BAB IV Sistem Pemerintahan Nagari Cingkariang Menurut Perda No.12 Tahun 2007
3. Peraturan Perundang-undangan
Suku bangsa yang mempunyai pemerintahan sendiri, tentu saja mempunyai undang-undang dan hukum. Baik itu undang-undang tertulis, maupun undang-undang tidak tertulis. Apabila undang-undang dan hukum yang tidak tertulis ini masih ditaati dengan setia oleh warga masyarakatnya, maka ia menjadi pandangan hidup dan sebagai alat
pemersatu suku bangsa tersebut serta dipandang sebagai adat.83
Bagi masyarakat Minangkabau, adat merupakan kebudayaan secara utuh yang
dapat berubah. Namun ada adat yang tidak berubah, mamangan menyebutkan : kain
dipakai usang, adat dipakai baru. Artinya, pakaian apabila sering dipakai maka lama kelamaan akan menjadi usang, sedangkan adat apabila dipakai terus menerus akan senantiasa awet.
84
3.1.1 Adat yang sebenarnya adat (adat nan sabana adat)
Karena ada adat yang dapat dirubah dan adat yang tidak dapat dirubah, maka adat
dalam masyarakat Minangkabau dibagi atas empat kategori, yaitu:
Adat yang sebenarnya adat adalah aturan-aturan dan sifat-sifat serta ketentuan-ketentuan yang terletak pada setiap jenis benda alam, baik alam yang merupakan makhluk hidup seperti manusia maupun makhluk hewani, nabati, flora dan fauna dan segala sifat-sifatnya yang beku dan cair, warna, bau dan sebagainya atau alam yang dapat diraba
dengan pancaindra manusia, bukan alam yang gaib.85
82 Ibid., hal. 144-146 83 Ibid., hal. 85 84 Ibid., hal. 88 85
Idrus hakimy, Rangkaian Mustika adat basandi Syarak di Minangkabau, Bandung : Pt. Remaja Rosdakarya,1994, hal. 103
Adat yang sebenarnya adat merupakan adat asli, adat yang tidak berubah, yang tidak lapuk oleh hujan dan tak lekang oleh panas. Adat yang lazim digunakan seperti
hukum alam yang merupakan falsafah hidup mereka.86
Alam terkembang yang disebut adat yang sebenarnya adat di Minangkabau mengandung arti ajaran budi yang tidak pernah meminta untuk dibalas dan dihargai. Seperti kayu berbuah yang dimakan buahnya untu keperluan manusia. Seluruh isi alam ini dijadikan untuk kepentingan hidup manusia. Dari alam itu manusia mengambil pelajaran untuk kepentingan hidup bermasyarakat.
Yaitu Alam takambang jadi guru
(alam terkembang menjadi guru).
87
3.1.2 Adat yang diadatkan
Adat yang diadatkan ialah peraturan yang dibuat oleh Dt. Perpatiah nan Sabatang dan Dt, Katumanggungan sebagai nenek moyang orang Minangkabau yang dicontoh dari adat yang sebenarnya adat. Peraturan yang dibuat yakni persoalan yang menyangkut peraturan hidup masyarakat dalam segala bidang yang dilukiskan dengan pepatah.
