• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Dakwahnya di Indonesia

Dalam dokumen Pandangan Mohammad Natsir (Halaman 39-65)

BAB II BIOGRAFI MUHAMMAD NATSIR

2.6. Peran Dakwahnya di Indonesia

Natsir adalah putra ternama Indonesia yang tidak hanya piawai dalam bidang politik, birokrasi, tapi juga beliau adalah da’i ternama. Sebagai seorang da’i beliau pernah menduduki jabatan Wakil Presiden Muktamar Alam Islami sekaligus sebagai tokoh puncak Rabithah Alam Islami, dia juga menjadi Ketua Dewan Dakwah Islam Indonesia sejak tahun 1967 sampai akhir hayatnya tahun 1993.

20

yang dikirim dengan tujuan memberikan pemahaman keislaman dan juga menerobos pendirian sarana-sarana pendidikan dan dakwah.21

1. Memperluas pengertian dakwah dari pengertian hanya sebagai tabliqh, kepada pengertian yang mencakup seluruh aspek kehidupan masyarakat sebagai kelanjutan risalah Nabi Muhammad SAW.

Melalui DDII telah banyak usaha-usaha yang dilakukan dalam memberikan pemahaman Islam melalui dakwah, sementara itu ada beberapa usaha –usaha lain yang dilakukan DDII terbagi beberapa kelompok, yaitu:

2. DDII memberikan pengertian kepada para jamaahnya bahwa tugas dakwah merupakan fardhu ain bagi setiap muslim

3. Mengembalikan fungsi mesjid sebagai pusat pembinaan masyarakat seperti di zaman Rasulullah.

4. Mengingatkan dan meningkatkan mutu dakwah.

5. Meningkatkan usaha pembelaan terhadap umat dan perbaikan aqidahnya. 6. Membangkitkan ukhuwah Islamiyah Al-Alamiyah (persaudaraan Islam

Internasional).22

Paket-paket program diatas telah berjalan selama keaktifan Natsir di DDII, secara langsung memberikan sumbangan besar bagi kegiatan dakwah di Indonesia. Pada kenyataannya Natsir membangun sebuah visi dakwah yang luas dan luwes, dakwah yang tidak hanya mengurusi persoalan ibadah saja tapi juga sisi sosial kehidupa manusia.

21

Thohir Luth, Op.cit., hal., 11.

22

BAB III ANALISIS DATA

3.1. Konsep Negara menurut Mohammad Natsir.

Pembahasan tentang negara mungkin wacana yang kuno, kekunoannya dari zaman plato hingga sekarang wacana ini terus berkembang mencari format yang ideal. Perkembangannya mengakibatkan juga semakin banyaknya defenisi negara serta konsep menjalankannya secara praktisnya, lihat saja Machiavelly dengan konsep pemisahan antar agama dan negara dalam membangun masyarakat. Ibnu Khaldun dengan konsep Islam yang mengatur tatanan masyarakat layaknya yang dicontohkan pada masa Rasullah di Madinah agama sebagai landasannya, dan begitu banyak ahli-ahli lainnya.

Tafsiran terhadap apa itu negara yang begitu banyak membuat lebih rumit dalam memahaminya, untuk itu perlu adanya batasan dibuat untuk memudahkan memahaminya. Batasan dibuat dengan mengemukakan apa yang menjadi sifat- sifat dari sebuah negara atau elemen yang ada didalamnya sampai tugas dan fungsinya. Penggunaan cara ini mempermudah memahami tentang negara sekaligus bisa menjadi sebuah parameter apakah negara tersebut bisa disebut negara dan apakah negara telah menjalankan peran atau fungsinya.

Negara adalah suatu “institution” yang mempunyai hak dan tugas dan tujuan khusus. Apakah institution itu? Institution dalam arti umum adalah suatu badan, organisasi yang mempunyai tujuan khusus dan dilengkapi oleh alat-alat material dan peraturan-peraturan tersendiri serta diakui oleh umum1

1

Mohammad Natsir (c), Op.cit., hal., 198.

Institution pendidikan seperti Universitas Sumatera Utara misalnya, mempunyai tenaga pengajar dalam melaksanakan proses belajar mengajar, memiliki pegawai lainnya dalam pengaturan administratif. Disamping itu secara materialnya Universitas Sumatera Utara memiliki gedung kuliah, gedung pertemuan, gedung olahraga dan gedung lainnya. Tidak ketinggalan juga didalam Universitas terdapat peraturan-peraturan didalamnya yang mengatur pola kerja, interaksi dan peraturan lain. Dimana aturan tersebut menguntungkan semua yang ada dalam teritorial Unversitas tersebut, bukan sebaliknya ada yang ditindas baik secara material dan in material.

