• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2 Peran Apoteker di Instalasi Farmasi Rumah Sakit

Peran apoteker di Instalasi Farmasi Rumah Sakitmerujuk pada falsafah pelayanan farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 1333/MenKes/SK/XII/1999 adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan rumah sakit yang utuh dan berorientasi kepada pelayanan pasien,penyediaan obat yang bermutu, termasuk pelayanan farmasi klinik yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat. Tanggung jawab yang begitu besar dipikul oleh apoteker di IFRS dalam penyediaan obat yang bermutu dan minim terjadi DRP (drug related problem), karena DRP bisa terjadi pada setiap tahap

mulai dari seleksi obat, terkait dengan peraturan yang berlaku, klinisi yang terlibat di lapangan, pasien dan keluarga pasien.

4.2.1 Pokja Perencanaan dan Evaluasi

Pokja perencanaan dan evaluasi IFRS pada RSUP H. Adam Malik mempunyai tugas melaksanakan perencanaan perbekalan farmasi untuk kebutuhan rumah sakit, melakukan evaluasi kegiatan pelayanan kefarmasian, serta melaksanakan pencatatan, pelaporan dan evaluasi dari setiap pelaksanaan tugas di lingkungan pokja perencanaan.

Berdasarkan hasil pengamatan, pokja perencanaan dan evaluasi sudah melakukan perencanaan perbekalan farmasi untuk kebutuhan RSUP H. Adam Malik dengan menggunakan metode kombinasi yaitu gabungan antara metode konsumtif dan epidemiologi. Data yang diperlukan untuk perencanaan diperoleh dari laporan yang diberikan oleh depo-depo farmasi, laporan bulanan pokja perbekalan serta rencana tahunan dari masing-masing depo farmasi. Pokja perencanaan dan evaluasi juga melaksanakan pencatatan, pelaporan dan evaluasi dari setiap pelaksanaan tugas di lingkungan pokja perencanaan. Evaluasi kegiatan pelayanan kefarmasian dan pelaksanakan administrasi pokja perencanaan dan evaluasi melalui SIRS.

Pembelian perbekalan farmasi sampai dengan 200 juta sudah dapat ditangani langsung oleh instalasi farmasi melalui pokja perencanaan dan evaluasi sejak status rumah sakit berubah menjadi BLU penuh, dan pembelian perbekalan farmasi diatas 200 juta ditangani oleh panitia pengadaan dengan sistem tender. Pengadaan perbekalan farmasi dilaksanakan setiap 10 hari dan rencana pengadaan ini mengacu pada persediaan perbekalan farmasi di gudang (stok).

Walaupun demikian, pokja perencanaan dan evaluasi masih sering mendapatkan keluhan dari masing-masing depo farmasi terhadap ketidaktersediaan perbekalan farmasi khususnya obat yang diperlukan untuk pelayanan pasien. Ketidaktersediaan obat ini dapat terjadi karena 2 hal, yaitu faktor eksternal dan faktor internal, yang pertama faktor eksternal karena barang memang tidak tersedia dari distributor yang bersangkutan, misalnya diazepam injeksi, deksametason, dan etambutol. Faktor internal disebabkan karena adanya masalah administrasi pada direktorat keuangan dan IFRS sendiri karena perubahan status rumah sakit menjadi BLU penuh.Masalah ini juga terkait dengan PBF/distributor yang terlibat, sehingga sangat diperlukan koordinasi yang intensif antara ketiga pihak tersebut. Kepada depo-depo terkait, Pokja Perencanaan dan Evaluasi juga perlu melakukan pemberitahuan masalah kosong barang, sehingga dengan adanya komunikasi tidak ada saling menyalahkan antara pihak yang satu dengan yang lain.