Contoh, peraturan tentang cara kehidupan dalam masyarakat: Barek samo dipikua,
Ringan samo dijinjiang Nan elok baimbaukan Sakik disilau
Mati bajanguak88
Adat yang diadatkan oleh nenek moyang tersebut disusun begitu rupa dengan
mengambil contoh dan perbandingan dari ketentuan-ketentuan alam takambang. Dengan
kaidah yang disusun dari ketentuan alam takambang jadi guru itulah diatur hubungan baik
antara sesama manusia dalam masyarakatnya, semenjak dari tingkatan terendah sampai kepada tingkatan yang paling tinggi, seperti dari anak-anak sampai kepada yang tua, rakyat dengan pemimpin, agar antara yang satu dengan yang lain terwujud hubungan yang baik
86
A.A Navis, Op.cit., hal. 89 87
Idrus Hakimy, Loc.cit., hal. 104 88
dan harmonis antar sesamanya, yang saling menghormati, tolong menolong, kasih
mengasihi dan saling tenggang rasa. 89
Ketentuan alam takambang jadi guru disusun menjadi kaidah yang kokoh dan kuat
yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan bersama dalam masyarakat, yaitu terciptanya persatuan dan kesatuan, menjauhi sifat pecah belah, adu domba, dan khianat. Semua tindakan dalam kehidupan untuk mencapai hubungan manusia dengan manusia yang harmonis dan baik, serta mencapai persatuan dan kesatuan, senantiasa dilandasi sifat-sifat
yang dicontoh dari alam.90
Jenis adat yang disebut adat yang sebenarnya adat dan adat yang diadatkan oleh
nenek moyang Minangkabau yang menciptakan adat tersebut, disebut adat nan babahua
mati. Yaitu adat yang tidak boleh diubah walaupun dengan mufakat sekalipun karena
ketentuan ketentuan yang disusun adalah berdasarkan alam takambang jadi guru. 91
3.1.3 Adat yang teradat (adat nan teradat)
Keduanya merupakan hukum dasar adat Minangkabau, yang tak lakang dek paneh,
tak lapuan dek hujan, dikikih bahabih basi, dibasuah bahabih aia.
Adat yang teradat merupakan aturan-aturan yang disusun dengan hasil musyawarah mufakat penghulu-penghulu, ninik mamak di tiap-tiap nagari di Minangkabau. Peraturan tersebut berguna untuk melaksanakan aturan-aturan atau hukum-hukum dasar dari adat yang diadatkan oleh nenek moyang Minangkabau yang menciptakan hukum tersebut, karena hukum dasar yang disebutkan hanya garis-garis besarnya saja dan dengan sendirinya harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi setiap nagari yang bersangkutan. Aturan adat yang teradat ini tidak sama coraknya di setiap nagari di Minangkabau. Dan inilah yang dimaksud oleh pepatah yang berbunyi:
Lain Lubuak lain ikannyo Lain padang lain bilalangnyo Lain nagari lain adatnyo.
89
Idrus Hakimy, Op.cit., hal.106 90
Ibid., 91
Artinya, aturan pelaksanaan di setiap nagai akan berbeda antara yang satu dengan yang lain. Walaupun berbeda dalam aturan pelaksanaannya, namun tidak berbeda tentang
dasar hukumnya, yaitu sama-sama berdasarkan adat yang diadatkan.92
3.1.4 Adat Istiadat
Adat istiadat juga merupakan aturan adat Minangkabau yang dibuat dengan kata mufakat ninik mamak dan penghulu-penghulu di nagari-nagari, yaitu peraturan yang menampung segala kemauan dan kesukaan anak nagari selama menurut ukuran alur dan
patut. Contoh, olah raga, kesenian, ukiran dan pakaian yang berbeda disetiap nagari.93
Adat istiadat merupakan kebiasaan yang berlaku di tengah masyarakat umum atau masyarakat setempat, seperti acara yang bersifat upacara adat atau tingkah laku pergaulan yang bila dilakukan dianggap baik dan bila tidak dilakukan tidak apa-apa. Adat ini akan
tumbuh hanya karena dirawat dengan baik.94
Adat yang teradat dan adat istiadat disebut dalam adat Minangkabau sebagai adat nan babuhua sentak, artinya aturan yang boleh diubah, ditambah dan dikurangi, mudah membukanya asal tau caranya, yaitu harus melalui musyawarah. Keduanya merupakan
pelaksanaan dari adat yang diadatkan sebagai hukum dasar dari adat Minangkabau.95
3.2 Undang-Undang
Undang-undang Minangkabau terbagi dalam empat pokok undang-undang yang mengatur seluruh aspek kehidupan pemerintahan dan masyarakat serta ketertiban. Yang dimaksud dengan undang-undang yang empat tersebut adalah:
3.2.1 Undang-undang nagari
Undang-undang nagari disebut juga sebagai undang-undang tata negara yang ruang lingkup berlakunya sebatas lingkungan nagari yang berstatus otonom. Undang-undang ini mengandung delapan pasal. Setiap pasal diturunkan dengan judul yang berpasangan. Undang-undang ini mengatur persyaratan suatu nagari yang berpemerintahan penuh.