Berbagai macam banyaknya insitution yang ada dalam masyarakat seperti: institution ekonomi, politik, budaya, perdagangan dan sebagainya. Kesemua institution tersebut bertujuan untuk membuat suatu badan yang besar dengan bertujuan mengatur orang yang terlibat didalam institution tersebut. Setiap institution memiliki ruang gerak yang berbeda, memiliki anggota dan memilki kedaulatan yang diakui anggotanya. Nilai tentu ada dalam institution yang mana nilai itu dijunjung tinggi oleh anggotanya, bentuk nilai tersebut bisa saja tidak tertulis sering dilakukan tranformasikan melalui proses perkaderan secara seleksi yang ketat. Metode seperti transformasi yang ketat berlaku biasanya pada institution yang eksklusif, dan pelanggaran setiap aturan tentu diikuti sanksi.

Insititution dapat dikatakan apabila institution itu memiliki2

a. Sebuah tujuan dalam membutuhi kebutuhan jasmani maupun rohani masyarakat.

:

2Ibid,

b. Keberadaannya diakui oleh masyarakat.

c. Mempunyai alat-alat dalam pelaksanaan tujuan bersama.

d. Memiliki peraturan-peraturan, norma-norma, nilai-nilai tertentu. e. Berdasarkan atas paham hidup masyarakat yang ada.

f. Mempunyai keanggotaannya.

g. Mempunyai daerah berlakunya atau teritorial. h. Mempunyai kedaulatan atas anggotanya.

i. Memberikan hukuman terhadap pelanggaran atas peraturan-peraturan dan norma-normanya.

Maka negara sebagai institution , juga mempunyai: a. Wilayah.

b. Rakyat. c. Pemerintah. d. Kedaulatan

e. Undang-undang Dasar atau suatu sumber hukum dan kekuasaan lain yang tidak tertulis.

Karena itu mengandung konsekuensi:

a. Negara meliputi seluruh masyarakat dan segala institution yang terdapat didalam negara tersebut.

b. Negara mengikat ataupun mempersatukan institution-institution itu dalam satu peraturan hukum.

c. Menjalankan koordinasi dan regulasi atas seluruh bagian-bagian masyarakat. d. Mempunyai hak untuk memaksa anggotanya untuk mengikuti peraturan-

e. Mempunyai tujuan untuk memimpin dan memenuhi kebutuhan masyarakat secara keseluruhannya.

Natsir bersama Masyumi sebagai partai politik Islam memperlihatkan konsistensi mereka dengan peduli terhadap masalah umat Islam, selaku masyarakat yang mayoritas di Indonesia. Ideologi hal substansi harus diselesaikan pada awal kemerdekaan, Natsir selaku tokoh Islam tentu memperjuangan Islam sebagai ideologi negara, negara yang juga mayoritas Islam, dimana Islam telah menjadi dasar mereka bahkan sebelum merdeka. Jadi, tidak mengherankan jika persoalan penentuan ideologi dalam pandangan Natsir sangatlah penting adanya. Seperti yang pernah diucapkan Natsir :

“ Di Indonesia faham yang hidup menggerakkan rakyat adalah agama. Agama yang sifat-sifat umumnya yang telah saya kemukakan. Dengan sendirinya asas negara kita harus berdasarkan agama, bukan suatu rangkaian berupa ide yang dianggap oleh masyarakat umum, sebagai Pancasila. Pancasila tidak dipercayai sebagai agama. Meskipun didalamnya terumus sila Ketuhanan Yang Maha Esa, sumbernya adalah sekuler, la diniyah, tanpa agama.”3

Uraian diatas dapat defenisikan bahwa negara merupakan bentuk dari masyarakat yang ada, dimana antara satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Jelas sudah negara yang ada harus memiliki akar-akar kuat yang telah berada pada masyarakat itu juga, tidak mungkin diambil dari akar atau falsafah hidup masyarakat diluar negara tersebut, kemudian mayoritas masyarakat Indonesia yang muslim, inilah landasan Natsir dalam memahami negara dan Islam.

