• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peranan Pupuk Organik dan Pupuk NPK majemuk terhadap Pertumbuhan Kelapa Sawit ( Elaeis guineensis Jacq.) Umur

Satu Tahun pada Tanah Marginal Jonggol

Hasil percobaan menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi antara perlakuan pupuk organik dan pupuk NPK majemuk pada semua peubah. Pengaruh perlakuan pupuk organik mulai nyata pada 8 BSP, sedangkan pengaruh perlakuan pupuk NPK majemuk mulai nyata pada 4 BSP (Lampiran 2). Hal ini mengindikasikan bahwa tanaman kelapa sawit memerlukan waktu untuk recovery

selama sekitar tujuh bulan setelah pindah tanam. Tanggap pertumbuhann tanaman selama beberapa bulan awal setelah pindah tanam rendah karena tanaman mengalami transplanting shock dan bibit memerlukan waktu untuk membangun sistem perakaran yang efektif (Goh dan Hardter 2003). Sifat fisik tanah dapat memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman karena menentukan penetrasi akar, ketersediaan air, dan pertukaran gas dalam tanah (Zuraidah et al.

2012).

Tanggap Morfologi Tanaman

Tinggi tanaman. Perlakuan pupuk organik dan NPK majemuk tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman kelapa sawit umur satu tahun (Tabel 13). Hasil ini berbeda dengan penelitian Sari (2013) yang menunjukkan bahwa pemberian pupuk organik dan pupuk NPK majemuk secara nyata meningkatkan tinggi bibit kelapa sawit. Perbedaan pengaruh pemberian pupuk NPK majemuk antara tanaman kelapa sawit di pembibitan dan di lapang kemungkinan disebabkan oleh adanya perbedaan sifat dan kondisi media tanam masing-masing.

27

Tabel 13 Pengaruh berbagai dosis pupuk organik dan pupuk NPK majemuk terhadap produksi pelepah

Perlakuan Waktu pengamatan (BSP)

1 3 5 7 9 10 11 12

Produksi pelepah (pelepah bulan-1)a Pupuk organik 0 kg 0.93 1.36 1.53 0.29 1.54 1.21 1.97 2.53 15 kg 0.87 1.31 1.62 0.22 1.76 1.49 2.07 2.60 30 kg 1.00 1.44 1.58 0.27 1.47 1.53 2.13 2.56 Pupuk NPK majemuk 0 kg 1.02 1.24 1.42b 0.16b 1.42 1.20b 1.84b 2.27b 1.3 kg 0.98 1.36 1.62a 0.27ab 1.62 1.27b 2.04ab 2.67a 2.6 kg 0.80 1.51 1.69a 0.36a 1.72 1.77a 2.28a 2.76a a

angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak

berbeda nyata pada uji DMRT pada taraf α 5%; BSP: bulan setelah perlakuan.

Tabel 14 Rata-rata tinggi tanaman akibat pemberian berbagai dosis pupuk organik dan pupuk NPK majemuk

Perlakuan Waktu pengamatan (BSP)

0 4 6 8 9 10 11 12 Tinggi tanaman (cm) Pupuk organik 0 kg 134.60 168.99 185.57 194.84 200.11 200.97 208.49 216.69 15 kg 135.71 175.11 194.12 202.51 208.13 210.64 215.42 223.96 30 kg 143.03 173.33 188.77 196.73 200.57 202.79 209.96 219.93 Pupuk NPK majemuk 0 kg 134.71 167.69 185.26 192.67 195.70 198.16 206.20 217.04 1.3 kg 135.96 169.06 185.66 194.79 199.01 200.56 205.13 214.00 2.6 kg 142.68 180.69 197.54 206.63 214.10 215.69 222.53 229.53

BSP: bulan setelah perlakuan.