92 Ibid., hal. 110 93 Ibid., hal. 112 94
A.A Navis, Loc.cit. 95
Artinya, setiap nagari harus mempunyai persyaratan tersebut dengan lengkap baik sarana
fisik maupun sarana operasionalnya.96
1. Babalai bamusajik
Kedelapan pasal undang-undang nagari tersebut adalah :
2. Basuku banagari 3. Bakorong bakampuang 4. Bahuma babendang 5. Balabuah batapian 6. Basawah baladang 7. Bahalaman bapamedanan 8. Bapandam bapakuburan
Penjelasan dari kedelapan pasal undang-undang tersebut dapat dilihat pada syarat terbentuknya nagari yang telah diuraikan di atas.
3.2.2 Undang-undang Isi Nagari
Undang-undang isi nagari adalah ketentuan tentang aturan hidup masyarakat di dalam lingkungan kesatuan masyarakat hukum adat, yaitu nagari, agar tercipta ketertiban, keamanan, rasa hormat menghormati, tolong menolong, kasih mengasihi, dan saling
tenggang rasa.97
Apabila undang-undang nagari lebih menekankan pada ketentuan mengenai hubungan manusia sebagai warga dengan nagari tempat kediamannya, maka undang-uandang isi nagari lebih menekankan hubungan manusia dengan manusia secara langsung maupun secara tidak langsung.
98
Kusuik disalasaikan,
Contoh, undang-undang isi nagari dalam bidang hukum
96
A.A Navis, Op.cit., hal. 91 97
Idrus Hakimy, Op.cit., hal. 132 98
Karuah dijaniahi, Usua dipamainan, Cabua dibuang.
Hukum adia kato bana, Indak buliah bapihak-pihak, Indak buliah bakatian kiri, Luruih bana dipegang sungguah. Di mato jan dipiciangkan, Di dado jan dibusuangkan, Di paruik usah kikampihkan, Sifat dia dipakaikan.
Bak maelo rambuik dalam tapuang, Bak mamalu ula dalam baniah, Baniah tak leco, tanah tak lambang, Panokok tak patah, nan ula mati juo.
Artinya, bahwa ketentuan adat tentang setiap sengketa yang terjadi, baik dalam keluarga maupun dengan orang lain, harus diselesaikan secara adil. Adat mengingatkan agar setiap yang berwenang dalam bidang hukum ini benar-benar bersifat adil dalam melaksanakan penyelesaian dan tentang hukum yang akan dijatuhkan. Ajaran syarak mengatakan, kalau menghukum antara sesama manusia, maka hendaklah dihukum dengan
seadil-adilnya.99
3.3.3 Undang-undang Luhak dan Rantau
Undang-undang luhak dan rantau ini adalah undang-undang yang mengatur sistem pemerintahan pada dua wilayah yang berbeda di Minangkabau pada zaman kerajaan masih
99
berdiri. Wilayah yang satu disebut luhak, dan wilayah yang lain disebut rantau. Pada dasarnya, wilayah luhak terletak di nagari-nagari yang berada di selingkar gunung merapi. Sedangkan wilayah rantau terletak di luarnya, terutama di wilayah pelabuhan bagian timur
atau bagian barat Minangkabau. 100
a. Luhak yang tiga (luhak nan tigo)
Alam Minangkabau mempunyai luhak nan tigo (luhak yang tiga), yaitu luhak tanah
datar, luhak agam, serta luhak lima puluh kota.Setiap luhak mempunyai ciri atau identitas sendiri yang dipertahankan dan dibanggakan sebagai alat pemersatu dan pendorong semangat dalam memelihara harga diri mereka sendiri. Perbedaan ciri antara luhak tersebut terlihat pada bentuk rumah gadang, model pakaian penghulu, pakaian penganti, dan
sebagainya. 101
Artinya, sebagai pemimpin pada luhak nan tiga (luhak aga, luhak tanah data dan luhak lima puluh kota) disebut penghulu kaum/kepala adat, yang dalam lembaga disebut ninik mamak. Sedangkan pemimpin pada wilayah rantau disebut raja.