3

3.2. Islam sebagai Ideologi Negara menurut Mohammad Natsir.

Pada masa awal kemerdekaan Indonesia banyak pembenahan perangkat kenegaraan yang harus dipersiapkan untuk membangun suatu tatanan masyarakat yang kedepan sejahtera, adil dan makmur. Ideologi 4

Pembentukan majelis konstituante untuk menentukan dasar atau ideologi negara Republik Indonesia, maka didalam majelis tentu berbagai pemikiran bertarung untuk menghasilkan ideologi bangsa ini. Dari kesemua pemikiran memiliki kesamaan untuk memakai demokrasi sebagai salah satu acuannya. Demokrasi dianggap bisa membawa kemajuan bangsa dengan prinsip

sebagai landasan dasar suatu negara untuk mengerakkan negara dan rakyatnya tentu menjadi penentu yang berpengaruh besar, jadi tidak mengheran dalam penentuan ideologi negara Indonesia juga mengalami pertarungan ide cukup dinamik dalam penentuannya. Pertarungan ini menjadi sebuah sejarah penting bagi rakyat Indonesia dimana ideologi tersebut menjadi acuan dalam menjalani hidup keseharian nantinya.

Para pejuang bangsa Indonesia memiliki beberapa ideologi dalam melakukan perjuangan dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, misalnya : Islam, Primordial, Sosialis, dan lain sebagainya. Setelah merdeka tidak mungkin kesemua itu dipakai secara bersamaan sebab dalam membangun negara harus memilih satu pilihan yang benar-benar menjadi pilihan dalam menjawab realitas masyarakat. Memang bukan hal yang mudah memilih satu diantara sekian pilihan untuk menjadi ideologi negara, apalagi ideologi tersebut telah mendarah daging disetiap penganutnya.

4

Ideologi adalah kumpulan konsep bersistem yang dijadikan azas pendapat yang memberikan arah dan tujuan untuk kelangsungan hidup; prinsip-prinsip atau nilai yang mengarahkan secara sah tingkah laku masyarakat dan lembaga-lembaga politik. Ideologi mungkin digunakan untuk memelihara status quo (kemapanan), atau sebagai pembenaran dari tindakan-tindakan yang ingin mengubah status quo ((B.N. Marbun, Kamus Politik, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2002.)

kesederajatan, kebebasan, dan lain sebagainya. Ada tiga dasar yang dikemukakan komisi I yang akan dimajukan sebagai ideologi negara, yaitu Pancasila, Islam dan Sosial Ekonomi.

Natsir seorang yang berpendirian terhadap konsep Islam sebagai ideologi negara Indonesia, Natsir dalam hal ini berjuang bersama kawan-kawan bersama partai Masyumi. Natsir mengemukakan bahwa Indonesia harus berdiri diatas ajaran Islam atau “Negara Demokrasi berdasarkan Islam”, inilah ide yang dibangunnya tentang konsep ideologi negara.

Pengetahuan Islam memang sudah tidak asing lagi bagi Natsir lingkungan sekolahnya dikampung halaman, lingkungan keluarganya, akan tetapi perkembangan pemahamannya tentang Islam lebih dalam sejak dia di Bandung. Proses pencarian pemahaman tentang Islam semakin pesat ketika bertemu dengan A. Hasan seorang saudagar dari Pakistan yang memiliki wawasan yang luas tentang Islam, diskusi pemahaman keislaman semakin mendalam mereka lakukan hingga membuat pencerahan melalui media. Banyaknya persoalan yang dihadapi bangsa Indonesia dan umat Islam Indonesia, membuat Natsir berpikir keras bagaimana penyelesaiannya dengan mengacu pada Al-qur’an dan Sunah Nabi.

Beragam persoalan yang ada dijawab Natsir, dengan dasar pemikiran bahwa Islam adalah agama yang dalam arti memiliki nilai atau aturan yang mengatur hubungan manusia dengan Allah (hablum minal-Lah) dan mengatur hubungan manusia dengan manusia lainnya (hablum minan-nas). Hablum minal- lah berisi tentang aturan mengenai ibadah yang berhubungan dengan Allah seperti tauhid, shalat, sedangkan hablum minan-nas berisi tentang aturan kehidupan perorangan, kehidupan kekeluargaan, kehidupan masyarakat dan kehidupan

kenegaraan. Dengan kata lain ketika kita menghadapi persoalan dengan hukum dalam bernegara tentu kita harus mengaitkannya dengan ajaran Islam sebab kita adalah hamba pengabdi.

