• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sengketa terjadi ketika negara anggota meyakini bahwa negara anggota lain melanggar perjanjian WTO. Negara anggota tersebut dapat mengajukan "permintaan konsultasi" untuk mengidentifikasi perjanjian mana yang dilanggar

dalam menerapkan tindakan safeguard.88 Berdasarkan Article 14 Agreement on

Safeguard yang mengatur tentang penyelesaian sengketa. Dijelaskan bahwa penyelesaian sengketa yang timbul berdasarkan perjanjian ini dilakukan dengan

cara konsultasi sesuai dengan ketentuan Article XXII dan Article XIII GATT dan

pelaksaannya dalam The Dispute Settlement Understanding.89

Menurut Robert Hudec, prosedur penyelesaian sengketa dalam GATT

dapat dikelompokkan ke dalam dua macam prosedur. Pertama ; diantara tahun

1948-1978. Dalam kurun waktu ini, prosedur penyelesaian sengketa GATT dapat

dikelompokkan sebagai penyelesaian sengketa secara diplomatik (diplomatic

settlement of disputes). Kedua ; kurun waktu antara 1980-1994. Dalam kurun waktu ini, prosedur penyelesaian sengketa GATT beralih dari semula yang

87

Ibid. 88

https://www.wto.org/english/tratop_e/dispu_e/dispu_e.htm (diakses pada tgl 3 Agustus 2015 pukul 10.14).

89

The Dispute Settlement Understanding atau disebut juga Understanding on Rules Procedures Governing the Settlement of Disputes adalah suatu perjanjian khusus yang merupakan lampiran dari perjanjian WTO yang disahkan pada bulan April 1994. Lihat : Huala Adof, Op.Cit., hlm. 87.

diplomatik menjadi penyelesaian sengketa secara judicial atahu hukum (judicial settlement of disputes).90

1. Penyelesaian sengketa melalui konsultasi

Konsultasi adalah tahap pertama penyelesaian sengketa dan biasanya berlangsung dalam bentuk yang informal atau negosisasi formal, seperti melalui saluran-saluran diplomatik. Tujuan utama dari proses ini adalah untuk

menyelesaikan sengketa di luar dari cara atau proses ajudikasi yang formal.91

Sistem penyelesaian sengketa GATT diatur dalam Article XXII dan

Article XIII, yang menekankan pada kontak bilateral dan konsultasi sebagai tahap pertama dalam proses penyelesaian sengketa. Pada kenyataannya hampir seluruh sengketa dagang diselesaikan secara bilateral. Namun, bila tidak bisa diselesaikan dengan konsultasi bilateral, maka sistem panel GATT dapat dipergunakan sebagi

cara penyelesaian tahap berikutnya.92

Article XXII menentukan prosedur konsultasi yang dapat diambil apabila suatu negara memerlukan konsultasi dengan negara lain mengenai haknya yang

berkaitan dengan perjanjian GATT. Article XXII merupakan ketentuan mengenai

langkah pertama yang dapat diambil apabila suatu negara beranggapan bahwa ada masalah yang dihadapi dalam penerapan perjanjian GATT sebagai akibat langkah

yang diambil oleh suatu negara lain.93

90

Huala Adolf, Penyelesain Sengketa Dagang dalam World Trade Organization (W.T.O) (Bandung : Mandar Maju, 2005), hlm. 13.

91

Huala Adolf, Op.Cit., hlm. 95. 92

Gofar Bain, Uruguay Round dan Sistem Perdagangan Masa Depan (Jakarta : Djambatan, 2001), hlm. 58.

93

H.S Kartadjoemena, GATT dan WTO : Sistem, Forum dan Lembaga Internasionaldi Bidang Perdagangan (Jakarta : UI Press : 1996), hlm. 141-142.

Article XXIII menentukan prosedur yang dapat diambil apabila terjadi

kerugian yang timbul berupa “penghapusan” atau “kerusakan” (nullification and

impairment) atas hak dan keuntungan yang telah diperoleh suatu negara melalui Perjanjian GATT, akibat tindakan yang diambil oleh negara lain.

