• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.50.Menhut-II/2009 tentang Penegasan Status dan Fungsi Kawasan Hutan:

Tergugat I menerbitkan Keputusan yang berada dalam kawasan budidaya kehutanan pada halaman 10-halaman 12 adalah pernyataan

Pasal 3 Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.50.Menhut-II/2009 tentang Penegasan Status dan Fungsi Kawasan Hutan:

APL berdasarkan TGHK yang telah dibebani hak guna usaha atau titel hak lainnya yang sah untuk kepentingan pembangunan diluar kehutanan dari pejabat berwenang, namun dalam penunjukan kawasan hutan (dan perairan ) propinsi berdasarkan hasil paduserasi TGHK dan RTRWP ditunjuk sebagai kawasan hutan, maka Status areal tersebut adalah APL; --- Bahwa Paduserasi TGHK dan RTRWP ini merupakan penunjukan kawasan hutan yang bersifat indikatif (arahan), karena masih diperlukan tindakan penata batasan oleh Panitia Tata Batas, Pengesahan Berita Acara Tata batas Kawasan Hutan, serta penetapan kawasan hutan dengan Keputusan Menteri (vide Pasal 2 Peraturan

Menteri Kehutanan RI Nomor P.50/Menhut-II/2009 Jo. Pasal 14 dan Pasal 15 Undang-Undang Kehutanan); ---

Bahwa penerbitan SK-HGU dan IUP yang diperoleh TERGUGAT II INTERVENSI dengan memerhatikan Peta Paduserasi antara TGHK dengan RTRWP Kalimantan Timur sebagaimana dimaksud dalam Surat Keputusan Gubernur Propinsi Kalimantan Timur Nomor: 050/K.443/1999; --- Bahwa areal Perkebunan TERGUGAT II INTERVENSI berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Kalimantan Timur Nomor : 050/K.443/1999 masuk dalam Kawasan Budidaya Non Kehutanan (KBNK) dan telah dilakukan enclave (pelepasan) seluas kurang lebih 85 hektar dikarenakan terdapat areal perkebunan yang masuk dalam Kawasan Budidaya Kehutanan (KBK) (vide Sertifikat Hak

Guna Usaha Nomor. 17, Desa/Kelurahan Baay, Kecamatan Karangan, Kabupaten Kutai Timur, Propinsi Kalimantan Timur); ---

c. OBYEK SENGKETA DIKAITKAN DENGAN PETA LAMPIRAN SURAT KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 79/KPTS-II/2001 TENTANG PENUNJUKAN KAWASAN

HUTAN DAN PERAIRAN PROPINSI KALIMANTAN TIMUR,

TANGGAL 15 MARET 2001; ---

Bahwa TERGUGAT II INTERVENSI menolak dengan tegas bahwa sebagian lahan perkebunan milik TERGUGAT II INTERVENSI berdasarkan SK-HGU masuk dalam Kawasan Hutan Kalimantan Timur berdasarkan Peta Lampiran Surat Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: 79/Kpts-II/2001 tentang Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan Propinsi Kalimantan Timur, tanggal 15 Maret 2001, yakni SK-HGU masuk dalam kawasan Hutan Produksi Terbatas (“HPT”) seluas 423,41 hektar; ---

Bahwa Surat Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: 79/Kpts-II/2001 merupakan penunjukan kawasan hutan yang merupakan tahap awal dari

proses pengukuhan kawasan hutan; ---

Bahwa berdasarkan Pasal 14 Ayat 2 Undang-Undang Kehutanan, tindakan penunjukan kawasan hutan belum memberikan kepastian hukum atas kawasan hutan karena pengukuhan kawasan hutan harus melalui proses (a) penunjukan kawasan hutan, (b) penataan batas kawasan hutan, (c). pemetaan kawasan hutan, (d) penetapan kawasan hutan (Pasal 15 Ayat 1 Undang-Undang Kehutanan), serta memperhatikan rencana tata ruang wilayah; ---

Bahwa pengaturan tersebut juga diikuti, dipatuhi dan dijadikan pertimbangan Hakim Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor: 45/PUU-IX/2001, yaitu penentuan suatu kawasan hutan tidak dapat dilakukan

dengan (hanya) penunjukan Menteri Kehutanan, namun harus melalui proses pengukuhan kawasan hutan dengan mengacu kepada ketentuan Pasal 15 Ayat 1 dan 2 Undang-Undang Kehutanan; --- Bahwa dengan demikian kawasan hutan Kalimantan Timur yang ditunjuk berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: 79/Kpts-II/2001 bukan merupakan kawasan hutan yang bersifat definitif dan tidak memberikan kepastian hukum (vide Pasal 14 Ayat 2 Undang-Undang Kehutanan) sehingga tidak dapat dijadikan dasar untuk menetapkan obyek sengketa (SK-HGU) masuk dalam kawasan hutan (hutan produksi terbatas/HPT) Kalimantan Timur; ---

d. OBYEK SENGKETA DIKAITKAN DENGAN PETA LAMPIRAN SURAT KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 79/KPT-II/2001 TENTANG PENUNJUKAN KAWASAN

