• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyelesaian Sengketa Akibat Hukum Tidak Sesuai Kualitas Dalam Perjanjian Jual Beli Produk Inti Sawit (Kernel) Antara CV Bintang Effendi Brother Medan Dengan

BROTHER MEDAN DENGAN PT AGRO JAYA PERDANA MEDAN

F. Penyelesaian Sengketa Akibat Hukum Tidak Sesuai Kualitas Dalam Perjanjian Jual Beli Produk Inti Sawit (Kernel) Antara CV Bintang Effendi Brother Medan Dengan

PT Agro Jaya Perdana Medan

Selanjutnya dalam mengkaji masalah wanprestasi ini, perlu dipertanyakan apakah akibat dari wanprestasi salah satu pihak merasa dirugikan. Apabila akhirnya timbul sengketa atau perselisihan di antara keduanya akibat wanprestasi tersebut, upaya apa yang dapat ditempuh pihak yang dirugikan agar dia tidak merasa sangat dirugikan.

Sebagaimana biasanya akibat tidak dilakukannya suatu prestasi oleh salah satu pihak dalam perjanjian, maka pihak lain akan mengalami kerugian. Tentu saja hal ini sama sekali tidak diinginkan oleh pihak yang menderita kerugian, namun kalau sudah terjadi, para pihak hanya dapat berusaha supaya kerugian yang terjadi ditekan sekecil mungkin.

Dalam hal terjadinya wanprestasi, maka pihak lain sebagai pihak yang menderita kerugian dapat memilih antar beberapa kemungkinan, yaitu :

1. Pihak yang dirugikan menuntut pelaksanaan perjanjian 2. Pihak yang dirugikan menuntut ganti rugi

3. Pihak yang dirugikan menuntut pelaksanaan perjanjian disertai ganti rugi 4. Pihak yang dirugikan menuntut pembatalan perjanjian

5. Pihak yang dirugikan menuntut pembatalan perjanjian disertai dengan ganti rugi.57

Beberapa kemungkinan penuntutan dari pihak yang dirugikan tersebut di atas bagi suatu perjanjian timbal-balik oleh ketentuan Pasal 1266 KUHPerdata diisyaratkan apabila salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya dapat dimintakan pembatalan perjanjian kepada hakim.

Berdasarkan Pasal 1266 KUHPerdata, dalam perjanjian bagi hasil tanah pertanian apabila salah satu pihak wanprestasi maka pihak yang dirugikan dapat menempuh upaya hukum dengan menuntut pembatalan perjanjian kepada hakim.

Kenyataannya pada bentuk ini perihal apabila timbul sengketa atau perselisihan dalam kaitannya dengan ketidaksesuaian kualitas dalam perjanjian jual beli produk Inti Sawit (kernel) di CV Bintang Effendi Brother Medan di antara meraka maka para pihak menyelesaikan melalui: 1. Dilakukan penyelesaian secara musyawarah dan jika belum selesai

2. Dilakukan lewat pemerintahan desa.58

Dari hasil penelitian tidak pernah ditemukan permasalahan yang berhubungan dengan ketidaksesuaian kualitas dalam perjanjian jual beli produk Inti Sawit (kernel) di CV Bintang Effendi Brother Medan ini sampai diajukan ke depan pengadilan. Hal ini dapat diselesaikan dua belah pihak secara musyawarah dan mufakat seperti pengembalian Inti Sawit (kernel) kepada pihak penjual untuk diganti dengan Inti Sawit (kernel) yang sesuai dengan kualitas yang diperjanjikan.59

Suatu hal lainnya yang menjadi masukan dalam penyelesaian sengketa apabila pihak penjual tidak mengirimkan Inti Sawit (kernel) sesuai dengan kualitas yang dijanjikan adalah terjadinya ketidaksesuaian kualitas tersebut bukan disebabkan oleh perbuatan penjual. Salah satu

57 R. Subekti, Op.Cit., hal. 53.

58 Hasil Wawancara dengan Bapak Irwansyah Nasution selaku Kepala Pemasaran CV. Effendi Brother, tanggal 12 Maret 2015.

59

Hasil Wawancara dengan Bapak Irwansyah Nasution selaku Kepala Pemasaran CV. Effendi Brother, tanggal 12 Maret 2015.

sebab sehingga kualitas dari Inti Sawit (kernel) tersebut menjadi rusak sedangkan penjual sudah mengirimkan Inti Sawit (kernel) yang sesuai dengan yang diperjanjikan adalah terjadinya hujan deras di jalan sedangkan pihak penjual sudah mengantisipasi secara baik hujan tersebut. Tetapi disebabkan terlalu deras sehingga Inti Sawit (kernel) menjadi rusak.60

Perlu disadari oleh semua pihak adalah bahwa penyelesaian sengketa atau permasalahan yang timbul dimasyarakat, apapun bentuknya, cara-cara penyelesaian secara hukum, bukanlah Biasanya dalam hal ini pihak pembeli yaitu CV Bintang Effendi Brother tidak melakukan penuntutan apa-apa karena ia mengetahui terjadinya ketidaksesuaian kualitas adalah disebabkan oleh alam. Pada kapasitas ini biasanya penyelesaian dilakukan secara musyawarah dengan membebankan ganti rugi kepada kedua belah pihak. Dengan perkataan lain masing-masing pihak memberikan ganti rugi setengah-setengah. Kedua belah pihak baik itu CV Bintang Effendi Brother maupun PT Agro Jaya Perdana berupaya dan berusaha tidak menyelesaikan sengketa melalui pengadilan, dan hal tersebut tetap terjaga hingga sekarang ini.

