• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyelidikan Tanah (Soil Investigation)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II.2. Penyelidikan Tanah (Soil Investigation)

Pada perencanaan pondasi terlebih dahulu perlu diketahui susunan lapisan tanah yang sebenarnya pada suatu tempat dan juga hasil pengujian laboratorium dari sampel tanah yang diambil dari berbagai kedalaman lapisan tanah dan mungkin kalau ada perlu juga diketahui hasil pengamatan lapangan yang dilakukan sewaktu pembangunan gedung-gedung atau bangunan-bangunan lain yang didirikan dalam kondisi tanah yang serupa.

Penyelidikan tanah (soil investigation) adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk mengetahui sifat-sifat dan karakteristik tanah untuk keperluan

rekayasa (engineering). Adapun tujuan dari penyelidikan tanah ini pada umumnya mencakup maksud-maksud sebagai berikut:

1. Untuk menentukan kondisi alamiah dan lapisan-lapisan tanah di lokasi yang ditinjau;

2. Untuk mendapatkan sampel tanah asli (undisturb) dan tidak asli (disturb)

untuk mengidentifikasi tanah tersebut secara visual dan untuk keperluan pengujian laboratorium;

3. Untuk menentukan kedalaman tanah keras;

4. Untuk melakukan uji lapangan (in situ field test) seperti uji rembesan, uji geser fane, dan uji penetrasi baku;

5. Untuk mengamati kondisi pengaliran air tanah ke dalam dari lokasi tanah tersebut;

6. Untuk mempelajari kemungkinan timbulnya masalah khusus perilaku bangunan yang sudah ada disekitar lokasi tersebut.

Program penyelidikan tanah pada suatu bangunan secara umum dapat dibagi menjadi empat kategori utama, yaitu:

1. Memisahkan informasi yang telah ada dari bangunan yang akan didirikan. Informasi ini meliputi tipe bangunan dan penggunaannya di masa depan, ketentuan peraturan bangunan local dan informasi tentang kolom bangunan berikut dinding-dinding pendukung beban.

2. Mengumpulkan informasi yang telah ada untuk kondisi tanah dasar setempat. Program penyelidikan tanah akan menghasilkan penghematan yang besar bila para geolog yang mengepalai proyek tersebut terlebih dahulu melakukan

penelitian yang cermat terhadap informasi yang telah ada tentang kondisi tanah di tempat tersebut karena informasi-informasi tersebut dapat memberikan gambaran yang lebih dalam tentang jenis-jenis dan masalah-masalah tanah yang mungkin akan dijumpai pada saat pengeboran tanah yang sebenarnya.

3. Peninjauan lapangan ke tempat lokasi proyek yang direncanakan.

Geolog yang bersangkutan sebaiknya melakukan inspeksi visual terhadap lokasi dan daerah sekitarnya, karena dalam banyak kasus informasi yang diperoleh dari peninjauan lapangan seperti itu akan sangat berguna pada perencanaan selanjutnya.

4. Peninjauan lapangan terperinci

Pada tahap ini termasuk pelaksanaan beberapa uji pengeboran di lokasi dan pengumpulan sampel tanah asli dan tidak asli dari berbagai kedalaman untuk diinspeksi langsung atau diuji di laboratorium.

Jenis penyelidikan tanah yang pada umumnya dilakukan dalam merencanakan sistem pondasi adalah:

1. Boring Investigation (pengeboran menggunakan tenaga manusia atau mesin) 2. SPT (Standard Penetration Test)

3. CPT (Uji Sondir) 4. Vane Shear

5. Sampling:Undisturbed dan Disturbed Sample

6. Uji laboratorium: untuk menentukan index properties dan engineering properties

II.2.1. Sondering Test/Cone Penetrometer Test (CPT)

Pengujian CPT atau sondir adalah pengujian dengan menggunakan alat sondir yang ujungnya berbentuk kerucut dengan sudur 600 dan dengan luasan ujung 1,54 in2 (10 cm2). Alat ini digunakan dengan cara ditekan ke dalam tanah terus-menerus dengan kecepatan tetap 20 mm/det. Sementara itu besarnya perlawanan tanah terhadap kerucut penetrasi (qc) jika terus diukur.

