• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dari hasil wawancara yang dilakukan kepada enam partisipan yang telah melakukan perawatan postpartum budaya minang maka peneliti menemukan enam upaya perawatan selama postpartum dan telah disebutkan oleh partisipan tersebut adalah: (1) waktu nifas dalam budaya Minang (2) perawatan postpartum dalam budaya Minang (3) manfaat perawatan ibu postpartum dalam budaya Minang (4) kebutuhan ambulasi pada ibu nifas (5) pemberian ASI/Laktasi.

1. Waktu Nifas Dalam Budaya Minang

Dalam budaya Minang masa nifas atau postpartum itu sendiri berlangsung sampai dengan 40 hari, ini didukung pernyataaan partisipan yaitu sebagai berikut :

(Partisipan 1)

“Ni darah kotor ni keluar sampailah nantik 40 hari, risih jadinya”.

(Partisipan 2)

“Iya dek 3 minggu, ni aja kakak masih keluar darah kotor,adalah 2 minngu lagi”.

2. Perawatan Masa Nifas dalam Budaya Minang

Dalam perawatan postpartum budaya Minang setelah melahirkan ibu mengunakan bedak parampilis dan bedak beras yang dioleskan ke kening ibu, mandi

batangeh, minum perasan daun sungkai, daun belimbing dan daun papaya dan minum kunyit asam.Berikut ini hasil wawancaranya :

a. Mandi Batangeh

Mandi batangeh adalah rebusan dari daun-daunan rempah, seperti daun sedingin, daun kunyit, daun sereh, daun jeruk purut, daun asam-asam semua direbus lebih kurang 1 jam dalam belanga, setelah direbus, dibuka tutup belanganya dan ibu menggunakan kain atau sarung lalu jongkok diatas belanga. Mandi belanga ini biasanya dilakukan 3-5 kali selama masa nifas.Berikut ini pernyataan partisipan :

(Partisipan 2)

“Itu kita jongkok diatas belanga gitu dek.Daun serai, daun jeruk purut, daun kunyit, pokonya daun-daun gitulah dek semua direbus sampai mendidih, baru nanti diangkat baru nantik kita jongkok diatas belanga tu dek”.

(Partisipan 4)

“Banyak kakak pakai, pngalaman anak-anak kemaren aja kan, batangeh juga”.

(Partisipan 6)

“Kalau yang udah kakak pakai tadi tu lah yang daun sungkai tu parampilis, tu ada lagi dek batangeh namanya, ha ini lagi diperut ha, tapal paruik namanya. Ini kakak pakai ni”.

b. Minum Perasan Daun Sungkaidan Daun Belimbing.

Perawatan postpartum dalam budaya Minang ada meminum perasan daun sungkai, daun papaya dan daun belimbing. Cara pembuatannya yaitu daun papaya, daun sungkai dan daun belimbing itu ditumbuk halus atau diblender, lalu disaring, air saringan daun tadi itu yang diminum oleh ibu. Perawatan ini biasanya dilakukan 2-3 kali seminggu. Ini didukung oleh pernyataan dari partisipan berikut ini :

(Partisipan 1)

“Itu daun belimbing, daun sungkai, daun papaya tu diperas baru air perasannya diminum tu, daun sungkai tu pahit kali tu”.

(Partisipan 2)

“Itu daun-daun dek, daun sungkai, daun belimbing sama daun papaya gitu, Itu yang diminum dek”.

(Partisipan 5)

“Itu daun belimbing, daun sungkai, daun papaya tu diperas baru air perasannya diminum tu”.

c. Meminum kunyit asam dan gula merah.

Perawatan lain yang dilakukan dalam budaya Minang yaitu meminum kunyit asam dan gula merah. Ini biasa dilakukan dipertengahan masa nifas atau diakhir- akhir masa nifas.Cara pembuatannya yaitu kunyit diparut, lalu dicampur asam kandis dan gula merah kemudian direbus.Air rebusan tersebut yang diminum oleh ibu. Hal ini didukung oleh pernyataan partisipan berikut ini:

(Partisipan 1)

“Sampai sebulan biasanya itu diminum may, nanti udah sebulan baru kita minum kunyit asam”.

(Partisipan 4)

“Kunyit asam dek. Kakak biasanya kunyit tu diparut dulu atau dipotong- potong kecil baru kita rebus kan, waktu rebus tu ditambah asam, asam kandis biasanya kita bilang tu sampailah mendidih, baru itu kita minum tu”.

(Partisipan 5)

“Kunyit asam itu udah sebulan baru kita minum”.

d. Meminum Daun Pepaya dan Memakan Sayur Daun Katu

Meminum perasan daun papaya dan memakan sayur daun katu juga sering dilakukan ibu yang setelah melahirkan dalam budaya Minang.Cara pembuatannya

adalah daun papaya diremas atau diblender lalu airnya disaring dan diminum, sayur daun katu hanya ditumis seperti biasa. Berikut pernyataan dari partisipan :

(Partisipan 2)

“Iya dek, tapi daun papaya tu untuk nambah air susu. Daun papaya tu gapapa terus diminum dek selama masih nyusu”.

