• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peranan Ino fo makati nyinga terhadap Permasalahan di Desa Soakonora

Dalam dokumen T2 752015006 BAB III (Halaman 33-37)

Masyarakat yang memegang teguh adat adat istiadat sebagai bagian dari kehidupan mereka, tentu dalam kehidupannya tidak hanya memandang budaya ini sebagai bagian dari sejarah saja tapi juga menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan mereka karena sudah menjadi kebiasaan yang diturunkan sejak lama. Hal ini juga berlaku ketika masyarakat mengalami masalah, sehingga menurut Bapak Ramli Mahmud, ketika masyarakat hidup dalam Ino fo makati nyinga, masyarakat sebagai bagian terpenting dalam menghubungkan tali silaturahmi satu dengan yang lain. Bagaimana merangkul masyarakat menjadi satu dengan yang lain tumbuh dan berkembang bersama.67 Di sini menyatukan atau merangkul masyarakat yang berbeda ini untuk saling menjaga hubungan baik dalam masyarakat antar dusun yang ada di Soakonora. Hal yang membuat masalah yang terjadi semakin parah karena susahnya masyarakat Soakonora untuk duduk bersama dan melakukan pembicaraan mengenai permasalahan yang terjadi. Tugas untuk menyelesaikannya hanya diserahkan ke kepala desa untuk menyelesaikannya.68

Menurut Bapak Yakub Nasir, kehidupan masyarakat yang harmonis dibentuk dari masyarakat yang saling menghargai perbedaan antar budaya yang ada. Sehingga bisa dikatakan sebagai Ino fo makati nyinga merupakan jiwa yang akan terus hidup ketika masyarakat terus menghidupi aturan- aturan adat yang berlaku yang membentuk kepribadian masyarakat yang tidak hanya dipahami secara pengertian tapi juga dalam emosional dan

66 Hasil wawancara dengan Pendeta O. Pattimukay, di Desa Soakonora, 6 Desember 2016. 67 Hasil wawancara dengan Bapak Ramli Mahmud. Wawancara dilakukan di Desa Soakonora, 24 Agustus 2016.

68 Hasil wawancara dengan Bapak Eusebius Humune. Wawancara dilakukan di Desa Soakonora, 7 Desember 2016.

75

diwujudkan dalam tingkah laku kehidupan masyarakat. Peran Ino fo makati nyinga sendiri bagi kehidupan masyarakat Pertama sebagai pengingat agar masyarakat tetap menjaga budaya dan menjadikan budaya sebagai bagian yang terus menjadi patokan kehidupan. Pengingat dalam pengertian sebagai masyarakat yang menjadikan budaya sebagai bagian kehidupan memahami kembali bahwa konflik terjadi karena masyarakat tidak lagi membangun kebersamaan, sehati sepikir dalam kehidupan. Kedua dalam penyelesaian konflik, ketika pesan Ino fo makati nyinga ini disampaikan maka pihak yang berkonflik menjadi sadar dan tidak lagi berkonflik dalam hal ini tidak hanya sekedar menyelesaikan permasalahan yang terjadi tetapi juga membangun kepercayaan dan kesadaran saling memiliki satu sama lain. Kemudian yang Ketiga peran sebagai bentuk pendidikan budaya buat generasi-generasi berikutnya.69 Ini merupakan cara masyarakat memahami budaya sebagai identitas diri yang sekarang mulai ditinggalkan.

Bagi masyarakat desa Soakonora sendiri, Usaha untuk mewujudkan kehidupan yang mengangkat kembali nilai-nilai budaya lokal, baru bisa diupayakan pada pemerintahan desa yang sekarang. pemerintah Desa membuat Visi bagi masyarakat Desa Soakonora dalam program pemerintahannya ke depan yaitu “Mewujudkan Desa Soakonora yang Agamis dan Memegang Teguh Adat Istiadat untuk Terciptanya Pemerintahan yang Tertib, Bersih dan

Berwibawa” artinya kehidupan masyarakat, Agama dan budaya menjadi tolak ukur

masyarakat dalam membangun hubungan baik dan menjaga tali silahturahmi karena sama-sama mengajarkan nilai-nilai kehidupan bagi setiap masyarakat tentang bagaimana bertindak dan berperilaku.70 karena selama ini nilai-nilai Agama sudah ditanamkan dalam hidup setiap masyarakat baik yang beragama Kristen maupun Muslim tapi dianggap belum cukup menyadarkan masyarakat untuk lebih membangun kebersamaan dengan yang lain. Oleh

69 Hasil wawancara dengan Bapak Yakub Nasir, di Desa Soakonora, 5 Desember 2016. 70 Hasil wawancara dengan Pdt. O. Pattimukay. di Desa Soakonora, 6 Desember 2016.