Produksi pelepah. Perlakuan pupuk organik tidak berpengaruh nyata terhadap produksi pelepah. Berbeda dengan perlakuan pupuk organik, perlakuan pupuk NPK majemuk berpengaruh nyata terhadap produksi pelepah (Tabel 14). Pupuk NPK majemuk nyata meningkatkan produksi pelepah pada 5, 7, 10, 11, dan 12 BSP. Produksi pelepah tertinggi dicapai dengan pemberian pupuk NPK majemuk dosis 2.6 kg tanaman-1, namun tidak berbeda dengan dosis 1.3 kg tanaman-1. Pengaruh perlakuan pupuk NPK majemuk yang nyata hanya pada 5, 7, 10, 11, dan 12 BSP diduga berkaitan dengan waktu aplikasi pupuk NPK majemuk. Aplikasi pupuk NPK majemuk dilakukan sebanyak tiga kali yaitu pada bulan Maret 2013 (0 BSP), Juni 2013 (3 BSP), dan Desember 2013 (9 BSP) sehingga produksi pelepah tanaman kelapa sawit menunjukkan respons nyata terhadap pemberian pupuk NPK majemuk pada 1-2 bulan setelah aplikasi. Produksi

28

pelepah pada tahun pertama rendah dan selanjutnya akan mencapai maksimum pada tahun ke-2 (Adam et al. 2011). Hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi pelepah berkisar antara 16-19 helai pada tahun pertama dan rata-rata 1.5 pelepah bulan-1. Jumlah ini tergolong rendah dibandingkan dengan produksi pelepah pada kondisi lahan non-marginal yaitu sekitar 2 pelepah bulan-1 (Corley dan Tinker 2003).

Produksi pelepah nampaknya juga berkaitan dengan faktor iklim yaitu curah hujan. Produksi pelepah pada suatu bulan dipengaruhi oleh jumlah curah hujan pada satu atau dua bulan sebelumnya (Gambar 3). Produksi pelepah relatif normal ketika tanaman kelapa sawit didera curah hujan rendah selama satu bulan (4 BSP). Produksi pelepah akan mengalami penurunan drastis jika tanaman didera curah hujan rendah (<100 mm bulan-1) selama dua bulan berturut-turut atau lebih (7 BSP). Perlakuan 1.3 dan 2.6 kg pupuk NPK majemuk masing-masing meningkatkan produksi pelepah sebesar 68.8 dan 125.0% dibandingkan dengan kontrol pada 7 BSP. Demikian pula pada curah hujan cukup hingga tinggi (10, 11, dan 12 BSP), dosis 1.3 dan 2.6 kg tanaman-1 pupuk NPK majemuk menghasilkan produksi pelepah lebih baik dibandingkan dengan kontrol. Selain itu, perlakuan pupuk NPK majemuk juga menunjukkan produksi pelepah lebih banyak dibandingkan dengan saat curah hujan rendah. Hal ini diduga berkaitan dengan pelarutan unsur hara yang lebih baik pada musim hujan dibandingkan dengan musim kemarau (Wigena et al. 2006).

Gambar 3 Pengaruh pupuk NPK majemuk dan kaitannya dengan curah hujan terhadap produksi pelepah

29

Tabel 15 Pengaruh berbagai dosis pupuk organik dan pupuk NPK majemuk terhadap lingkar batang

Perlakuan Waktu pengamatan (BSP)

0 4 6 8 9 10 11 12

Lingkar batang (cm)a Pupuk organik

0 kg 22.53 29.53 32.73 35.74b 38.40b 40.89b 47.32b 47.32b

15 kg 22.49 29.99 33.60 38.32ab 41.49ab 43.91a 50.91ab 50.91ab

30 kg 23.08 30.56 35.47 40. 77a 44.00a 46.98a 54.44a 54.44a

Pupuk NPK majemuk

0 kg 22.42 27.70b 30.54b 34.21b 36.69b 38.68b 45.09b 45.09b

1.3 kg 22.42 30.51a 34.56a 39.40a 42.51a 45.12a 53.39a 53.39a

2.6 kg 23.23 31.87a 36.70a 41.22a 44.69a 47.58a 47.32b 55.20a

a

angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak

berbeda nyata pada uji DMRT pada taraf α 5%; BSP: bulan setelah perlakuan.

Lingkar batang. Perlakuan pupuk organik berpengaruh nyata terhadap lingkar batang sejak 8 BSP hingga 12 BST (Tabel 15). Perlakuan pupuk organik 15 kg dan 30 kg pada 12 BSP mampu meningkatkan lingkar batang masing- masing sebesar 7.6% dan 15.0% dibandingkan dengan kontrol. Hasil ini sesuai dengan penelitian Uwumarongie-Ilori (2012) yang menyatakan bahwa aplikasi pupuk organik mampu meningkatkan lingkar batang sebagai akibat dari peningkatan sifat fisik dan kimia tanah. Aplikasi pupuk organik bermanfaat bagi tanaman untuk jangka panjang karena unsur-unsur hara yang terkandung di dalamnya dilepaskan secara perlahan-lahan (Ermadani dan Muzar 2011).