Natsir juga memiliki dasar pemikiran, bahwa ajaran Islam amat dinamis untuk diterapkan pada setiap waktu dan zaman. Dari sudut ini, ia jauh melampaui pemikiran Maududi ataupun Ibnu Khaldun yang melihat sistem pemerintahan Nabi Muhammad SAW dan khalifah yang empat, sebagai satu-satunya alternatif sistem pemerintahan negara Islam.5

Islam mengatur dan menjawab persoalan manusia secara luas dan mengakar dapat kita berikan contoh, seorang yang menderita karena ditinggal mati oleh seorang yang dikasihi, dapat memperoleh penjelasan dan ketenangan. Kematian seseorang itu ada artinya dalam kehidupan, demikian juga bagi mereka yang ditinggalkan, perasaan yang ditinggalkan tidak dibiarkan begitu saja, sampai bagaimana kelangsungan hidup yang ditinggalkan diselesaikan. Keluasan Islam

Tentu dalam pendekatannya juga berbeda jika Maududi lebih kepada ideal dengan acuan masa pemerintahan Rasulullah sedangkan Natsir melalui pendekatan realistis menuju idealistis dengan koridor Al-qur’an dan Sunah.

Pertentangan dalam konsep kemanusiaan tidak mungkin dapat diselesaikan dengan pandangan manusia, keterbatasan manusia dalam pemakaian akal menyebabkan relatifitas dalam memahami sesuatu. Islam sebagai agama memberikan dasar yang tetap, semua yang bergerak dan berubah harus memiliki dasar yang tetap atau sering dikatakan sebagai titik tempat mengembalikan sesuatu.

5

dalam memberikan tuntunan bukan hanya sebatas itu melainkan disegala bidang kehidupan, pikiran, perasaan, tindakan, dan lainnya. Islam memberikan dasar- dasar pokok yang sesuai dengan fitrah manusia, yang abadi dan tidak berubah, yang bisa berlaku pada semua tempat dan semua zaman, baik zaman dahulu maupun zaman sekarang.

Islam mempunyai kaidah, mengenai soal ibadah, yakni hubungan manusia dengan Tuhan, semua dilarang kecuali yang diperintahnya. Dan mengenai soal muamalah, yakni hubungan dengan sesama manusia, semua boleh kecuali yang dilarangnya. Menurut istilah yurispundensi Islam, hal ini dinamakan “al-bara- atul-ashliyah”6

Kehidupan sosial masyarakat dengan sikap saling tolong menolong yang menjadi salah satu falsafah hidup di masyarakat Indonesia, sikap ini juga sangat dipelihara dalam ajaran Islam dalam menjalankan kehidupan sehari-hari. Tatanan demikian dapat kita lihat pada perjuangan yang dilakukan Rasulullah dengan menjadi tauladan yang bersikap toleran terhadap siapapun tanpa mengenal ras, agama. Pembebasan kota Mekkah dengan keberhasilan tanpa pertumpahan darah Islam hanya memberikan dasar-dasar pokok tersebut, disamping itu Islam memberikan penjelasan mana yang boleh dan tidak boleh dilakukan, mana yang patut dan tidak patut, dan sampai dimana batasannya. Diluar konteks itu maka manusia boleh menggunakan kreatifitas sendiri dengan penggunaan akal dalam menghadapi persoalan yang dihadapi dalam kehidupan sosial. Selama tidak adanya benturan terhadap nilai pokok dalam Islam, maka kebebasan manusia tidak dikekang.

6Ibid

dan ketika dikuasai Rasul mengatakan siapa yang berada tetap dirumah dijamin keselamatannya membuktikan sikap toleran yang tinggi bagi semua orang tanpa mengenal ras, agama, bahkan seorang kafirpun dijamin keselamatannya.

Penguatan untuk saling tolong menolong ini dapa kita lihat dengan ayat al- qur’an yang berbunyi “……Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya7. Dari penggalan ayat diatas kita sebagai hamba pengabdi disuruh untuk saling tolong menolong dalam melakukan kebajikan dalam kehidupan keseharian, tentu ini juga berlaku bagi umat sebelum nabi Muhammad sebab Muhammad adalah penyempurna dari nabi-nabi sebelumnya. Sangatlah jelas sikap tolong menolong jauh sudah diadopsi dalam Islam, sikap ini telah menjadi acuan tauladan bagi seorang hamba Allah.

