• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN UMUM TENTANG OTONOMI DAERAH, PAJAK DAN PAJAK DAERAH

D. Peradilan Pajak

Hukum pajak menurut R. Santoso Brotodiharjo sebagaimana dikutrip oleh Erly Suandy dibedakan menjadi dua, yaitu:109

1. Hukum administrasi 2. Hukum pidana

Hukum administrasi umumnya berupa sanksi administrasi baik berupa bunga, denda, tambahan pokok pajak, maupun kenaikan dan dijatuhkan oleh fiskus. Sanksi administrasi umumnya berkaitan dengan masalah-masalah ketidaktaatan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban, seperti tidak

108 Ibid. hlm. 189-190

109 Erly Suandy, Hukum Pajak, edisi ke 5, Salemba Empat, Jakarta, 2013, hlm. 79

68 menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT), atau menyampaikan SPT tetapi tidak benar dan tidak lengkap, yang dikarenakan alpa dan lain-lain.110

Hukum pidana berkaitan dengan denda pidana maupun hukum penjara dan dijatuhkan oleh hakim. Hukuman pidana biasanya berkaitan dengan perbuatan-perbuatan yang dapat dikategorikan sebagai kejahatan, seperti sengaja tidak mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP, memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau dipalsukan seolah-olah benar, dan lain-lain.111

Penetapan suatu hukum dalam hukum positif harus dilakukan melalui peradilan, di bidang pajak peradilan yang berwenang menanganinya termasuk peradilan administrasi. Terdapat beberapa unsur yang diperlukan agar dapat dikatakan adanya suatu peradilan (biasa), yaitu:112

1. Adanya suatu aturan hukum yang mengikat umum, yang dapat diterapkan pada suatu persoalan.

2. Adanya suatu perselisihan hukum yang konkrit.

3. Adanya sekurang-kurangnya dua pihak.

4. Adanya aparatur peradilan yang berwenang memutuskan perselisihan.

Disamping adanya unsur-unsur sebagaimana ditulis diatas, agar suatu peradilan dapat merupakan peradilan administrasi harus ada juga unsur-unsur lainnya, yaitu :113

1. Bahwa salah satu pihak yang berselisih, harus administrasi yang menjadi terikat karena perbuatan salah seorang pejabat dalam batas wewenangnya.

110 Ibid.

111 Ibid.

112 S. Munawir, Perpajakan, Edisi Ke Empat, Ctk. Pertama, Liberty Yogyakarta, 1992, hlm.

33

113 Ibid. hlm. 37

69 2. Dapat diterapkan “Hukum Publik” atau “Hukum Administrasi Negara”

terhadap persoalan yang diajukan.

Penetapan hukuman atau sanksi dalam bidang pajak ini merupakan bagian dari peradilan di bidang pajak, peradilan di bidang pajak merupakan kompetensi hukum sipil maupun hukum pidana tetapi kebanyakan masuk dalam kompetensi hukum administrasi. Dalam hal ini dikenal pengadilan pajak yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.

Menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Peradilan Pajak yang dimaksud dengan peradilan pajak adalah badan peradilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi wajib pajak atau penanggung pajak yang mencari keadilan terhadap sengketa pajak.114 Berdasarkan pada definisi peradilan pajak tersebut dapat disimpulkan bahwa pengadilan pajak adalah badan atau lembaga yang berwenang untuk menyelesaikan sengketa pajak.

Peradilan administrasi pajak umumnya melibatkan minimal dua pihak yaitu pihak Wajib Pajak dengan apparat pajak (fiskus). Peradilan administrasi pajak dibagi menjadi dua, yaitu:

1. Peradilan administrasi tidak murni

Peradilan administrasi ini hanya melibatkan dua pihak yaitu pihak Wajib Pajak dan fiskus tanpa melibatkan pihak ketiga yang independen.

Fiskus sebagai pihak yang bersengketa sekaligus menjadi pihak yang mengambil keputusan dalam perselisihan pajak yang bersangkutan.

114 Pasal 2 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak

70 Wajib Pajak mengajukan keberatan (doleansi) karena adanya perselisihan mengenai besarnya jumlah utang pajak, karenanya ada dua hal utang pajak yang harus diperhatikan yaitu :

a. Terhadap surat keberatan yang masuk harus diambil keputusan.

b. Pihak yang mengambil keputusan adalah aparatur pajak (Dirjen pajak, kakanwil pajak, kepala kantor pelayanan pajak sesuai dengan kewenangan masing-masing) yang disebut sehingga hakim doleansi.115

c. Peradilan administrasi murni

Peradilan yang melibatkan tiga pihak, yaitu Wajib Pajak, fiskus, dan hakim yang mengadili. Wajib Pajak dan fiskus adalah pihak yang bersengketa, sedangkan hakim atau majlis hakim adalah pihak yang akan memutuskan sengketa tersebut.116 Peradilan administrasi murni adalah peradilan yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :117

a. Ada suatu ketentuan hukum (publik) yang abstrak dan mengikat umum serta dapat diterapkan pada suatu persoalan.

b. Adanya suatu persoalan hukum yang konkrit.

c. Ada sekurang-kurangnya dua pihak.

d. Ada suatu apparat peradilan (khusus) yang mandiri yang berwenang menutus perkara.

e. Ada suatu acara, khusus untuk peradilan administrasi.