Sistem pemerintahan luhak berbeda dengan sistem pemerintahan rantau. Dalam ketentuan adat, tentang undang-undang ini disebutkan dalam garis besarnya,
Luhak nan bapenghulu Rantau nan barajo
102
b. Rantau.
Rantau merupakan wilayah Minangkabau yang terletak di luar wilayah luhak nan tiga. Batas-batas wilayah rantau tergantung pada pasang naik dan pasang surut kekuatan kerajaan pagaruyung. Wilayah rantau pada mulanya merupakan wilayah untuk mencari kekayaan secara individual oleh penduduk, baik dalam bidang perdagangan, usaha dan jasa
maupun dalam kegiatan lain yang bersifat sementara. 103
Sebagai koloni kerajaan, nagari yang tumbuh atau berada di wilayah itu dipimpin seorang penguasa yang diangkat kerajaan. Penguasa iu dijabat secara turun temurun
100
A.A Navis, Op.cit., hal.104 101
Ibid., hal. 105 102
Idrus Hakimy, Op.cit., hal. 130 103
menurut garis keturunan patrilineal dengan gelar jabatan yang sesuai dengan langgam tradisional yang telah ada di tempat itu, seperti gelar rang kaya, tan tuah di wilayah pantai timur, rang gadang, rang bagindo di wilayah pantai barat. Yang menyandang gelar rajo
(raja) ialah orang-orang bangsawan turunan Kerajaan Pagaruyung sendiri.104
3.3.4 Undang-undang Dua Puluh
Undang-undang dua puluh menurut adat Minangkabau adalah ketentuan adat untuk menyatakan perbuatan, tingkah laku yang sumbang dan salah sehingga mengakibatkan tindakan hukuman dan ketentuan yang menyatakan kesalahan yang terjadi, pelanggaran
kejahatan dan penganiayaan.105
Jadi, undang-undang dua puluh merupakan undang-undang yang mengatur persoalan hukum pidana.Undang-undang dua puluh terbagi atas dua bagian, yaitu ungang-undang delapan dan ungang-undang-ungang-undang dua belas. Namun, dalam ungang-undang-ungang-undang ini tidak dicantumkan ancaman hukuman karena ancaman hukuman terhadap pribadi yang melakukan pelanggaran hukum tidak sesuai dengan sistem masyarakat komunal yang berasaskan kolektivisme.Setiap orang merupakan anggota komunenya yang dalam hal ini disebut kaum atau suku. Kaum atau suku mempunyai tanggung jawab terhadap tingkah laku anggotanya. Karena itu, apabila seseorang melakukan kejahatan yang patut dihukum,
maka kaum atau sukunyalah yang akan memberikan hukuman.106
a. Undang-undang Delapan
Undang-undang delapan (cemoh nan bakaadaan) menyatakan nama kejahatan yang dilakukan, yaitu:
Dago dati mambari malu, Sumbang salah laku parangai. Samun saka tagak di bateh, Umbuak umbi budi marangkak. Curi maliang taluang dindiang, Tikam bunuah padang badarah.
104 Ibid., 105
Idrus Hakimy, Op.cit., hal. 138 106
Sia baka sabatang suluah,
Upeh racun batabuang sayak107
1. Tikam bunuah (tikam bunuh). Tikam ialah perbuatan yang melikau orang atau
milik orang. Bunuh ialah perbuatan yang menghilangkan nyawa orang atau milik orang dengan menggunakan kekerasan.
