TATA TULIS
B. Penyusunan Daftar Pustaka
Judul DAFTAR PUSTAKA diketik secara simetris di batas atas bidang pengetikan. Acuan pertama dimulai empat spasi di bawahnya, di batas bidang pengetikan. Baris kedua dan lanjutan tiap acuan dimulai lima ketukan ke dalam dari batas kiri bidang pengetikan, dengan jarak baris satu spasi. Acuan berikutnya dimulai di batas kiri bidang pengetikan, berjarak dua spasi dari baris terakhir acuan sebelumnya. Sesudah tiap tanda baca diberi hanya satu ketukan bebas, kecuali antara kependekan nama kecil pengarang atau inisial namanya tanpa ketukan kosong. Judul buku dan nama majalah dicetak miring (italics).
Penulisan daftar pustaka tidak menggunakan nomor atau pointers, tetapi diurutkan berdasarkan abjad mulai dari a, b, c, dst sesuai dengan nama pengarang buku yang digunakan sebagai referensi.
Cara penulisan daftar pustaka
1. Sumber Informasi Dari Sebuah Buku
Unsur-unsur yang harus tertulis dan bentuk cetakan tulisannya adalah sebagai berikut :
Penulis. (Tahun Penerbitan). Judul (ditulis dalam cetakan miring). Tempat penerbitan: Penerbit.
Tata cara penulisannya memperhatikan hal-hal sebagai berikut : a. Jarak antar unsur adalah satu ketukan kosong (setelah tanda titik)
b. Nama penulis ditulis terbalik atau berdasarkan nama belakang. Nama penulis yang terdiri dari dua bagian atau lebih ditulis dengan urutan : nama akhir diikuti koma, nama awal (disingkat atau tidak) dan nama tengahnya (kalau ada) diakhiri dengan titik. Pengedepanan nama akhir pengarang bersifat menyeluruh, tidak dipertimbangkan apakah nama akhir itu nama asli, nama keluarga, nama suami, atau nama marga. Bila terdapat beberapa penulis maka nama penulis kedua dan selanjutnya tidak lagi dituliskan terbalik melainkan berdasarkan nama yang tertulis di buku yang dijadikan acuan.
c. Tahun penerbitan yang dipakai adalah tahun terakhir saat buku itu diterbitkan.
29 d. Jika buku itu ditulis oleh dua pengarang, maka kedua nama pengarang dituliskan dengan menambahkan kata „dan‟ (untuk buku acuan berbahasa Indonesia) atau kata „and‟ (untuk buku acuan berbahasa Inggris) di antara kedua nama pengarang tersebut. Nama pengarang kedua tidak perlu dibalik melainkan ditulis dengan urutan biasa. Tetapi jika buku acuan ditulis oleh lebih dari dua orang pengarang, maka hanya nama pengarang pertama yang dituliskan, diikuti keterangan dkk, atau et.al. di belakangnya (dicetak miring pada Penyunting Kata).
Contoh :
Pratiknya, Ahmad Watik. (2008). Dasar-dasar Metodologi Penelitian
Kedokteran dan Kesehtaan. Jakarta: Rajagrafindo Persada.
Singarimbun, M. dan Sofian Effendi. (2006). Metode Penelitian Survei, Edisi revisi. Jakarta: LP3ES.
2. Sumber Informasi Dari Pengarang Tidak Dikenal
Apabila sumber informasi yang digunakan tidak mencantumkan nama penulis ataupun editor, maka penulisan sumber informasi adalah sebagai berikut :
Nama tim penyusun/lembaga penanggung jawab langsung. (Tahun). Judul. Tempat penerbitan: nama penerbit, ataupun lembaga yang menerbitkan Contoh :
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. (1979). Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Jakarta: P.N. Balai Pustaka. 3. Sumber Informasi Dari Buku/Majalah Dengan Edisi Tertentu
Unsur-unsur yang harus tertulis dan bentuk cetakan tulisannya adalah sama dengan sumber informasi dari buku/majalah namun perlu pula dicantumkan tahun edisi yang dipakai, bukan tahun pada saat buku tersebut diterbitkan pertama kalinya.
Contoh :
Murti, B. (2003). Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi (Edisi Kedua), Jilid Pertama. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Gordis, Leon. (2000). Epidemiology, Second ed. Philadelphia: WB Saunders, Co.