Perlakuan pupuk NPK majemuk berpengaruh terhadap lingkar batang mulai dari 4 BSP sampai dengan 12 BSP. Perlakuan pupuk NPK majemuk 1.3 kg dan 2.6 kg pada 12 BSP mampu meningkatkan lingkar batang masing-masing sebesar 18.4% dan 22.4% dibandingkan dengan kontrol. Batang kelapa sawit mewakili sekitar 50% dari total biomassa di atas tanah ketika tanaman mencapai umur 10 tahun (Corley dan Tinker 2003). Hasil percobaan 2 menunjukkan bahwa peningkatan lingkar batang dipengaruhi oleh pemupukan N, P, dan K secara bersama-sama. Unsur N merupakan bahan penyusun asam amino, amida, protein, dan nukleotida (Gardner et al. 2008). Selain itu, unsur N juga berperan dalam pembentukan klorofil dan memacu pertumbuhan vegetatif tanaman (Rachman et al. 2008). Unsur P berperan sebagai komponen molekul pentransfer energi ATP dan ADP serta NAD dan NADPH yang merupakan senyawa kaya energi yang mengontrol berbagai reaksi dalam tanaman misalnya fotosintesis, respirasi, sintesis protein dan asam amino, dan transpor unsur hara (Booromand dan Grough 2012). Unsur K berperan sebagai aktivator suatu enzim, memelihara potensial osmosis dan pengambilan air, serta translokasi hasil fotosintesis keluar daun (Gardner et al. 2008). Hasil percobaan juga menunjukkan bahwa pengaruh dari pupuk organik terhadap pembesaran lingkar batang lebih lambat dibandingkan dengan pupuk NPK majemuk.

30

Tabel 16 Pengaruh berbagai dosis pupuk organik dan pupuk NPK majemuk terhadap luas daun

Perlakuan Waktu pengamatan (BSP)

0 2 4 6 8 10 11 12 Luas daun (m2)a Pupuk organik 0 kg 0.31 0.43 0.73 0.72 0.64 0.81 0.83 0.89 15 kg 0.31 0.44 0.82 0.79 0.66 0.86 0.87 0.95 30 kg 0.29 0.43 0.77 0.75 0.62 0.81 0.84 0.90 Pupuk NPK majemuk 0 kg 0.29 0.40 0.71 0.70 0.62 0.79 0.78b 0.77b 1.3 kg 0.30 0.44 0.79 0.71 0.61 0.78 0.80b 0.88b 2.6 kg 0.32 0.46 0.82 0.78 0.68 0.90 0.95a 1.08a a

angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak

berbeda nyata pada uji DMRT pada taraf α 5%; BSP: bulan setelah perlakuan.

Luas daun. Perlakuan pupuk organik tidak berpengaruh terhadap luas daun dan panjang pelepah. Sebaliknya, luas daun ternyata menunjukkan tanggap nyata terhadap pemupukan NPK majemuk pada 11 dan 12 BSP (Tabel 16). Peningkatan luas daun akibat perlakuan 1.3 dan 2.6 kg tanaman-1 pupuk NPK majemuk dibandingkan dengan kontrol masing-masing sebesar 2.6 dan 21.8% pada 11 BSP serta 14.3 dan 40.3% pada 12 BSP. Hasil ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Corley dan Mok (1972) serta Corley dan Tinker (2003) bahwa luas daun dipengaruhi oleh pemupukan, namun tidak terlalu sensitif terhadap faktor lain. Ukuran tajuk yang berkaitan dengan luas daun, panjang pelepah, dan jumlah anak daun memiliki pola pertumbuhan yang berubah-ubah. Perubahan ukuran tajuk merupakan mekanisme adaptasi untuk pengaturan laju transpirasi sebagai tanggap terhadap perubahan keseimbangan air tanaman (Yahya dan Manurung 2002).

