• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyimpanan Bakso Ikan pada Suhu Refrigerasi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.3. Aplikasi Asap Cair Tempurung Kelapa pada Bakso Ikan

4.3.5. Penyimpanan Bakso Ikan pada Suhu Refrigerasi

Pada tahap ini konsentrasi asap cair yang digunakan sama dengan penyimpanan pada suhu kamar, yaitu kontrol dan 2,5%. Adonan bakso ikan direbus dengan air sebanyak 1,5 liter selama 15 menit. Setelah itu, bakso ikan ditiriskan dan didinginkan selama kurang lebih 15 menit, dikemas dalam plastik HDPE steril dan disimpan pada suhu refrigerasi (4±1 0C). Pengamatan dilakukan pada hari ke-0, 4, 8, 12, 16, dan 20. Parameter pengamatan meliputi uji jumlah total bakteri (TPC), nilai pH, dan kadar air bakso ikan.

4.3.5.1. Jumlah Total Bakteri (TPC)

Analisis terhadap jumlah bakteri ditujukan untuk mengetahui jumlah total bakteri pada bakso ikan dan mengetahui tingkat pertumbuhannya selama penyimpanan pada suhu refrigerasi. Hasil pengamatan nilai TPC bakso ikan selama 20 hari penyimpanan disajikan pada Gambar 10 dan perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran 22, 23, dan 24. Gambar 10 menunjukkan bahwa jumlah mikroorganisme pada bakso ikan kontrol cenderung meningkat dengan lamanya penyimpanan, sedangkan jumlah mikroorganisme pada bakso ikan dengan asap cair 2,5% meningkat pada hari ke-4, kemudian cenderung konstan pada hari ke-8, dan terus mengalami penurunan sampai hari ke-20.

Gambar 10 Jumlah bakteri total (log CFU/g) pada bakso ikan selama penyimpanan suhu refrigerasi.

Nilai TPC bakso ikan kontrol selama penyimpanan berkisar antara 1,30– 0,00 log CFU/g, sedangkan nilai TPC bakso ikan dengan asap cair 2,5% berkisar antara 1,00–3,01 log CFU/g. Nilai TPC bakso ikan kontrol pada hari ke-12 sebesar 6,17 log CFU/g. Berdasarkan nilai TPC pada SNI 01-3819-1995 untuk produk bakso ikan yaitu 1,0x105 CFU/g atau sama dengan 5,00 log CFU/g, maka produk bakso ikan tanpa penambahan asap cair pada hari ke-12 secara mikrobiologis sudah ditolak. Nilai TPC bakso ikan dengan asap cair 2,5% mencapai nilai tertinggi pada penyimpanan hari ke-4 sebesar 3,01 log CFU/g. Nilai TPC tersebut masih jauh di bawah standar yang ditetapkan oleh SNI. Selama penyimpanan sampai hari ke-20 nilai TPC bakso ikan yang direbus dengan asap cair 2,5% mengalami penurunan dengan nilai sebesar 1,80 log CFU/g. Secara mikrobiologis, bakso ikan yang direbus dengan asap cair 2,5% sampai hari ke-20 masih layak untuk dikonsumsi. Sunen et al. (2001) menyatakan bahwa penggunaan asap cair yang dikombinasikan dengan suhu rendah dapat bersifat sebagai bakteristatik atau bakterisidal tergantung dari konsentrasi asap cair, suhu yang digunakan, dan lama penyimpanan.

46 4.3.5.2. Nilai pH

Hasil pengamatan pH bakso ikan pada penyimpanan suhu refrigerasi disajikan pada Gambar 11 dan data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 25. Secara umum nilai pH bakso ikan mengalami kenaikan selama penyimpanan suhu refrigerasi.

