• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyelesaian Setelah Dilaksanakan Lelang Yang Terdapat Sisa Hasil Lelang Menurut Hukum Di Indonesia

PENYELESAIAN SETELAH DILAKSANKAN LELANG YANG TERDAPAT SISA HASIL LELANG DI

A. Penyelesaian Setelah Dilaksanakan Lelang Yang Terdapat Sisa Hasil Lelang Menurut Hukum Di Indonesia

Sebagai mana telah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa prosedur pelaksanaan lelang pada dasarnya dikelompokkan menjadi 3 (tiga) tahap yiatu tahap pra lelang atau persiapan lelang, tahap pelaksanaan lelang dan tahap pasca lelang atau setelah lelang dilaksanakan. Pada tahap pasca lelang atau setelah lelang dilaksanakan ini menyangkut pembayaran harga lelang, penyetoran hasil lelang dan pembuatan risalah lelang.123

Hasil Bersih Lelang selain lelang se bagaimana dimaksud pada ayat (1) , harus disetor ke Penjual paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah pembayaran diterima oleh Bendahara Penerimaan KPKNL atau Balai Lelang atau Pejabat Lelang Kelas II.124 Selanjutnya adalah pembuatan risalah lelang. Risalah lelang digunakan sebagai dasar atau alas hak untuk balik nama atas obyek lelang tersebut kepada pihak pemenang lelang. Agar bisa dilakukan pembayaran kepada bank selaku yang mengajukan lelang atas obyek jaminan tersebut.

Pejabat lelang wajib membuat berita acara lelang atau dikenal juga dengan risalah lelang, kewajiban membuat risalah lelang ditentukan dalam Pasal 85 ayat (1)

123

Purnama Tioria Sianturi, Perlindungan Hukum Terhadap Pembeli Barang Jaminan Tidak Bergerak Melalui Lelang, (Bandung : Penerbit CV. Mandar Maju, 2013), hal. 82-84.

124

Pasal 82 ayat (4) Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 27/PMK.06/2016 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 yang menyatakan bahwa pejabat lelang yang melaksanakan lelang wajib membuat berita acara lelang yang disebut risalah lelang. Risalah lelang memuat apa, mengapa, dimana, bila, bagaimana, dan siapa-siapa yang terlibat dalam pelaksanaan lelang.125 Risalah lelang dibuat oleh Pejabat Umum yang diberi wewenang khusus untuk melaksanakan penjualan barang secara lelang, dan risalah lelang yang merupakan akta autentik dibuat dan dihadapan Pejabat Lelang dapat terjadi apabila:126

a. Adanya permintaan pihak-pihak yang berkepentingan, yaitu penjual dan pembeli yang meminta atau mengkehendaki agar perbuatan lelang tersebut dinyatakan dalam akta autentik, walaupun dalam lelang permintaan itu tidak langsung, karena penjual tujuan utamanya adalah permintaan pelaksanaan lelang, yang konsekuensinya jika pemenang ditunjuk, maka perjanjian konsesual tersebut harus dituangkan dalam risalah lelang;

b. Undang-undang mengharuskan risalah lelang dibuat dalam akta autentik. Suatu penjualan lelang yang tidak dibuatkan akta risalah lelang, maka perbuatan hukum itu batal demi hukum atau dianggap tidak pernah ada. Partisipasi Pejabat Lelang berkenaan dengan pemindahan hak berdasarkan risalah lelang dimaknai sebagai berikut:127

a. Perbuatan hukum pemindahan hak dalam lelang, sifatnya tunai;

125

Rachmadi Usman, Op.Cit, hal.155.

126

Ibid, hal.157

127

b. Dengan dilakukan perbuatan hukum lelang atas benda yang menjadi obyek pemindahan kepada penerima hak atas benda lelang, yaitu pembeli lelang; c. Fungsi risalah lelang yang dibuat sebagai bukti, bahwa benar telah

dilakukan perbuatan hukum lelang yang bersangkutan. Perbuatan hukum itu sifatnya tunai, sekaligus membuktikan berpindahnya hak atas benda yang bersangkutan kepada penerima hak;

d. Tata usaha penjualan lelang sifatnya terbuka untuk umum, karena dilakukan dihadapan umum dengan adanya pengumuman sebagai undangan pada umum atau masyarakat. Hal ini menjadikan lelang mempunyai kelebihan dari penjualan lain yang sifatnya tertutup untuk umum, walaupun pembuktian mengenai berpindahnya hak tersebut sama, berlaku terbatas pada pihak yang melakukan perbuatan hukum yang bersangkutan.