Berdasarkan Article XXIII.1 dijelaskan bahwa apabila konsesi dan

keuntungan dari perjanjian yang diperoleh suatu negara anggota, (baik secara langsung maupun tidak langsung), dihapus atau dirusak akibat tindakan yang diambil oleh suatu negara lain, (walaupun tindakan itu tidak melanggar aturan GATT, maka negara yang merasa dirugikan tersebut berhak meminta penyesuaian yang memuaskan karena akibat tersebut. Negara yang merasa dirugikan dan menghendaki rektifikasi dari keadaan yang merugikan akibat tindakan negara lain, sebagai langkah pertama, dapat mengajukan secara tertulis kepada negara yang mengambil tindakan tentang permasalahan yang dihadapi dan langkah retifikasi yang dikehendaki.

The Dispute Settlement Understanding tetap mengikuti mekanisme

penyelesaian sengketa yang termuat dalam Article XXII dan Article XIII GATT

sesuai prinsipnya. Hal ini tercantum dalam Article XVI.1 WTO Agreement yang

menyatakan bahwa WTO akan mengikuti putusan-putusan, prosedur-prosedur dan

praktik-praktik kebiasaan yang diikuti oleh The Contracting Parties94 GATT 1947

94

The Contracting Parties adalah dua atau lebih orang atau badan usaha sebagai penandatangan suatu perjanjian atau kontrak. Negara-negara penandatangan GATT, yang menerima kewajiban khusus dan hak istimewa dalam GATT. Lihat : Tumpal Rumapea,

dan badan-badan kelengkapan GATT yang dibentuk berdasarkan kerangka GATT

1947.95

Berdasarkan The Dispute Settlement Understanding mengenai

penyelesaian sengketa melalui konsultasi dikenal adanya the principle of

„automaticity‟ (prinsip automatisasi) yang artinya suatu prosedur penyelesaian sengketa akan terus berlanjut secara otomatis atas dasar permintaan dari salah satu

pihak yang bersengketa, sesuai dengan Article 3 paragraph (3) The Dispute

Settlement Understanding, pihak negara termohon dapat menghadapi kemungkinan pembentukan suatu badan panel setelah 10 hari sejak permintaan

konsultasi terhadapnya.96

Konsultasi bersifat rahasia. Menurut A.Porges, sifat kerahasiaan dari proses konsultasi ini acapkali member ruang yang kondusif sehingga penyelesaian dapat tercapai. Permohonan untuk konsultasi harus dibuat secara tertulis. Permohonan tersebut juga harus mengemukakan alasan timbulnya sengketa dan

dasar hukum untuk pengajuan permohonan untuk konsultasi.97

2. Mekanisme penyelesaian sengketa WTO

Salah satu hasil perundingan Uruguay Round di bidang Dispute Settlement

Body adalah diterapkannya Understanding on Rules Procedures Governing the Settlement of Disputes. Dispute Settlement Body atau Badan Penyelesaian Sengketa adalah lembaga yang berfungsi melaksanakan peraturan-peraturan dan prosedur mengenai konsultasi dan penyelesaian sengketa. Sedangkan,

95

Huala Adolf, Op.Cit., hlm. 88. 96

Ibid., hlm. 97. 97

Understanding On Rules and Procedures Governing The Settlement of Disputes adalah perjanjian WTO yang mengikat untuk mengatur penyelesaian sengketa yang tidak hanya melengkapi ketentuan penyelesaian GATT yang bertumpu pada Article XXII dan Article XXIII GATT 1947 serta ketentuan-ketentuan yang melengkapinya akan tetapi juga membuat pembaharuan-pembaharuan yang

mendasar.98

Perjanjian ini memperjelas lagi arah mekanisme penyelesaian sengketa yang akan diterapkan pada tahun-tahun mendatang. Mekanisme penyelesaian

sengketa WTO dilakukan dalam lima tahap, yaitu sebagai berikut :99

a. Tahap 1 : Konsultasi

Pihak yang bersengketa harus berupaya untuk menyelesaikan

permasalahannya melalui konsultasi bilateral. Bila pihak yang bersengketa gagal mencapai kesepakatan dan menyetujui untuk membawanya ke