115 Erly Suandy, Hukum Pajak, edisi ke 5, Salemba Empat, Jakarta, 2013, hlm. 80

116 Ibid.

117 Rochmat Soemitro dan Dewi Kania Sugiarto, Asas dan Dasar Perpajakan 1, Edisi Kedua, Ctk. Pertama, PT. Refika Aditama, Bandung, 2004, hlm. 21

71 E. Tinjauan Umum Tentang Pajak Daerah

1. Pengertian Pajak Daerah

Pajak daerah merupakan sumber keuangan pokok bagi daerah disamping retribusi daerah dan hasil dari Badan Usaha Milik Daeragh (BUMD). Pengertian mengenai pajak daerah diajukan oleh para ahli, di antaranya adalah:

Pengertian pajak daerah menurut Erly Suandy:

“pajak daerah adalah iuran yang wajib dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah.”118

Pengertian pajak daerah menurut Usman dan K. Subroto:

“pajak yang berwenang pemungutannya ada pada pemerintah daerah (provinsi, kabupaten).”119

Pajak Daerah menurut Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah adalah :

“pajak daerah yang selanjutnya disebut pajak adalah kontribusi wajib pajak kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”

2. Dasar Hukum Pajak Daerah

118 Erly Suandy, Hukum Pajak, Salemba Empat, Jakarta, 2013, hlm. 229

119 B. Usman dan K. Subroto, Pajak-Pajak Indonesia, Ctk. Pertama, Offset Angkasa, Bandung, 1980, hlm. 71

72 a. Wewenang daerah untuk memungut pajak diatur dalam

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang tentang Pemerintahan Daerah, yang merupakan undang-undang pokok pemerintah daerah yang paling akhir menggantikan beberapa undang-undang tentang hal yang sama sebelumnya.

b. Ketentuan tentang pajak daerah yang menjadi dasar pemungutan pajak daerah adalah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

c. Sedangkan peraturan yang membahas mengenai pemungutan pajak daerah diatur dalam peraturan daerah.

3. Jenis-Jenis Pajak Daerah

Dalam pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah dsebutkan jenis-jenis pajak daerah, antara lain:

a. Jenis pajak Provinsi terdiri dari:

1) Pajak Kendaraan Bermotor;

2) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor;

3) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;

4) Pajak Air Permukaan; dan 5) Pajak Rokok.

b. Jenis Pajak Kabupaten/Kota terdiri dari:

1) Pajak Hotel;

2) Pajak Restoran;

3) Pajak Hiburan;

4) Pajak Reklame;

5) Pajak Penerangan Jalan;

6) Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan;

7) Pajak Parkir;

8) Pajak Air Tanah;

9) Pajak Sarang Burung wallet;

73 10) Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan;dan

11) Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan.

Selain jenis pajak sebagaimana ditentukan atau dimaksud oleh ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah, pemerintah daerah (provinsi, kabupaten, kota) dilarang untuk memungut pajak.

Mengenai Bea Perolehan Hak Atas Tanah Bangunan sebagaimana terdapat dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah di Kabupaten Sleman diterbitkan Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 14 Tahun 2010 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan. dalam PERDA tersebut diatur berbagaimacam menganai Bea Perolehan Ha katas Tanah dan Bangunan di Kabupaten Sleman.

4. Tarif Pajak Daerah

Salah satu unsur penghitungan pajak yang akan menentukan besar pajak terutang yang harus dibayar oleh Wajib Pajak adalah tarif pajak sehingga penentuan besarnya tarif pajak yang diberlakukan pada setiap jenis pajak daerah perannya sangat penting.120 Tarif pajak daerah yang dapat dipungut oleh pemerintah daerah diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah yang ditetapkan dengan pembatasan tarif paling tinggi. Dalam hal ini yang dibahas adalah Bea

120 Marihot P. Siahaan, Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005, hlm. 61

74 Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan. Tarif Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan ditetapkan sebesar 5%.

Tarif pajak provinsi ditetapkan seragam diseluruh Indonesia dan diatur dengan peraturan pemerintah. Penetapan tarif yang seragam untuk jenis-jenis pajak provinsi dimaksudkan agar dalam pelaksanaannya bersifat netral terhadap wajib pajak sehingga dapat dihindarkan dari praktik pemanfaatan tarif pajak yang lebih rendah pada daerah tertentu. Sedangkan penetapan tarif pajak provinsi berbeda dengan penetapan tarif pajak kabupaten/kota yang diterapkan dengan peraturan daerah. Dengan menentukan kondisi masing-masing daerah kabupaten/kota, tarif untuk pajak kabupaten/kota dapat ditetapkan tidak seragam. Hal ini antara lain dengan mempertimbangkan bahwa tarif yang berbeda untuk jenis-jenis pajak kabupaten/kota tidak akan mempengaruhi pilihan lokasi wajib pajak untuk melakukan kegiatan yang dikenakan pajak.121