Risalah lelang terdiri dari 3 (tiga) bagian yakni bagian kepala, bagian badan dan bagian kaki serta fungsi risalah lelang adalah:128

1. Untuk kepentingan dinas;

a. Bagi kantor pertanahan, sebagai dasar peralihan hak atas tanah (balik nama);

b. Bagi bendaharawan barang sebagai dasar penghapusan atas barang yang dilelang dari daftar inventaris;

128

c. Bagi kejaksaan atau Pengadilan Negeri sebagai bukti bahwa telah melaksanakan penjualan sesuai dengan prosedur lelang;

d. Bagi Bank, sebagai dasar untuk meroya atau mencoret hak tanggungan.

2. Bagi pembeli, sebagai akta jual beli yang merupakan bukti yang sah bahwa ia telah melakukan penjualan;

3. Bagi penjual sebagai bukti bahwa pemjual telah melakukan penjualan sesuai dengan prosedur lelang;

4. Bagi adminitrasi lelang sebagai dasar perhitungan bea lelang dan uang miskin.

Untuk penjualan umum, upah lelang dihitung menurut ketentuan peraturan pemerintah. Disamping itu diatur pula penjualan yang diminta tetapi tidak dilangsungkan pada hari yang telah ditetapkan untuk itu, dalam hal mana pembatalan yang tidak pada waktunya menimbulkan kewajiban membayar ganti rugi, hal ini dinyatakan dalam Pasal 10 Vendu Reglement. Dan Pasal 19 ayat (1) Vendu Reglement menyatakan bahwa upah lelang sejauh tidak ditentukan lain oleh peraturan pemerintah termaksud dalam Pasal 10, dibayar oleh Penjual.

Sedangkan uang miskin menjadi tanggung jawab pembeli kecuali ditentukan lain oleh Peraturan Pemerintah, Pasal 19 ayat (2) Vendu Reglement menyatakan bawha uang miskin dibayar oleh pembeli, kecuali jika diperjanjikan bahwa harga pembelian tidak akan dibayar ke pemerintah, dalam hal pengecualian ini uang miskin dibayar ke penjual. Jika atau sejauh upah lelang yang harus dibayar penjual tidak

dapat diperhitungkan dengan cara yang ditentukan dalam Pasal 34, upah lelang, sebagaimana uang miskin yang harus dubayar penjual, harus dibayar dalam delapan hari sesudah penjualan.

Bea lelang adalah bea yang berdasarkan peraturan perundang-undangan, dikenakan kepada penjual dan atau pembeli atas setiap pelaksanaan lelang, yang merupakan penerimaan negara bukan pajak. Setiap pelaksanaan lelang sukarela atas permintaan swasta, perorangan, badan hukum, atau badan usaha yang dilaksanakan KPKNL atau pejabat Lelang Kelas II tanpa melalui Balai Lelang dikenakan bea lelang noneksekusi.

Bea lelang termasuk sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak yang landasan hukum penyelenggaraannya dan pengelolaannya berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak. Mengenai besaran uang miskin dalam rangka pelaksanaan lelang ditentukan dalam Pasal 33 ayat (3) Peraturan Direktur Jenderal Kekayaan Negara Nomor PER-03/KN/2010, yang menentukan bahwa setiap pelaksanaan lelang dikenakan yang miskin sebesar 0% (nol persen).

Setelah membayar bea lelang, maka penjual dan pembeli harus membayar bea materai yaitu dengan nama bea materai dikenakan pajak atas dokumen yang disebut dalam undang-undang ini, menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai. Hal ini mengandung arti bahwa tidak semua dokumen dikenakan bea materai, yang dikenakan bea materai dibatasi pada dokumen-dokumen yang disebut dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai, dan

merujuk Pasal 44 Peraturan Direktur Jenderal Kekayaan Negara Nomor PER-03/KN/2010 menyebutkan dokumen-dokumen risalah lelang yang dikenakan dan tidak dikenakan bea materai, yaitu:

1. Bea materai untuk minuta risalah lelang dibebankan kepada penjual; 2. Bea materai untuk kutipan risalah lelang dibebankan kepada pembeli; 3. Bea materai untuk grose risalah lelang dibebankan kepada pembeli;