4. Sumber Informasi Dengan Mencantumkan Nama Editor
Unsur-unsur yang harus tertulis dan bentuk cetakan tulisannya adalah sama dengan sumber informasi dari buku/majalah namun perlu pula dicantumkan nama Editor.
Nama pengarang dan judul tulisan dicantumkan terlebih dahulu kemudian nama editor ditulis dengan susunan nama biasa dan tertulis setelah judul buku. 5. Sumber Informasi Dengan Mencantumkan Nama Pengarang Gabungan
Unsur-unsur yang harus tertulis dan bentuk cetakan tulisannya adalah sama dengan sumber informasi dari buku/majalah namun apabila suatu sumber
30 informasi ditulis oleh lebih dari seorang penulis, maka seluruh nama penulisnya harus dinyatakan dituliskan.
Contoh :
Beaglehole, R. R., Bonita. dan T., Kjellstrom. (1997). Dasar-dasar
Epidemiologi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Singarimbun, M. dan Sofian Effendi. (2006). Metode Penelitian Survei, Edisi revisi. Jakarta: LP3ES.
6. Sumber Informasi Dengan Mencantumkan Judul Dalam Judul
Apabila sumber informasi berupa karangan ilmiah yang dimuat dalam suatu himpunan karangan, maka aturan penulisannya adalah sebagai berikut :
Nama penulis yang karangannya digunakan kemudian keterangan lengkap mengenai himpunan karangan yang menjadi asal acuan tersebut. Contoh :
Sukardjo, A. (1993). “Pengaruh Lingkungan Keluarga Pada Perkembangan Anak.” Studi Dalam: Perkembangan Anak di Indonesia. Jakarta: Balai Cipta.
Catatan :
Penulisan kata “Dalam” dicetak miring (dengan Pengolah Kata) dan diikuti tanda baca titik dua.
7. Sumber Informasi Berupa Terjemahan
Apabila sumber informasi berupa karya terjemahan, maka penulisannya dalam Daftar Pustaka adalah mencantumkan nama pengarang buku terlebih dahulu kemudian judul buku, dan keterangan karya terjemahan tersebut.
Contoh :
Schultz, D. (1991). Psikologi Pertumbuhan: Model-model Kepribadian Yang
Sehat. Terjemahan: Yustinus. Yogyakarta: Kanisius.
Chin, James. (2009). Manual Pemberantasan Penyakit Menular, Edisi 17 Cetakan III. Editor Penterjemah: I Nyoman Kandun. Jakarta: Infomedika. 8. Sumber Informasi Yang Ditulis Oleh Pengarang Yang Sama
Jika beberapa buku dijadikan sumber dan ditulis oleh orang yang sama, maka nama pengarang tidak perlu ditulis ulang dan sebagai gantinya digunakan tanda garis putus sepanjang 5 (lima) karakter. Apabila sumber/buku-buku tersebut diterbitkan pada tahun yang sama, maka angka tahun penerbitan buku berikutnya diikuti oleh lambang a, b, c, dan seterusnya. Urutan penulisannya ditentukan berdasarkan abjad judul buku-bukunya.
Contoh :
Dahlan, Sopiyudin M,. (2006a). Besar Sampel dalam Penelitian Bidang
Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: Arkans.
31 --- (2008). Langkah-langkah Membuat Proposal Penelitian Bidang
Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: Sagung Seto.
9. Sumber Informasi Dari Media Elektronik
Penulisan sumber informasi dari media elektronik dapat mengikuti aturan seperti dicontohkan sebagai berikut:
Abstrak On-line Artikel Jurnal On-line
Roy, U. (2005). Pengukuran Variabel dalam Penelitian. Jurnal Ilmu
Pendidikan. (Online), Jilid 5, No. 4 (http://www.malang.ac.id), diakses 12 Oktober 2005).
Baridwan, Jekky. ([email protected]). 12 Oktober 2005. Artikel
untuk Pelatihan. E-mail kepada Dydyd Apandy (
Alamat Web-site
VandenBos, G., Knapp, S., & Doe, J. (2001). Role of Reference Elements in
The Selection of Resources by Psychology Undergraduates.Retrieved
June 6, 2002, from http://www.telehealth.net/subscribe/newsletrr 4a.html#1
10. Sumber Informasi Dari Media Cetak a. Artikel jurnal ditulis dengan urutan :
nama penulis. (tahun). judul. nama jurnal. nomor jurnal, dan halaman artikel. kota dan penerbit jurnal. Masing-masing bagian dipisah dengan tanda titik, kecuali antara kota terbit dan penerbit dipisah dengan tanda titik dua.