Dilihat dari kapasitasnya, alat sondir dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu sondir ringan (2 ton) dan sondir berat (10 ton). Sondir ringan digunakan untuk mengukur tekanan konus sampai 150 kg/cm2 atau kedalaman maksimal 30 m, dipakai untuk penyelidikan tanah yang terdiri dari lapisan lempung, lanau, dan pasir halus. Sondir berat dapat mengukur tekanan konus 500 kg/cm2 atau kedalaman maksimal 50 m, dipakai untuk penyelidikan tanah di daerah yang terdiri dari lempung padat, lanau padat, dan pasir kasar.

Keuntungan utama dari alat ini adalah tidak perlu diadakan pemboran tanah untuk penyelidikan. Tetapi tidak seperti pada pengujian SPT, dengan alat sondir sampel tanah tidak dapat diperoleh untuk penyelidikan langsung ataupun untuk uji laboratorium. Tujuan dari pengujian sondir ini adalah untuk mengetahui perlawanan penetrasi konus dan hambatan lekat tanah yang merupakan indikator dari kekuatan tanahnya dan juga dapat menentukan dalamnya berbagai lapisan tanah yang berbeda.

Dari alat penetrometer yang lazim dipakai, sebagian besar mempunyai selubung geser (bikonus) yang dapat bergerak mengikuti kerucut penetrasi

tersebut. Jadi pembacaan harga perlawanan ujung konus dan harga hambatan geser dari tanah dapat dibaca secara terpisah.

Ada dua tipe ujung konus pada sondir mekanis, yaitu:

1. Konus biasa, yang diukur adalah perlawanan ujung konus dan biasanya digunakan pada tanah berbutir kasar dimana besar perlawanan lekatnya kecil; 2. Bikonus, yang diukur adalah perlawanan ujung konus dan hambatan lekatnya

dan biasanya digunakan pada tanah yang berbutir halus.

Prosedur pengujian CPT berdasarkan SNI 2827 (2008) adalah sebagai berikut:

 Pengujian penetrasi konus

a) Tegakkan batang dalam dan pipa dorong di bawah penekan hidraulik pada kedudukan yang tepat;

b) Dorong/tarik kunci pengatur pada kedudukan siap tekan, sehingga penekan hidraulik hanya akan menekan pipa dorong;

c) Putar engkol searah jarum jam, sehingga gigi penekan dan penekan hidraulik bergerak turun dan menekan pipa luar sampai mencapai kedalaman 20 cm sesuai interval pengujian;

d) Pada tiap interval 20 cm lakukan penekanan batang dalam dengan menarik kunci pengatur, sehingga penekan hidraulik hanya menekan batang dalam saja;

e) Putar engkol searah jarum jam dan jaga agar kecepatan penetrasi konus berkisar antara 10 mm/s sampai 20 mm/s ± 5. Selama penekanan

batang pipa dorong tidak boleh ikut turun, karena akan mengacaukan pembacaan data.

 Ulangi langkah-langkah pengujian tersebut di atas hingga nilai perlawanan konus mencapai batas maksimumnya (sesuai kapasitas alat) atau hingga kedalaman maksimum 20 m s.d 40 m tercapai atau sesuai dengan kebutuhan. Hal ini berlaku baik untuk sondir ringan ataupun sondir berat.

 Cabut pipa dorong, batang dalam dan konus ganda dengan mendorong/menarik kunci pengatur pada posisi cabut dan putar engkol berlawanan arah jarum jam. Catat setiap penyimpangan pada waktu pengujian.

Hasil penyelidikan dengan alat sondir ini pada umumnya digambarkan dalam bentuk grafik yang menyatakan hubungan antar kedalaman setiap lapisan tanah dengan besarnya nilai sondir yaitu perlawanan penetrasi konus atau perlawanan tanah terhadap ujung konus yang dinyatakan dalam gaya per satuan luas. Hambatan lekat adalah perlawanan geser tanah terhadap selubung bikonus yang dinyatakan dalam gaya per satuan panjang.