4. Bea materai untuk salinan risalah lelang dibebankan kepada pihak yang berkepentingan;

5. Salinan risalah lelang untuk laporan pelaksanaan lelang atau kepentingan dinas tidak dibubuhi materai.

Setelah kewajiban-kewajiban tersebut diatas dilaksanakan maka Bank atau pihak-pihak yang memiliki kepntingan akan menggunakan risalah lelang untuk melakukan pelunasan atas tunggakan nasabah dan kemudian meroya sertipikat hak atas tanah tersebut dan melakukan balik nama kepada pemenang lelang. Dari risalah lelang tersebut maka diketahui sisa hasil eksekusi jaminan tersebut dan harus dikembalikan kepada nasabah (debitur). Sisa hasil lelang tidak boleh dimasukkan ke neraca laba rugi bank sedangkan untuk sisa hasil eksekusi tersebut dapat dimintakan kepada Pengadilan Negeri untuk ditunjuk pengurusnya. Dalam hal nasabah tidak diketahui keberadaannya dan tidak pula meninggalkan kuasanya pada wakil untuk mengurus harta kekayaan serta kepentingannya, maka nasabah tersebut dapat dinyatakan berada dalam keadaan tidak hadir. Untuk orang yang berada dalam keadaan tidak hadir, apabila ada alasan-alasan yang mendesak guna mengurus harta

kekayaannya, Pengadilan Negeri dapat menunjuk Balai Harta Peninggalan guna mengurus harta kekayaan dan kepentingan-kepentingan tersebut.129 Apabila harta tersebut tidak banyak, maka Pengadilan Negeri dapat juga memerintahkan pengurusan harta kekayaan tersebut kepada keluarga sedarah atau semenda dari orang yang tidak hadir tersebut, atau kepada suami atau istrinya.130

Balai Harta Peninggalan dalam pelaksanaannya tugas pokok dan fungsinya ditunjuk sebagai pengelola harta kekayaan berupa rumah atau tanah yang pemiliknya dinyatakan tidak hadir dengan Penetapan Pengadilan Negeri, bangunan atau tanah yang dikelola oleh Balai Harta Peninggalan pada umumnya dimohonkan untuk dibeli oleh para penghuninya atau oleh pihak yang menguasai melalui Balai Harta Peninggalan (Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor:M.02-HT.05.10 Tahun 2005 tentang Permohonan Ijin Pelaksanaan penjualan harta kekayaan yang pemiliknya dinyatakan tidak hadir dan harta peninggalan yang tidak terurus berada dalam pengawasan Balai Harta Peninggalan).

Keadaan tidak hadir diatur dalam Bab Ke-delapan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dan ada beberapa unsur-unsur dari keadaan tidak hadir tersebut yaitu:

1. Meninggalkan tempat kediamannya;

2. Tanpa memberikan kuasa kepada orang lain untuk mewakilinya;

129

R. Subekti, Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta, PT. Pradnya Paramita, 2001, Pasal 463.

130

3. Tidak menunjuk atau memberikan kepada orang lain untuk mengurus kepentingannya;

4. Kuasa yang pernah diberikan telah gugur;

5. Jika timbul keadaan yang memaksa untuk menanggulangi pengurusan harta bendanya secara keseluruhan atau sebagian;

6. Untuk mengangkat seorang wakil, harus diadakan tindakan-tindakan hukum untuk mengisi kekosongan sebagai akibat ketidakhadiran tersebut; 7. Mewakili dan mengurus kepentingan orang yang tidak hadir, tidak hanya

meliputi kepentingan harta kekayaan saja, melainkan juga untuk kepentingan-kepentingan pribadinya.

Keadaan tidak hadir dapat diketgorikan dalam 3 (tiga) masa yaitu:

1. Masa pengambilan tindakan sementara, suatu masa yang terjadi apabila seseorang meninggalkan tempat tinggalnya tanpa mewakilkan kepentingannya kepada seseorang. Pada keadaan ini tindakan sementara hanya diambil jika ada alasan yang mendesak untuk mengurus seluruh atau sebagian harta kekayaannya. Tindakan sementara tersebut dimintakan kepada Pengadilan Negeri oleh orang atau pihak yang mempunyai kepentingan harta kekayaan atau jaksa. Selanjutnya hakim akan memerintahkan kepada Balai Harta Peninggalan untuk mengurus seluruh atau sebagian harta serta kepentingan orang yang tidak hadir.131

131

Tan Thong Kie, Studi Notariat dan Serba-Serbi Praktek Notaris, Jakarta: Inchtiar Baru Van Hoeve, 2007, hal. 44.