4.2.2 Pokja Perbekalan

Pembelian langsung dilakukan oleh IFRS dengan mengeluarkan surat pesanan (SP) ke distributor, perbekalan farmasi yang masuk diantar ke IFRS, untuk diterima, diperiksa, dan diteliti keadaannya, disesuaikan dengan surat pengantar barang (SPB) dan SP oleh pokja perbekalan, kemudian di-entry data perbekalan farmasi yang masuk ke SIRS, dan disimpan sesuai dengan sifatnya (obat termolabil di lemari es); bentuk sediaan (oral, injeksi, infus, salep); bahan baku obat (mudah menguap/terbakar); obat narkotika dan psikotropik dalam lemari khusus dan terkunci, dan disusun secara alfabetis dengan sistem first in first out (FIFO) dan

first expired first out (FEFO).

Pembelian dengan nilai diatas 200 juta dilakukan oleh panitia pengadaan melalui tender kepada rekanan. Perbekalan farmasi yang masuk diterima oleh

panitia penerima barang bersama-sama dengan bendaharawan barang untuk menerima, memeriksa dan meneliti keadaan perbekalan farmasi, disesuaikan dengan SPB dan SP, bila sesuai maka perbekalan farmasi diserahkan ke instalasi farmasi melalui pokja perbekalan, kemudian dibuat berita acara. Petugas pokja perbekalan menerima dan meng-entry ke SIRS, dan disimpan.

Administrasi yang dilakukan oleh pokja perbekalan meliputi membuat laporan mutasi barang dan laporan narkotik. SIRS yang telah diterapkan sejakJanuari 2009,mempermudah kegiatan pencatatan perbekalan farmasi yang masuk dan keluar ke buku penerimaan dan pengeluaran barang serta ke kartu stok serta pencatatan stok opname setiap bulan dan diakhir tahunnya.

Pokja perbekalan melakukan kegiatan produksi sediaan farmasi. Menurut Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit tahun 2004, yang dimaksud dengan produksi adalah kegiatan membuat, merubah bentuk dan pengemasan kembali sediaan farmasi nonsteril untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Kegiatan produksi yang dilakukan adalah membuat akuades, H2O2

Pendistribusian perbekalan farmasi dilakukan untuk memenuhi kebutuhan perbekalan farmasi di unit-unit pelayanan seperti:

3%, NaCl 0,9% non steril , handscrub serta mengubah menjadi kemasan yang lebih kecil (re-packing) antara lain alkohol 96% dan 70%, isodin (povidon iodium), hydrex/first aid/cutisoft, talkum dan kloralhidrat.

a. rawat inap terpadu (Rindu), CMU dan COT, instalasi gawat darurat (IGD) dan Apotek I dan Apotek II.

b. instalasi seperti instalasi diagnostik terpadu (IDT), instalasi hemodialisis (IHD), instalasi patologi anatomi (IPA), instalasi patologi klinik (IPK), dan instalasi radiologi. IPK telah memiliki kerja sama operasional (KSO) dengan pihak lain

untuk reagen tertentu, namun untuk pengadaan reagen lain yang tidak termasuk KSO tetap dilakukan oleh instalasi farmasi.

c. user lainnya seperti poli-poli rawat jalan. 4.2.3 Pokja Farmasi Klinis

a. pengkajian dan pelayanan resep

Apoteker telah melakukan pengkajian pelayanan resep untuk pasien rawat inap yang dilayani oleh apoteker di depo farmasi dan juga pada pasien rawat jalan yang dilayani oleh apotek I dan apotek II.

b. penelusuran riwayat penggunaan obat

Penelusuran riwayat penggunaan obat dilakukan pada saat visite oleh farmasi klinis, namun kegiatan ini tidak dilakukan kepada seluruh pasien di RSUP H. Adam Malik.

c. Pelayanan lnformasi obat (PIO)