76

karena itu menurut Bapak Erasmus Samodara selaku pemerintah desa, 3 cara yang dilakukan untuk mengatasi masalah yang terjadi antar masyarakat desa Soakonora yaitu :

1. Musyawarah

Ketika masyarakat atau individu bermasalah maka semuanya di bawa dalam musyawarah desa yang dihadiri tokoh-tokoh adat yang ada di masyarakat, tokoh Agama, pemerintah desa dan juga masyarakat sebagai bagian selain untuk proses mendamaikan juga sebagai bagian dari upaya bahwa tidak ada keberpihakan. Dalam musyawarah ini terjadi proses penggalian akar permasalahan yang terjadi kemudian akar permasalahannya di ketahui maka dalam proses damai, para tokoh-tokoh adat atau orang yang dituakan memberikan nasihat agar tidak terjadi masalah yang sama. Musyawarah di sini tidak hanya untuk yang bermasalah saja tapi juga dalam mengambil keputusan bersama. berkaitan dengan perkembangan desa ke depan. Proses musyawarah ini merupakan hasil dari proses saling menghargai satu sama lain dan juga sebagai solusi agar tidak ada kecemburuan antara masyarakat sehingga rasa kepercayaan selalu ada diantara masyarakat.

2. Gotong Royong ( Baku Tolong)

Masyarakat Halmahera Barat memahami bahwa salah satu cara melihat untuk bisa beradaptasi dengan yang lain adalah mampu untuk menolong yang lain, saling membantu. Kerja bakti yang dilakukan ingin menunjukan bahwa desa ini akan bisa maju apabila masyarakat bisa bersama-sama saling bekerja sama membangun desa Soakonora lebih baik. Selain kerja bakti juga saling membantu dalam kehidupan sosial seperti ketika seseorang membangun rumah, membuat kebun, dalam kedukaan dan lain sebagainya. Ada nilai yang tersirat nilai persatuan bahwa manusia tidak akan bisa maju dan berkembang kalau tidak ada saling menopang antar setiap individu antar masyarakat sehingga masyarakat bisa bekerja

77

sama, ada rasa keterikatan dan rasa saling memiliki sehingga tidak terjadi masalah-masalah antar masyarakat desa tanpa melihat asal budayanya.71

3. Partisipasi Masyarakat ( Pemberdayaan )

Dalam rangka proses ketika masyarakat sudah bisa saling membangun hubungan baik, maka Pemerintah Desa memberi kegiatan-kegiatan untuk semakin mempererat hubungan antar masyarakat seperti bagi anak muda yang sering berkonflik ketika berdamai dibuat kegiatan sepak bola antar masyarakat desa Soakonora. Hal ini bertujuan untuk para anak muda ini bisa saling mengenal satu dengan yang lain, semakin mempererat hubungan yang ada yang tadinya rusak bisa semakin lebih baik lagi dan semakin harmonis.

Menurut bapak Ramli Mahmud, masyarakat sebenarnya sudah menerapkan nilai Ino fo makati nyinga dalam kehidupan mereka, ketika mereka saling membantu dalam kehidupan masyarakat bisa saling menolong satu sama lain, saling menghargai dan saling memiliki. Maslahnya karena masyarakat sudah tidak lagi mensosialisasikan dalam kehidupan nilai-nilai yang ada dalam nilai-nilai Ino fo makati nyinga penyampaian nilai Ino fo makati nyinga untuk mengingatkan kembali masyarakat bahwa ketika mereka bermasalah mereka tidak lagi hidup dalam budaya yang sudah turun temurun menjadi bagian kehidupan orang-orang tua dahulu yang suidah hidup berdampingan satu dengan yang lain sehingga masyarakat menjadi sadar dan tidak lagi berkonflik.72

71 Hasil wawancara dengan Bpk Erasmus Samodara. Wawancara dilakukan di Desa Soakonora, 7 Desember 2016.

72 Hasil wawancara dengan Bapak Ramli Mahmud. Wawancara dilakukan di Desa Soakonora, 24 Agustus 2016.

78 3.6 Rangkuman

Berdasarkan hasil pembahasan di atas, maka dirangkum beberapa hal yang merupakan inti dari pembahasan ini yaitu :

1. Asal- usul Ino fo makati nyinga berasal dari landasan filosofis Jou Se Ngofangare

yang menghasilkan 6 hukum atau sila dasar Adat se Atorang, Istiadat se kabasarang, Ghalib se Likudi, Cing se Cingari, Ngale se Cara, Sere se Duniru. Pemaknaan Ino fo makati nyinga yaitu Roh atau energi kehidupan masyarakat, yang berakar dari Tri potensi ( Cipta, Rasa, Karsa) berada pada tatanan Pikiran, Perasaan ( emosional), dan diwujudkan dalam Perilaku.

2. Dalam menghadapi masalah-masalah yang terjadi dalam kehidupan masyarakat Soakonora, Peranan Ino fo makati nyinga sebagai pengingat akan kebudayaan, sebagai cara memperbaiki hubungan masyarakat yang berkonflik dan sebagai bentuk sosialisasi ( pendidikan) budaya.

Dalam dokumen T2 752015006 BAB III (Halaman 33-37)

Dokumen terkait