2. Masa ada dugaan hukum mungkin telah meninggal, masa ini terjadi jika:132 a. Ia tidak hadir selama 5 (lima) tahun tanpa meninggalkan kuasa;

b. Ia tidak hadir selama 10 (sepuluh) tahun, surat kuasa ada tetapi masa berlakunya habis;

c. Ia tidak hadir selama 1 (satu) tahun, apabila orangnya termasuk awak atau penumpang kapal laut atau kapal udara;

d. Ia tidak hadir selama 1 (satu ) tahun,apabila orangnya hilang pada satu peristiwa fatal yang menimpa sebuah kapal laut atau kapal udara.

Permohonan persangkaan meninggal dunia tersebut diajukan oleh pihak-pihak yang berkepentingan kepada Pengadilan Negeri di tempat tinggal orang yang tidak hadir dan dilakukan pemanggilan sebanyak 3 (tiga) kali. Panggilan tersebut dilakukan melalui harian yang ditentukan oleh hakim dan ditempelkan di Pintu Pengadilan Negeri serta Kantor Walikota. 133

3. Masa pewarisan definif, dimulai 30 (tiga puluh) tahun setelah pernyataan persangkaan meninggal dunia tercantum dalam putusan pengadilan atau 100 (seratus ) tahun setelah kelahiran orang yang tidak hadir tersebut. Akibat dari masa ini adalah :134

132 Ibid. 133 Ibid. 134 Ibid, hal. 46

a. Semua jaminan dibebaskan;

b. Para ahli waris dapat mempertahankan pembagian harta warisan sebagaimana telah dilakukan atau membuat pemisahan dan pembagian definitf;

c. Hak menerima warisan secara terbatas berhenti dan para ahli waris dapat diwajibkan menerima warisan atau menolaknya.

Dalam hal sisa lelang yang timbul dan diketahui bahwa nasabahnya tidak diketahui keberadaannya, maka Bank dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan Negeri untuk membuat penetapan tentang ketidak hadiran nasabah tersebut dan dapat menunjuk wali untuk mengurus sisa lelang tersebut. Bank dapat menggunakan masa yang pertama yaitu masa pengambilan tindakan sementara, karena harta kekayaan berupa sisa lelang tersebut harus segera diurus dan diselesaikan.

Keadaan tidak hadir seorang nasabah yang sudah dilelang barang jaminannya sangat mempengaruhi bank dalam mengambil tindakan untuk mengembalikan sisa hasil lelang. Bank memiliki banyak pilihan yaitu mengajukan permohonan kepada Pengadilan Negeri atau memasukkan sisa lelang kerekening nasabah yang tidak diketahui keberadaaannya atau mengembalikan kepada negara. Masing-masing bank boleh memilih tindakan yang mana yang akan diambil terhadap hasil sisa lelang tersebut sesuai dengan pertimbangan masing-masing bank serta untuk meminimalisir segala resiko yang timbul dari sisa lelang tersebut.

Hasil bersih lelang selain lelang sebagaimana dimaksud ayat (1) harus disetor ke Penjual lelang paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah pembayaran diterima oleh bendahara penerimaan KPKNL atau balai lelang atau pejabat lelang kelas II.135 Hal ini menyatakan bahwa sisa lelang yang timbul menjadi milik penjual lelang dalam hal ini salah satu contohnya adalah Bank selaku penjual barang lelang nasabah tersebut, maka ketika kewajiban atau tunggakan nasabah tersebut selesai dan sudah dilunasi dan masih tersisa hasil dari lelang tersebut, maka Bank harus mengembalikan sisa tersebut kepada Nasabah tersebut karena itu memang hak dari nasabah tersebut.

Apabila tidak ada pihak yang menerima sisa lelang tersebut dikarenakan salah satunya adalah keadaan tidak hadir maka bank atau pihak-pihak tersebut akan menyetor sisa lelang tersebut kekas negara dan menjadi sumber pendapatan negara bukan pajak, biasanya akan digunakan untuk kepentingan umum masayarakat dengan atas nama program pemerintahan. Sisa lelang yang disetor ke kas negara, maka negara akan menggunakan uang tersebut untuk anggaran pemerintahan, salah satunya adalah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang sudah memiliki sisa lelang sebesar Rp. 2.500.000.000.000 (dua triliun lima ratus milyar rupiah) yang akan digunakan untuk pembangunan infrastruktur Asian Games dikhususkan untuk venue dan kampung atlet.136

135

Pasal 82 ayat (4) Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor: 27/PML.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.

136

Penghematan Belanja : Kementerian PU-PERA Andalkan Dana Sisa Lelang, 07 April 2016, Bisnis.com, diakses tanggal tanggal 15 Nopember 2016.