Gambar 11 Nilai pH bakso ikan selama penyimpanan suhu refrigerasi

Gambar 11 menunjukkan bahwa nilai pH bakso ikan kontrol pada awal penyimpanan sebesar 6,26, sedangkan bakso ikan dengan asap cair 2,5% sebesar 5,75. Nilai pH kedua bakso ikan tersebut naik sampai akhir penyimpanan menjadi 6,33 pada bakso ikan kontrol dan 5,80 pada bakso ikan dengan asap cair 2,5%. Peningkatan nilai pH bakso ikan disebabkan berkembangnya bakteri psikrofil yang dapat menyebabkan terbentuknya basa-basa volatil seperti amonia dan trimetilamin (Ruiz-Capillas et al. 2001)

4.3.5.3. Kadar Air

Hasil pengukuran kadar air bakso ikan selama penyimpanan suhu refrigerasi disajikan pada Gambar 12, dan perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran 26 dan 27. Gambar 12 menunjukkan bahwa kadar air bakso ikan kontrol pada hari ke-0 sebesar 74,56% dan kadar air bakso ikan dengan asap cair 2,5% sebesar 74,27%. Selama penyimpanan sampai hari ke-20, kadar air bakso ikan kontrol mengalami penurunan menjadi 73,78%, sedangkan bakso ikan dengan asap cair 2,5% turun menjadi 73,72% dan menunjukkan adanya beda nyata

(p<0.05). Penurunan kadar air bakso ikan disebabkan penguapan air pada suhu rendah, sehingga selama pendinginan kadar air bakso ikan akan berkurang (Hadiwiyoto 1993).

Gambar 12 Nilai kadar air bakso ikan selama penyimpanan suhu refrigerasi. Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (DMRT).

4.4. Pembahasan Umum

Penelitian ini mengkaji penggunaan asap cair tempurung kelapa sebagai bahan pengawet alternatif yang aman. Tahap pertama adalah mengkaji keamanan asap cair tempurung kelapa dengan mengidentifikasi komponen asap cair tempurung kelapa dan melakukan uji toksisitas akut untuk menentukan nilai LD50 asap cair tempurung kelapa. Tahap kedua adalah menguji aktivitas antibakteri asap cair tempurung kelapa dengan menentukan nilai MIC (Minimum Inhibitory Concentration). Sedangkan tahap ketiga adalah mengkaji penggunaan asap cair tempurung kelapa terhadap daya awet bakso ikan.

Hasil analisis dengan GC-MS menunjukkan bahwa kelompok senyawa yang teridentifikasi dari asap cair tempurung kelapa, terutama berasal dari degradasi termal karbohidrat kayu seperti keton, karbonil, asam, furan dan turunan pyran. Asap cair tempurung kelapa juga mengandung kelompok senyawa yang berasal dari degradasi termal lignin, seperti fenol dan turunannya, guaiakol dan turunannya, siringol dan turunannya, serta alkil aril eter. Selain itu, tidak

73.78 a 74.56 c 73.72 a 74.27 b 72.00 72.30 72.60 72.90 73.20 73.50 73.80 74.10 74.40 74.70 75.00 0 20

Waktu pengam atan (hari)

K a d a r a ir ( w b ,% )

48 ditemukan adanya senyawa-senyawa PAH termasuk benzo[a]pirene dalam asap cair tempurung kelapa.

Hasil uji toksisitas akut menunjukkan bahwa nilai LD50 asap cair tempurung kelapa lebih besar dari 15.000 mg/kg BB mencit. Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 74 Tahun 2001, suatu zat/senyawa/bahan kimia dengan nilai LD50 lebih besar dari 15.000 mg/kg BB hewan uji, maka dikategorikan sebagai bahan yang tidak toksik dan aman digunakan untuk pangan. Selain keamanan pangan asap cair tempurung kelapa, parameter mikrobiologi juga sangat diperlukan untuk menentukan daya awet bakso ikan. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengujian aktivitas antibakteri asap cair tempurung kelapa untuk mengetahui dosis yang efektif untuk diaplikasikan ke bakso ikan. Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan dengan menentukan nilai MIC (Minimum Inhibitory Concentration) asap cair tempurung kelapa dengan metode kontak pada medium cair. Bakteri uji yang digunakan adalah S. aureus dan P. aeruginosa. Kedua jenis ini mewakili jenis bakteri Gram negatif dan Gram positif, selain ikut berperan dalam kontaminasi dan kerusakan makanan. Hasil pengujian menunjukkan bahwa S. aureus lebih resisten terhadap asap cair tempurung kelapa dengan nilai MIC sebesar 0,40%, sedangkan nilai MIC asap cair tempurung kelapa terhadap P. aeruginosa sebesar 0,22%.