Contoh:
Husni, A. Laksmawati. (2001). Faktor yang Mempengaruhi Stroke Non
Hemoragik Ulang. Media Medika Indonesiana. 36.3: 133-44.
Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.
b. Artikel dalam koran ditulis sama bahan pustaka yang berupa artikel dalam jurnal. Akan tetapi, jika artikel itu tanpa nama pengarang, yang pertama ditulis adalah nama korannya sebagai pengganti nama pengarang Di belakang angka tahun dan nomor koran ditambahkan tanggal dan bulan terbitan, dilanjutkan dengan nomor halaman yang didahului singkatan hal. Contoh:
Jawa Pos. (1995). Wanita Kelas Bawah Lebih Mandiri. IV. 02. 22 Juni. Hal. 3.0
c. Sumber Informasi Dari Sebuah Majalah
Unsur-unsur yang harus tertulis dan bentuk cetakan tulisannya adalah sebagai berikut :
32 11. Dokumen resmi pemerintah yang diterbitkan oleh suatu penerbit tanpa pengarang dan tanpa lembaga ditulis sebagai berikut. Judul atau nama dokumen ditulis di bagian awal dengan huruf miring, diikuti tahun terbit, kota terbit, dan nama penerbit.
Contoh:
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. (1990). Jakarta: Diperbanyak oleh PT Armas Duta
Jaya.
12. Rujukan Dari Lembaga Yang Ditulis Atas Nama Lembaga Tersebut Nama lembaga penanggung jawab langsung ditulis paling depan, diikuti dengan tahun, judul karangan, nama tempat penerbitan, dan nama lembaga tertinggi yang bertanggung jawab atas penerbitan karangan tersebut.
Contoh :
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. (1978). Pedoman Penulisan
Laporan Penelitian. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
13. Skripsi, tesis, disertasi, atau laporan penelitian ditulis dengan menambahkan pernyataan "skripsi, disertasi, atau laporan penelitian", diikuti nama universitas atau lembaga penyelenggara penelitian. Nama kota dibubuhkan kalau nama universitas itu tidak menggunakan nama kota, misalnya Universitas Indonesia, Jakarta.
Contoh:
Sulistyorini, Evi. (2001). Hubungan Beberapa Karakteristik Ibu Hamil dengan
Keikutsertaan Senam Hamil di RS. Dr. Sardjito Yogyakarta Bulan Februari-Mei 2005. Skripsi. Semarang: FKM UNDIP.
14. Makalah yang disajikan dalam seminar, penataran, atau lokakarya ditulis dengan menambahkan kata "Makalah di sajikan dalam . . . , diikuti nama pertemuan, lembaga penyelenggara dan tempat penyelenggaraan.
Contoh:
Wiguno, P. (2002). Stroke Hypertension and Stroke in The Elderly: dalam Kumpulan Makalah dan Abstrak Pertemuan Nasional Neurogeriatri Pertama, Perdossi, Jakarta, 5-7 April.
C. Bahasa
Aspek kebahasaan yang harus diperhatikan adalah: (1) gaya penulisan, (2) keefektifan dan kecermatan penggunaan kalimat, (3) ketepatan pemakaian ejaan dan tanda baca, dan (4) ketepatan menulis rujukan dan daftar pustaka.
Gaya penulisan merupakan bagian penting dalam penulisan karya ilmiah. Gaya penulisan yang baik dapat dilihat beberapa aspek, seperti: (1) alur pikir yang jelas, (2) tidak bermakna ganda, (3) kalimat efektif, (4) pola kalimat jelas (S-P-O/S-P-0-K/K-S-P-0).
