• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

C. Peranan Notaris Dalam Akuisisi Perusahaan

Notariat berasal dari kata Latijne Notariaat, sedangkan Notaris dari Notarius

(Notarui), adalah orang yang menjalankan pekerjaan menulis.51 Perkembangan

perekonomian nasional melaju pesat dalam era globalisasi ini, terutama di dalam bidang hukum bisnis, antara lain mencakup pendirian perusahaan, transaksi jual beli,

51

R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia, (Jakarta : PT. Raja Grafindo, 1982), hlm. 82.

dan lain sebagainya, yang mana hal tersebut adalah bagian dari Hukum Perdata. Oleh karena itu pemerintah wajib menyediakan sarana prasarana yang memadai dan mendukung, misalnya: keamanan, perlindungan hukum, penegakan hukum, jaminan kepastian hukum, terutama adalah sumber daya manusia di bidang hukum. Notaris adalah salah satu bagian dari aparat penegak hukum, sebagai Pejabat Umum, yang profesional mewakili negara untuk menjalankan fungsi sosialnya dalam pembuatan akta sebagai alat bukti, berupa akta otentik.

Sejak ada hukum pembuktian, lembaga kenotariatan tidak hanya menulis, tetapi juga sebagai lembaga pembuktian yang mengharuskan dibuatnya suatu akta otentik. Hukum yang dibawa Belanda di Indonesia (BW) dalam Pasal-Pasal tertentu mengharuskan adanya akta otentik untuk perbuatan-perbuatan tertentu. Dalam Pasal 1870 KUHPerdata menyebutkan yang dapat menjadi alat bukti sempurna adalah akta otentik sehingga lahirlah lembaga kenotariatan.

Sejalan dengan perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat tentang pengguna jasa notaris, telah terbentuk Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Undang-Undang Jabatan Notaris ini diundangkan dengan maksud sebagai pengganti Reglement of Het Notaris Ambt in

Indonesie (Stb.1860 No. 3, selanjutnya disebut PJPN-S. 1860 No. 3) tentang Peraturan

Jabatan Notaris yang tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat.

Kedudukan seorang notaris sebagai suatu fungsionaris dalam masyarakat, hingga sekarang dirasakan masih disegani. Dengan berlakunya Undang-Undang No.

30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, diharapkan dapat memberikan perlindungan hukum baik kepada masyarakat maupun terhadap notaris itu sendiri. Seorang notaris sebagai seorang pejabat, merupakan tempat bagi seseorang untuk dapat memperoleh nasehat yang bisa diandalkan. Segala sesuatu yang ditulis serta ditetapkannya

(konstantir) adalah benar, ia adalah pembuat dokumen yang kuat dalam suatu proses

hukum.52 Notaris, adalah jabatan kepercayaan, sehingga seseorang bersedia mempercayakan sesuatu kepada notaris.

Menurut hukum, akta yang dibuat oleh atau di hadapan notaris, adalah akta otentik, barang siapa yang membantah kebenaran suatu akta otentik, yang membantah harus dapat membuktikan sebaliknya.53 Menurut definisi yang terdapat dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yaitu :

“Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini”. Akta otentik membuktikan sendiri keabsahannya atau seperti yang lazim disebut dalam bahasa latin acta publica probant sese ipsa, apabila suatu akta dikatakan sebagai akta otentik, artinya menandakan dirinya dari luar, dari kata- katanya sebagai yang berasal dari seorang pejabat umum, maka akta itu terhadap setiap orang dianggap sebagai akta otentik, sampai dapat dibuktikan sebaliknya (tidak otentik).54

52

Tan Thong Kie, Buku I Studi Notariat Serba-Serbi Praktek Notaris, cet. 2, (Jakarta : PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 2000), hlm. 157.

53

A. Kohar, Notaris Dalam Praktek Hukum, (Bandung : Alumni, 1983), hlm. 28. 54

Kewenangan lain yang dimaksud dalam Undang-Undang yang berkaitan dengan akta otentik, yaitu terdapat pada Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Jabatan Notaris, yang menyatakan :

“Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundangan- undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain yang ditetapkan oleh Undang-Undang”.

Sesuai dengan bunyi Pasal tersebut, yang menegaskan bahwa salah satu kewenangan yang dimiliki oleh seorang notaris yaitu membuat akta secara umum, dengan batasan sepanjang, antara lain :55

1) Tidak dikecualikan kepada pejabat lain yang ditetapkan oleh Undang-Undang; 2) Menyangkut akta yang harus dibuat atau berwenang membuat akta otentik

mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh aturan hukum atau dikehendaki oleh yang bersangkutan;

3) Mengenai subyek hukum (orang atau badan hukum) untuk kepentingan siapa akta itu dibuat atau dikehendaki oleh yang berkepentingan;

4) Berwenang mengenai tempat, di mana akta itu dibuat, hal ini sesuai dengan tempat kedudukan dan wilayah jabatan notaris;

5) Mengenai waktu pembuatan akta, dalam hal ini notaris harus menjamin kepastian waktu menghadap para penghadap yang tercantum dalam akta. Notaris selain berwenang membuat akta otentik baik oleh maupun dihadapannya yang merupakan tugas pokoknya menurut peraturan yang berlaku bagi jabatannya, notaris berperan pula:56

55

Habib Adjie, Sanksi Perdata dan Administritif Terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik, (Bandung : Refika Aditama, 2008), hlm. 56.

