• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN DALAM PEREKONOMIAN

Dalam dokumen Kajian Ekonomi Budaya 4 Kota (Halaman 98-102)

etimologi kretek

PERAN DALAM PEREKONOMIAN

LOKALn Jumlahnya yang sedemikian

banyak, dengan sebaran hampir di semua tempat, dengan sendirinya membuat industri kretek di Kudus menjadi salah satu penggerak utama roda perekonomian daerah ini. Hal ini nampak sekali pada fakta bahwa banyak sekali sektor perekonomian lainnya disana justru dipicu oleh kehadiran industri kretek tersebut, terutama di sektor perdagangan dan jasa, baik yang berkaitan langsung maupun tak langsung dengan industri kretek itu sendiri. Setiap orang bisa menyaksikan bahwa Kudus merupakan salah satu kabupaten yang paling dinamis perkembangan perekonomiannya dibanding beberapa kabupaten lain di sekitarnya, bahkan dapat dikatakan kini sebagai pusat industri terkemuka di wilayah tersebut. Peran penting industri kretek terhadap perekonomian lokal Kudus akan semakin nampak jelas pula pada sumbangannya terhadap pendapatan pemerintah daerah.

SUMBANGAN KE PENDAPATAN

DAERAH n Berbeda dengan Temanggung,

penyumbang terbesar terhadap PDRB

Kabupaten Kudus bukanlah sektor pertanian, tetapi sektor industri. Kudus memang bukan daerah pertanian seperti Temanggung, tetapi daerah industri. Pada tahun 2008, sektor

industri menyumbang 66,25% (Rp 23,57 triliun) terhadap PDRB Kudus. Sementara itu, dari penerimaan pajak saja, pemerintah memperoleh Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tembakau sebesar 98,73% dari jumlah total penerimaan PPN seluruh sektor sebesar Rp 2,97 triliun, sangat jauh di atas PPN impor yang hanya 0,65% dan pajak penghasilan (PPH) pasal 22 yang hanya 0,62%.

Kabupaten Kudus memang merupakan salah satu daerah penghasil cukai tembakau paling potensial bagi pemerintah pusat maupun daerah itu sendiri. Pada tahun 2008 tersebut, dihasilkan cukai sebesar Rp 13,57 triliun dimana cukai hasil tembakau juga tetap sangat dominan, yakni sebesar 99,70%, sementara cukai lainnya hanya sebesar 0,30%. Jika dibandingkan dengan tahun 2007, ada kenaikan sebesar 15,38%. Begitu juga halnya pada pemasukan

Salah satu truk angkut perusahaan kretek terbesar di Kudus, PT DJarum, melintas di jalan raya utama kota tersebut. Perusahaan kretek ini --yang juga merupakan salah satu yang terbesar Indonesia-- menjadi motor penggerak utama perekonomian Kudus.

Kantor Pelayanan Bea Cukai Kabupaten Kudus dipatok menyetor Rp 14,4 triliun (Gema Cukai, 2009). Pencanangan sasaran oleh pemerintah pusat tersebut kemungkinan besar akan dapat dilampaui oleh Kantor Pelayanan Bea Cukai Kudus, karena sampai empat bulan pertama (Januari-April) 2010 saja, Kantor Bea Cukai Kudus telah mampu menyetor sekitar Rp 5,0 triliun.

Dari sasaran pencapaian penerimaan cukai tahun 2010 tersebut, sekitar 29,07% akan dikembalikan ke pemerintah Propinsi Jawa Tengah dimana 86,6% nya akan menjadi bagian pemerintah Kabupaten Kudus. Sesuai dengan peraturan yang berlaku, semua pendapatan cukai tersebut memang tidak seluruhnya

dikembalikan ke pemerintah Kabupaten Kudus, tapi disalurkan juga, antara lain, ke pemerintah Propinsi Jawa Tengah. Dengan kata lain, Kudus menjadi salah satu penyumbang besar untuk pembangunan keseluruhan Propinsi Jawa Tengah.