Jumlah anak daun. Pemberian pupuk organik tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah anak daun, sedangkan pemberian pupuk NPK majemuk nyata meningkatkan jumlah anak daun (Tabel 17). Perlakuan 2.6 kg pupuk NPK majemuk menghasilkan perumbuhan jumlah anak daun tertinggi, namun tidak berbeda nyata dengan 1.3 kg pupuk NPK majemuk pada 12 BSP. Peningkatan jumlah anak daun akibat perlakuan 1.3 dan 2.6 kg pupuk NPK majemuk dibandingkan dengan kontrol masing-masing sebesar 0.6 dan 7.1% pada 11 BSP serta 2.3 dan 8.5% pada 12 BSP.

Jumlah anak daun merupakan salah satu unsur yang menentukan besarnya luas daun. Semakin banyak jumlah anak daun, maka luas daun juga akan semakin besar. Jumlah anak daun semakin bertambah seiring betambahnya umur tanaman. Pertambahan jumlah anak daun per bulan pada 4 bulan pertama setelah perlakuan berlangsung pesat mencapai 11.1-20.7%. Hal ini diduga karena tanaman berusaha memaksimalkan pertumbuhan daun untuk memperbesar bagian daun yang menangkap cahaya matahari. Pertambahan jumlah anak daun per bulan relatif stabil pada 6-12 BSP yaitu sekitar 0.8-3.9% per bulan.

31

Tabel 18 Pengaruh berbagai dosis pupuk organik dan pupuk NPK majemuk terhadap panjang pelepah

Perlakuan Waktu pengamatan (BSP)

0 2 4 6 8 10 11 12 Panjang pelepah (cm)a Pupuk organik 0 kg 101.11 110.33 117.84 126.62 132.73 136.90 135.14 135.76 15 kg 103.42 114.79 122.62 132.84 135.13 139.03 137.69 137.82 30 kg 101.00 114.59 121.60 131.28 132.46 132.90 133.24 135.27 Pupuk NPK majemuk 0 kg 105.42 114.78 123.80 130.00 133.92 130.03b 130.38b 132.48b 1.3 kg 98.63 112.52 122.62 125.72 128.62 133.36b 131.59b 131.46b

2.6 kg 101.48 112.41 121.60 131.28 137.78 145.44a 144.11a 144.91a a

angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak

berbeda nyata pada uji DMRT pada taraf α 5%; BSP: bulan setelah perlakuan.

Tabel 17 Pengaruh berbagai dosis pupuk organik dan pupuk NPK majemuk terhadap jumlah anak daun

Perlakuan Waktu pengamatan (BSP)

0 2 4 6 8 10 11 12

Jumlah anak daun (helai)a Pupuk organik 0 kg 66.00 85.71 115.48 125.88 130.47 138.46 141.56 145.73 15 kg 67.40 87.07 122.76 130.09 133.24 142.31 144.67 148.41 30 kg 64.27 83.38 119.29 127.24 130.96 138.80 143.02 147.52 Pupuk NPK majemuk 0 kg 67.42 82.40 116.58 126.40 129.84 137.29 139.47b 142.11b 1.3 kg 65.98 86.15 118.63 126.42 129.51 136.26 140.34b 145.41ab 2.6 kg 64.27 87.60 122.31 130.39 135.31 146.02 149.43a 154.14a a

angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak

berbeda nyata pada uji DMRT pada taraf α 5%; BSP: bulan setelah perlakuan.

Panjang pelepah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian pupuk organik tidak nyata meningkatkan panjang pelepah, sedangkan pemberian pupuk NPK majemuk berpengaruh nyata meningkatkan panjang pelepah (Tabel 18). Panjang pelepah dipengaruhi oleh pupuk NPK majemuk mulai dari 9 sampai dengan 12 BSP. Panjang pelepah tertinggi dicapai dengan pemberian 2.6 kg pupuk NPK majemuk. Peningkatan panjang pelepah dengan pemberian 2.6 kg pupuk NPK majemuk dibandingkan dengan kontrol yaitu sebesar 11.9% pada 10 BSP, 10.5% pada 11 BSP, dan 9.4% pada 12 BSP.