Direktur Jendral WTO yang dalam hal ini bertindak dalam kapasitas “ex

officio”, akan ditawarkan jasa-jasa baik untuk mencari penyelesaiannya. Pihak yang bersengketa diberi waktu untuk mengadakan konsultasi selama enam puluh hari kerja.

b. Tahap 2 : Permintaan suatu panel

Bila setelah enam puluh hari konsultasi tersebut juga gagal dicapai

keputusan, pemohon dapat meminta Dispute Settlement Body membentuk

suatu panel untuk mengadakan pengkajian. Pembentukan suatu panel

98

Hatta, Perdagangan Internasional Dalam Sistem GATT dan WTO : Aspek-Aspek Hukum dan Non Hukum (Bandung : PT. Refika Aditama : 2006), hlm.7.

99

adalah otomatis dan keanggotaan panelis harus terbentuk dalam sepuluh hari setelah persetujuan pembentuk panel. Adapun standar kerangka acuan panel yang harus disirkulasikan kepada seluruh anggota WTO, dijelaskan sebagai berikut :

1) Sekretariat WTO akan mengusulkan nama-nama ketiga panelis

kepada pihak-pihak yang bersengketa. Hal ini berarti Sekretariat WTO harus memiliki suatu daftar orang-orang yang dianggap cakap. Dalam pengisian daftar tersebut, apara anggota WTO juga dapat mengusulkannya.

2) Ketiga panelis tersebut bertindak atas kapasitas pribadi dan tidak

boleh tunduk terhadap tekanan dari suatu pihak atau suatu negara mana pun. Dengan kata lain, pemilihan keanggotaan panelis harus selektif.

3) Panelis-panelis yang ditawarkan tersebut pada umumnya bekas

wakil-wakil negara untuk WTO atau pejabat/pensiunan pejabat-pejabat pemerintah/lembaga-lembaga internasional yang memiliki pengetahuan tentang masalah yang dipersengketakan tersebut.

4) Sekretariat WTO akan mempersiapkan informasi tentang latar

belakang permasalahan dan fakta-faktanya.

c. Tahap 3 : Pekerjaan panel

Panel, di dalam melaksanakan tugasnya, akan mengadakan hal-hal berikut:

2) Mengadakan pertemuan-pertemuan dengan pihak-pihak yang bersengketa dan dengan negara-negara ketiga.

3) Mendapatkan/mengumpulkan masing-masing bantahan.

4) Pertemuan-pertemuan tambahan bila diangap perlu.

5) Menyiapkan laporan tentang faktanya dan argument yang disajikan

oleh pihak-pihak yang bersengketa.

6) Menyerahkan laporan sementara kepada pihak yang bersengketa.

7) Mengonsepkan kesimpulan dan rekomendasi-rekomendasi.

8) Menyampaikan laporan akhir kepada pihak-pihak yang

bersengketa dan kepada Dispute Settlement Body.

d. Tahap 4 : Pengesahan keputusan

Dalam enam puluh hari, laporan panel harus disahkan oleh Dispute

Settlement Body. Bila salah satu pihak bersengketa tidak setuju dengan suatu masalah tentang ketentuan atau legalitas interpretasi yang berkembang selama dalam proses, pihak yang berkeberatan tersebut dapat mengajukan keberatannya. Selanjutnya, untuk menangani pengajuan

keberatan tersebut, Dispute Settlement Body akan membentuk Appellate

Body. Appllate Body atau lembaga banding yang didirikan oleh Dispute Settlement Body secara permanen yang fungsinya untuk mengadili

banding dari tingkat panelyang terdiri dari tujuh orang, yang dalam hal ini

mewakili para anggota WTO. Dengan perkataan lain, pengajuan keberatan hanya dapat didengar bila yang dipermasalahkan adalah mengenai ketentuan-ketentuan yang dicakup oleh panel dan legalitas interpretasi.

