• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II DAMPAK SISTEM TANAM PAKSA BAGI MASYARAKAT

B. Peran Bupati

Pada tahun 1830 Sistem Tanam Paksa mulai diterapkan di Jawa dan van

den Bosch mencoba untuk memulihkan kembali peranan bupati (para penguasa

pribumi) yang ada di masyarakat Jawa. Peranan bupati itu adalah mengepalai

administrasi (pemerintah) di berbagai kabupaten yang berada di luar kerajaan.

Sepanjang berlangsungnya Sistem Tanam Paksa, pemerintah Hindia Belanda

memanfaatkan peranan bupati yang ada di masyarakat untuk mengadakan

hubungan kontrak. Kontrak-kontrak ini disesuaikan dengan kebutuhan pada masa

Sistem Tanam Paksa.

Untuk memudahkan ikatan kontrak dengan bupati, maka pemerintah Hindia

Belanda mulai mengangkat para bupati menjadi pegawai pemerintah Hindia

Belanda dengan diberi imbalan uang dan jabatan. Pengangkatan bupati menjadi

pegawai negeri diharapkan dapat memenuhi kebutuhan selama Sistem Tanam

Paksa, yaitu mengenai tanah dan tenaga kerja, karena bupati mempunyai peran

yang sangat besar dalam kehidupan masyarakat Jawa, yaitu pengaruh yang kuat

dan sangat dihormati serta dengan sepatah kata saja dan tanpa kekerasan sedikit

pun dapat menggerakkan beribu-ribu rakyat atau membendung mereka yang

sesuai dengan kehendaknya.153

Sejak pelaksanaan Sistem Tanam Paksa kebutuhan akan tanah dan tenaga

kerja menjadi semakin besar, oleh sebab itu pemerintah memerintahkan bupati

untuk menyediakan tanah dan tenaga kerja untuk perkebunan. Peran bupati dalam

       153

D. H Burger, Sedjarah Ekonomis Sosiologis Indonesia dalam P. J Suwarno, Peranan

Bupati Dalam Pelaksanaan Demokrasi di Daerah, Yogyakarta, Universitas Atmajaya Yogyakarta, 1986, hlm. 27-28.

kehidupan masyarakat dapat berfungsi sesuai kehendak dan rencana dari

pemerintah Hindia Belanda. Selain itu, para bupati tetap menuntut dan menerima

pelayanan pribadi serta penyerahan cuma-cuma hasil bumi dari penduduk desa

seperti yang telah menjadi kelaziman. Sebagai imbalan atas barang dan jasa yang

tidak dibayar itu, bupati mensahkan penghapusan kerja rodi untuk beberapa orang

dan sejumlah desa.154 Penghapusan itu diperluas untuk anggota-anggota keluarga

dan kerabat dari mereka yang semula mendapat konsesi, dan dilanjutkan

turun-temurun,155 sehingga, para bupati ini menjadi pegawai yang korup.

Sejak diterapkannya Sistem Tanam Paksa telah terjadi

pergeseran-pergeseran peran bupati di kehidupan masyarakat, misalnya di daerah-daerah di

mana upah menanam untuk penanaman-wajib gula dalam tahun 1852 dibayarkan

langsung oleh pegawai Eropa kepada penanaman masing-masing,156 sehingga

terjadi suatu pengalihan peran bupati menjadi peran pegawai Eropa yang mana

dulu merupakan tugas dari bupati sebagai pemimpin mereka.

Mengenai permasalahan tersebut, pemerintah Hindia Belanda mulai

mengatur peran bupati dengan peraturan perundang-undangan secara tetap.157

Peran bupati dapat dilihat pada peraturan bumi putra yang diperbaharui, antara

lain melakukan pekerjaan kepolisian, mengadili perkara perdata dan penuntutan

hukuman buat bangsa bumi putra dan bangsa timur asing di tanah Jawa dan

Madura. Melalui peraturan tersebut, para bupati mempunyai tugas baru atau peran

baru dalam Sistem Tanam Paksa selain menjadi mandor perkebunan. Mengenai

       154

Robert Van Niel, ibid., hlm. 52. 155

idem.,

156

Prajudi Atmosudirdjo,op.cit., hlm. 196. 157

tugas bupati yang diatur oleh pemerintah Hindia Belanda dapat dilihat dalam

peraturan bumi putra (S.(Staatsblad158) 1848 – 16 jo.57 diumumkan lagi pada

S.(Staatsblad). 1926 – 559 dan S. 1941 - 44) pasal 31 sampai 35.