Undang-undang delapan terdiri dari delapan pasal yang mencantumkan jenis kejahatan. Setiap pasal mengandung dua macam kejahatan, yang sifatnya sama tetapi kadarnya bebeda.Urutan pasal undang-undang dua puluh adalah:
2. Upeh racun (upas racun). Upas ialah perbuatan yang menyebabkan seseorang
jatuh sakit setelah menelan makan atauminuman yang telah diberi ramuan yang berbisa atau beracun. Racun ialah perbuatan yang menyebabkan seseorang meninggal setelah menelan makanan atau minuman yang telah diberi ramuan berbisa atau beracun.
3. Samun saka (samun saka). Samun ialah perbuatan merampok milik orang
dengan cara melakukan pembunuhan. Sakar ialah perbuatan merampok milik orang dengan cara kekerasan atau aniaya. Pasal ini mempunyai sampiran, yaitu rabuk rampeh (rebut rampas). Rebut ialah perbuatan mengambil barang yang dipegang pemiliknya lalu melarikannya. Rampas ialah perbuatan mengambil milik orang secara tidak berhak dan melakukan ancaman.
4. Sia baka (siar bakar). Siar ialah perbuatan membuat api yang mengakibatkan
milik orang lain sampai terbakar. Bakar ialah perbuatan membakar barang orang lain.
5. Maliang curi (maling curi). Maling ialah perbuatan mengambil milik orang
dengan melakukan pengrusakan atas tempat penyimpanannya. Curi ialah perbuatan mengambil milik orang lain secara sambil lalu selagi pemiliknya sedang lengah.
6. Dago dagi (daga dagi). Daga ialah perbuatan pengacauan dengan desas desus
sehingga terjadi kehebohan. Dagi ialah perbuatan menyebarkan fitnah sehingga merugikan yang bersangkutan.
107
7. Kicuah kicang (kicuh kicang). Kicuh ialah perbuatan penipuan yang mengakibatkan kerugian orang lain. Kicang ialah perbuatan pemalsuan yang dapat merugikan orang lain. Pasal ini mempunyai sampiran, yaitu umbuak umbai (umbuk umbai). Umbuk ialah perbuatan penyuapan pada seseorang yang dapat merugikan orang lain. Umbai ialah perbuatan membujuk seseorang agar sama-sama melakukan kejahatan.
8. Sumbang salah. Sumbang ialah perbuatan yang menggauli seseorang yang tidak
boleh dinikahi. Salah ialah perzinaan dengan istri orang.108
b. Undang-undang Dua Belas
Undang-undang dua belas merupakan bagian dari undang-undang dua puluh yang terdiri dari dua belas pasal yang dapat dijadikan alasan untuk menangkap dan menghukum seseorang. Undang-undang dua belas (tuduah nan bakatunggangan), yaitu :
Anggang lalu atah jatuah, Pulang pagi babasah-basah, Bajalan bagageh gageh,
Kacondongan mato rang banyak, Dibaok ribuik dibaok angin, Dibaok pikek dibaok langau, Tasindoroang jajak manurun, Takukiak jajak mandaki, Bajua murah-murah, Batimbang jawab ditanyoi, Alah bauriah bak sipasin,
Lah bajajak nan bak bakiek.109
108
A.A. Navis,Op.cit.,hal. 110-111 109
Undang-undang dua belas terdiri atas dua bagian. Bagian pertama terdiri dari enam pasal. Bagian pertama disebut dengan tuduh. Yaitu pasal-pasal yang dapat menjadikan seseorang sebagai tertuduh dalam melakukan kejahatan. Setiap pasal mengandung dua macam alasan tuduhan. Urutan pasal tersebut ialah :
1. Tatumbang taciak (tertumbang terciak). Tertumbang ialah tersangka tidak dapat
lagi menangkis tuduhan yang didakwakan kepadanya. Terciak ialah tersangka mengakui tuduhan yang didakwakan kepadanya.
2. Tatando tabukti (tertanda terbukti). Tertanda ialah ditemukannya milik
terdakwa di tempat kejahatan. Terbukti ialah ditemukannya benda-benda yang berasal dari tempat kejahatan pada terdakwa.