Menurut Zaini Rasidi, Kepala Pelayanan Informasi Kantor Bea Cukai Kabupaten Kudus, tingginya nilai cukai tersebut adalah karena sekitar 95% nya diperoleh dari ‘empat besar’ (the big four) industri kretek di Kudus, yakni PT Djarum Kudus, PT Nojorono, PR Sukun, dan PT Djambu Bol. Adapun perusahaan- perusahaan kretek lain --perusahaan-perusahaan skala rumah tangga maupun pabrikan

yang pekerjanya kurang dari 100 orang-- menyumbang sisanya (sekitar 5%).

Dalam hal Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), pada tahun angggaran 2008 lalu, nilai realisasi pendapatan daerah Kabupaten Kudus adalah Rp 774,64 miliar, sementara rancangan anggarannya adalah dari ekspor. Tahun 2007, total nilai ekspor

Kabupaten Kudus tercatat sebesar US$ 64,89 juta dan naik menjadi US$ 66,84 juta pada tahun 2008. Tiga komoditas ekspor terbesar berturut- turut adalah kertas dan produk kertas (38,08%), kretek (23,02%), dan komponen elektronika (14,78%).

Tahun 2009 lalu, alokasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) Kabupaten Kudus mencapai Rp 82,4 miliar, suatu jumlah yang sangat besar, misalnya, jika dibandingkan dengan DBHCT di Temanggung, bahkan pada skala nasional sekalipun. Karena itu, untuk tahun 2010, pemerintah pusat (nasional) menetapkan sasaran penerimaan cukai

tembakau ini sebesar Rp 55,9 triliun dimana

A R M IN H A R I

sebesar Rp 738,76 miliar. Dana tersebut digunakan untuk realisasi belanja daerah sebesar Rp 726,32 miliar. Dengan demikian, terjadi surplus sebesar Rp 46,40 miliar. Realisasi pendapatan daerah itu berasal dari pendapatan asli daerah, dana perimbangan, dan pendapatan lainnya. Dana perimbangan merupakan bagian terbesar dari total

penerimaan, yaitu sebesar 76,29%, menyusul pendapatan lain sebesar 14,48%, sementara pendapatan asli daerah (PAD) sebesar 9,23%. Besarnya dana perimbangan dari pemerintah pusat itu adalah karena Kudus menyumbang perolehan cukai industri berbasis tembakau yang sangat besar. Pada tahun 2009, misalnya,

Penjaja keliling makanan (bakso) dengan gerobak dorongnya di tepi salah satu jalan raya dalam Kota Kudus (KIRI, HALAMAN SEBELAH); pengemudi becak tua yang masih bekerja di dekat terminal bus Kota Kudus (KIRI BAWAH); dan sekelompok pelajar sekolah bersepeda di salah satu ruas jalan utama dalam Kota Kudus (KANAN BAWAH). Pemasukan cukai kretek yang besar membantu pemerintah daerah Kabupaten Kudus menyelenggarakan pembangunan kesejahteraan sosial bagi mereka. Selain peringkat Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang rerata lebih baik, Kabupaten Kudus juga memperlihatkan kehidupan roda perekonomian yang lebih dinamis dibanding dengan semua kabupaten lain sekitarnya (Jepara, Demak, Rembang, dan Pati) sesama wilayah bekas Karesidenan Pati. Biaya hidup sehari-hari di Kota Kudus bahkan merupakan yang paling murah dibanding semua kabupaten tetangga tersebut, terutama Demak dan Jepara.

A R M IN H A R I

Kudus menyumbang Rp 15,1 triliun dari total pendapatan cukai tingkat nasional sebesar Rp 62,6 triliun.