Pasal 31 : a. bupati diwajibkan, dibawah perintah residen, mendjaga kekuasaan kepolisian dalam kabupatennja dan mengawasi kepala-kepala distrik (wedono/wedana)159 serta pegawai dan pedjabat lain-lain jang dibawah perintahnja.

b. oleh sebab itu hendaklah mereka dengan teliti memeriksa adakah polisi dalam kabupatennja bekerdja dengan baik dan apakah pegawai-pegawai dan pedjabat-pedjabat jang dibawah perintahnja mendjalankan kewadjiban dalam sekalian hal.

Pasal 32: a. bupati menerima sekalian surat permohonan dan pengaduan jang dikirimkan kepadanja.

b. sekalian keberatan penduduk mengenai perbuatan-perbuatan kepala polisi jang tidak menurut hukum atau jang dikerdjakan menurut pikirannja sendiri dikirimkan kepada bupati dan diperiksa olehnja. c. menurut keadaan perkara, bupati segera mengambil

tindakan jang perlu atau mengandjurkan usul-usul jang perlu pada residen, kepada siapa bupati harus melaporkan semua sepatunja.

Pasal 33: mereka menerima sekalian laporan dan rentjana dari kepala-kepala distrik (wedono-wedono). Ringkasan laporan polisi sesuai dengan petundjuk residen hendaklah dengan tertib dikirimkannja kepada residen itu sedang sekalian laporan ringkasan itu harus dikirmkan kepada asisten residen.

Pasal 34: sekalian daftar jang diterima bupati dari kepala-kepala distrik (wedono-wedono) menurut pasal 29 hendaklah dikirimkannja kepada residen, seberapa perlu dengan menjatakan pertimbangannja.

Pasal 35: bupati diwakili oleh patihnja dalam segala pekerdjaan djabatan diseluruh kabupaten, atas nama bupati patih itu wadjib mendjalankan segala pekerdjaan jang dipertanggungkan kepadanja.160

      

158

    Staatsblad adalah Lembaran Negara 159

Wedono/wedana adalah kepala golongan priyayi; kepala distrik. 160

W. A. Engelbrecht (penyusun), Kitab Undang-Undang dan Peraturan-peraturan serta

Dengan peraturan tersebut, dapat dikatakan bahwa bupati merupakan alat

yang efisien di tangan pemerintah Hindia Belanda.161 Akan tetapi, kedudukan dan

peranan bupati dalam struktur pemerintahan Hindia Belanda mengandung

ambivalensi. Di satu pihak bupati menjadi bawahan Belanda sekaligus sebagai

atasannya, di lain pihak menjadi volkshoofd162yang mempunyai wewenang untuk membuat paraturan sendiri untuk memerintah rakyat. Sebagai volkshoofd dia

bukan bawahan pejabat Belanda tetapi diawasi oleh pejabat Belanda. Wewenang

memerintah sendiri dari bupati itu kemudian diatur oleh Belanda menjadi otonomi

daerah, yang pelaksanaannya mengikutsertakan wakil rakyat daerah dalam dewan

kabupaten.163

Jadi, walaupun pengabdian feodal dipergunakan, tetapi hak itu tidak

dikembalikan kepada bentuk yang dahulu, karena organisasi pemerintahan

Indonesia sudah terlalu banyak dipergunakan sebagai alat pemerintahan Eropa

dan kekuasaan feodal terlalu banyak dipergunakan untuk tujuan-tujuan Barat,

terutama untuk produksi ekspor.164

       

Dalam Pelaksanaan Demokrasi di Daerah, Yogyakarta, Universitas Atmajaya Yogyakarta, 1986, loc.cit., hlm. 27-28.

161

Sewaka, Tjorat-tjaret dari Djaman ke Djaman dalam P. J Suwarno, Peranan Bupati

Dalam Pelaksanaan Demokrasi di Daerah, Yogyakarta, Universitas Atmajaya Yogyakarta, 1986, ibid, hlm. 28.

162

Volkshoofden adalah pemimpin-pemimpin tradisional, yaitu orang yang kekuasaannya didapat dari statusnya di dalam masyarakat pribumi.

163

Prajudi Atmosudirdjo,ibid, hlm. 41-42. 164