Ketiga anggota dari Appllate Body akan duduk bersama untuk mendengarkan permohonan yang diajukan tersebut. Mereka dapat membenarkan, melakukan modifikasi, mengubah temuan-temuan berikut kesimpulan-kesimpulan panel. Pelaksanaan dari permohonan tersebut tidak boleh melewati batas enam puluh hari dan harus diselesaikan dalam sembilan puluh hari.

e. Tahap 5 : Pelaksanaanya

Setelah disahkannya rekomendasi dan pengaturannya, harus dilaksanakan sepenuhnya dengan cepat karena hal ini amatlah penting bagi berlangsungnya efektivitas pemecahan sengketaan. Bila rekomendasi tersebut tidak dapat dilaksanakan dengan segera oleh negara yang dinyatakan bersalah, negara tersebut :

1) Diberi waktu yang cukup untuk melaksanakannnya.

2) Bila juga tidak dapat melaksanakannya dalam tempo yang

diberikan tersebut, harus dilakukan lagi perundingan untuk menetapkan secara bersama suatu kompensasi.

3) Bila tidak dicapai persetujuan tentang kompensasi yang

memuaskan, si pemohon dapat meminta hak dari Dispute

Settlement Body untuk menangguhkan konsesi-konsesi atau kewajiban-kewajiban negara yang dinyatakan bersalah tersebut dan meminta hak untuk melakukan tindakan balasan (retalisasi). Hak ini biasanya dijamin karena konsensus yang diminta ditolak.

Understanding On Rules and Procedures Governing The Settlement of Disputes dibuat bagi negara-negara anggota WTO untuk mendapatkan kepastian hukum dalam sistem perdagangan multilateral sebagaimana yang tercantum dalam

ketentuan Article 3.2 dari perjanjian WTO tersebut100.

3. Penyelesaian sengketa bagi negara berkembang

Penyelesaian sengketa bagi negara berkembang pada dasarnya sama dengan negara maju, akan tetapi ada beberapa ketentuan khusus yang hanya diberlakukan bagi penyelesaian sengketa negara berkembang, yaitu sebagai berikut :101

a. Apabila dalam tahap konsutasi gagal menyelesaikan perselisihan dalam

waktu enam puluh hari sejak permohonan konsultasi diterima para pihak dapat bersepakat untuk memperpanjang jangka waktunya apabila jangka waktu yang ditetapkan enam puluh hari tersebut telah habis masa berlakunya, sedangkan para pihak yang berkonsultasi belum dapat tercapai

kesepakatan bahwa konsultasi telah berakhir, maka Ketua Dispute

Settlement Body harus memutuskan perpanjangan jangka waktu tersebut.

b. Apabila perselisihan terjadi antara anggota negara maju dengan anggota

negara berkembang, panelis harus mengikutsertakan sekurang-kurangnya satu anggota panel dari anggota negara sedang berkembang jika negara sedang berkembang tersebut menghendakinya.

100

Hatta, Loc.Cit. 101

Syahmin AK, Hukum Internasional Publik, Jilid 3 (Bandung : PT.Binacipta, 1998), hlm. 314-348.

c. Jika satu atau lebih dari satu pihak yang bersengketa tersebut adalah anggota negara sedang berkembang, laporan panel harus secara eksplisit menyatakan bentuk persetujuan tentang perlakuan khusus dan perlakuan yang lebih menguntungkan bagi anggota negara sedang berkembang dalam prosedur penyelesaian perselisihan. Di samping itu, juga para panelis harus memberikan waktu yang cukup bagi anggota negara sedang berkembang tersebut mempersiapkan dan mengajukan alasan dan bukti mereka.

d. Bila sengketaan tersebut adalah antara negara maju dan berkembang,

kemudian negara berkembang tersebut meminta paling sedikit satu dari anggota-anggota panelisnya berasal dari negara berkembang, permintaan tersebut harus dipenuhi.

e. Para anggota harus memberikan perhatian khusus kepada negara

berkembang bila penyebab sengketanya adalah kebijaksanaan yang diambil oleh negara berkembang tersebut.

f. Bila salah satu dari yang bersengketa tersebut adalah negara berkembang

dan terdapat keperluan untuk memberikan tambahan masukan hukum, Sekretariat WTO harus menyediakan bantuan tenaga ahli bidang hukum kepada negara berkembang tersebut.

Dokumen terkait