• Tidak ada hasil yang ditemukan

Neutrofil merupakan sel yang pertama kali bertindak dalam pertahanan host melawan patogen yang menyerang, dimana sel-sel ini menghancurkannya melalui mekanisme oksidatif dengan cara NADPH Oksidase dependent fagositik dan non-oksidatif mengeluarkan enzim oksidan dan proteolitik dari granulnya (degranulasi mikrobisidal). Reaksi neutrofil bertujuan untuk menyerang patogen tetapi dapat menyebabkan kerusakan jaringan paru. Pada host yang rentan terjadi akumulasi neutrofil di paru-paru lebih tinggi dibandingkan dengan yang resisten, oleh karena itu keberadaan neutrofil lebih berperan dalam pembentukan patologi daripada proteksi host. Walaupun sejak lama neutrofil diketahui muncul pada lokasi patogen tuberkulosis peranannya dalam melawan M.Tb masih tidak jelas (Karthik,2013)

Berlawanan dengan makrofag, neutrofil tidak berkontak dengan M.Tb pada lokasi infeksi awal. Neutrofil pada dasarnya merekrut granuloma sisa sebagai respon untuk menandakan bahwa ada makrofag terinfeksi yang mati di dalam granuloma. Pada kebanyakan kasus TB, neutrofil yang terinfeksi digambarkan sebagai makrofag yang mengandung banyak granuloma baik di lesi yang baru terbentuk dan lanjut berupa kavitas. Studi-studi terdahulu menitikberatkan peranan protektif neutrofil pada infeksi awal, sementara studi terbaru lebih berfokus pada peranan patologisnya, terutama akumulasi neutrofil yang berlebihan pada infeksi lanjut. IL-8 suatu kemokin yang spesifik dihasilkan neutrofil hanya merekrut neutrofil bukan makrofag sementara leukotrien B4 merekrut neutrofil dan makofag.Temuan-temuan ini menandakan bahwa neutrofil dan makrofag memiki respon kemotaksis yang berbeda. Perbedaan kapasitas fagositik makrofag dan neutrofil ditandai dengan perbedaan respon makrofag yang secara aktif mendekati dan memfagosit M.Tb sementara beberapa neutrofil yang tiba tidak berinteraksi dengan M.Tb walaupun jaraknya berdekatan; mereka terus menerus bermigrasi dengan cepat melewati bakteri.

Hal ini diduga bahwa M.Tb dengan aktif menghambat rekrutmen neutrofil. Kemampuan neutrofil memfagosit M.Tb dimediasi oleh suatu komplemen opsonisasi.

Rekrutmen neutrofil ke dalam granuloma dimediasi oleh sinyal kematian sel yang berasal dari makrofag terinfeksi. Neutrofil memiliki peranan protektif pada granuloma awal. Hanya neutrofil yang bergerak aktif kelihatan memiliki kemampuan mikrobisidal ini dan mengikuti sinyal kemotaktis. Sel-sel yang non-motil tidak membunuh bakteri, bahkan kelihatan mendukung replikasi intraseluler bakteri. Sinyal dari makrofag granuloma yang sekarat terlihat memperingatkan neutrofil, yang kemudian tiba dan dapat mengumpulkan M.Tb dari makrofag melalui fagositosis dan membunuh mereka dengan mekanisme oksidatif. Penelitian menunjukkan neutrofil dapat menjadi senjata bermata dua. Neutrofil suatu waktu bertindak bagaikan bom bunuh diri, dengan membawa organisme tersebut ke organ lainnya dan menyebarkan infeksi. Sifat kunci dari neutrofil adalah berumur pendek, mudah teraktivasi, tidak bisa diawetkan dengan kropresipitasi, hal ini menyebabkan studi neutrofil tidak cocok dilakukan secara invitro. Ada 3 jenis granul di dalam neutrofil: (Martineau,2007)

1. Granul azurofilik (granula primer), berisi protein seperti Myeloperoksidase, bakterisidal permebealiti increasing protein (BPI), defensin, dan serine protease neutrofil elastase. 2. Granul spesifik ( granul sekunder), berisi lactoferin dan cathelicidin

3. Granul tersier , berisi cathepsin dan gelatinase.

Ada 3 langkah yang dilakukan neutrofil setelah M.Tb masuk ke tubuh : 1. Rekrutmen

Rekrutmen terjadi di lokasi infeksi M.Tb di daerah perivaskuler dalam satu jam setelah infeksi Tb. Mekanisme rekrutmen IL-17 dan IL-23 yang diproduksi oleh sel Th 17 merupakan kunci rekrutmen neutrofil. IL-8 dari makrofag juga berperan. Secara sederhana sinyal awal

menghasilkan sitokin inflamatorik yang mengaktivasi endotel lokal, yang bersama-sama dengan meningkatnya molekul adhesi seperti Intraceluler Adhesion Molecules (ICAM ), E Selectin P- selectin. Sinyal–sinyal ini menyebabkan influksnya neutrofil.