56

Victor M, Situmorang, Grosse Akta Dalam Pembuktian dan Eksekusi, (Jakarta : Rineka Cipta, 1993, hlm. 13.

1) Bertindak sebagai penasihat hukum terutama yang menyangkut masalah hukum perdata dalam arti luas (privaat) sebagaimana diatur dalam Pasal 15 ayat (2) huruf e UUJN.

2) Melakukan pendaftaran (waarmerking) atas akta-akta atau syarat di bawah tangan dan dokumen (strukken)

3) Melegalisasi tanda tangan

4) Membuat dan mensahkan (waarmerking) salinan atau turunan berbagai dokumen (copy collationee)

5) Mengusahakan disahkan badan-badan seperti Perseroan Terbatas dan yayasan agar memperoleh pengesahan sebagai badan hukum dari Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia

6) Membuat keterangan hak waris

7) Pekerjaan-pekerjaan lain yang berkaitan dengan lapangan yuridis dan penyuluhan perpajakan seperti aturan bea materai, Bea perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

Dan yang paling penting, di dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, seorang Notaris harus pro–aktif, tegas dan memiliki penguasaan ilmu di bidangnya untuk dapat menjelaskan secara terinci, dengan pandangan dan wawasan yang luas untuk kebaikan masyarakat, berdasarkan kebenaran. Karena itu, seorang Notaris wajib memiliki sikap ketidakberpihakan dan kemandirian. Menurut Herlien Budiono, dalam Seminar Pembekalan Dan Penyegaran Pengetahuan Konferwil Ikatan Notaris Indonesia Jawa Timur Di Surabaya tanggal 12 Juni 200957 :

“ada anggapan dalam praktek bahwa akta pihak dalam akta yang dibuat atas permintaan (para) pihak. Ini benar, karena Notaris tidak dapat semau sendiri atas inisiatif sendiri tanpa permintaan siapapun membuat suatu akta. Namun hal tersebut tidak berarti bahwa Notaris bebas dari tanggungjawab terhadap isi akta atau dengan dalih; “itu kemauan para pihak untuk dicantumkan di dalam akta”.

Adapun yang dimaksud dengan akta otentik menurut Pasal 1868 KUHPerdata, yaitu suatu akta yang di dalam bentuk yang ditetapkan oleh Undang-Undang, dibuat

57

Andi Prajitno, Pengetahuan Praktis Tentang Apa dan Siapa Notaris di Indonesia, (Surabaya : Putra Media Nusantara, 2010), hlm. 4.

oleh atau di hadapan pegawai umum yang berkuasa untuk itu, di tempat di mana akta dibuatnya. Akta otentik mempunyai tiga macam kekuatan, yaitu :58

1. Kekuatan pembuktian lahiriah, yaitu kemampuan dari akta itu sendiri untuk membuktikan dirinya sebagai akta otentik.

2. Kekuatan pembuktian formil, yaitu sepanjang mengenai akta pejabat, akta tersebut membuktikan kebenaran dari apa yang disaksikan, yakni yang dilihat, didengar dan juga dilakukan sendiri oleh notaris sebagai pejabat umum di dalam menjalankan kewajibannya.

3. Kekuatan pembuktian materiil, yaitu membuktikan bahwa isi keterangan yang terdapat dalam akta adalah benar telah terjadi.

Akta notaris sebagai alat bukti agar mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna, jika seluruh ketentuan prosedur atau tata cara pembuatan akta dipenuhi. Jika ada prosedur yang tidak dipenuhi, dan prosedur yang tidak dipenuhi tersebut dapat dibuktikan, maka akta tersebut dengan proses pengadilan dapat dinyatakan sebagai akta yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan. Jika sudah berkedudukan seperti itu, maka nilai pembuktiannya diserahkan kepada Hakim.

Sesuai dengan pengertian yang tercantum dalam Pasal 1868 KUHPerdata tersebut, maka suatu akta otentik selain merupakan sumber untuk otentisitas suatu akta notaris juga merupakan dasar dari legalitas eksistensi akta notaris, dengan syarat- syarat sebagai berikut :59

a) Akta itu harus dibuat oleh (door) atau di hadapan (ten overstaan) seorang pejabat umum.

58

Victor M, Situmorang, Grosse Akta Dalam Pembuktian dan Eksekusi, Ibid.

59

Habib Adjie, Sekilas Dunia Notaris & PPAT Indonesia, (Bandung : Mandar Maju, 2009), hlm. 43

Apabila akta notaris hanya memuat apa yang dialami dan disaksikan oleh notaris sebagai pejabat umum, maka akta itu dinamakan akta verbal atau akta pejabat (ambtelijke akten). Salah satu contoh akta pejabat adalah akta berita acara yang dianut oleh notaris dari suatu rapat pemegang saham dari suatu perseroan terbatas. Apabila suatu akta selain memuat catatan tentang apa yang disaksikan atau dialami oleh notaris juga memuat tentang apa yang diperjanjikan atau ditentukan oleh pihak-pihak yang menghadap pada notaris, maka akta itu dinamakan “akta

partij”.

b) Akta itu harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang.

