• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peranan Badan Wakaf Indonesia Perwakilan Provinsi Sumatera Utara Dalam Mengawasi Tanah-Tanah Wakaf Yang Beralih Fungsi Khususnya

Terhadap Tanah Wakaf Di Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang

Amanat Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, BWI punya tanggung jawab besar dalam memajukan dan mengembangkan perwakafan dalam lingkup nasional, sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 49 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, BWI mempunyai tugas dan wewenang:151

1. Melakukan pembinaan terhadap nazhir dalam mengelola dan mengembangkan harta w akaf.

2. Memberikan persetujuan dan atau izin atas perubahan peruntukan dan status harta benda wakaf.

3. Memberikan dan mengganti nazhir.

4. Memberikan persetujuan dan penukaran harta benda wakaf.

5. Memberikan saran dan perimbangan kepada pemerintah dalam penyusunan kebijakan di bidang perwakafan.

BWI dalam mengemban amanah tersebut perlu menjalin kerjasama dengan pihak-pihak terkait guna memajukan dan mengembangkan perwakafan. Pendayagunaan wakaf secara produktif mengharuskan pengelolaan secara profesional dengan melibatkan sistem manajemen. Rumusan dasar manajemen yang terdiri dari perencanaan(planning), pengorganisasian (organizing), pelaksanaan(actuating), dan pengawasan (controlling) akan memaksimalkan pendayagunaan wakaf. Penerapan prinsip pengawasan (controlling) ini akan menjadikan pengelolaan wakaf berjalan secara efektif dan efisien, dalam pelaksanaan organisasi, fungsi pengawasan 151Pasal 47 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf

(controlling) ini akan berimplikasi pada terwujudnya good governance (tata kelola yang baik) yang dicirikan dengan ditegakkannya prinsip akuntabilitas.

Pada tahap berikutnya implementasi prinsip akuntabilitas ini akan berdampak pada meningkatkan kepercayaan publik (public trust) pada lembaga tersebut. Pemberdayaan pengelolaan wakaf perlu segera diawali mengingat masih banyak lembaga pengelola wakaf yang belum mengedepankan prinsip akuntabilitas ini, sehingga dikhawatirkan akan berimplikasi pada hilangnya kepercayaan (distrust) masyarakat terhadap lembaga itu. Dalam pengelolaan wakaf sendiri, kepercayaan masyarakat merupakan social capital yang terpenting, karena itu hilangnya kepercayaan masyarakat kepada lembaga pengelola wakaf, amat kontra produktif dengan cita-cita menjadikan wakaf sebagai instrumen untuk mensejahterakan umat.

Pengawasan adalah hal yang sangat mutlak dilakukan, beberapa dekade perwakafan saat yang lalu kurang mendapat pengawasan yang serius, akibatnya cukup banyak harta wakaf yang terlantar bahkan ada sebagian harta wakaf yang hilang, hal ini berbeda di berbagai negara yang sudah maju perwakafannya, unsur pengawasan merupakan salah satu unsur yang sangat penting, apalagi jika wakaf yang dikembangkan adalah wakaf uang atau benda bergerak lainnya, oleh karena itu sebuah lembaga wakaf harus bersedia untuk diaudit, yang fungsinya untuk mengawasi distribusi hasil wakaf dari kemungkinan penyalahgunaan wakaf oleh nazhir.

Setidaknya ada dua bentuk pengawasan yang sangat penting yaitu pengawasan masyarakat setempat dan pengawasan pemerintah yang berkompeten.

Barangkali yang menyebabkan hilangnya banyak harta wakaf adalah lemahnya kontrol administrasi dan keuangan, oleh karena itu pengawasan pada kedua hal ini memerlukan keseriusan, di samping pengawasan oleh masyarakat setempat, peran pengawasan pemerintah juga sangat penting. Pengawasan masyarakat dilakukan oleh dewan harta wakaf atau organisasi kemasyarakatan sesuai dengan standar kelayakan adminstrasi dan keuangan yang ketetapannya diambil dari standar yang berlaku di pasar, yang pada intinya menurut standar harga atau standar gaji di lembaga ekonomi yang berorientasi pada keuntungan, dengan tetap menjaga ciri-ciri objektif dan tujuan-tujuannya.