2. Rekognisi dan fagositosis

Neutrofil melingkupi M.Tb yang masuk melalui mekanisme pengenalan langsung. Toll like reseptor-2 berikatan dengan ligandnya yaitu Lipoarabinon Manan (LAM).

3. Opsonisasi

Terpisah dari pengenalan langsung opsonisasi memainkan peranan kunci dalam fagositosis M.TB dalam neutrofil. Ada juga neutrofil yang tidak membunuh organisme tersebut, malahan menyebarkan infeksi ke berbagai organ. Hal ini dikenal sebagai “kuda trojan’ granulositik. Suatu golonganα-defensin HNP memainkan peranan utama dalam membunuh M.Tb. Makrofag memakan HNP yang dikeluarkan neutrofil dan ini meningkatkan kemampuannya membunuh M.Tb. Fagositosis neutrofil yang apoptosis oleh makrofag menghambat pertumbuhan M.Tb.(Martineau,2007)

Kerjasama neutrofil makrofag

Makrofag membersihkan neutrofil yang sudah mati dan bersifat sitotoksik. Makrofag ini tertarik dengan kemokin yang dikeluarkan neutrofil. Kemotaksis makrofag juga dirangsang oleh

lipoarabinomanan (LAM) M.Tb. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa makrofag memfagosit neutrofil yang berapoptosis, karena itu peptida neutrofil menjadi anti mikobakterium yang membunuh M.Tb di dalam makrofag. Peptida tesebut adalah : 1. AFA Defensins Human Neutrophils (HNP1-3), 2. Human Catelichidin LL37. 3. Lipochalin-2 berikatan dengan siderophores M.Tb. Siderophores adalah molekul yang mengatur transport zat besi ke dalam

bakteri untuk menghambat perkembangan bakteri. Pada penelitian Martneau, dkk populasi kulit hitam orang Afrika lebih rentan terkena TB dibanding ras lainnya. Hal ini didukung dengan temuan rendahnya hitung neutrofil dan konsentrasi HNP1-3 dan lipochalin-2 yang rendah. Apoptosis adalah suatu anti inflamatorik yang menginduksi TGFβ, TGE-2, dan menghambat IL- 6,IL-8,dan TNFα. Ingesti sel apoptosis dengan patogen dapat menimbulkan efek proinflamatorik. Ini terjadi karena aktivasi makrofag oleh protease neutrofil. Fagositosis sel apoptosis dapat menghasilkan efek anti atau pro inflamatorik berdasarkan M.Tb di dalam neutrofil masih hidup atau sudah mati. Jika organisme sudah mati akan muncul efek anti inflamatorik. Jika organisme masih hidup akan muncul efek pro inflamatorik. (Martineau,2007)

Fagositosis neutrofil yang berapoptosis oleh makrofag menimbulkan respon anti inflamatorik di dalam makrofag dengan cara menghasilkan heat shock protein60 dan 72 (HSP- 60, HSP-72) di intrasel dan HSP 72 keluar sel. HSP-72 meningkatkan respon pro inflamatorik terhadap neutrofil yang apoptosis dan M.Tb. Peningkatan neutrofil apoptosis terlihat pada pasien dengan TB aktif melalui jalur bergantung oksigen untuk mempertahankan homeostatis dan menghindari keluarnya bahan-bahan toksik dari intraseluler, sel apoptosis dibersihkan oleh makrofag. Neutrofil memproduksi IL-12 dan IL-10 yang akan menarik sel limfosit T dan mematangkannya. Kromatin inti, DNA mitokondria dan granul protein antimikroba merupakan penyusun jebakan neutrofil ekstraseluler (NETs). Rangsangan pro inflamatorik seperti IL-6, IL- 8, TNFα, akan membentuk NETs. NETs dapat menjebak M.Tb tetapi tidak dapat membunuh M.Tb. Jadi NETs dapat melokalisasi M.Tb dan menghambat penyebarannya melalui pembentukan granuloma. Pada penelitian Kartig,dkk dengan mengurangi granulosit pada tikus sebelum injeksi intra tekal seratus ribu organisme, meningkatkan jumlah unit koloni di paru-paru dan limpa. Stadium infeksi memainkan peranan penting pada penyakit TB lanjut. Hitung

neutrofil yang lebih tinggi berhubungan dengan prognosis yang buruk. Degranulasi neutrofil bertujuan menyerang patogen tetapi juga malah menghancurkan sel-sel di sekitarnya karena itu pengaturan influks neutrofil penting untuk meminimalisir kerusakan jaringan.