Bentuk yang telah ditentukan oleh Undang-Undang adalah bahwa akta tersebut terdiri dari kepala akta, badan akta, akhir akta. Bagian-bagian akta yang terdiri dari kepala akta dan akhir akta adalah bagian yang mengandung unsur otentik, artinya apa yang tercantum dalam kepala akta dan akhir akta tersebut akan menentukan apakah akta itu dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang- Undang atau tidak.

c) Pejabat Umum oleh atau di hadapan siapa akta itu dibuat, harus mempunyai wewenang untuk membuat akta tersebut.

Salah satu syarat yang harus dipenuhi agar suatu akta memperoleh otentisitas adalah wewenang notaris yang bersangkutan untuk membuat akta tersebut.

Berkaitan dengan akuisisi perusahaan, peranan notaris disini yang terutama adalah memahami dengan benar tentang aturan dan peraturan yang berkaitan, lalu harus melakukan langkah-langkah yang wajib ditempuh sesuai dengan UUPT :

1) RUPS dengan korum ¾ (pasal 89)

RUPS dalam transaksi Pengambilalihan harus dilakukan oleh Perseroan yang mengambilalih, tentunya ini hanya berlaku dalam hal pihak yang mengambilalih adalah suatu PT. Karena dapat saja yang mengambil alih adalah perseorangan atau badan hukum asing.

Sebagaimana disebutkan pasal 125 ayat 4 UUPT :

“Dalam hal Pengambilalihan dilakukan oleh badan hukum berbentuk Perseroan, Direksi sebelum melakukan perbuatan hukum Pengambilalihan harus berdasarkan keputusan RUPS yang memenuhi kuorum kehadiran dan ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89.”

Selain perusahaan yang mengambilalih, perusahaan yang diambilalih juga harus melakukan RUPS (lihat pasal 127 ayat 1).

2) Rancangan Pengambilalihan

Rincian tentang Rancangan Pengambilalihan diatur di pasal 125 ayat 6. Namun kewajiban membuat Rancangan Pengambilalihan ini tidak berlaku apabila dilakukan melalui jalur langsung kepada pemegang saham 125 ayat 7.

3) Pengumuman Koran I

Sebagaiman Ketentuan yang diatur dalam pasal 127 ayat 2 : wajib mengumumkan ringkasan rancangan paling sedikit dalam 1 (satu) Surat Kabar dan mengumumkan secara tertulis kepada karyawan dari Perseroan yang akan melakukan Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum pemanggilan RUPS.

Kewajiban pengumuman di atas tidak hanya berlaku bagi jalur melalui Direksi tetapi juga berlaku bagi jalur langsung kepada pemegang saham (lihat pasal 127 ayat 8).

Jangka waktu 30 hari tersebut tidak dapat disingkat dengan alasan apapun, meskipun telah lewat waktu 14 hari bagi kreditur untuk menyatakan keberatan (pasal 127 ayat 4 dan 5).

Setelah 30 hari terlampui, maka dapat dilakukan pemanggilan RUPS dan sesuai pasal 82 ayat 1 : “Pemanggilan RUPS dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum tanggal RUPS diadakan, dengan tidak memperhitungkan tanggal pemanggilan dan tanggal RUPS.”

(a).Jangka waktu yang 14 hari ini dapat dikurangi, apabila : keputusan RUPS tetap sah jika semua pemegang saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan tersebut disetujui dengan suara bulat.(Pasal 82 ayat 5).

(b).Atau tidak perlu diadakan RUPS dan diganti dengan : keputusan yang mengikat di luar RUPS dengan syarat semua pemegang saham dengan hak suara menyetujui secara tertulis dengan menandatangani usul yang bersangkutan (Pasal 91).

4) Akta Pengambilalihan

Kedua jalur yang disebutkan di atas, harus dibuat didalam Akta notaris dan berbahasa Indonesia (pasal 128 ayat 1 dan 2).

5) Pemberitahuan Perubahan AD atau Perubahan Pemegang Saham ke Menteri

Pasal 131 mengharuskan Notaris untuk menindaklanjuti proses ini ke Menteri, baik karena terjadi perubahan AD, karena menggunakan cara saham yang akan dikeluarkan dari Perseroan (Pasal 131 ayat 1), maupun karena terjadinya perubahan susunan pemegang saham (Pasal 131 ayat 2).

6) Pengumuman II

Proses Pengambilalihan tidak hanya 1 kali pengumuman, tetapi, 30 hari terhitung sejak terjadinya Pengambilalihan, maka Direksi dari Perusahaan yang diambilalih harus mengumumkan dalam 1 surat kabar atau lebih (pasal 133 ayat 2).

Dari uraian ringkas di atas, kita harus memulai paradigma baru bahwa setiap Jual Beli Saham yang lazim dilakukan dalam praktek harus diuji apakah termasuk kategori Pengambilalihan atau tidak.

Dokumen terkait