Panjang pelepah bertambah selaras dengan pertambahan umur tanaman sampai panjang maksimum tercapai. Panjang pelepah sangat dipengaruhi oleh

32

Tabel 19 Pengaruh berbagai dosis pupuk organik dan pupuk NPK majemuk terhadap persentase berbunga

Perlakuan Waktu pengamatan (BSP)

3 5 7 9 10 11 12 Persentase berbunga (%)a Pupuk organik 0 kg 0.00 15.56 46.67 57.78 62.22 64.44 64.44 15 kg 4.44 28.89 71.11 77.78 77.78 80.00 80.00 30 kg 4.44 28.89 64.44 71.11 73.33 77.78 80.00 Pupuk NPK majemuk 0 kg 0.00 22.22 53.33 60.00 62.22 64.44b 66.67b 1.3 kg 4.44 20.00 60.00 64.44 64.44 66.67b 66.67b 2.6 kg 4.44 31.11 68.89 82.22 86.67 91.11a 91.11a a

angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak

berbeda nyata pada uji DMRT pada taraf α 5%; BSP: bulan setelah perlakuan.

kerapatan tanam dan bahan tanaman (Gerritsma dan Subagyo 1999). Morfologi dan pertumbuhan pelepah dan daun kelapa sawit telah diterangkan oleh para peneliti. Perkembangan pelepah dan daun terdiri atas tiga tahap yaitu periode inisiasi yang berlangsung lambat, kemudian diikuti oleh fase pemanjangan yang berlangsung pesat, dan fase dimulainya produksi asimilat yang ditandai dengan membukanya anak daun (Gerritsma dan Subagyo 1999).

Persentase berbunga. Pemberian pupuk organik tidak nyata memengaruhi pembungaan tanaman kelapa sawit, sedangkan pupuk NPK majemuk secara nyata meningkatkan persentase berbunga. Tanaman kelapa sawit var. Damimas mulai berbunga pada umur 6 bulan setelah pindah tanam. Pengaruh berbagai dosis pupuk organik dan pupuk NPK majemuk terhadap persentase berbunga disajikan pada Tabel 19. Persentase berbunga tertinggi dicapai dengan pemberian 2.6 kg pupuk NPK majemuk. Peningkatan persentase berbunga dengan pemberian 2.6 kg pupuk NPK majemuk dibandingkan dengan kontrol yaitu sebesar 41.4% pada 11 BSP, dan 36.7% pada 12 BSP. Pemberian pupuk NPK majemuk dengan dosis tinggi ternyata mampu memacu pembungaan dan memperpendek fase vegetatif.

Tanggap Fisiologi Tanaman

Kerapatan stomata dan kandungan klorofil. Perlakuan pupuk organik dan pupuk NPK majemuk tidak berpengaruh nyata terhadap kerapatan stomata (Tabel 20). Hal ini mengindikasikan bahwa pemupukan tidak mempengaruhi kerapatan stomata. Kerapatan stomata berkisar antara 200-209 mm-2. Sebagai perbandingan, rata-rata kerapatan stomata kelapa sawit sebanyak 146 mm-2 di Nigeria dan 175 mm-2 di Malaysia (Corley dan Tinker 2003). Kerapatan stomata rata-rata 205 mm-2 pada 6 dan 12 BSP. Stomata kelapa sawit tergolong semi-

33

Tabel 21 Pengaruh berbagai dosis pupuk organik dan pupuk NPK terhadap kadar hara daun

Perlakuan Waktu pengamatan (BSP)

6 12 N (%)a P (%)a K (%)a N (%)a P (%)a K (%)a Pupuk organik 0 kg 2.28 0.19 0.93 1.78 0.18 0.56b 15 kg 2.47 0.20 1.01 1.90 0.19 0.62b 30 kg 2.34 0.20 1.04 1.96 0.19 0.75a Pupuk NPK majemuk 0 kg 2.18 0.19 0.88b 1.74b 0.18 0.55b 1.3 kg 2.35 0.20 1.02a 1.87b 0.19 0.62b

2.6 kg 2.55 0.20 1.08a 2.03a 0.19 0.76a

a

angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak

berbeda nyata pada uji DMRT pada taraf α 5%; BSP: bulan setelah perlakuan.