Pengawasan masyarakat ini bisa lebih efektif dari pengawasan yang dilakukan oleh pihak pemerintah, karena bersifat lokal terutama untuk setiap harta wakaf terikat dengan orang-orang yang berhak atas wakaf dan dengan tujuannya secara langsung. Pengawasan masyarakat meliputi aspek administrasi dan keuangan secara bersamaan. Adapun pengawasan oleh pemerintah dapat melalui dua aspek administrasi dan keuangan namun pengawasan ini merupakan jenis pengawasan eksternal secara berkala, dengan pengawasan ganda, yakni dari masyarakat dan pemerintah tersebut, diharapkan harta wakaf dapat berkembang dengan baik dan hak-hak mawqūf‘alayh

terpenuhi, sehingga wakaf benar-benar dapat meningkatkan kesejahteraan umat. Regulasi pengawasan perwakafan sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf. Pengawasan terhadap perwakafan dilakukan oleh

pemerintah dan masyarakat, baik aktif maupun pasif.152 Pengawasan aktif dilakukan dengan melakukan pemeriksaan langsung terhadap nazhir atas pengelolaan wakaf, sekurang-kurangnya sekali dalam setahun. Pengawasan pasif dilakukan dengan melakukan pengamatan atas berbagai laporan yang disampaikan nazhir berkaitan dengan pengelolaan wakaf.153

Berkaitan dengan peranan BWI dalam mengawasi tanah-tanah wakaf yang beralih fungsi khususnya terhadap tanah wakaf di Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang, berdasarkan data di lapangan fungsi pengawasan yang dilaksanakan oleh BWI Perwakilan Provinsi Sumatera Utara dirasakan belum maksimal dan cenderung lengah pengawasan. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya penyelesaian sengketa tanah wakaf yang dikelola oleh nazhir yang berujung di lembaga peradilan. Lemahnya pengawasan ini disebabkan kurangnya sumber daya manusia yang tersedia di BWI Perwakilan Provinsi Sumatera Utara, sehingga hal ini menjadi celah longgarnya pengawasan terhadap pengeloaan tanah-tanah wakaf yang dikelola oleh nazhir khususnya terhadap tanah-tanah wakaf yang telah beralih fungsi.154

Menurut Perwakilan BWI Provinsi Sumatera Utara kendala-kendala terhadap pengawasan tanah-tanah wakaf di Provinsi Sumatera Utara diantaranya adalah sebagai berikut:155

152Pasal 56 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 Tentang Perwakafan Tanah Milik 153Pasal 56 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 Tentang Perwakafan Tanah Milik 154

Berdasarkan Hasil Wawancara Dengan Ansoruddin Nasution, Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang, Pada Hari Jum’at 18 November 2016.

155BWI Provinsi Sumatera Utara,Laporan Kinerja BWI Tahun 2015, (Medan: BWI Provinsi Sumatera Utara, 2015), halaman.7

1. Kurangnya koordinasi dan kerjasama yang baik antara lembaga terkait seperti MUI Kecamatan, KUA Kecamatan, dalam menginventarisir aset-aset wakaf yang ada didarah kerjanya masing-masing.

2. Kurangnya koordinasi yang baik dalam menyelesaikan perkara-perkara wakaf yang ada, sehingga terjadi pembiaran dan melebarnya sengketa perwakafan ke jalur hukum, sehingga mengakibatkan asset wakaf terbengkalai karena masih adanya sengketa yang belum terselesaikan. 3. Masih banyaknya tanah-tanah wakaf yang ada di Provinsi Sumatera Utara

yang pendataannya belum akurat dan jelas sehingga perlu dilakukan pendataan ulang yang lebih akurat dan terperinci.

4. Belum adanya data wakaf yang akurat yang dapat diakses masyarakat melalui internet.

5. Belum tersedianya sarana dan prasarana yang memadai dalam mendukung mobilitas BWI dalam mengawasi setiap asset wakaf yang ada di Provinsi Sumatera Utara.

Berdasarkan hal tersebut, sangat diperlukan pembenahan dari segala aspek yang berkaitan dengan masalah perwakafan, hal ini dimaksudkan agar semua aset wakaf yang ada di Provinsi Sumatera Utara (termasuk juga khususnya Kabupaten Deli Serdang) dapat terpantau, terdata dan dimaksimalkan pengelolaannya menjadi lebih produktif lagi.