Neutrofil selama infeksi M.Tb

Neutrofil dengan efisien memfagosit M.Tb tetapi kemampuannya untuk membunuh M.Tb masih diragukan. Neutrofil yang distimulasi oleh IFN-ɣ juga gagal membunuh M.Tb. Pada percobaan tikus neutrofil yang memiliki aktivitas anti mikroba yang rendah tidak dapat ditingkatkan aktivitasnya dengan penambahan IFN-ɣ eksogen. Sementara neutrofil di dalam sputum dan cairan bronkoalveolar pada pasien dengan TB aktif menunjukkan tanda-tanda replikasi kuman M.Tb. Berdasarkan hal ini disimpulkan bahwa neutrofil memiliki aktivitas anti mikobakterial yang buruk malah menyembunyikan M.Tb dari makrofag dan membiarkan M.Tb bereplikasi di dalamnya. Telah dibuktikan bahwa orang Afrika kulit hitam memiliki hitung neutrofil, konsentrsi HNP-3 dan lipokalin-2 yang lebih rendah daripada orang kulit putih. Pada kontak TB hitung neutrofil darah perifer berbanding terbalik dengan risiko perkembangan TB (Martineau, 2007).

Bertolak belakang dengan stadium awal infeksi TB, di mana neutrofil tidak banyak dan dapat mengontrol M.Tb, selama penyakit aktif neutrofil semakin banyak dan dapat menyebabkan patologi yang parah. Jumlah neutrofil yang banyak di cairan bronkoalveolar dikaitkan dengan aktivitas dan kavitasi jaringan paru (Barry, dkk, 2009; Suither lIne, 2009). Neutrofil dipercaya memberi kontribusi bagi perkembangan penyakit dengan cara melipatgandakan reaksi inflamasi lokal dan memediasi kerusakan jaringan. Pertanyaan yang penting adalah apakah perkembangan inflamasi yang ektensif adalah penyebab utama kerentanan host terhadap infeksi. Pada beberapa

studi, granulosit dari tikus yang rentan terbukti memiliki kapasitas intrinsik yang tinggi untuk bermigrasi sebagai respon terhadap rangsangan inflamasi. Namun, infiltrasi neutrofilik adalah suatu ciri TB berat pada host yang berbeda gen. Tidak sepertinya bahwa mekanisme awal kerentanan TB pada tikus ini sama. Stadium awal infeksi terjadi melalui jalan yang berbeda. Contohnya adalah kegagalan host untuk menghambat pertumbuhan M.Tb, hiperaktivitas intrinsik makrofag penjamu terhadap ligand M.Tb menyebabkan produksi berlebihan faktor-faktor yang mengaktifkan neutrofil. Atau reaktivitas neutrofil yang berlebihan terhadap rangsangan inflamatorik. Pada akhirnya, berbagai jalan yang berbeda tadi mengarah ke arah inflamasi yang tidak terkontol ditandai dengan produksi faktor pro inflamatorik yang banyak dan infiltrasi neutrofilik yang ekstensif. Reaksi inflamatorik ini menjadi dasar dari mekanisme patogen perkembangan TB. Akan menarik jika kita mengetahui apakah neutrofil inflamatorik (neutrofil yang tinggal dalam kondisi inflamatorik) tetap memiliki bakteri dan dapat paling tidak mengontrol M.Tb atau pada stadium ini mereka hanya menunjukkan fungsi inflamatorik.