Secara umum mekanisme aktivitas antibakteri asap cair tempurung kelapa adalah dengan masuk melewati dinding sel dan merusak bagian membran sitoplasma. Kerusakan pada membran sitoplasma mengakibatkan permeabilitas membran terganggu, sehingga terjadi kebocoran isi sel dan mengganggu pembentukan asam nukleat. Bakteri yang sensitif terhadap asap cair tempurung kelapa dapat terjadi kerusakan pada dinding sel dan membran sitoplasma, sedangkan bakteri yang resisten kerusakan terjadi pada dinding sel. P. Aeruginosa lebih sensitif terhadap asap cair tempurung kelapa. Bakteri tersebut merupakan bakteri Gram negatif dengan membran luar sel berupa lipopolisakarida. Diduga asap cair tempurung kelapa dapat menyebabkan kerusakan dinding sel, selanjutnya berdifusi melalui membran sitoplasma dan mempengaruhi materi genetik. Menurut Helander et al. (1998), senyawa antimikroba dapat bereaksi dengan komponen fosfolipid dari membran sel, sehingga mengakibatkan lisis sel.

Tahap selanjutnya adalah aplikasi asap cair tempurung kelapa pada bakso ikan. Diharapkan asap cair tempurung kelapa ini dapat memperpanjang umur simpan bakso ikan pada suhu kamar dan suhu refrigerasi serta disukai oleh konsumen. Sebelum ke tahap penyimpanan, terlebih dahulu ditentukan cara pemberian asap cair berdasarkan kriteria daya awet bakso yang disimpan pada suhu kamar. Selain itu, juga ditentukan konsentrasi asap cair yang digunakan berdasarkan penerimaan konsumen. Pemberian asap cair tempurung kelapa pada bakso ikan dilakukan dengan tiga cara, yaitu perendaman bakso dalam asap cair selama 30 menit, pencampuran asap cair ke dalam adonan bakso, dan pencampuran asap cair ke dalam air perebus bakso. Dosis asap cair tempurung kelapa yang diujikan pada tahap ini adalah kontrol; 1,0%; 1,5%; 2,0%; dan 2,5%. Parameter yang digunakan adalah parameter fisik yaitu timbulnya lendir pada bakso ikan. Hasil pengamatan visual bakso ikan untuk tiga cara pemberian asap cair menunjukkan bahwa pencampuran asap cair tempurung kelapa dalam air perebus lebih efektif untuk meningkatkan daya awet bakso ikan. Cara perendaman dan pencampuran asap cair tempurung kelapa dalam adonan bakso memberikan hasil yang sama. Cara pencampuran asap cair dalam air perebus lebih efektif, pada konsentrasi asap cair 2,5% lendir pada bakso mulai terbentuk pada jam ke-32. Siskos et al. (2007) menyatakan bahwa pencampuran asap cair dalam air perebus akan melapisi bagian luar filet dan meresap masuk ke bagian dalam filet.