Keberagaman masyarakat dalam suatu negara tentu sangat membuat variasi sendiri yang banyak menimbulkan kompetitif satu dengan lainnya, dimana ini nantinya akan mempunyai bias dalam membangun tanah air. Sikap chauvinisme, rasialisme, dan kenophobie, misalnya dapat menimbulkan keegoan berlebihan, merasa bangsa yang lebih tingi kedudukannya dari bangsa lain, ras yang lebih unggul dari yang lainnya8

7

QS. Al-Maidah (5): 2.

8

Chauvinime adalah sikap nasionalime yang ekstrem (dipelopori seorang tentara Napoleon bernama Nicolas Chauvin yang sangat terkenal karena kesetiaan tanpa batasnya terhadap pemimpin serta kekaisran Prancis. Rasialisme adalah rasa emosional atas keungulan dan kesempurnaan ras sendiri yang berdasarkan pra-anggapan bahwa ras lain jauh lebih rendah. Kenophobie adalah sikap terlalu takut pada negara/golongan lain yang tidak disenangi (B.N.Marbun, S.H, Op.cit., hal., 94, 465.

. Islam sebagai agama yang memiliki jawaban terhadap permasalahan sosial juga menjelaskan bagaimana kita harus bersikap dengan perbedaan demi membangun tanah air. “ Hai manusia,

sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya

Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal9. Ayat diatas memberikan tuntunan

bahwa kita sebagai manusia memang secara fitrahnya tercipta dengan keberagaman akan tetapi bagaimana keberagaman ini dipergunakan untuk saling mengenal, menghargai, dan bertujuan untuk menjalin kebersamaan dalam membangun bangsa yang sesuai dengan nilai-nilai keadilan dan kemakmuran bersama.

Problema dalam bermasyarakat, bernegara, sering terjadi akibat ketimpangan sosial yang tinggi dimana adanya dominasi golongan satu terhadap golongan lainnya. Pada kondisi seperti ini maka ada yang ditindas baik secara materi ataupun inmateri, dalam Islam diistilahkan dengan kaum tertindas (mustad’afin). Kaum tertindas selaku bagian yang dirugikan tentu mengalami berbagai kesulitan dalam aspek kehidupannya. Disinilah Islam mengajak untuk membela mereka secara totalitas dengan spirit ilahi dengan pengorbanan yang tidak berbatas pada materi, akan tetapi sampai fisik, maupun spiritual.

Proses pembelaan bukan semata-mata menyuruh membela orang yang lemah dalam arti biasa, tetapi mengajak mengangkat senjata

9

QS. Al- Hujaarat (13): 49.

dan mempertaruhkan jiwa untuk melepaskan kaum lemah dari segala bentuk penindasan. Jika sekarang orang sering menyebut memberantas penindasan atau pemerasan manusia atas manusia, yaitu ucapan dalam bahasa lain disebut dengan istilah “exploitation of

man by man”10

Pola interaksi dalam masyarakat akan berjalan sebagai proses pembangunan akan berjalan dengan baik jika adanya suatu pemerataan disetiap masyarakat. Pemerataan terwujud dengan adanya sikap tidak mementingkan diri sendiri, memperkaya diri sendiri dengan menumpuk harta sebanyak-banyaknya, agar lihat orang tanpa melihat realitas masyarakat disekitarnya sering disebut

. Pembelaan kaum tertindas telah dilakukan Islam sejak berabad- abad yang lalu, dengan proses demikian juga daerah kekuasaan Islam semakin luas hingga ke benua Afrika, Spanyol, dan lainnya.

Nilai pembelaan kaum tertindas dalam Islam sangat tegas dikemukakan, hamba yang beriman tentu akan menanamkan secara mendalam tentang nilai tersebut. Secara otomatis dia akan tergerak sendiri secara total untuk membantu orang yang membutuhkan pertolongan, tanpa pamrih sampai pengorbanan jiwanya. Konsep pembelaan kaum tertindas merupakan salah satu dasar kuat yang sering disebut “al-jihad”, metode pemberantasan ketertindasan dengan perlawanan sampai titik darah penghabisan. Apalagi dari beberapa golongan dalam Islam ada yang sampai melakukan bom bunuh diri tanpa keraguan didalamnya.

Penggunaan spirit pembelaan kaum tertindas di Indonesia terbukti juga ketika para pejuang kemerdekaan melakukan peperangan terhadap penjajah. Pangeran Diponegoro seorang ulama termuka melawan penjajah dengan menanamkan semangat jihad kepada pasukannya, Tuanku Imam Bonjol melakukan perang melawan kaum adat dengan menggunakan metode jihad, lihat saja Sumatera Barat memiliki nuansa yang kental keislamannya.