HUTAN DAN PERAIRAN PROPINSI KALIMANTAN TIMUR,

TANGGAL 15 MARET 2001; ---

Bahwa TERGUGAT II INTERVENSI menolak dengan tegas bahwa sebagian lahan perkebunan milik TERGUGAT II INTERVENSI berdasarkan IUP masuk Kawasan Hutan Kalimantan Timur berdasarkan Peta lampiran Surat Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: SK.718/Menhut-II/2014 tentang Kawasan Hutan Propinsi Kalimantan Timur tanggal 29 Agustus 2014, yakni IUP masuk dalam Kawasan Hutan Produksi tetap (HP) seluas 469,82 hektar dan Hutan Produksi yang dapat dikonversi (HPK) seluas 238,38 hektar; --- Bahwa Surat Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: SK.718/Menhut-II/2014 merupakan penunjukan kawasan hutan yang merupakan tahap awal dari proses pengukuhan kawasan hutan; --- Bahwa berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor:

penunjukan Menteri Kehutanan, namun harus melalui proses pengukuhan kawasan hutan dengan mengacu kepada ketentuan Pasal 15 Ayat 1 dan 2 Undang-Undang Kehutanan; --- Bahwa berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor:

P.44/Menhut-II/2012 tentang Pengukuhan Kawasan Hutan : ---

Pasal 2 --- (1) Pengukuhan kawasan hutan dilakukan melalui tahapan: --- a. Penunjukan kawasan hutan; --- b. Penataan batas kawasan hutan; dan --- c. Penetapan kawasan hutan; --- (2) Tahapan pengukuhan kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1)

ditindak lanjuti dengan kegiatan : --- a. Penunjukan dengan Keputusan Menteri; --- b. Pelaksanaan Tata Batas; --- c. Pembuatan Berita Acara Tata Batas Kawasan Hutan yang

ditandatangani oleh Panitia Tata Batas atau Pejabat yang berwenang; dan; --- d. Penetapan dengan Keputusan Menteri; ---

Bahwa dalam Surat Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: SK.718/Menhut II/2014 sama sekali tidak terdapat lampiran mengenai berita acara tata batas

kawasan hutan yang ditandatangani Panitia tata Batas, dengan demikian

berdasarkan Pasal 14 Ayat 2 Undang-Undang Kehutanan, tindakan penunjukan

kawasan hutan belum memberikan kepastian hukum atas kawasan hutan karena

pengukuhan kawasan hutan harus melalui proses (a) penunjukan kawasan hutan, (b) penataan batas kawasan hutan, (c) pemetaan kawasan hutan, (d) penetapan kawasan

hutan ( Pasal 15 Ayat 1 Undang-Undang Kehutanan), serta memperhatikan rencana tata ruang wilayah; --- Bahwa obyek sengketa berupa SK-HGU dan SHGU pada saat diterbitkan pada tahun 2007 masuk dalam kawasan Kawasan Budidaya Non Kehutanan (KBNK) (vide Surat Keputusan Gubernur Propinsi Kalimantan Timur Nomor: 050/K.443/1999 tentang penetapan Hasil Paduserasi Antara Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRWP) dengan Tata Guna Hutan kesepakatan (TGHK) Propinsi Kalimantan Timur, tanggal 1 Nopember 1999), namun di Tahun 2014 berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor : SK.718/Menhut-II/2014 masuk dalam kawasan hutan(hutan Produksi dan hutan produksi konservasi), Dengan kata lain SK-HGU dan SHGU telah lebih dulu terbit (ada) dibandingkan

berlakunya Surat Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: SK.718/Menhut-II/2014; ---

Bahwa berdasarkan Pasal 4 Ayat 2 huruf b Undang-Undang Kehutanan: --- “Penguasaan hutan oleh Negara sebagimana dimaksud pada ayat (1) memberi

wewenang kepada Pemerintah untuk : --- b.menetapkan status wilayah tertentu sebagai kawasan hutan atau kawasan hutan

sebagai bukan kawasan hutan” ---