Suatu hal yang ditemukan belakangan ini menggejala di masyarakat bahwa segala sesuatu urusan (masalah, perkara atau sengketa) selalu ingin diselesaikan melalui pengadilan. Mulai urusan hutang piutang, warisan, sengketa tanah, pencemaran nama baik, sampai masalah politik diselesaikan melalui pengadilan. Yang kadang terasa aneh adalah bahwa ada kenyataan di depan mata sebagian dari masyarakat tidak percaya lagi terhadap lembaga atau institusi hukum yang ada, baik itu namanya polisi, hakim, jaksa atau pengacara, bahkan terhadap lembaga peradilan itu sendiri. Namun disisi lainnya mereka masih mencari keadilan melalui dan di lembaga-lembaga tersebut.

60

Hasil Wawancara dengan Bapak Irwansyah Nasution selaku Kepala Pemasaran CV. Effendi Brother, tanggal 12 Maret 2015

semata-mata melalui lembaga peradilan (berikut perangkatnya). Masih ada cara atau upaya lain yang dapat ditempuh, yang juga mempunyai kekuatan hukum. Bahkan terkadang cara-cara lain tersebut lebih efektif dan efisien dalam menyelesaikan masalah yang terjadi.

Sebagai masyarakat yang dikenal dengan sifat kekeluargaaan dan gotong royong, yang mengedepankan pola hidup kebersamaan, bangsa Indonesia seharusnya menyadari bahwa penyelesaian sengketa melalui cara musyawarah mufakat adalah cara yang terbaik untuk menyelesaikan sengketa. Istilahnya sekarang ini adalah dialog, islah atau perdamaian. Cara ini selain merupakan nilai-nilai budaya bangsa, juga merupakan cermin dari sifat demokrasi. Menghalalkan perbedaan pendapat, namun menjunjung tinggi kepentingan bersama. Cara musyawarah ini tentu sudah dikenal luas dan sering ditempuh. Asalkan dilandasi niat yang ikhlas untuk menyelesaikan masalah dengan sebaik-baiknya, adanya rasa saling percaya dan prinsip duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi, tidak ada yang ingin menang sendiri, maka cara ini pasti dapat menyelesaikan masalah dengan sebaik-baiknya.

Cara yang lain adalah dengan bentuk mediasi, artinya para pihak yang bersengketa atau mempunyai masalah menunjuk masing-masing pihak lain sebagai wakil atau disebut sebagai mediator. Kemudian wakil-wakil inilah yang berembuk, bermusyawarah untuk mencari jalan keluar (solusi) terbaik terhadap masalah yang ada. Namun wakil-wakil ini biasanya tidak langsung memutuskan apa atau bagaimana penyelesaian dari sengketa tersebut, melainkan menawarkanya kepada si pemilik masalah. Fungsinya hanya sebatas menjembatani para pihak agar mau berpikir konstruktif, berpikir secara jernih untuk menyelesaikan masalah (masih) dengan cara-cara kekeluargaan.

Masih dengan pola kekeluargaan, menunjuk seorang sebagai juri atau penengah adalah cara lain untuk menyelesaikan sengketa. Para pihak sepakat menunjuk seseorang yang dianggap

jujur, adil dan bijaksana (kredibel) untuk memutuskan bagaimana persoalan atau sengketa yang terjadi itu sebaiknya diselesaikan. Keputusan sepenuhnya diserahkan pada orang bijak tersebut. Cara ini sering disebut dengan istilah arbitrase, sedangkan orangnya disebut arbiter.

Baik cara penyelesaian sengketa melalui musyawarah, mediasi ataupun melalui sistem arbitrase, sebenarnya sudah mengakar di masyarakat Indonesia, sudah sering digunakan terutama di desa-desa, namun karena itu kadang orang menganggapnya kuno, tradisonal, ndak canggih. Tapi sebenarnya justru cara-cara inilah yang paling efektif untuk menyelesaikan sengketa. Belakangan ini, cara-cara tersebut lebih dikenal dengan istilah Alternative Dispute Resolution disingkat ADR. Mudah, murah, cepat tanpa adanya pihak yang merasa kalah, semua diuntungkan dan dimenangkan, win-win solution. Bahkan persoalan-persoalan internasionalpun penyelesaiannya menggunakan cara-cara tersebut. hanya bahasa yang dimunculkan memang agak berbeda, Diplomasi dan Lobying.

Mengenai kekuatan hukum dari cara penyelesaian sengketa dengan model tersebut di atas, secara prinsip adalah kuat. Karena apa yang dihasilkan dari pola penyelesaian tersebut merupakan perjanjian (baru) bagi para pihak, dan perjanjian berlaku sebagai undang-undang bagi para pembuatnya. Walau memang, secara yuridis formal hasil-hasil penyelesaian sengketa tersebut masih bisa dimentahkan lagi, dilanggar lagi oleh para pihak, tanpa adanya kekuatan pemaksa untuk melaksanakannya, selain nilai-nilai moral.

Agar keputusan yang sudah diambil dengan pola penyelesaian sengketa tersebut di atas mempunyai kekuatan hukum formal, maka dapat dimintakan penetapan Pengadilan terhadap

keputusan tersebut. Pengadilan akan menetapkan bahwa para pihak sepakat untuk menyelesaikan masalahnya dengan cara-cara itu. Dan bila demikian, maka di kemudian hari oleh siapapun tidak dapat dilakukan upaya hukum lagi (misalnya menggugat ke Pengadilan) terhadap putusan tersebut. Jadi putusan itu sudah dianggap final, mempunyai kekuatan hukum tetap. Pengadilan akan menolak menyidangkan perkara itu karena putusannya sudah ada.

BAB V