• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sistem Peradilan Terpadu (Integreted Criminal Justice System) dalam Penanganan Tindak Pidana KehutananPenanganan Tindak Pidana Kehutanan

BAB II TINJAUAN UMUM

C. Sistem Peradilan Terpadu (Integreted Criminal Justice System) dalam Penanganan Tindak Pidana KehutananPenanganan Tindak Pidana Kehutanan

Sistem peradilan pidana untuk pertama kali diperkenalkan oleh pakar hukum pidana dan para ahli dalam criminal justice system science di Amerika Serikat sejalan dengan ketidakpuasan terhadap mekanisme kerja aparatur penegak hukum dan institusi penegak hukum. Adapun menurut Mardjono Reksidiputro, sistem peradilan pidana merupakan sistem dalam suatu masyarakat untuk menanggulangi masalah kejahatan atau dengan kata lain mengendalikan kejahatan agar berada dalam batas-batas toleransi. Sedangkan Satjipto Rahardjo berpendapat bahwa ada beberapa pilihan untuk mengkaji suatu lembaga hukum seperti sistem peradilan pidana yaitu dengan pendekatan hukum dan pendekatan yang lebih luas, seperti sosiologi, manajemen, ekonomi. Dari segi professional, sistem peradilan pidana lazim dibicarakan sebagai suatu lembaga hukum yang berdiri sendiri, dan dalam ilmu hukum pendekatan seperti itu disebut positivis analitis.35

Pemahaman terhadap Sistem Peradilan Pidana Terpadu atau SPPT yang sesungguhnya, bukan saja pemahaman dalam konsep integrasi itu sendiri, tetapi dalam sistem peradilan pidana yang terpadu itu juga mencakup makna subtansial dari urgensitas simbolis prosedur yang terintegrasi tetapi juga menyentuh aspek filosofis mengenai makna keadilan dan kemanfaatan secara terintegrasi. Sehingga penegakkan hukum pidana materiil yang dikawal pada prinsip dan subtansi

35Edi Setiadi dan Kristian, Sistem Peradilan Pidana Terpadu dan Sistem Penegakan Hukum di Indonesia, Kencana, Jakarta, 2017, hlm. 18.

penegakan hukum yang sekaligus menegakkan keadilan dan penegakan hukum yang bermanfaat.36

Secara historis sebelum lahirnya pendekatan sistem, dikenal apa yang disebut sebagai pendekatan hukum dan ketertiban atau law and order approach yang bertumpu pada asas legalitas. Namun pendekatan hukum dan ketertiban ini dalam prakteknya ternyata menimbulkan penafsiran ganda bagi petugas kepolisian yaitu di satu sisi penggunaan hukum sebagai instrument ketertiban dimana hukum pidana berisikan perangkat hukum untuk memelihara ketertiban dalam masyarakat dan penggunaan hukum pidana sebagai pembatas bagi aparat penegak hukum dalam melaksanakan tugasnya, dengan kata lain hukum pidana bertugas melindungi kemerdekaan individu dalam rangka suatu sistem ketertiban masyarakat.37

Sistem peradilan pidana terpadu ini bila diterapkan secara konsisten, konsekuen dan terpadu antara subsistem yang membentuknya, maka manfaat sistem peradilan pidana selain mewujudkan tujuan sistem peradilan pidana sebagaimana dikemukakan di atas juga bermanfaat dalam hal berikut ini:38

1. Menghasilkan data statistik kriminal secara terpusat melalui satu pintu, yaitu polisi. Data statistik kriminal tersebut dapat dimanfaatkan sebagai sarana dalam menyusun kebijakan criminal secara terpadu dalam rangka penanggulangan kejahatan.

36Ibid, hlm. 31.

37 Supriyanta, Peradilan Pidana Terpadu Berdasarkan RUU KUHAP, artikel pada Wacana Hukum, Volume IX, 1 April 2010, hlm. 31.

38Edi Setiadi dan Kristian, Op.cit, hlm. 23.

2. Mengetahui keberhasilan dan kegagalan subsistem secara terpadu dalam penanggulangan kejahatan.

3. Kedua butir nomor 1 dan 2 tersebut dapat dijadikan bahan masukan bagi pemerintah dalam kebijakan sosial yang dituangkan dalam rencana pembangunan jangka pendek, jangka menengah, jangka panjang.