B. Penyelesaian Setelah Dilaksanakan Lelang yang Terdapat Sisa Hasil Lelang di PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Cabang Stabat

Dalam penyelesaian sisa lelang di PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Cabang Stabat adalah seluruh dana hasil proses lelang ditransfer pihak KPKNL ke rekening nasabah pembiayaan di Bank, yang selanjutnya dilakukan pelunasan seluruh hutang nasabah. Selanjutnya dana hasil sisa lelang akan tetap berada di rekening nasabah.

Walupun keberadaan nasabah tidak diketahui, PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk. Cabang Stabat akan tetap mendiamkan atau tidak menutup rekening tersebut dikarenakan rekening tersebut masih ada saldonya dan masih memenuhi syarat untuk tetap aktif dan tidak ditutup oleh bank. Tindakan ini dipilih oleh Bank guna kepentingan nasabah sendiri dan bank, nasabah dalam hal ini apabila ada suatu saat atau suatu waktu dikemudian hari nasabah muncul dan membutuhkan dana maka nasabah tinggal mengambil uang hasil sisa lelang tersebut tanpa melakukan prosedur-prosedur apapun sehingga ada kemudahan dalam hal ini. Kepentingan bank yang dimaksud adalah untuk melindungi harta nasabah dan untuk menjaga kepercayaan nasabah tersebut serta agar tetap terjalin hubungan yang baik dengan nasabah tersebut. 137

PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Cabang Stabat sejauh ini belum melibatkan Balai Harta Peninggalan atau menggunakan Penetepan Pengadilan Negeri tentang seseorang yang dinyatakan tidak hadir karena untuk meminimalisir biaya dan

137

Hasil Wawancara, Taufik, Sub Brach ManagerPT. Bank Muamalat Indonesia Tbk, Cabang Stabat, pada tanggal 10 November 2016.

nilai jual obyek lelang sejauh ini tidak besar dan sejauh ini PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Cabang Stabat masih bisa mengatur sisa lelang tersebut yang dikirim ke nasabah yang bersangkutan.

Pertimbangan selanjutnya adalah PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Cabang Stabat tidak melibatkan Balai Harta Peninggalan karenanya adanya Akta Pembebanan Hak Tanggungan yang terjadi antara nasabah dengan bank, karena dalam akta tersebut ada pasal yang secara garis besar menyebutkan bank memiliki kekuasaan penuh terhadap barang yang dijadikan jaminan selama perjanjian berjalan dan bank memiliki kuasa menjual barang jaminan tersebut apabila nasabah tersebut wanprestasi atau tidak melaksanakan kewajiban yang sebagaimana mestinya.138

Tindakan yang dilakukan bank tersebut tidak melanggar hukum karena sejauh ini tidak ada peraturan perundang-undangan yang secara tegas mengatakan bahwa apabila bank yang hendak menjual barang jaminan tersebut yang nasabahnya tidak diketahui keberadaannya harus melibatkan Balai Harta Peninggalan, karena bank sudah memiliki dasar hukum tersendiri yaitu Akta Pembebanan Hak Tanggungan tersebut. Bagi PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Cabang Stabat adalah segala tunggakan nasabah tersebut adalah harus dilunasi melalui proses lelang tersebut, karena PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Cabang Stabat harus mempertanggung jawabkannya kepada PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Cabang Pusat Medan

138

Hasil Wawancara, Taufik, Sub Brach ManagerPT. Bank Muamalat Indonesia Tbk, Cabang Stabat, pada tanggal 10 November 2016.

dalam bentuk laporan karena apabila tidak teratasi maka PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Cabang Stabat akan dikenakan teguran.

Dari keterangan diatas telah jelas bahwa pihak bank untuk menjamin kepastian hukum dan untuk mendapat suatu perlindungan hukum bank telah melakukan beberapa cara dan langkah-langkah untuk menyelesaikan permasalahan sisa hasil lelang dimana nasabah tidak diketahui keberadaannya. Yang mana untuk melindungi kedudukan kedua belah pihak dan untuk mencari sejauh mana hukum melindungi kedudukan hukum kreditur dan harta yang dijadikan agunan. Selain itu dengan langkah yang dilakukan oleh Bank memberikan perlindungan hukum terhadap harta nasabah yang apabila suatu saat nasabah diketahui keberadaannya, bank akan lebih mudah menyerahkan sisa hasil lelang jaminan milik nasabah.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen terkait