Seluruh kegiatan PIO telah dilaksanakan di RSUP H. Adam Malik. Untuk pasien rawat inap, PIO dilakukan oleh depo farmasi, sedangkan untuk pasien rawat jalan, dilakukan oleh apotek I dan apotek II, dan juga dilaksanakan oleh seluruh pokja yang ada di IFRS. Salah satu kegiatan PIO yang telah dilaksanakan di RSUP H. Adam Malik yaitu melalui penyuluhan. Penyuluhan dilaksanakan oleh farmasi klinis yang bekerja sama dengan PKMRS sebanyak empat kali dalam satu bulan, yaitu dua kali untuk pasien rawat inap dan dua kali untuk pasien rawat jalan. Kemudian setiap bulan laporan PIO direkap oleh koordianator PIO yang ada di pokja farmasi klinis.

d. konseling

Pelaksanaan konseling telah dilaksanakan secara optimal, dimana sarana dan prasarana untuk melakukan kegiatan konseling telah tersedia. Selain itu pencatatan

data pasien dan data penggunaan obat telah dilaksanakan secara kontinu, sehingga diperoleh informasi perkembangan pasien setelah intervensi pengunaan obat. e. visite

Kegiatan visite telah dilaksanakan secara optimalpada pasien rawat inap. Kunjungan ini bisa berupa kunjungan mandiri ataupun kunjungan bersama tim dokter dan tenaga kesehatan lainnya, seperti perawat, ahli gizi dan petugas mikrobiologi yang disebut dengan visite bersama.

f. pemantauan terapi obat (PTO)

Pemantuan terapi obat telah dilakukan bersamaan dengan visite. g. monitoring efek samping obat (MESO)

MESO dilakukan sejalan dengan kegiatan visite. Seluruh kepala ruangan telah dilatih memonitoring efek samping obat. Bila menemukan efek samping obat yang tidak lazim, maka kepala ruangan melaporkan kepada farmasi klinis untuk dicatat dan dilaporkan ke Pusat MESO Nasional. Contoh obat yang mempunyai efek samping serius yang telah dilaporkan ke Pusat MESO Nasional yaitu cefadroxil, ceftriaxon, triheksifenidil, metronidazol, dan deksametason.

h. evaluasi penggunaan obat (EPO)

Evaluasi penggunaan obat sudah dilakukan yaitu evaluasi penggunaan antibiotik pada pasien paska bedah, bahwa semua pasien yang dioperasi diberi antibiotik walaupun tidak ada tanda – tanda infeksi. Evaluasi ini dilakukan oleh farmasi klinis secara retrospektif.

Dispensing sediaan khusus yang sudah dilakukan oleh pokja farmasi klinik adalah

penanganan sediaan sitotoksik.Adapun penanganan sediaan sitotoksik pada bulan

Oktober 2011 berjumlah 181 orang yang terdiri dari pasien askes dan jamkesmas, dengan

obat kemoterapi yang direkonstitusi 362 kali.

Dispensing sediaan khusus lainnya yang sudah dilakukan oleh pokja farmasi klinis

adalah penyediaan obat suntik, misalnya alkohol absolut 25 ml untuk ruangan ICU,

sedangkan untuk penyediaan nutrisi parenteral belum dilakukan karena kurang

memadainya sarana dan prasarana serta tenaga ahli di rumah sakit.

j. pemantauan kadar obat dalam darah (PKOD)

Pemantauan kadar obat dalam darah (PKOD) telah dilaksanakan oleh pokja farmasi

klinik, namun belum dilaksanakan secara kontinu karena harga reagen yang digunakan

untuk menentukan kadar obat dalam darah sangat mahal dengan expired reagen yang

singkat. Selain itu, obat-obat yang perlu dipantau kadarnya dalam darah hanya sedikit

yang digunakan di rumah sakit.

4.2.4 Apotek

RSUP H. Adam Malik memiliki dua apotek sebagai pembantu instalasi farmasi untuk memenuhi kebutuhan perbekalan farmasi untuk pasien melalui kegiatan pelayanan resep.

i. apotek rawat jalan (Apotek I) melayanipasien askes rawat jalan, pasien umum rawat jalan dan pasien hemodialisa.

ii. apotek rumah sakit yang buka 24 jam (Apotik II) melayani pasien Jamkesmas rawat jalan, pasien ASKES rawat inap dan Jamkesmas rawat inap pukul 20.00 hingga 08.00 WIB, pasien umum rawat jalan dan rawat inap, dan pasien kerjasama dari perusahaan (BUMN, BUMD, swasta).