Keefektifan dan kecermatan penggunaan kalimat merupakan bagian yang dapat menggambarkan kemampuan seorang penulis dalam menyampaikan informasi secara tepat dan cepat. Penulis sering melakukan kekeliruan, sehingga keefektifan dan kecermatan penggunaan kalimat menjadi kabur. Beberapa kekeliruan yang sering dilakukan penulis, di antaranya: (1) kalimat tidak memiliki subjek (S) atau
33 predikat (P), padahal sebuah kalimat sekurang-kurangnya memiliki subjek dan predikat (P); (2) kalimat mempunyai dua satuan pikiran atau lebih yang tumpang tindih, padahal seharusnya hanya memiliki satu satuan pikiran; (3) keterangan kalimat diletakkan secara tidak tepat; (4) subjek didahului kata depan, sehingga bagian yang pokok di dalam kalimat itu menjadi kabur; (5) anak kalimat tidak logis (salah nalar); (6) kalimat tidak mempunyai induk kalimat karena semua bagiannya adalah anak kalimat; dan (7) kalimat bermakna ganda. Kalimat seperti itu perlu disunting agar ide yang dimaksudkan dapat tersampaikan.
Paragraf merupakan bagian dari kerangka atau pola pikir yang sistematis. Setiap paragraph harus menggambarkan pemikiran yang lengkap. Setiap paragraph harus diawali dengan pokok kalimat dan diikuti dengan anak kalimat sebagai penjelasan dari pokok pikiran utama. Sebelum penjelasan satu pokok pikiran selesai, sebaiknya penulis tidak memunculkan paragraf baru. Apabila sebuah paragraf dipandang terlalu panjang, dapat dipecah menjadi 2 (dua) paragraf dengan kata sambung pada awal paragraf berikut. Misalnya: Berkaitan dengan uraian di atas, ... Bertitik tolak dari pemikiran di atas, ... Ejaan dan tanda baca harus digunakan secara tepat karena bahasa tulis tidak dibantu oleh unsur-unsur gerak seperti kualitas suara, kedipan mata, ekspresi mimik, dan sebagainya sebagaimana dalam bahasa lisan. Ejaan dan tanda baca itu membantu memperjelas maksud penulis. Hal-hal yang harus dicermati penulis antara lain pemakaian huruf, pemenggalan kata, pemakaian huruf miring, pemakaian tanda baca, penulisan kata, penulisan singkatan dan akronim, penulisan angka dan bilangan serta penulisan unsur serapan.
a. Pemakaian huruf kapital
Seorang penulis harus dapat menggunakan huruf kapital dalam ejaan bahasa Indonesia secara tepat. Misalnya: Provinsi Jawa Tengah dipimpin oleh seorang gubernur. Bibit Waluyo adalah Gubernur Jawa Tengah.
b. Pemenggalan kata
Pada dasarnya pemenggalan kata harus dilakukan berdasarkan suku katanya. Meskipun demikian, pemenggalan seyogyanya dilakukan atas dasar : (1) kata dasarnya, (2) jangan meninggalkan pemenggalan sebuah huruf.
c. Pemakaian huruf miring
Huruf miring hanya digunakan untuk menuliskan istilah asing. d. Pemakaian tanda baca
Tanda baca dipakai dalam konteks kalimat yang tepat dan ditulis menyatu dengan kata yang mendahului atau mengikuti. Tanda baca bukan kata sehingga tidak boleh ditulis berdiri sendiri.
e. Penulisan kata
Kesalahan yang paling banyak dijumpai dalam penulisan karya ilmiah berkaitan dengan penulisan kata. Beberapa penulisan kata yang salah, di antaranya:
Salah Seharusnya
Disamping di samping
Disisi di sisi
Praktek Praktik
34 f. Penulisan singkatan atau akronim
Penulisan singkatan atau akronim yang pertama harus didahului kepanjangannya.
g. Penulisan angka dan bilangan
Penulisan angka dan bilangan merujuk pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan.
h. Penulisan unsur serapan
Penulisan unsur serapan diupayakan mengikuti bahasa aslinya. Misalnya:
Salah
obyek/subyek obyektifitas/subyektifitas efektifitas/keefektivan Seharusnya
objek/subjek objektivitas/subjektivitas efektivitas/keefektifan
Pola kalimat merupakan bagian yang penting agar pesan yang ingin disampaikan dapat diterima secara tepat oleh orang lain (pembaca). Oleh karena itu, pola kalimat S-P-0 atau S-P-OK atau K-S-P-0 atau sekurang-kurangnya pola S-P harus digunakan.