10

kaum kapitalisme. Keberadaan hak milik terhadap harta yang dicari diakui dalam Islam bahkan mencari nafkah adalah suatu kewajiban dalam mencari kesuksesan hidup didunia. Tapi, dalam Islam ditegaskan bahwa didalam harta setiap orang itu ada hak orang lain atau setiap harta yang kita miliki ada milik orang lain.

Islam menegaskan bahwa harta yang dimiliki harus memancarkan faedah dan manfaat bagi golongan yang tidak memilikinya. Harta dan kepemilikan tidak boleh ditumpuk sekedar untuk memuaskan nafsu kemewahan sendiri, harta itu harus dimasukkan kedalam proses produksi untuk mempertinggi kemakmuran sehingga lebih merata untuk rakyat banyak.11

Pemaparan tentang Islam dan beberapa nilai yang ada didalamnya hanya sedikit gambaran tentang Islam yang begitu luas cakupannya. Hal lain yang cukup penting tentang bagaimana Islam menanggapi sifat fanatisme

12

“ Aku diperintahkan (oleh Tuhan) supaya berlaku adil terhadapmu. Allah adalah Tuhan kami dan Tuhanmu. Bagi kami amalan kami. Bagi kamu amalan kamu. Tak ada persengketaan agama diantara kami dengan kamu. Allah yang mempertemukan kita dan kepada-Nya-lah kita semua kembali”

, Islam menegaskan menentang konsep tersebut dengan sikap yang ditegaskan Rasulullah didepan ahli kitab yaitu pemeluk agama Nasrani dan Yahudi dengan mengatakan:

13

Pernyataan diatas menegaskan bagaimana Islam menghargai pemeluk agama lain untuk memeluk agama Islam, jika diteliti secara mendalam pernyataan

11

Mohammad Natsir (d), Op.cit., hal., 69.

12

Fanatisme adalah keyakinan yang buta dan berlebihan, sehingga menjadi kepicikan yang tidak menggunakan akal-budi sehat, tetapi bertindak , membabi buta khususnya dalam bidang politik, kesukuan, agama dan ideologi (B.N. Marbun, Op.cit., hal., 163).

13

diatas juga memiliki makna yang jelas untuk memberikan kebebasan terhadap penganut agama lain menjalankan agamanya. Pemaksaan sangatlah mempunyai efek yang sangat riskan ketika agama sebagai pedoaman hidup, sebab itu yang diperlukan adalah keyakinan yang kuat dengan melakukan secara ikhlas.

Sebenarnya banyak nilai-nilai ajaran agama Islam yang belum dipaparkan dan dijelaskan secara mendalam, dapat dilihat bersama begitu banyaknya persamaan nilai yang dituntun dalam Islam dengan falsafah atau kebiasaan bangsa Indonesia. Tidak mengherankan itu terjadi dikarenakan Islam merupakan ajaran yang cukup banyak dipakai masyarakat Indonesia yang latar belakang seorang hamba Allah. Jadi, tidak mengherankan kalau ajaran Islam dijadikan sebagai ideologi negara Indonesia, yang telah berurat dan berakar di dalam qalbu masyarakatnya.

3.3. Wacana Islam Sebagai Ideologi Dalam Politik Indonesia Kontemporer.

Perdebatan wacana keagamaan di tanah air, mengalami suatu perkembangan yang cukup pesat (terutama) secara kuantitatif, kalaupun belum dapat disebut maju secara kualitatif. Secara kuantitatif disebut berkembang pesat, karena tingginya intensitas wacana dan perdebatan yang muncul. Selain itu, juga oleh sebab banyaknya literatur pemikiran keagamaan yang menjadi trend bacaan. Kita menyaksikan, adanya lonjakan mood luar biasa di kalangan terpelajar Islam di Indonesia untuk membuka akses lebih luas lagi demi penyebaran wacana keagamaan, dan itu dikontestasikan secara massif dan lebih terbuka.

Semaraknya perdebatan itu, tentu saja menemukan berbagai corak, bentuk, dan warna warni respon. Di kalangan pemikir dan peminat wacana keagamaan, ada keyakinan kuat bahwa kondisi ini harus diteruskan mengingat usaha

pembaruan pemikiran keagamaan ibarat rantai yang sambung menyambung dan kerja tidak kenal henti, mengingat masih banyaknya “peer” yang belum

Dalam dokumen Pandangan Mohammad Natsir (Halaman 39-65)

Dokumen terkait