumen yang telah disetjui dalam Uruguay Round

adalah the dispute settlement understanding (DSU) yang merupakan the first fully

integrated text of GATT dispute settlement procedures.40

Konsultasi merupakan upaya yang dilakukan oleh para pihak yang berselisih sebelum perkara tersebut diproses oleh majelis hakim (panels) di WTO/GATT. Jadi, sebenarnya yang dimaksudkan tidak lebih dari sekedar suatu

39

Syahmin AK, hukum dagang internasional…., Op. Cit, hal. 253-257.

40

Astim Ryanto, World Trade Organization (Organisasi Perdagangan Dunia), Yapemdo, Bandung. 2003. hal. 58.

Ayu Lestari : Mekanisme Penyelesaian Sengketa GATT Dan WTO Ditinjau Dari Segi Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional Secara Damai, 2007.

USU Repository © 2009

upaya penyelesaian sengketa secara musyawarah di antara para pihak untuk mencapai suatu solusi yang memuaskan kedua belah pihak (win-win solution).41

2. Pembentukan Panel

Tujuan dari mekanisme penyelesaian sengketa dagang di WTO adalah menguatkan solusi yang positif terhadap sengketa. Tahap pertama adalah konsultasi antara pihak-pihak yang bersengketa. setiap anggota harus menjawab secara tepat dalam waktu sepuluh hari untuk meminta diadakan konsultasi dan memasuki periode konsultasi selama tiga puluh hari setelah waktu permohonan.

Untuk memastikan kejelasannya, setiap permohonan untuk konsultasi harus diberitahukan kepada DSB secara tertulis, kemudian disebutkan alasan- alasan permohonan konsultasi termasuk dasar-dasar hukum untuk pengaduan. Bila konsultasi gagal dan kedua belah pihak setuju, masalah untuk dapat diajukan ke Direktur Jenderal WTO yang akan siap menawarkan diadakan good offices, konsiliasi, atau mediasi dalam menyelesaikan sengketa.

Dengan dibentuknya sistem panel maka apabila suatu sengketa tidak dapat diselesaikan melalui konsultasi dan konsiliasi bilateral, jalan keluar yang tersedia adalah didirikannya suatu panel. Sejak dibentuknya sistem panel, banyak masalah GATT yang telah diselesaikan melalui panel. Pada masa mendatang, dalam WTO, jumlah panel akan lebih banyak lagi dan masalah yang akan ditangani juga semakin lebih luas sehingga memerlukan jaringan panel yang lebih luas.42

Jika suatu anggota tidak memberikan jawaban untuk meminta diadakan konsultasi dalam waktu sepuluh hari atau jika konsultasi gagal untuk diselesaikan

41

Munir Fuady, Op. Cit., hal. 115.

42

Ayu Lestari : Mekanisme Penyelesaian Sengketa GATT Dan WTO Ditinjau Dari Segi Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional Secara Damai, 2007.

USU Repository © 2009

Dokumen terkait