Tahun 2009, dari Rp 82,4 miliar DBHCHT yang diperoleh pemerintah Kudus, telah digunakan sekitar 79,83% (Rp 65,78 miliar), sehingga masih tersisa sekitar 20,17% (Rp 16 miliar). Ali Rochim, Kepala Bagian Perekonomian Kantor Bupati Kudus, menjelaskan penggunaan dana tersebut adalah untuk pembinaan sektor industri sebesar 11,30% (Rp 9,30 miliar), sosialisasi peraturan cukai 9,78% (Rp 8,05 miliar), pemberantasan cukai ilegal 5,05% (Rp 4,16 miliar), dan pembinaan lingkungan sosial warga 53,71% (Rp 44,26 miliar). Dengan kata lain, sebagian KRETEK: DARI LADANG SAMPAI PABRIK

PENYERAPAN TENAGA KERJA n

Sebagai salah satu pusat industri kretek terbesar di Indonesia, perusahaan-perusahaan atau pabrik-pabrik kretek di Kabupaten Kudus masih tetap merupakan sektor penampung tenaga kerja terbesar, bahkan sangat menyolok perbedaannya dengan industri lain. Sampai tahun 2008, dari total 98.874 tenaga kerja di semua (196) perusahaan yang ada --baik kecil, sedang, dan besar-- sebanyak 79.226 orang (80,13%) terserap di 68 perusahaan kretek yang ada di seluruh Kudus. Jumlah ini adalah 78,14% dari total angkatan kerja (101.394 orang) di kabupaten ini, suatu daya-tampung yang luar biasa.

Kemampuan penyerapan tenaga kerja oleh perusahaan-perusahaan kretek di Kudus tersebut juga terus meningkat, rata-rata antara 7-9% antara tahun 2004-2007 tersebut, sementara daya-tampung perusahaan-perusahaan lain justru mulai menurun sejak tahun 2006. Pada tahun 2009, jumlah tenaga kerja yang terserap di industri kretek Kudus sudah mencapai jumlah 84.988 orang, seiring dengan pertambahan jumlah perusahaan kretek itu sendiri menjadi 209 unit usaha.

Ini berarti, pabrik-pabrik kretek di Kudus berkembang lebih ajeg dibanding jenis usaha lainnya. Selain bertambah dalam jumlah, juga tetap mampu mempertahankan kemampuan daya serapnya terhadap angkatan kerja setempat, suatu prestasi yang tidak selalu mampu dicapai oleh banyak industri lain, yang besar sekalipun. Hal ini semakin menguatkan citra industri kretek Indonesia sebagai salah satu pilar industri nasional yang tetap setia pada akar keberadaan lokal nya.

n Doni Hendrocahyono Pendapatan Asli Daerah (9,23) Pendapatan Lain (14,48) GRAFIK-10: PENERIMAAN APBD

KABUPATEN KUDUS, 2008 (%) sumber: BPS Kudus, 2009. Dana Perimbangan, termasuk DBHCHT (76,29) A R M IN H A R I

besar dari dana tersebut pada akhirnya juga digunakan tidak semata-mata untuk pelayanan pemerintah daerah kepada perusahaan-

perusahaan pembayar cukai, tetapi juga untuk kemaslahatan warga Kudus pada umumnya.

Beberapa tahap kerja tangan (manual) terpenting di pabrik kretek, seperti yang dilakukan di pabrik Djarum, Kudus ini. Semuanya memerlukan ketrampilan, kecekatan, dan kecermatan. Mulai dari memilih dan mengambil tembakau (PALING ATAS, KIRI); menggulung dengan alat kayu yang khas (PALING ATAS, TENGAH & KANAN); menggunting dan merapikan batangan jadi (TENGAH KIRI); menyaring dan menghitung kumpulan batangan jadi (TENGAH KANAN), lalu membungkus (KANAN); dan... sentuhan akhir: merapikan kemasan serta memberi pita cukai! (PALING KANAN, HALAMAN SEBELAH). Seluruh proses inilah yang membuat mengapa produksi kretek tetap membutuhkan banyak tenaga kerja. Meski sudah ada mesin yang mampu berproses ratusan kali lebih cepat, namun para konsumen kretek, khususnya orang Indonesia, tetap saja merasa ‘tak sedap’ mengisap kretek yang bukan hasil gulungan tangan manusia.

Dalam dokumen Kajian Ekonomi Budaya 4 Kota (Halaman 98-102)