Tabel 20 Rata-rata kerapatan stomata dan kandungan klorofil akibat pemberian berbagai dosis pupuk organik dan pupuk NPK majemuk

Perlakuan Waktu pengamatan (BSP)

6 12 4 8

Kerapatan stomata (mm-2) Kandungan klorofil (mg cm-2)

Pupuk organik 0 kg 199.64 201.53 0.033 0.038 15 kg 205.69 208.62 0.037 0.039 30 kg 209.47 204.37 0.033 0.039 Pupuk NPK majemuk 0 kg 200.97 204.08 0.032 0.038 1.3 kg 206.26 206.62 0.033 0.038 2.6 kg 207.58 204.37 0.038 0.040

BSP: bulan setelah perlakuan.

xeromorfik yang memiliki struktur untuk dapat beradaptasi pada periode kering yang panjang (Corley dan Tinker 2003).

Kandungan klorofil daun tidak berbeda nyata akibat aplikasi pupuk organik dan NPK majemuk (Tabel 20). Hasil ini berbeda dengan penelitian Sari (2013) yang menyatakan bahwa pemberian pupuk organik dan pupuk NPK majemuk nyata meningkatkan kandungan klorofil tanaman kelapa sawit di pembibitan utama. Klorofil berperan sebagai pemanen energi yang berasal dari cahaya matahari. Energi yang ditangkap digunakan untuk proses fotosintesis.

Kadar hara daun. Analisis daun menunjukkan bahwa aplikasi pupuk organik nyata meningkatkan kadar hara K daun, namun tidak terhadap kadar hara N dan P daun. Aplikasi pupuk NPK majemuk nyata meningkatkan kadar hara N dan K daun, namun tidak terhadap kadar hara P daun. Pengaruh perlakuan pupuk organik dan pupuk NPK majemuk terhadap kadar hara daun disajikan pada Tabel 21. Kadar hara N dan K daun tertinggi pada 12 BSP dicapai dengan dosis pupuk NPK majemuk 2.6 kg tanaman-1.

34

Tingkat kritikal konsentrasi hara dalam daun tanaman kelapa sawit muda yaitu 2.75% untuk N, 0.16% untuk P, dan 1.25% untuk K (Ochs dan Olivin 1977). Kadar hara P daun tergolong dalam kriteria cukup, namun tidak dipengaruhi oleh pupuk organik dan NPK majemuk. Kadar hara N dan K daun tergolong kriteria belum cukup. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh serapan hara tanaman kelapa sawit yang rendah pada tahun pertama atau dosis pupuk yang diberikan masih belum cukup. Terjadi penurunan kadar hara daun pada 12 BSP dibandingkan dengan 6 BSP yaitu sekitar 20.2%-20.4% untuk N, 5.0%-5.3% untuk P, dan 29.6%-37.5% untuk K. Penurunan kadar hara daun ini mungkin dipengaruhi oleh faktor cuaca. Salah satu faktor yang memengaruhi kadar hara daun yaitu curah hujan (Lee et al. 2011). Pengambilan sampel daun pada 12 BSP dilakukan pada bulan Maret 2014. Berdasarkan pengukuran curah hujan di areal, tercatat curah hujan >300 mm bulan-1 terjadi sejak bulan Desember 2013 sampai dengan Maret 2014. Selain itu, rendahnya kadar hara daun dan penurunan kadar hara N dan K daun diduga juga disebabkan oleh tingginya tingkat kehilangan hara. Aplikasi pupuk NPK majemuk ke-3 dilakukan pada akhir bulan Desember. Curah hujan yang tinggi selama tiga bulan bertutut-turut sejak aplikasi pupuk NPK majemuk diduga menyebabkan tingginya kehilangan hara melalui pencucian. N dan K mudah hilang melalui pencucian, sedangkan P bersifat imobil dalam tanah dan kehilangan P akibat pencucian tidaklah signifikan. Tingkat pencucian tinggi terutama pada tanah dengan kandungan bahan organik rendah dan pada lahan dengan curah hujan tinggi.