(Partisipan 3)

“Itu daun papaya tu diperas baru air perasannya diminum tu”.

(Partisipan 4)

“Kakak biasanya minum daun papaya, kadang kakak ada juga tu makan sayur daun katu”.

e. Tapal perut

Perawatan lain yang digunakan oleh ibu setelah melahirkan dalam budaya Minang

adalah tapal perut. Cara pemakaiannya yaitu kapur sirih dicampur dengan perasan jeruk nipis lalu dioleskan ke perut ibu. Sesuai dengan pernyataan partisipan berikut ini :

(Partisipan 2)

“Iya tapi itu bukan gurita aja, nanti ada yang kita oleskan diperut tu dek, itu juga salah satu yang bikin perut kita kecil lagi, kita ole situ baru kita balut pakai gurita tu”.

(Partisipan 5)

“Itu tapal paruik namanya.Itu dari kapur sirih dicampur jeruk nipis, tu baru dioles diperut, perut depan ni dioles”.

(Partisipan 6)

“Kapur sirih yang dipakai orang untuk makan sirih tu, itulah yang dioleskan, tapi dicampur sama jeruk nipis dulu”.

Dalam menjaga kebersihan alat genetalia, budaya minang melakukan perawatan cebok dengan menggunakan air rebusan daun sirih.Cara pembuatannya hanya merebus daun sirih tersebut. Hal ini didukung oleh pernyataan partisipan berikut ini:

(Partisipan 2)

“Mandinya biasa aja, paling tu lebih sering cebok dek, terus ganti softek Karna kakak orangnya risih gitu, padahal belum banyak kali nanti darahnya disuruh cebok pakai air sirih”.

(Partisipan 4)

“Haa iya itu cebok tu pakai air sirih tu, jadi kita rebus dulu daun sirih tu sampai mendidih, baru airnya kita pakai untuk cebok, biar vagina tu ndag bau”.

(Partisipan 6 )

“ Tu cebok pakai air sirih biar wangi itu kita. Gitu aja kakak biasanya”.Iya direbus tu dek, baru airnya kita jadikan untuk cebok”.

3. Manfaat Perawatan Ibu Nifas dalam Budaya Minang

Dari perawatan-perawatan yang dilakukan oleh ibu nifas dalam budaya Minang memiliki manfaat untuk meningkatkan stamina, untuk melancarkan keluarnya darah nifas, untuk memperbanyak pengeluaran ASI dan untuk mengembalikan bentuk tubuh seperti sebelum hamil. Sesuai dengan pernyataan partisipan berikut :

a. Mandi Batangeh

Mandi batangeh dalam budaya Minang dengan cara jongkok diatas belanga yang berisi rebusan daun-daun, seperti daun sedingin, daun kunyit, daun jeruk purut dan daun asam-asam yang biasanya dilakukan 3-5 kali selama nifas. Yang bermanfaat untuk pemulihan stamina adalah uap dari rebusan rempah-rempah tersebut. Ini didukung oleh pernyataan partisipan berikut ini :

(Partisipan 3)

“Iya dek, jongkok kita diatas rebusan-rebusan daun gitu, kita pakai sarung aja tu, ga pakai celana dalam do, nah dari situlah makanya kita banyak keluar

keringat.Sebenarnya kalau asli-asli tu kita waktu jongkok tu ndak

pakai apa-apa, tapi kita masuk didalam sarung, tu makanya berkeringat kali kita”.

(Partisipan 4)

“Iya jongkok kita diatas periuk misalnya kan, bagus dikamar mandi, karna bagus

kita jangan pakai baju kalau batangeh tu, biar keluar semua keringat kita biar enak

badan tu jadinya”.

(Partisipan 6)

“Iya dek, jongkok kita diatas rebusan-rebusan daun gitu, kita pakai sarung aja tu,

keluar keringat.”.

b. Meminum Perasan Daun Sungkai dan Daun Belimbing

Meminum perasan daun sungkai dan daun belimbing oleh ibu postpartum dalam budaya Minang itu bermanfaat untuk melancarkan pengeluaran darah nifas, sesuai dengan pernyataan partisipan berikut :

(Partisipan 1)

“Daun sungkai sama belimbing tu biar darah kotor keluar banyak may, jadi biar berganti darah kotor tu sama darah yang baru”.

(Partisipan 2)

“Iya dek, ni aja masih minum-minum jamu kakak biar darah kotornya biar cepat keluar, biar bersih darahnya”.

(Partisipan 5)

“Daun sungkai sama belimbing tu biar darah kotor keluar banyak”.

c. Meminum Kunyit Asam dan Gula Merah

Menurut ibu postpartum dalam budaya Minang perawatan ini bermanfaat untuk membersihkan sisa-sisa darah nifas, biasanya perawatan ini dilakukan apabila

masa nifas sudah memasuki waktu 3 minggu – 4 minggu. Hal ini didukung dengan pernyataan partisipan berikut :

(Partisipan 1)

“Iya, tapi itu untuk membersihkan sisa darah kotor tu, makanya kita minum itu waktu udah sebulan abis melahirkan”.