Pada penelitian Pedrosa dkk, (2000) ditemukan bahwa peranan neutrofil berbeda pada stadium awal dan lanjut infeksi M.Tb. Pada stadium awal infeksi, suatu neutrofil tidak banyak dan sitokin pro inflamatorik pengaktif neutrofil tidak berlimpah, neutrofil dapat mengkontrol M.Tb. Pada stadium lanjut, kerja neutrofil bergantung pada kekuatan inflamasi lokal: jika neutrofil berkumpul dalam jumlah besar dan dalam kondisi inflamatorik, mereka menjadi berbahaya. Jadi, kekurangan neutrofil mengurangi kontrol M.Tb dan memperparah penyakit pada tikus resisten, tapi inflamasi dan penyakit parah terjadi pada tikus yang rentan. Inflamasi memainkan 2 peranan bagi respon imun penjamu terhadap M.Tb di satu sisi diperlukan untuk mengeliminasi patogen. Di sisi lain, inflamasi menyebabkan kerusakan jaringan dan perkembangan penyakit. Sewaktu infeksi awal reaksi inflamasi secara umum bersifat protektif;

selama infeksi aktif efek kehancuran dari inflamasi muncul, menyebabkan inflamasi sebagai faktor patogenik utama bagi perkembangan TB. Berdasarkan faktor gen dan jalur molekuler yang mengarah kepada TB berat (gen yang berbeda pada penjamu yang berbeda), mekanisme patogenetik yang berlangsung selama stadium lanjut penyakit umumnya sama. Hal ini meliputi produksi berlebihan pro inflamatorik dan infltrasi neutrofil yang berlebihan ke dalam jaringan paru. Suatu lingkaran umpan balik positif antara reaksi-reaksi ini ada (faktor pro inflamatorik menyebabkan inflamasi neutrofilik; neutrofil memproduksi faktor proinflamatorik; keduanya menyebabkan kerusakan jaringan, penyebaran M.Tb dan siklus inflamasi lainnya) membuat pengendalian terhadap inflamasi yang sedang berlangsung sulit dilakukan. Suatu komponen baru yang menandakan perkembangan TB adalah perubahan hematopoiesis penjamu yang menyebabkan dikeluarkannya sel mieloid imatur, emigrasinya dan penumpukan yang nyata di paru-paru. Peranan sel-sel mieloid imatur ini dalam perkembangan TB belum dapat dipastikan.

Pada mulanya respon alami terhadap M.Tb terjadi di kelenjar getah bening di mediastinum paru, dan memerlukan transpor kuman M.Tb oleh sel dendritik yang bermigrasi ke KGB lokal.

Pengamatan yang pernah dipublikasikan adalah : (Blomgran,2011)

1. Neutrofil merupakan sel yang terinfeksi M.Tb yang pada waktu singkat populasinya melonjak di paru-paru pada infeksi awal.

2. Puncak dari neutrofil terinfeksi tersebut dengan cepat mengawali infeksi sel dendritik di paru-paru, menggambarkan peranan neutrofil pada respon imun adaptif awal terhadap M.Tb. Ditemukan bahwa walaupun jumlah neutrofil yang sedikit in vivo meningkatkan frekuensi sel- sel dendritik terinfeksi M.Tb di paru-paru, hal tersebut mengurangi pergerakan sel dendritik ke KGB mediastinum. Kejadian ini menyebabkan tertundanya aktivasi dan proliferasi antigen sel T

CD4 yang spesifik terhadap M.Tb di KGB mediastinum. Sel-sel dendritik yang terinfeksi M.Tb melalui fagositosis neutrofil yang terinfeksi tidak dapat bermigrasi dengan baik. Penjelasan di atas mengungkap suatu mekanisme dimana neutrofil merangsang respon imun adaptif terhadap M.Tb dengan cara memindahkan kuman M.Tb ke dalam sel dendritik dalam bentuk sedemikian rupa yang membuat sel dendritik lebih efektif untuk mengaktifkan sel T CD4 naive.

Pengamatan ini memberikan petunjuk terhadap suatu mekanisme di mana neutrofil memicu respon imun adaptif pada TB. M.Tb tinggal di dalam fagosit-fagosit di paru dan mencegah maturasi fagosom agar dapat bertahan hidup dan bereplikasi. Dibanding penyakit ISPA lainnya seperti influenza A, dimana puncak proliferasi sel T terjadi 4 hari setelah infeksi, respon CD4 terhadap M.Tb tertunda sampai 10-12 hari setelah infeksi melalui udara, memberikan waktu bagi bakteri untuk menyebar dan membangun strategi untuk bertahan. PMN neutrofil jumlahnya banyak sel-sel motil terlibat dalam respon imun alami dan membentuk pertahanan awal melawan patogen mikroba. (Blomgran,2011)

Gambar11. Komponen seluler imun innate dan adaptif pada Tb paru (sumber:Blmgran,2011)

Dokumen terkait