3. Tercancang tarageh (tercancang teregas). Tercencang ialah ditemukannya
bekas, akibat, atau milik terdakwa di tempat kejahatan. Teregas ialah ditemukannya pada tubuh terdakwa bekas yang ditimbulkan benda yang berada di tempat kejahatan itu.
4. Taikek takabek (terikat terkebat). Terikat ialah terdakwa terpergok sedang
melakukan kejahatan. Terkebat ialah terdakwa tepergok pada tempat kejahatan.
5. Talala takaja (terlatar terkejar). Terlatar ialah terdakwa dapat ditemukan di
tempat persembunyiannya. Terkejar ialah terdakwa dapat ditangkap pada suatu pengejaran.
6. Tahambek tapukua (terhambat terpukul). Terhambat ialah terdakwa dapat
ditangkap setelah pengepungan. Terpukul ialah terdakwa dapat tertangkap
setelah dimukul atau dikeroyok.110
Enam pasal lainnya pada undang-undang dua belas dinamakan cemo (cemar).
Keenam pasal ini merupakan prasangka terhadap seseorang sebagai orang yang telah melakukan suatu kejahatan sehingga ada alasan untuk menangkap atau untuk memeriksanya. Keenam pasal tersebut ialah ;
1. Basuriah bak sipasin, bajajak bak bakiak (bersurih bagai sipasin, berjejak bagai
bekik). Maksud pasal tersebut ialah ditemukan jejak seseorang atau tanda-tanda di tanah. Tanda tersebut apabila diikuti menuju ke arah tersangka.
110
2. Enggang lalu, ata jatuah (enggang lewat, atal jatuh). Maksud pasal ini ialah di tempat kejahatan terjadi, seseorang terlihat sedang berada di tempat itu.
3. Kacondongan mato urang banyak (kecendrungan mata orang banyak).
Maksudnya ialah seseorang telah menarik perhatian orang banyak karena hidupnya telah berubah tanpa diketahui sebab musababnya.
4. Bajua murah-murah (menjual murah-murah). Maksudnya ialah didapati
seseorang menjual suatu benda dengan harga yang sangat murah, seolah-olah menjual benda yang bukan miliknya.
5. Jalan bagageh-gageh (berjalan tergesa-gesa). Maksudnya ialah didapati
seseorang sedang berjalan tergesa-gesa pada suatu saat dan tempat yang tidak tepat, seolah-olah ia sedang ketakutan.
6. Dibao pikek, dibao langau (dibawa pikat, dibawa lalat). Maksudnya ialah
didapati seseorang sedang hilir mudik pada suatu tempat tanpa diketahui
maksudnya dengan jelas sehingga menimbulkan kecurigaan.111
3.3 Cupak
Cupak ialah ukuran yang dipergunakan sehari-hari di Minangkabau untuk penakar beras yang akan dimasak atau dijual. Dalam pelaksanaannya, cupak adalah ukuran yang tidak boleh dikurangi atau dilebihi, artinya dilebihi untuk keuntungan pribadi dan
dikurangi untuk kerugian orang lain.112 Dalam adat, cupak dijadikan ukuran dalam
kehidupan bermasyarakat, yang mengatur dalam bidang hukum untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi sesama manusia, begitu juga ukuran dalam memberikan arah dalam kehidupan sehingga mencapai tujuan yang sempurna dan terjaminnya keamanan dalam
masyarakat.113
111
A.A Navis, Op.Cit., hal. 112 112
Idrus Hakimy, Op.Cit., hal. 140 113
Ibid., hal. 141
Cupak terbagi empat, yaitu :
1. Cupak usali (cupak asli). Yaitu ukuran peraturan dalam menyelesaikan suatu
persengketaan dalam masyarakat yang bertujuan agar dapat tercapai kehendak
hukum yang sebenarnya, dan untuk menegakkan keadilan dan kebenaran.114
Cupak usali merupakan peraturan-peraturan yang asli tentang adat dan syarak yang tidak dapat ditambah maupun dikurangi.
