• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.2. Jalan Tol di Indonesia

2.2.1. Peraturan Perundangan Jalan Tol

Saat ini peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia tentang jalan dan jalan tol adalah UU No. 38 Tahun 2004, tentang Jalan, dan PP No. 15 Tahun

2005, tentang Jalan Tol. Pada pasal 1 UU No. 38 Tahun 2004 dan PP No. 15

tahun 2005 disampaikan bahwa jalan tol adalah jalan umum yang merupakan bagian sistem jaringan jalan dan sebagai jalan nasional yang penggunanya diwajibkan membayar tol. Sedangkan yang dimaksud dengan tol adalah sejumlah uang tertentu yang dibayarkan untuk pemakaian jalan tol. Rencana umum jaringan jalan tol ditetapkan oleh Pemerintah dan merupakan bagian tak terpisahkan dari rencana umum jaringan jalan nasional.

Lebih lanjut, mengenai penyelenggaraan jalan tol, dalam UU No. 38 Tahun 2004 disampaikan pada Bab V bagian ketiga, tentang wewenang penyelenggaraan jalan tol. Pada Pasal 45 disebutkan bahwa wewenang penyelenggaraan jalan tol berada pada pemerintah, yang meliputi pengaturan, pembinaan, pengusahaan, dan pengawasan jalan tol. Sebagian wewenang Pemerintah dalam penyelenggaraan jalan tol dilaksanakan oleh Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT).

Dalam UU No. 38 Tahun 2004, Pasal 43, disebutkan juga bahwa jalan tol diselenggarakan untuk:

a. memperlancar lalulintas di daerah yang telah berkembang;

b. meningkatkan hasil guna dan daya guna pelayanan distribusi barang dan jasa guna menunjang peningkatan pertumbuhan ekonomi;

c. meringankan beban dana Pemerintah melalui partisipasi pengguna jalan; dan d. meningkatkan pemerataan hasil pembangunan dan keadilan.

Disebutkan pula bahwa pengusahaan jalan tol dilakukan oleh pemerintah dan/atau badan usaha yang memenuhi persyaratan.

Jalan tol harus memiliki spesifikasi atau tingkat pelayanan yang lebih tinggi dibandingkan dengan lintas jalan umum (UU No. 38 Tahun 2004, Pasal 44 ayat 3 dan PP No. 15 Tahun 2005 Pasal 5), sebagai jaminan kompensasi dari uang tol yang dibayarkan oleh para penggunanya. Dalam Peraturan Pemerintah tersebut disebutkan pula bahwa jalan tol yang digunakan untuk lalulintas antar-kota didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 80 (delapan puluh) kilometer per jam dan untuk jalan tol di wilayah perkotaan didesain dengan kecepatan rencana paling rendah 60 (enam puluh) kilometer per jam. Selain itu

jalan tol juga didesain untuk mampu menahan Muatan Sumbu Terberat (MST) paling rendah 8 (delapan) ton.

Spesifikasi jalan tol menurut PP No. 15 tahun 2005, Pasal 6 adalah sebagai berikut:

a. tidak mempunyai persimpangan sebidang dengan ruas jalan lain atau dengan prasarana transportasi lainnya;

b. jumlah jalan masuk dan jalan keluar ke dan dari jalan tol dibatasi secara efisien dan semua jalan masuk dan jalan keluar harus terkendali secara penuh;

c. jarak antar simpang susun paling rendah 5 (lima) kilometer untuk jalan tol luar perkotaan dan paling rendah 2 (dua) kilometer untuk jalan tol dalam perkotaan;

d. jumlah lajur sekurang-kurangnya dua lajur per arah; e. menggunakan pemisah tengah atau median; dan

f. lebar bahu jalan sebelah luar harus dapat dipergunakan sebagai jalur lalulintas sementara dalam keadaan darurat.

Syarat teknis lainnya, yang juga disebutkan dalam PP No.15 tahun 2005 adalah:

a. Setiap ruas jalan tol harus dilakukan pemagaran dan dilengkapi dengan fasilitas penyeberangan jalan dalam bentuk jembatan atau terowongan. b. Pada tempat-tempat yang dapat membahayakan pengguna, jalan tol harus

diberi bangunan pengaman yang mempunyai kekuatan dan struktur yang dapat menyerap energi benturan kendaraan.

c. Setiap jalan tol wajib dilengkapi dengan aturan perintah dan larangan yang dinyatakan dengan rambu lalulintas, marka jalan, dan/atau alat pemberi isyarat lalulintas.

d. Pada setiap jalan tol harus tersedia sarana komunikasi, sarana deteksi pengamanan lain yang memungkinkan pertolongan dengan segera sampai ke tempat kejadian, serta upaya pengamanan terhadap pelanggaran, kecelakaan, dan gangguan keamanan lainnya.

e. Pada jalan tol antar-kota harus tersedia tempat istirahat dan pelayanan untuk kepentingan pengguna jalan tol. Tempat istirahat dan pelayanan disediakan paling sedikit satu untuk setiap jarak 50 (lima puluh) kilometer pada setiap jurusan.