A. Kesimpulan

1. Ketentuan hukum mengenai tanah wakaf yang beralih fungsi yang peralihannya tidak sesuai dengan akta ikrar wakaf sebelumnya pada dasarnya dalam peraturan perundang-undangan adalah tidak diperbolehkan, hal ini sebagaimana tercantum dalam Pasal 44 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf. Dalam hal ini inisiatif untuk mengalihfungsikan secara pribadi tidak diperbolehkan. Namun jika nazhir mengalihkan sesuai dengan ketentuan Pasal 40 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, maka diperbolehkan selama mendapat persetujuan dari pihak-pihak yang dimaksud dalam Undang-Undang tersebut. Perubahan atau peralihan ini diperbolehkan selama memenuhi syarat-syarat tertentu dan dengan mengajukan alasan-alasan sebagaimana yang telah ditentukan oleh perundang-undangan yang berlaku yaitu apabila harta benda wakaf tersebut ternyata tidak dapat dipergunakan sesuai dengan peruntukan yang dinyatakan dalam akta ikrar wakaf. Perundang-undangan tetap memberikan peluang dibolehkannya melakukan perubahan dan atau pengalihan terhadap harta benda wakaf, meski dengan melalui prosedur dan proses yang panjang. Ketatnya prosedur perubahan dan atau pengalihan harta benda wakaf itu bertujuan untuk meminimalisir penyimpangan dan menjaga keutuhan harta benda wakaf agar tidak terjadi tindakan-tindakan yang dapat merugikan eksistensi wakaf itu

sendiri, sehingga wakaf tetap menjadi alternatif untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat banyak.

2. Beralihnya fungi tanah-tanah wakaf seperti dari musholla ke mesjid oleh nazhir khususnya di Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdangdilakukan dengan maksud untuk kepentingan umum dan kemaslahatan umat, secara hukum tidak mengurangi sedikitpun tanggungjawabnya sebagai nazhir, dalam arti lain tidak ada pembedaan antara kewajiban nazhir sebelum beralih fungsi dan setelah beralih fungsi, sebagaimana yang telah di atur dalam peraturan perundang-undangan tentang wakaf. Nazhir tetap bertanggung jawab untuk melakukan pengadministrasian harta benda wakaf, mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi dan peruntukannya, mengawasi dan melindungi harta benda wakaf serta menjadikan tanah wakaf yang telah beralih fungsi tersebut menjadi lebih produkif.

3. Peranan Badan Wakaf Indonesia dalam mengawasi tanah-tanah wakaf yang beralih fungsi khususnya terhadap tanah-tanah wakaf yang di teliti di Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang, berdasarkan data di lapangan sebagian besar tanah wakaf yang sudah beralih fungsi tidak dilaporkan kepada BWI sehingga belum mendapat pengawasan lengkap dari BWI khususnya untuk tanah-tanah wakaf sebelum dibentuknya BWI Perwakilan Provinsi Sumatera Utara. Fungsi pengawasan yang dilaksanakan oleh BWI Perwakilan Provinsi Sumatera Utara dirasakan belum maksimal dan cenderung lengah pengawasan. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya penyelesaian sengketa tanah wakaf yang dikelola oleh

nazhir yang berujung di lembaga peradilan. Lemahnya pengawasan ini disebabkan kurangnya sumber daya manusia yang tersedia di BWI Perwakilan Provinsi Sumatera Utara, sehingga hal ini menjadi celah longgarnya pengawasan terhadap pengeloaan tanah-tanah wakaf yang dikelola oleh nazhir khususnya terhadap tanah-tanah wakaf yang telah beralih fungsi.

B. Saran

1. Sebaiknya pemerintah lebih ketat dalam melakukan pengawasan dan pembinaan serta sosialisasi yang baik terhadap nazhir, khususnya terhadap tanah-tanah wakaf yang beralih fungsi, yang mana hal ini dimaksudkan agar pengelolaan harta benda perwakafan dapat lebih optimal di tangannazhir.

2. Sebaiknya nazhir dalam melaksanakan perubahan dan atau pengalihan fungsi tanah-tanah wakaf seharusnya mempertimbangkan beberapa aspek penting yang ada di masyarakat juga harus mendapatkan persetujuan dari pejabat-pejabat dan tokoh masyarakat terkait, di mana dengan adanya persetujuan ini tentunya perubahan dan atau pengalihan fungsi tanah-tanah wakaf dapat dimaksimalkan pelaksanaannya dan tidak merugikan masyarakat lainnya.

3. Sebaiknya BWI lebih meningkatkan pengawasan terhadap tanah-tanah wakaf yang fungsinya telah beralih, pengawasan ini dilakukan untuk lebih memaksimalkan kinerja nazhir dalam mengelola tanah-tanah wakaf yang ada, karena pada kenyataannya saat ini pengawasan BWI terkesan sangat longgar terhadap kinerja para nazhir perwakafan.

Dokumen terkait