4. Memberikan jaminan kepastian hukum, baik kepada individu maupun masyarakat.

Adapun yang menjadi sub-sistem dari sistem peradilan pidana yaitu kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lembaga pemasyarakatan diharapkan dapat bekerjasama dan dapat membentuk suatu Integreted Criminal Justice System apabila keterpaduan dalam bekerja sistem tidak dilakukan maka diperkirakan akan terdapat 3 kerugian yaitu sebagai berikut:39

1. Kesulitan dalam menilai sendiri keberhasilan atau kegagalan masing-masing instansi.

2. Kesulitan dalam memecahkan sendiri masalah-masalah pokok instansi.

3. Karena tanggung jawab masing-masing instansi sering kurang jelas terbagi maka setiap instansi tidak terlalu melihat efektivitas menyeluruh dari sistem peradilan pidana.

Mengenai sistem peradilan pidana terpadu ini, Muladi berpendapat bahwa ini merupakan sinkronisasi dan keselarasan dan dapat dibedakan dalam beberapa berikut ini:

39Nyoman Satyayudhadananjaya, Sistem Peradilan Pidana Terpadu di Kaji dari Perspektif Sub Sistem Kepolisian, artikel pada Jurnal Ilmiah Ilmu Agama dan Ilmu Hukum, Volume IX, No. 1 September 2014, hlm. 23.

1. Sinkronisasi struktural (structural synchronization), yaitu keselarasan dalam rangka hubungan antar lembaga penegak hukum.

2. Sinkronisasi subtansial (Subtansial synchronization), yaitu keselarasan baik yang bersifat vertical maupun horizontal dalam kaitannya hukum positif yang berlaku.

3. Sinkronisasi kultural (cultural synchronization), yaitu keselarasan dalam menghayati pandangan-pandangan, sikap-sikap dan falsafal secara menyeluruh yang mendasari jalannya sistem peradilan pidana.

Adapun bentuk dan komponen dari sistem peradilan pidana di Indonesia berdasarkan kodifikasi hukum pidana formil, yaitu Kitab Undang-undang Hukum acara pidana atau KUHAP selalu melibatkan subsistem dengan ruang lingkup masing-masing pada proses peradilan sebagai berikut:40

1. Kepolisian

Kepolisian Republik Indonesia mempunyai tugas utama menerima laporan dan pengaduan dari masyarakat, manakala terjadi tindak pidana; melakukan penyelidikan dugaan adanya tindak pidana; melakukan penyaringan terhadap kasus yang memenuhi syarat untuk diajukan kepada kejaksaan dan memastikan dilindungunya para pihak yang terlibat dalam proses peradilan pidana.

2. Kejaksaan

Lembaga kejaksaan mempunyai tugas pokok yakni untuk menyaring kasus yang layak diajukan ke pengadilan; mempersiapkan berkas yang diperlukan

40Edi Setiadi dan Kristian, Op.cit, hlm. 112.

seperti membuat surat dakwaan, melakukan pembuktian di muka sdang dan melakukan penuntutan serta melaksanakan putusan pengadilan.

3. Pengadilan

Pengadilan adalah salah satu proses dalam sistem peradilan pidana yang tidak dapat berjalan tanpa adanya proses lainnya yang mendahuluinya yaitu penyidikan dan penuntutan, karena dalam tahap ini suatu perkara akan dinilai dari hasil yang dikumpulkan pada tahap penyidikan dan penuntutan, apakah perkara tersebut melangar hukum atau tidak. Pada tahap inilah masyarakat akan mendapat keadilan sebagai akibat adanya perbuatan melawan hukum.

4. Lembaga Pemasyarakatan

Lembaga ini memiliki fungsi yang penting dalam sistem peradilan pidana karena keberadaannya menentukan tujuan yang dibangun oleh sistem peradilan pidana, khususnya proses pembinaan bagi narapidana, agar nantinya narapidana tersebut setelah menjalani pidana dan keluar dari lembaga permasyarakatan dapat diterima kembali oleh masyarakat luas.

5. Pengacara atau Advokat

Komponen ini berkaitan dengan sistem peradilan pidana, yang termasuk dalam penegakan hukum. Walaupun bukan merupakan aparat penegak hukum namun advokat memiliki status sebagai aparat penegak hukum sebagaimana tercantum pada Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat. Jika keempat penegak hukum sebelumnya mewakili negara dalam fungsinya untuk menjalankan sistem peradilan pidana, maka advokat mewakili

warga negara dalam hubungannya dengan pemerintah atau negara melalui alat penegak hukum.

D. Kebijakan Hukum Pidana dalam Menanggulangi Tindak Pidana