• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.2 Alat Tangkap Kepiting Bakau

2.2.2 Perangkap

Perangkap merupakan alat penangkap ikan dan non ikan yang bersifat pasif. Jenis alat tangkap ini sudah lama dikenal oleh nelayan, karena biaya pembuatannya yang relatif murah, cara pembuatan dan pengoperasiannya yang mudah, bahan pembuatnya mudah didapat, tidak merusak organisme hasil tangkapan, dan tidak merusak sumberdaya secara ekologis maupun teknis. Ukuran perangkap umumnya kecil dan hanya dapat dimasuki oleh beberapa organirme laut saja. Namun demikian, jumlah perangkap yang dioperasikan bisa mencapai puluhan buah, sehingga hasilnya memuaskan. Dalam satu kali operasi penangkapan, nelayan dapat merendam puluhan perangkap pada beberapa tempat penangkapan yang berbeda. Dengan demikian, peluang tertangkapnya organisme laut pada setiap operasi penangkapan sangat besar.

Perangkap umumnya dioperasikan dengan 2 cara, yaitu cara terpisah dan teruntai. Cara pengoperasian terpisah dilakukan dengan cara menempatkan beberapa perangkap pada tempat-tempat yang berbeda. Antara satu perangkap lainnya benar-benar terpisah. Adapun cara operasi teruntai dilakukan dengan cara menempatkan perangkap pada suatu area penangkapan yang sama dan antara satu perangkap dengan lainnya saling terhubung dengan tali utama.

Cara pengoperasian perangkap secara teruntai dapat dilakukan jika permukaan dasar perairannya datar. Organisme non ikan yang memiliki habitat seperti ini adalah kepiting, rajungan, siput macan dan gurita. Oleh karena itu, penangkapan ke-4 jenis organisme tersebut biasanya menggunakan perangkap yang disusun secara teruntai dengan jumlah perangkap yang sangat banyak.

Menurut Subani dan Barus (1988), perangkap adalah semua alat penangkap yang berupa jebakan. Alat ini bersifat pasif, yaitu menunggu ikan (hewan laut) masuk ke dalam perangkap dan mencegahnya untuk keluar dari perangkap. Perangkap tersebut dapat berupa tempat bersembunyi atau berlindung, penghalang dalam bentuk dinding atau pagar-pagar, terbuat dari anyaman bambu, anyaman rotan atau anyaman kawat dioperasikan secara temporer, semi permanen maupun menetap (tetap) dipasang (ditanam) didasar laut, diapungkan atau dihanyutkan.

Penyebab ikan atau hewan laut masuk kedalam perangkap antara lain adalah:

1) Sifat dasar ikan atau hewan laut yang selalu mencari tempat berlindung ; 2) Ikan atau hewan laut masuk karena tertarik oleh umpan yang ada di dalam

perangkap ;

3) Ikan atau hewan laut terkejut sehingga dia mencari tempat berlindung ; dan

4) Ikan atau hewan laut masuk karena digiring oleh nelayan.

Secara umum perangkap terdiri atas kerangka, dinding, mulut, pintu dan tempat umpan. Bentuk perangkap bervariasi (Subani dan Barus, 1988), yaitu silinder, gendang, segitiga memanjang, kubus atau segi banyak dan bulat setengah lingkaran. Cara pengoperasian perangkap dibagi menjadi tiga golongan, yaitu bubu dasar, bubu apung dan bubu hanyut.