Penyerahan resep oleh pasien dan penyerahan obat pasien yang tidak dikonseling pada apotek II yang melayani berbagai pasien dengan jumlah banyak dan pola penyakit yang beragam sudah memiliki tempat yang berbeda, sehingga dapat menghindari kesalahan misalnya kesalahan dalam penyerahan obat.

Menurut Kepmenkes No. 1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, syarat ruangan apotek harus memiliki ruang tunggu yang nyaman, memiliki tempat untuk men-display informasi bagi pasien termasuk penempatan brosur/materi informasi, ruangan tertutup untuk pelayanan kefarmasian dengan baik namun tidak melakukan konseling dimana di apotek I tidak memiliki ruang konseling. Apotek ini hanya melakukan pelayanan informasi obat kepada pasien.

Apotek II yang melayani pasien selama 24 jam baik itu pasien rawat jalan jamkesmas, umum, askes dan rawat inap telah melaksanakan konseling bagi pasien namun hanya melaksanakan pelayanan informasi obat. Hal ini disebabkan karena ruang konseling yang masih belum memenuhi syarat dimana belum memiliki meja, kursi, dan lemari yang memadai.

4.2.5 Depo Farmasi

Depo farmasi rindu A melayani kebutuhan obat dan alat kesehatan habis pakai(AKHP) untuk pasien jamkesmas dan askes yang ada di ruangan rawat inap terpadu A dengan beragam penyakit seperti A1 penyakit dalam wanita, AIDS, dan psikiatri, A2 penyakit dalam pria, A3 paru, A4 bedah syaraf, neurologi, stroke corner, A5 gigi mulut, THT, mata, dan ruang kemoterapi untuk pasien kemoterapi, serta VIP yang melayani semua pola penyakit. Depo farmasi rindu A telah

melayani pasien dengan sistem one day dose dispensing untuk obat injeksi dan oral. Pengendalian obat-obat mahal dilakukan dengan cara pengecekan dari status pasien, pencatatan tersendiri keluarnya obat serta pengembalian wadah bekas.

Depo farmasi rindu B melayani kebutuhan obat dan alat kesehatan habis pakai (AKHP) untuk pasien jamkesmas dan askes yang ada di ruangan rawat inap terpadu B1 kiri: Obgyn, Kewanitaan, B1 kanan: Anak dan Peritologi, B2 kiri: Bedah Digesti, Urologi, Onkologi, Plastik, B2 kanan: Instalasi Kardiovaskuler, B3 kiri: Ortopedi, Askes (untuk semua bedah), B3 kanan: VIP B. Depo farmasi rindu B melayani pasien dengan sistem one day dose dispensing. Sistem distribusi obat yang tepat adalah dengan menggunakan sistem unit dose dispensing yaitu pemberian obat oleh petugas depo perwaktu penggunaan obat, sehingga penggunaan obat oleh pasien lebih terpantau dan terjadwal.

Depo CMU lantai III melayani pendistribusian perbekalan kesehatan untuk pasien jamkesmas dan askes dan kebutuhan pada instalasi bedah pusat (IBP) dan instalasi perawatan intensif (IPI). CMU lantai III melayani kamar operasi, recovery room, pasca bedah, ICU (anak, dewasa) dan ICU jantung. Pelayanan untuk pasien operasi dari instalasi bedah pusat dilakukan dengan sistem paket sehingga pendistribusian menjadi lebih mudah, sedangkan pelayanan untuk pasien di runagan ICU dilakukan dengan one day dose dispensing.