Cupak usali ialah sesuatu yang diumumkan pada hati manusia. Maksudnya ialah cara seorang hakim menyelesaikan (menghukum) dalam suatu perkara yang timbul antara manusia, hendaklah dilaksanakan dengan seadil-adilnya, serta menuruti segala prosedur dan syarat yang mutlak dalam melaksanakan penyelesaian, dan
seharusnya menurut alur dan patut.115
2. Cupak buatan. Yaitu suatu peraturan yang menguntungkan kepada umum dalam
mencapai kesempurnaan hidup dan kehidupan, seperti melaksanakan peraturan adat Mianangkabau yang kewi dalam setiap aspek kehidupan dan mengerjakan serta
mengamalkan ajaran agama Islam(syarak).116
Peraturan-peraturan yang dibuat oleh cupak ini ialah peraturan adat dalam satu nagari. Peraturan tersebut memberi kebaikan dalam pergaulan. Sebab, apabila sudah dapat dilaksanakan akan membawa hasil yang baik dalam hubungan yang
satu dengan yang lain.117
3. Cupak tiruan. Yaitu keinginan yang dimiliki sebagian orang karena dalam
keinginan yang dimaksudkan itu tidak semua orang menyukainya. Adakalanya karena tidak adanya kesanggupan untuk memiliki keinginan tersebut dan adakalanya karena tidak adanya kesukaan terhadap keinginan tersebut. Seperti
pakaian yang indah, permainan yang disukai, dan lain-lain.118
4. Cupak nan piawai. Yaitu suatu pekerjaan dalam masyarakat untuk tercapai
kehidupan yang sempurna dan pergaulan yang baik serta kebutuhan hidup yang
114
Idrus hakimy, Op.Cit., hal. 146 115
Idrus Hakimy, Op.Cit., hal.142 116
Ibid., 117
Idrus Hakimy, Op.Cit., hal. 147 118
diridhai oleh Allah SWT.119
3.4 Hukum Adat Minangkabau
Cupak yang piawai merupakan peraturan (ukuran) yang sangat dibutuhkan dan disukai untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia, seperti bercocok tanam (pertanian), memelihara yang bernyawa (beternak).
Dalam masyarakat yang kolektif seperti Minangkabau, yang memandang setiap orang adalah anggota kaumnya dan setiap kaum adalah warga masyarakat yang harus disegani dan dimuliakan dengan status yang sama, azas kehidupan mereka berpola pada rasa kebersamaan dan persamaan. Dengan demikian, hukuman yang diberikan kepada
tertuduh kejahatan adalah berdasarkan azas kekeluargaan.120
3.4.1 Pampasan (ganti rugi)
Setiap kesalahan yang dilakukan oleh seseorang , yang bertanggung jawab adalah kerabat atau kaum pelaku kejahatan karena ia adalah anggota kaumnya. Orang yang menjadi korban kejahatan harus diberi pampasan (ganti rugi) oleh kerabat si pelaku kejahatan.
Berat ringannya pampasan ditentukan oleh empat pasal yang diungkapkan pepatah Minang berikut:
1. Mancancang mamapeh, mambunuh mambangun (mencencang memampas,
membunuh membangun). Mencencang memampas maksudnya siapa yang menimbulkan kerusakan terhadap seseorang atau terhadap milik seseorang, maka hukumannya ialah wajib memberikan ganti rugi.
Membunuh membangun maksudnya siapa yang membunuh seseorang atau milik seseorang maka hukumnya ialah menghidupkan kembali yang
terbunuh.121
119 Ibid., 120
A.A. Navis.Op.Cit., hal.112 121
Ibid.,hal. 113
Apabila yang mengalami kerusakan atau terbunuh adalah ternak atau barang, maka pelaku wajib mengganti rugi sepenuhnya, sedangka barang atau ternak yang rusak menjadi milik pelaku kejahatan.