Dinamika Hara Pupuk

Pengamatan dinamika hara ditujukan untuk mengetahui pergerakan hara dalam tanah dan kedalaman tanah dengan jumlah unsur hara terbanyak. Kandungan N-total, P-total, dan K-total dibandingkan dari tiga kedalaman tanah yaitu 0-20 cm, 20-40 cm, dan 40-60 cm. Dinamika pergerakan hara N-total, P- total, dan K-total dalam tanah disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4 Dinamika pergerakan hara N-total, P-total, dan K-total dalam tanah pada percobaan 2

35 Hasil percobaan menunjukkan bahwa unsur hara N-total paling banyak berada pada lapisan tanah 0-20 cm. Semakin ke dalam maka kandungan hara N- total semakin turun. Hasil ini berbeda dengan penelitian Sari (2013) yang menunjukkan bahwa kandungan N total semakin meningkat dengan bertambahnya kedalaman tanah. Lambatnya pergerakan hara N diduga berkaitan dengan KL tanah yang cukup besar. Kandungan P-total dan K-total paling banyak ditemukan pada tanah lapisan atas (0-20 cm). Unsur hara P dan K bersifat imobil dalam tanah sehingga pergerakannya lambat. Ketersediaan unsur P terutama dipengaruhi oleh tingkat kemasaman tanah. Reaksi tanah di lokasi penelitian tergolong masam sehingga kelarutan P rendah. Unsur P akan bereaksi dengan Al atau Fe sehingga tidak dapat diserap oleh akar tanaman. Kandungan liat yang tinggi dalam tanah juga dapat menyebabkan unsur hara terjerap kuat. Liat memiliki muatan negatif sehingga berikatan dengan kation misalnya Ca2+, Mg2+, dan K+.

Neraca Hara Pupuk

Perhitungan neraca hara dimaksudkan untuk mengetahui ketersediaan hara dalam tanah, serapan hara oleh tanaman, efisiensi pemupukan, dan jumlah pupuk yang hilang. Rincian hasil perhitungan neraca hara percobaan 2 disajikan pada Tabel 22. Efisiensi pemupukan N, P, dan K tergolong rendah. Hasil penelitian Sari (2013) menunjukkan bahwa efisiensi pemupukan NPK majemuk yaitu 56.16% untuk N, 11.06% untuk P, dan 29.90% untuk K. Persentase pupuk N, P, dan K yang hilang pada penelitian juga lebih besar dibandingkan dengan hasil penelitian Sari (2013) yaitu 31.66% untuk N, 33.86% untuk P, dan 54.94% untuk K. Rendahnya tingkat efisiensi pemupukan dan tingkat kehilangan pupuk yang tergolong tinggi ini kemungkinan disebabkan oleh cara aplikasi pupuk NPK majemuk dengan cara ditebar di permukaan tanah wilayah piringan serta tingginya tingkat curah hujan selama lima bulan terakhir. Curah hujan yang tinggi menyebabkan jumlah kehilangan hara semakin besar. Unsur hara N dapat hilang melalui pencucian, run off, dan penguapan (von Uexkull dan Fairhurst 1991, Corley dan Tinker 2003). Unsur hara P dapat hilang melalui erosi permukaan, sedangkan unsur hara K dapat hilang melalui pencucian dan run off (von Uexkull dan Fairhurst 1991).

Tabel 22 Neraca hara pupuk berdasarkan perlakuan M2

Uraian Hara N P K Sumber Tanah awal (g) 853.10 46.37 44.94 Pupuk (g) 312.30 151.90 348.78 Recovery nutrient Tanah akhir (g) 964.37 68.62 76.33

Serapan tanaman (g tanaman-1) 65.82 8.13 38.46

Efisiensi pemupukan (%) 21.07 5.35 11.03

36

Tanaman kelapa sawit dibudidayakan pada tanah-tanah tropika yang umumnya memiliki tingkat kemasaman tinggi dan kapasitas penyangga rendah. Oleh karena itu, input pupuk sangat penting untuk menunjang pertumbuhan dan mempertahankan produksi tetap tinggi (Ng 2004). Secara umum, dosis pupuk NPK majemuk tertinggi yaitu 2.6 kg tanaman-1 memberikan hasil tertinggi terhadap pertumbuhan tanaman kelapa sawit umur satu tahun. Kebutuhan hara bersifat spesifik pada lingkungan tumbuh tertentu. Kondisi tanah yang marginal dalam hal kesuburan kimia memerlukan suplai hara yang lebih besar dibandingkan dengan kondisi normal. Aplikasi pupuk dosis tinggi biasanya direkomendasikan pada tanah-tanah marginal untuk mempertahankan keseimbangan hara dalam tanah dan meningkatkan kesuburan tanah sehingga dapat mencukupi kebutuhan hara tanaman (Vanlauwe et al. 2001; Ng et al. 2011). Hara yang diserap akar tanaman dalam tanah secara terus menerus untuk membentuk biomassa memerlukan penggantian (Wahid et al. 2004). Kesuburan tanah yang rendah, sturukur tanah padat, mudah tererosi, drainase kurang baik, dan tingginya tingkat pencucian merupakan faktor-faktor yang membatasi pertumbuhan dan hasil pada perkebunan kelapa sawit (Corley dan Tinker2003).