Konsentrasi asap cair yang digunakan pada tahap penyimpanan bakso ikan ditentukan berdasarkan penerimaan konsumen. Asap cair sampai konsentrasi 2,5% masih dapat diterima oleh panelis, meskipun secara keseluruhan berbeda nyata dengan konsentrasi 1%. Konsentrasi asap cair 2,5% digunakan pada tahap penyimpanan bakso ikan, karena konsentrasi tersebut masih dapat diterima oleh panelis dengan nilai antara 7 (suka) dan 8 (sangat suka). Selain itu, melalui pengamatan visual, bakso dengan konsentrasi asap cair 2,5% mulai terbentuk lendir pada jam ke-32, dibandingkan dengan konsentrasi asap cair 1,0%; 1,5%; dan 2,0% yang terbentuk lendir pada jam ke-24.

Hasil analisis total fenol menunjukkan bahwa bakso ikan dengan asap cair 2,5% mengandung fenol sebesar 0,051% atau 510 ppm. Konsentrasi tersebut

50 dapat diartikan bahwa setiap 1 kg bakso ikan mengandung fenol sekitar 510 mg. Berdasarkan hasil LD50 asap cair tempurung kelapa yaitu > 15.000 mg/kg BB mencit, kita dapat mengetahui tingkat keamanan bakso ikan dengan asap cair 2,5%. Nilai LD50 tersebut bila digunakan untuk manusia, WHO menganjurkan faktor pengaman sebesar 100 dan telah diterima secara luas (Lu 2006). Faktor pengaman ini diperlukan mengingat adanya perbedaan kepekaan antara hewan dan manusia, dan juga mengingat fakta bahwa jumlah hewan yang diuji sangat kecil dibandingkan dengan besarnya jumlah manusia yang mungkin terpajan. Berdasarkan faktor pengaman tersebut, batas aman dari asap cair tempurung kelapa adalah 150 mg/kg BB manusia. Misalnya bila berat badan seseorang 50 kg, maka batas aman yang dapat dikonsumsi adalah 7500 mg. Berat rata-rata satu butir bakso dengan diameter 2,2-2,4 cm sebesar 5 gr, misalnya satu kali makan dapat menghabiskan 10 butir bakso, maka kandungan total fenol dalam bakso tersebut sebesar 25,5 mg. Jumlah tersebut masih jauh di bawah batas aman yang dapat dikonsumsi, yaitu 7500 mg. Namun perlu diingat, bahwa batas aman tersebut bukan untuk dikonsumsi setiap hari dan dalam jangka waktu yang lama. Penetapan ADI (Acceptable Daily Intake) bagi manusia dilakukan berdasarkan NOEL (No Observed Effect Level) dari penelitian toksisitas sub akut bersama dengan data toksisitas akut, data metabolisme, dan data penelitian jangka panjang. Tetapi, bila toksisitas akutnya rendah, dalam arti dosis yang paling besar saja tidak menyebabkan kematian, dapat dianggap bahwa semua toksisitas akut yang berbahaya dapat disingkirkan dan LD50 tidak perlu ditentukan. Pandangan ini diterima oleh Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives (Lu 2006). Berdasarkan hasil penelitian, tidak terjadi kematian pada hewan uji pada dosis yang paling besar yaitu 15.000 mg/kg BB, maka asap cair tempurung kelapa aman digunakan untuk pangan.

Tahap penyimpanan bakso ikan menggunakan konsentrasi asap cair tempurung kelapa kontrol dan 2,5%. Selanjutnya bakso ikan disimpan pada suhu kamar (27–28 0C) dan suhu refrigerasi (4±1 0C). Penyimpanan bakso ikan pada suhu kamar dilakukan pengamatan pada jam ke-0, 8, 16, 24, 32, dan 40. Sedangkan penyimpanan bakso ikan pada suhu refrigerasi dilakukan pengamatan

pada hari ke-0, 4, 8, 12, 16, dan 20. Parameter pengamatan meliputi uji jumlah bakteri total (TPC), nilai pH, dan kadar air bakso ikan.