Depo farmasi IGD melayani kebutuhan obat dan AKHP untuk pasien yang ada di IGD.Pasien emergensi yang tidak membawa jaminan tetap dilayani, dengan catatan tidak lebih dari 2x24 jam, jika lebih maka status pasien menjadi pasien umum. Depo IGD melayani perbekalan farmasi untuk pasien yang masuk ke IGD yaitu pasien askes, pasien jamkesmas, pasien medan sehat, pasien jaminan kesehatan aceh, dan pasien yang tidak diketahui identitasnya (mr.x).Melayani

perbekalan farmasi untuk pasien yang di operasi elektif (yang sudah terjadwal selain bedah syaraf dan jantung.Melayani pasien rawat inap di IGD yang baru melakukan operasi dengan sistem one day dose dispensing.

Denah ruangan masing-masing depo harus diperhatikan karena jumlah ruangan yang terbatas berakibat pada bercampurnya urusan administrasi, lalu lalang orang, barang dan ruang untuk pegawai dikhawatirkan dapat mengkontaminasi perbekalan farmasi, kehilangan barang dapat terjadi karena kontrol terhadap obat kurang, sehingga penataan ruangan yang lebih baik sangat diperlukan untuk menjamin kualitas dari perbekalan yang didistribusikan dan menjaga kehilangan barang.

4.3 Instalasi Gas Medis

Pengelolaan gas medis sudah ditangani oleh suatu instalasi khusus yaitu instalasi gas medis sejak Februari 2005. Ini dilakukan untuk pengembangan pelayanan, mengingat gas medis merupakan perbekalan farmasi yang termasuk life saving yang sangat penting, dimana bila terjadi keterlambatan beberapa menit saja dapat menyebabkan kejadian yang cukup fatal, bahkan kematian. Instalasi gas medis telah mendistribusikan gas medis untuk melayani kebutuhan user-user yaitu semua pasien yang membutuhkan gas medis di rumah sakit.

Berdasarkan hasil pengamatan, diperoleh informasi bahwa sejak adanya penanganan khusus untuk gas medis yaitu dengan berdirinya instalasi gas medis makapendistribusian gas medis ke unit-unit yang membutuhkan telah terlaksana dengan baik.

Kurangnya kontrol penggunaan gas pasien menjadi suatu masalah tersendiri, karena banyak pasien yang melepas selang gas tetapi alat tidak dimatikan, sehingga gas terbuang percuma.Kontrol penggunaan gas sangat perlu dilakukan, termasuk

memberikan pengertian edukatif terhadap pasien maupun tenaga medis di lapangan. Penutup outlate banyak yang sudah lepas sebaiknya diganti untuk mencegah terjadinya kebocoran gas O2

4.4. Instalasi Central Sterilize Supply Department (CSSD) .

Berdasarkan pengamatan, CSSD telah melaksanakan kegiatan: pencucian, pengeringan, pengemasan/paket, pemberian label, pemberian indikator, sterilisasi, penyimpanan dan pendistribusian ke unit-unit yang membutuhkan perlengkapan steril. CSSD jugamelakukan sterilisasi ruangan dengan cara pengasapan (fogging) dan penyinaran dengan sinar UV dan sterilisasi dengan etilen oksida untuk alat yang tidak tahan panas.

Perlengkapan yang disterilkan di central sterilize supply department meliputi instrumen, linen, dan AKHP.

Prosedur sterilisasi di central sterilize supply department adalah:

a. peralatan direndam beberapa menit dalam larutan tablet germisep untuk menetralkan mikroba yang ada pada peralatan

b. setelah direndam di dalam larutan tablet germisep, peralatan ditransfer dari CMU ke ruang CSSD melalaui lift biru.

c. peralatan kemudian dicuci secara enzimatis sebanyak 10 ml selama 10 menit. d. peralatan kemudian dibersihkan dengan air mengalir

e. peralatan dikeringkan

f. peralatan diset dan dibungkus dengan kain linen dan ditambahkan surgey milk concentrat untuk menghindari karat ke dalamnya.

g. dibungkus sekali lagi dengan kain yang berlapis dua, untuk menghindari kontaminasi.

Dokumen terkait