Dari hasil sondir diperoleh nilai jumlah perlawanan (JP) dan nilai perlawanan konus (PK), sehingga hambatan lekat (HL) dapat dihitung sebagai berikut:

1. Hambatan Lekat (HL)

HL = (JP–PK) x (A/B) ……..………..……… (2.1)

2. Jumlah Hambatan Lekat (JHL)

dimana:

JP = Jumlah perlawanan, perlawanan ujung konus + selimut (kg/cm2) PK = Perlawanan penetrasi konus, qc (kg/cm2)

A = Interval pembacaan (setiap kedalaman 20 cm) B = Faktor alat = luas konus/luas torak = 10 cm i = Kedalaman lapisan tanah yang ditinjau (m)

(Keadaan tertekan) (keadaan terbentang) Gambar 2.1. Rincian Konus Ganda

Data sondir tersebut digunakan untuk mengidentifikasikan dari profil tanah terhadap kedalaman. Hasil akhir dari pengujian sondir ini dibuat dengan menggambarkan variasi tahanan ujung (qc) dengan gesekan selimut (fs) terhadap kedalamannya. Bila hasil sondir diperlukan untuk mendapatkan daya dukung tiang, maka diperlukan harga kumulatif gesekan (jumlah hambatan lekat), yaitu dengan menjumlahkan harga gesekan selimut terhadap kedalaman yang ditinjau

dapat diperoleh gesekan total yang dapat digunakan untuk menghitung gesekan pada kulit tiang.

Besaran gesekan kumulatif (total friction) diadaptasikan dengan sebutan jumlah hambatan lekat (JHL). Bila hasil sondir dipergunakan untuk klasifikasi tanah, maka cara pelaporan hasil sondir yang diperlukan adalah menggambarkan tahanan ujung (qc), gesekan selimut (fs) dan ratio gesekan (FR) terhadap kedalaman tanah.

II.2.2. Standard Penetration Test (SPT)

SPT merupakan suatu metode uji yang dilaksanakan bersamaan dengan pengeboran untuk mengetahui, baik perlawanan dinamik tanah maupun pengambilan contoh terganggu dengan teknik penumbukan. Uji SPT terdiri atas uji pemukulan tabung belah dinding tebal ke dalam tanah, disertai pengukuran jumlah pukulan untuk memasukkan tabung belah sedalam 300 mm vertikal. Dalam sistem beban jatuh ini digunakan palu dengan berat 63,5 kg, yang dijatuhkan secara berulang dengan tinggi jatuh 0,76 m. Pelaksanaan pengujian dibagi dalam tiga tahap, yaitu berturut-turut setebal 150 mm untuk masing-masing tahap. Tahap pertama dicatat sebagai dudukan, sementara jumlah pukulan untuk memasukkan tahap ke-dua dan ke-tiga dijumlahkan untuk memperoleh nilai pukulan N atau perlawanan SPT (dinyatakan dalam pukulan/0,3 m).

Uji penetrasi standar dilakukan karena sulitnya memperoleh contoh tanah tak terganggu pada tanah granuler. Pada pengujian SPT, sifat- sifat tanah ditentukan dari pengukuran kerapatan relative secara langsung di lapangan. Perlu diperhatikan, bahwa hasil uji penetrasi hanya memberikan kuat geser saja. Oleh karena itu, pengujian tersebut seharusnya tidak digunakan sebagai pengganti pengeboran, namun hanya sebagai pelengkap data hasil penyelidikan.

Prosedur pengujian SPT berdasarkan SNI 4153, (2008) adalah sebagai berikut:

1. Lakukan pengujian pada setiap perubahan lapisan tanah atau pada interval sekitar 1,50 m s.d 2,00 m atau sesuai keperluan;

2. Tarik tali pengikat palu (hammer) sampai pada tanda yang telah dibuat sebelumnya (kira-kira 75 cm);

3. Lepaskan tali sehingga palu jatuh bebas menimpa penahan 4. Ulangi 2) dan 3) berkali-kali sampai mencapai penetrasi 15 cm;

5. Hitung jumlah pukulan atau tumbukan N pada penetrasi 15 cm yang pertama; 6. Ulangi 2), 3), 4) dan 5) sampai pada penetrasi 15 cm yang ke-dua dan ke-tiga; 7. Catat jumlah pukulan N pada setiap penetrasi 15 cm:

15 cm pertama dicatat N1; 15 cm ke-dua dicatat N2; 15 cm ke-tiga dicatat N3;

Jumlah pukulan yang dihitung adalah N2 + N3. Nilai N1 tidak diperhitungkan karena masih kotor bekas pengeboran;

8. Bila nilai N lebih besar dari 50 pukulan, hentikan pengujian dan tambah pengujian sampai minimum 6 meter;

Gambar 2.3. Tahapan prosedur pengujian SPT

Nilai NSPT telah digunakan dalam korelasi dengan berat isi, kepadatan relative tanah pasir, sudut geser dalam tanah dan kuat geser tidak terdrainase berdasarkan hubungan empirik. Korelasi yang sering digunakan pada uji SPT dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2.1. Korelasi Derajat Kepadatan Relatif Tanah Pasir dengan Nilai N SPT, qc dan Ø

Peck, Hanson dan Thornburn (1963) mengusulkan hubungan empiris antara N, Nq, N , dan , seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 2.4.