Hasil pengamatan pada penyimpanan suhu kamar menunjukkan bahwa bakso ikan dengan asap cair 2,5% memiliki nilai TPC yang lebih rendah dibandingkan kontrol. Hasil pengamatan ini menunjukkan bahwa asap cair dapat memperpanjang umur simpan bakso ikan 16 jam lebih lama daripada kontrol. Secara umum nilai pH bakso ikan mengalami penurunan, kemudian naik pada hari terakhir pengamatan. Nilai pH bakso ikan dengan asap cair 2,5% lebih rendah daripada bakso ikan kontrol dari awal sampai akhir penyimpanan. Hal ini disebabkan tingkat keasaman dari asap cair tempurung kelapa dan adanya senyawa-senyawa asam seperti 2,3-dihydroxy-benzoic acid, 3-methoxybenzoic acid methyl ester, dan 4-Hydroxy-benzoic acid methyl ester berdasarkan analisis GC-MS. Kadar air bakso ikan kontrol dan bakso ikan dengan asap cair 2,5% pada jam ke-0 ternyata ada perbedaan yang nyata (p<0,05). Penggunaan asap cair dapat menyebabkan terjadinya kehilangan air pada produk (Leroi & Joffraud 2000; Rorvik 2000). Gomez-Guillen et al. (2003) menyatakan bahwa tingkat keasaman asap cair dapat menyebabkan ketidaklarutan protein daging, sehingga berakibat pada keluarnya air dari daging ikan. Selama penyimpanan sampai jam ke-40, kadar air bakso ikan mengalami penurunan, tetapi tidak berbeda nyata (p>0,05).

Hasil pengamatan pada penyimpanan suhu refrigerasi menunjukkan bahwa bakso ikan dengan asap cair 2,5% memiliki nilai TPC yang lebih rendah dibandingkan kontrol. Secara mikrobiologis, bakso ikan dengan asap cair 2,5% sampai hari ke-20 masih layak untuk dikonsumsi. Nilai pH bakso ikan mengalami kenaikan pada akhir penyimpanan. Peningkatan nilai pH disebabkan oleh berkembangnya bakteri psikrofil yang dapat menyebabkan terbentuknya basa-basa volatil seperti amonia dan trimetilamin (Ruiz-Capillas et al. 2001). Selama penyimpanan sampai hari ke-20, kadar air bakso ikan mengalami penurunan dan menunjukkan adanya beda nyata (p<0,05). Penurunan kadar air bakso ikan disebabkan adanya penguapan air pada suhu rendah, sehingga selama pendinginan kadar air bakso ikan akan berkurang (Hadiwiyoto 1993).

Berdasarkan hasil pengamatan penyimpanan bakso ikan, asap cair konsentrasi 2,5% dapat memperpanjang umur simpan bakso ikan pada suhu kamar

52 maupun suhu refrigerasi. Bila dilihat dari nilai MIC tertinggi, yaitu 0,4% terhadap S. aureus, maka konsentrasi asap cair yang efektif untuk memperpanjang umur simpan bakso ikan sekitar 5 kali nilai MIC. Hal ini disebabkan dalam bahan pangan terutama bakso ikan merupakan media yang sangat baik untuk pertumbuhan mikroorganisme yang sangat kompleks, maka diperlukan konsentrasi yang lebih tinggi untuk memperpanjang umur simpan produk tersebut. Secara umum, asap cair tempurung kelapa ini dapat digunakan sebagai bahan pengawet alternatif yang aman untuk dikonsumsi. Penggunaan asap cair tempurung kelapa dapat mengurangi terbentuknya senyawa-senyawa PAH yang bersifat karsinogenik pada proses pengasapan panas. Selain itu, kombinasi antara asap cair tempurung kelapa dengan teknik pengawetan lain seperti pemanasan, pengemasan, dan penyimpanan, dapat memperpanjang umur simpan serta memberikan karakteristik sensori berupa aroma, warna, serta rasa yang khas pada produk pangan.

Dokumen terkait