Gardenia (2006), mengungkapkan bahwa perangkap lipat sering digunakan oleh nelayan Indonesia khususnya nelayan di daerah Indramayu adalah perangkap lipat yang berbentuk kotak, merupakan hasil introduksi dari Taiwan digunakan untuk menangkap rajungan. Seiring perkembangannya, perangkap lipat yang berbentuk kotak ini digunakan juga untuk menangkap kepiting bakau di wilayah Subang dan sekitarnya. Selanjutnya (Martasuganda, 2008) mengemukakan bahwa konstruksi dari rangka bubu/perangkap kepiting, keseluruhannya memakai rangka dari besi behel 0,8 cm. Badan jaring memakai jaring PE multifilament dengan mesh size 0,25 inchi. Rangka bisa dibuat dari besi behel atau kawat baja dengan diameter 2-3 mm. Ukuran bubu adalah, Panjang: Lebar: Tinggi = 60:40:25-30 cm. Untuk tali pelampung, tali utama, dan tali pemberat semuanya memakai tambang yang disebut dengan tambang tros (nama dagang dari tali yang dijual untuk kebutuhan perikanan dan kelautan) berdiammeter 2,0 cm dengan panjang 8.000 – 10.000 m, sedangkan tali cabangnya berdiameter 1,0 cm. Konstruksi perangkap lipat dapat dilihat pada Gambar 7.

Metode operasi dimulai dari persiapan semua kebutuhan yang diperlukan, kemudian pemasangan pemberat pada tali utama, penyambungan tali temali dan pemasangan pelampung tanda dikedua ujung tali utama. Setelah semua persiapan dilakukan, kemudian perahu menuju ke daerah penangkapan terpilih. Sambil menuju ke daerah penangkapan, dilakukan pemasangan umpan. Setelah sampai di daerah penangkapan, pelampung tanda dan alat tangkap diturunkan.

Pemasangan alat tangkap di daerah penangkapan dipasang satu demi satu kemudian diuntai menjadi satu set dengan jarak satu dengan lainnya antara 10-15 m. Lama perendaman biasanya antara 3 – 4 hari.

Keterangan : a : Rangka perangkap b : Badan jaring c : Mulut perangkap d : Engsel e : Pengait umpan

Gambar 7 Konstruksi perangkap lipat kepiting

Keberhasilan crustacea menemukan perangkap, masuk dan akhirnya tertangkap sangat dipengaruhi oleh adanya interaksi antara tingkah laku hewan tersebut dengan rancangan dari perangkap, seperti: bentuk dan ukuran perangkap, besarnya celah pelolosan, ukuran pintu masuk, keadaan dan tempat umpan di letakan dalam perangkap dan perlengkapan lain yang digunakan agar hasil tangkapan tidak lolos atau lepas (Krouse, 1988).

Miller (1978) dalam Krouse (1988) menjelaskan penggunaan perangkap untuk menangkap kepiting Cancer irroratus, Cancer productusdan Hyas araneus menunjukkan bahwa hasil tangkapan terbesar terjadi pada perangkap yang memiliki pintu masuk lurus sepanjang tempat umpan yang berbau diletakkan.

Cocok tidaknya lokasi pintu masuk sangat berhubungan dengan tingkah laku kepiting. Krouse (1988) menemukan kepiting jenis H. americanus dan C. irroratus lebih mudah masuk ke dalam perangkap yang memiliki pintu masuk yang terletak di bagian atas perangkap.

Selanjutnya Jirapunpipat et al (2008), dalam penelitiannya tentang efek celah pelolosan pada perangkap lipat terhadap hasil tangkapan dan ukuran kepiting bakau S. olivacea, dengan mengujicobakan 5 celah pelolosan dengan ukuran dan letak yang berbeda pada perangkap, menemukan bahwa letak celah pelolosan pada bagian pinggir bawah perangkap menghasilkan jumlah pelolosan yang terbesar dan ukuran celah pelolosan 3 cm x 6 cm efektif untuk meloloskan S. olivacea yang undersized. Celah pelolosan tidak memberikan pengaruh terhadap tingkat masuknya kepiting bakau kedalam perangkap. Disamping mereduksi kematian kepiting yang belum dewasa, celah pelolosan dapat mereduksi retensi target spesies yang tidak didinginkan yang tidak memiliki nilai komersial dan yang selalu dibuang. Selain itu, celah pelolosan juga mempersingkat waktu penyortiran oleh nelayan.

Dokumen terkait