Gambar 2.4. Hubungan nilai N, Nq, N , dan (Peck dkk, 1963)

II.2.3. Pile Driving Analyzer

Pile Driving Analyzer adalah suatu sistem pengujian dengan menggunakan data digital computer yang diperoleh dari strain transducer dan accelerometer untuk memperoleh kurva gaya dan kecepatan ketika tiang dipukul menggunakan

palu dengan berat tertentu. Hasil dari pengujian PDA terdiri dari kapasitas tiang, energi palu, penurunan, dll.

Pada umumnya, pengujian dengan metode Pile Driving Analyzer

dilaksanakan setelah tiang mempunyai kekuatan yang kuat untuk menahan tumbukan palu. Pile Driving Analyzer dikembangkan selama tahun 1960an dan diperkenalkan pada tahun 1972.

Perlengkapan pengujian Pile Driving Analyzer sebagai berikut:

1. PDA-PAX

2. Dua (2) strain transducer 3. Dua (2) accelerometer 4. Wireless koneksi

5. Peralatan tambahan, antara lain bor tangan, gerinda, dan perlengkapan safety. Pengujian PDA dilaksanakan berdasrkan ASTM D4945-08. Pekerjaan persiapan dilaksanakan sebelum pengujian dilakukan. Persiapan ini antara lain:

 Kondisi kepala tiang sebaiknya rata, simetris dan tegak lurus.

 Pasang strain transducer dan accelerometer di sisi tiang saling tegak lurus dengan jarak minimal 1,5 x diameter (D) dari kepala tiang.

 Persiapkan palu dan cushion pada kepala tiang.

 Masukkan kalibrasi strain transducer dan accelerometer kemudian periksa konesitas peralatan pengujian secara keseluruhan.

 Masukkan data tiang dan palu dalam PDA PAX.

 Setelah semua siap, lakukan pengecekan ulang untuk memastikan pengujian telah siap dilakukan.

Sesudah persiapan, pengujian dilakukan dengan menjatuhkan palu ke kepala tiang hingga diperoleh energy yang cukup dan teganan tidak terlampaui agar kepala tiang tidak rusak. Saat pemukulan, beberapa variable tiang uji termonitor.

Monitor PDA memberikan keluaran yang berasal dari strain tansduser dan

accelerometer pondasi tiang pancang, dan data tersebut dievaluasi sebagai berikut:

1. Data strain dikombinasikan dengan modulus elastisitas dan luas penampang tiang, memberikan tekanan vertical pada tiang,

2. Data acceleration diintegrasi dengan waktu hasil partikel percepatan perjalanan gelombang melalui tiang,

3. Data acceleration diintegrasi dengan waktu hasil perpindahan pondasi selama pemukulan hammer.

Setiap impact atau tumbukan yang diberikan pada ujung atas tiang akan menghasilkan gelombang tegangan (stress wave) yang bergerak ke bawah sepanjang tiang dengan kecepatan suara di media materialnya, maka PDA dengan alat sensornya yang ditempatkan pada tiang bagian atas akan dapat menganalisa gelombang tersebut dan menghitung daya dukung tiang. Dalam analisa persamaan gelombang (wave equation) impact yang diberikan pada kepala tiang adalah simulasinya, maka dengan PDA ini impact tersebut adalah benar terjadi.

Suatu massa hammer ditumbukkan pada kepala tiang untuk menghasilakan gelombang tegangan ke seluruh panjang tiang. Dengan menempatkan sepasang sensor yaitu transduser di bagian atas tiang pada sisi yang berlawanan untuk

mencegah pengaruh lentur tiang, maka pengukuran kecepatan partikel (particel velocity) sebagai hasil integrasi terhadap besaran percepatan terukur dari akselerometer (accelerometer), serta pengukuran gaya (force) sebagai hasil perkalian besaran regangan terukur datri transduser regangan (strain transduser) dapat dilakukan.

II.3. Pondasi

Dokumen terkait