Untuk mencapai spesifikasi tersebut, terdapat sejumlah standar perencanaan yang harus dipenuhi dalam merancang suatu jalan tol. Standar perencanaan geometrik jalan tol yang digunakan pada penelitian ini adalah standar yang dikeluarkan oleh Bina Marga, yaitu:

a. Peraturan Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, No. 38/T/BM/1997. b. Spesifikasi Standar untuk Perencanaan Jalan Bebas Hambatan, 1976. c. Spesifikasi Standar untuk Perencanaan Geometrik Jalan Dalam Kota, 1992.

Selain itu digunakan pula standar yang digunakan oleh AASHTO, yaitu A Policy

on Geometric Design of Highways and Streets, AASHTO 2001. Beberapa

parameter standar desain tersebut ditampilkan pada Tabel 1, Tabel 2, dan

Tabel 3.

Tabel 1. Standar Desain Geometrik Jalan

Parameter Desain Nilai

Kecepatan Rencana (70 – 120) km/jam

Superelevasi Maksimum 10 %

Jari-Jari Minimum 210 m

Kelandaian Relatif 1/150

Jarak Pandang Henti minimum 120 m

Jarak Pandang Menyusul 550 m

Kelandaian Maksimum (3-5) %

Panjang Kritis 460 m

Jumlah Lajur dan Arah 4 lajur 2 arah

Lebar Lajur Minimum 3,50 m

Lebar Bahu Luar Minimum 2,00 m

Lebar Bahu Dalam MInimum 0,75 m

Lebar Median Minimum 1,50 m

Sumber: Peraturan Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, No. 38/T/BM/1997

Tabel 2. Standar Desain Geometrik untuk Ramp

Parameter Rencana Nilai

Kecepatan Rencana Minimum 50 km/jam

Superelevasi Maksimum 10 %

Kemiringan Normal 2 %

Lebar Lajur Minimum 3,50 m

Lebar Bahu Minimum 0,50 m

Gradien Maksimum 4 %

Panjang Taper Minimum 100 m

Sumber: Spesifikasi Standar untuk Perencanaan Geometrik Jalan Dalam Kota, 1992.

Dalam PP No.15 tahun 2005, tentang Jalan Tol, disampaikan bahwa kebijakan perencanaan jalan tol disusun dengan memperhatikan pengembangan wilayah, perkembangan ekonomi, sistem transportasi nasional, dan kebijakan nasional sektor lain yang terkait dan merupakan landasan penyusunan rencana

umum jaringan jalan tol dengan memperhatikan kondisi sosial, ekonomi, dan kondisi lingkungan daerah sekitarnya. Kebijakan perencanaan jalan tol memuat tujuan dan sasaran pengembangan, dasar kebijakan, prioritas pengembangan, dan program pengembangan jaringan jalan tol.

Tabel 3. Standar Desain Geometrik untuk Interchange

Parameter Rencana Nilai

Kecepatan Rencana Minimum 50 km/jam

Superelevasi Maksimum 10 %

Kemiringan Normal 2 %

Lebar Lajur Minimum 3,50 m

Lebar Bahu Minimum 0,50 m

Gradien Maksimum 4 %

Radius Minimum 100 m

Sumber: Spesifikasi Standar untuk Perencanaan Geometrik Jalan Dalam Kota, 1992.

Rencana ruas jalan tol, sebagai bagian jaringan jalan tol, ditentukan berdasarkan hasil prastudi kelayakan terhadap ruas-ruas yang tertera dalam rencana umum jaringan jalan tol. Prastudi kelayakan mencakup kegiatan analisis kelayakan, yang terdiri atas analisis sosial ekonomi, analisis proyeksi lalulintas, pemilihan koridor jalan tol, analisis perkiraan biaya konstruksi, serta analisis kelayakan ekonomi. Dengan kata lain, untuk menyelenggarakan jalan tol perlu dipahami beberapa pengertian sebagai berikut:

a. Jalan tol adalah jalan yang harus layak secara finansial pengusahaannya,

sehingga penetapan lokasinya harus didesain sebagai alternatif dari lintas atau ruas jalan umum yang lalulintasnya padat, sehingga diharapkan jumlah pengguna jalan tol relatif besar.

b. Untuk mengembangkan jaringan jalan tol perlu disediakan suatu rencana

umum jaringan jalan yang memuat gambaran wujud jaringan jalan yang hendak dicapai disertai dengan tahapan pencapaiannya,

c. Pengembangan jaringan jalan (tol) perlu diselaraskan dengan rencana

pembangunan (Renstra dan lain-lain), RTRW, dan rencana jaringan transportasi (Sistem Transportasi Nasional atau Sistem Transportasi Wilayah)

Pengembangan jaringan jalan tol idealnya dilakukan berdasarkan suatu masterplan (jangka panjang atau jangka menengah) yang jelas, dan tidak

kepada pandangan local-wise saja. Sebagai contoh, idealnya pengembangan jaringan jalan tol perkotaan juga dilakukan dengan memperhatikan konteksnya dalam jaringan transportasi maupun sistem ekonomi yang lebih besar, dalam skala Provinsi maupun skala Nasional.

Gambar 6. Konsep Perencanaan Jaringan Jalan Tol

Dokumen terkait