(Partisipan 3)

“Inilah biar banyak keluar darah kotor tu, biar bersih sisanya”.

(Partisipan 4)

“Itu sama untuk darah kotor juga, tapi biasanya itu diminum udah sebulan- sebulan gini, karna itu untuk bersihkan sisa-sisa darah kotor dek, biar bersih darah

Kotor tu, keluar dia semua berganti sama darah yang bersih”.

d. Meminum Perasan Daun Pepaya dan Memakan Sayur Daun Katu

Dari hasil wawancara didapatkan ibu postpartum dalam budaya Minang mengkonsumsi perasan daun papaya dan sayur daun katu yang bermanfaat untuk menyusui yaitu memperbanyak ASI. Hal ini didukung oleh pernyataan partisipan berikut :

(Partisipan 2)

“Daun papaya tu gapapa terus diminum dek selama masih nyusu”.

(Partisipan 3)

“Daun papaya diperas tu untuk banyak air susu, karna anak kakak kuat nyusu

minum itu biar banyak air susu, kadang makan sayur katu tu juga”.

(Partisipan 6)

“Tapi nanti kan may daun papaya tu aja diminum lagi, karena itu untuk air susu kita biar banyak air susu tu”.

e. Tapal Perut

Perawatan tapal perut digunakan ibu postpartum dalam budaya Minang agar bentuk perut kembali seperti sebelum melahirkan. Sesuai pernyataan partisipan berikut :

(Partisipan 1)

“Itu biar kecil perut jadinya, karna kalau abis melahikan ni kan perut besar jadinya, makanya dipakai itu biar kecil perut”.

(Partisipan 2)

“Iya dek, dari anak pertama juga kakak pakai ini, karna biar balek perut kita kayak dulu, anak pertama kakak gitu, balek perut tu kayak sebelum hamil, kecil dia, ya namanya kita perempuan kan, manalah mau perut awak besar tu.Iya tapi itu bukan gurita aja, nanti ada yang kita oleskan diperut tu dek, itu juga salah satu yang bikin perut kita kecil lagi, kita ole situ baru kita balut pakai gurita tu”.

(Partisipan 5)

“Itu dari kapur sirih dicampur jeruk nipis, tu baru dioles diperut, perut depan ni dioles, biar kecil perutnya”.

f. Cebok Menggunakan Air Daun Sirih

Dalam menjaga kebersihan alat genetalia, budaya minang melakukan perawatan cebok dengan menggunakan air rebusan daun sirih.Manfaat yang dirasakan yaitu agar alat genetalia bersih dan tidak bau, dan dapat menghilangkan rasa gatal pada vagina. Hal ini didukung oleh pernyataan partisipan berikut ini:

(Partisipan 2)

“Untuk cebok pakai air sirih biar ndak bau katanya”.

(Partisipan 4)

“Biar vagina tu ndag bau karna abis melahirkan kan lain-lain pula baunya tu, apalagi darah kotor ni kan”.

karna abis melahirkan kan jorok juga tu, apalagi ni keluar darah kotor tu kita jaga lah bersih-bersihnya, kalau ndak bau dia jadinya”.

4. Kebutuhan Ambulasi Pada Ibu Nifas

Kebutuhan ambulasi pada ibu nifas dalam Budaya Minang yaitu tidak banyak bergerak. Hal ini didukung oleh pernyataan responden sebagai berikut :

(Partisipan 1)

“Ya tulah may, ga boleh banyak gerak, soalnya kata orang mamak kayak gitu, kalau banyak gerak kayak jalan gitu, atau terlalu jauh jalan nanti perutnya turun gitu”.

(Partisipan 3)

“Iya ni ga bisa banyak gerak, karna takutnya nanti jahitannya robek kan”.

(Partisipan 5)

“Ga ada paling jalan-jalan didalam rumah aja, ga ada kerja juga”.

5. Pemberian ASI/Laktasi

Dalam Budaya Minang pemberian ASI dilakukan sesering mungkin, dan ada upaya meningkatkan produksi air susu dengan cara minum perasan daun papaya dan makan daun katu. Hal ini didukung oleh pernyataan partisipan berikut :

(Partisipan 4)

“Gampang-gampang aja dek,anak kakak tu kuat nyusunya,tiap dia nangis kasih susu, atau 2 jam sekali”.

(Partisipan 5)

“Asi tu tetap dikasih, ga ada kakak campur-campur, dia kuat nyusu, makanya kakak jaga-jaga makan biar ga mencret dia”.

(Partisipan 6)

“Alhamdulillah ga ada, paling dulu pertama ndak mau dia, mungkin belum terbiasa dia kan, tu kata mamak paksa terus, tu akhirnya mau aja dia lagi”.

Dokumen terkait