Hasil percobaan 2 menunjukkan bahwa pupuk NPK majemuk dapat menjadi alternatif pupuk untuk tanaman kelapa sawit fase tanaman belum menghasilkan. Pada lahan dan umur tanaman yang seragam, kebutuhan hara untuk tanaman belum menghasilkan relatif sama sehingga satu hamparan tanaman dapat memperoleh pupuk majemuk pada dosis dan komposisi kandungan hara yang sama (Sutarta dan Darmosarkoro2007).

Pembahasan Umum

Hasil penelitian pada percobaan 1 dan 2 menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan interaksi antara pupuk organik dan pupuk anorganik. Perlakuan pupuk organik tidak menunjukkan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan kelapa sawit umur satu tahun pada percobaan 1. Sebaliknya, perlakuan pupuk organik pada percobaan 2 menunjukkan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan kelapa sawit umur satu tahun. Perlakuan pupuk organik dengan dosis 30 kg tanaman-1 tahun-1 secara nyata meningkatkan lingkar batang dan kadar hara K daun. Meskipun aplikasi pupuk organik tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan kelapa sawit umur satu tahun pada percobaan 1, ternyata aplikasi pupuk organik mampu memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah marginal Jonggol (Tabel 23). Aplikasi pupuk organik dilaporkan sebagai salah satu cara yang efektif untuk memperbaiki sifat fisik tanah dan tingkat kesuburan lahan terutama pada lahan-lahan yang baru dibuka (Koesrini dan William 2006; Koesrini dan William 2009). Pupuk organik dapat menurunkan KL tanah. Berat volume tanah ditentukan oleh kandungan bahan organik tanah sehingga dengan penambahan pupuk organik dapat mengurangi kerapatan tanah. Tanah yang memiliki KL tinggi umumnya sulit ditembus oleh perakaran tanaman sehingga perakaran tanaman kurang berkembang. Aplikasi pupuk organik juga meningkatkan kandungan C-organik serta meningkatkan ketersediaan hara N, P, dan K. Peningkatan ketersediaan hara mungkin disebabkan oleh peningkatan KTK tanah dengan pemberian pupuk

37 organik. KTK tanah meningkat karena bahan organik tanah memiliki beberapa gugus yang aktif terutama gugus karboksil dari fenol (Hardjowigeno 2010). Selain itu, peningkatan ketersediaan P juga diduga karena P yang awalnya terfiksasi oleh Al3+ dan Fe3+ menjadi terlepas dan lebih tersedia karena Al dan Fe dikelat oleh asam-asam organik yang dihasilkan dari dekomposisi bahan organik. Minardi (2006) melaporkan bahwa asam humat dan asam fulvat yang diberikan dalam bentuk ekstrak atau bahan organik berperan dalam pelepasan P yang terfikasi dalam tanah serta meningkatkan ketersediaan P dalam tanah.

Perlakuan pupuk anorganik pada percobaan 1 dan 2 menunjukkan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan kelapa sawit umur satu tahun. Perlakuan pupuk tunggal N, P, K secara nyata meningkatkan produksi pelepah, lingkar batang, kadar hara N daun, dan kadar hara K daun. Perlakuan pupuk NPK majemuk secara nyata meningkatkan produksi pelepah, lingkar batang, luas daun, jumlah anak daun, panjang pelepah, persentase berbunga, kadar hara N daun, dan kadar hara K daun. Pertumbuhan tanaman kelapa sawit umur satu tahun yang tertinggi dicapai dengan perlakuan pupuk anorganik dosis tinggi yaitu 0.50 kg N + 0.50 kg

Dokumen terkait