• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.4 Perbandingan Grafik Konsentrasi CO 2 di Sekolah Dasar

Padat Lalu Lintas, Kawasan Industri dan Kawasan pemukiman

Grafik dibawah ini merupakan keseluruhan pengukuran yang dilakukan selama 6 hari di masing-masing kawasan, yakni kawasan padat lalu lintas, kawasan industri dan kawasan pemukiman.Terlihat ada perbedaan yang signifikan dari ketiga kawasan. Pada kawasan padat lalu lintas konsentrasi CO2 mengalami tingkat yang

sangat tinggi dibandingkan kawasan industri dan kawasan pemukiman. Hal ini sesuai dengan teori Mainka (2015) bahwa tingkat konsentrasi CO2 di luar ruangan

dipengaruhi oleh faktor lokasi dan aktivitas luar ruangan di sekitar bangunan, dan penelitan Lee dan Chang (1999) yang menunjukkan bahwa kualitas udara tertinggi berasal dari kendaraan bermotor, terutama truk-truk besar dan sumber lain yang mungkin berasal dari proses industri.

Grafik 4.4 Perbandingan Konsentrasi CO2 pada Masing-Masing Kawasan Sumber: Dokumentasi pribadi, 2016

4.5 Data dan Analisa Pengaruh Penghalang Bangunan terhadap Konsentrasi CO2 di Sekolah Dasar Kawasan Padat Lalu Lintas

Data yang berhasil dikumpulkan selama masa penelitian di kawasan padat lalu lintas berdasarkan penghalang bangunan menunjukkan angka rata-rata konsentrasi CO2 yang relatif tinggi di jam 07.15 – 07.20 WIB pada hari pertama

dengan kadar 750 ppm, setelah itu grafik menunjukkan tingkat konsentrasi CO2

yang relatif sedang yaitu 650 ppm pada pukul 07.00 – 09.50 WIB dan 10.45 – 11.50 WIB. Hal tersebut ditunjukkan pada grafik di bawah in:

Grafik 4.5 Grafik Pengukuran Konsentrasi CO2 selama 6 Hari di SDN 065015

pada Kawasan Padat Lalu Lintas Berdasarkan Penghalang Bangunan

Sumber: Dokumentasi pribadi, 2016

Tabel 4.4 Hasil pengukuran konsentrasi CO2 selama 6 hari pada kawasan padat lalu lintas

penghalang bangunan

Hari/Tanggal Terendah Tertinggi Rata-rata

Hari 1 (6 Juni 2016) 361 ppm (10.05 – 10.10) 767 ppm (07.15 – 07.20) 435 ppm Hari 2 (7 Juni 2016) 374 ppm (08.20 – 08.25) 667 ppm (07.05 – 07.10) 667 ppm (08.15 – 08.20) 419 ppm Hari 3 (8 Juni 2016) 434 ppm (12.20 – 12.25) 667 ppm (08.40 – 08.45) 667 ppm (09.30 – 09.35) 667 ppm (09.40 – 09.45) 667 ppm (11.40 – 11.45) 494 ppm Hari 4 (9 Juni 2016) 432 ppm (09.15 – 09.20) 667 ppm (07.00 – 07.05) 667 ppm (10.55 – 11.05) 667 ppm (11.25 – 11.30) 472 ppm Hari 5 (10 Juni 2016) 460 ppm (09.40 – 09.45) 667 ppm (07.50 – 07.55) 667 ppm (08.55 – 09.00) 667 ppm (09.15 – 09.20) 519 ppm Hari 6 (11 Juni 2016) 459 ppm (10.20 – 10.25) 667 ppm (07.00 – 07.05) 667 ppm (07.50 – 07.55) 495 ppm

Dari hasil penelitian selama 6 hari pada kawasan padat lalu lintas berdasarkan pengaruh penghalang bangunan menunjukkan range konsentrasi CO2

terendah di lingkungan SDN 065015 berkisar antara 361 ppm – 460 ppm, sementara range konsentrasi CO2 tertinggi adalah 667 ppm – 767 ppm, dan dari

rata-rata selama 6 hari menunjukkan bahwa tingkat konsentrasi CO2 tidak

menunjukkan kenyamanan di hari ketiga, ke-empat, kelima dan keenam karena melewati standar yang telah ditetapkan oleh UFCCC (tidak melebihi 450 ppm).

4.6 Perbandingan Grafik Konsentrasi CO2 di Sekolah Dasar Kawasan

Padat Lalu Lintas Berdasarkan Penghalang Bangunan

Grafik di bawah ini merupakan keseluruhan pengukuran yang dilakukan selama 6 hari di kawasan padat lalu lintas. Terlihat ada perbedaan yang signifikan berdasarkan penghalang bangunan terhadap konsentrasi CO2. Adanya penghalang

bangunan, yakni sebuah ruko berlantai tiga di sekitar lokasi penelitian, terbukti dapat mengurangi tingkat konsentrasi CO2. Pada SDN 060971 dengan bangunan

sekolah yang menghadap ke jalan raya tanpa adanya penghalang bangunan menunjukkan tingkat konsentrasi yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan SDN 065015 yang membelakangi jalan raya dan terhalang oleh sebuah bangunan.

Grafik 4.6 Grafik Perbandingan Konsentrasi CO2 di SDN 060971 dan SDN 065015

padaKawasan Padat Lalu Lintas Berdasarkan Penghalang Bangunan

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

1) Kualitas udara di luar ruangan dipengaruhi oleh faktor lokasi. Pada penelitian ini konsentrasi CO2 tertinggi terjadi pada kawasan padat lalu lintas, lalu

kawasan industri dan terakhir kawasan pemukiman.

2) Dari hasil pengukuran di lingkungan sekolah SDN 060971 pada kawasan padat lalu lintas, diperoleh rata-rata konsentrasi CO2 senilai 493–658 ppm.

3) Dari hasil pengukuran di lingkungan sekolah SDN 066434 pada kawasan industri, diperolehrata-rata konsentrasi CO2 senilai 484–613 ppm.

4) Dari hasil pengukuran di lingkungan sekolah SDN 066666 pada kawasan pemukiman, diperolehrata-rata konsentrasi CO2 senilai 435–515 ppm.

5) Dari hasil pengukuran konsentrasi CO2 pada kawasan padat lalu lintas

berdasarkan pengaruh penghalang bangunan, diperoleh rata-rata konsentrasi CO2 senilai 419–519 ppm.

6) Kualitas udara di luar ruangan juga dipengaruhi oleh penghalang bangunan. Dari hasil penelitian terbukti bahwa penghalang bangunan dapat mengurangi tingkat konsentrasi CO2. Pada kawasan padat lalu lintas, SDN 060971 dengan

bangunan sekolah yang menghadap ke jalan raya tanpa adanya penghalang bangunan menunjukkan konsentrasi CO2 yang lebih tinggi senilai 493–658

ppm dan jika dibandingkan dengan SDN 065015 yang membelakangi jalan raya dan terhalang oleh sebuah bangunan dengan rata-rata konsentrasi CO2

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kualitas Udara

Arsitektur adalah ilmu dalam merancang bangunan. Dalam merancang sebuah bangunan, seorang arsitek akan melakukan analisa, salah satunya adalah analisa terhadap lingkungan, termasuk tahap pemilihan lokasi. Pemilihan lokasi menjadi tahapan penting dalam menata lingkungan hasil buatan manusia dan lingkungan alam untuk mendukung kegiatan manusia agar tidak menimbulkan dampak bagi lingkungan sekitar. Namun, kebanyakan bangunan didirikan berdasarkan konsep rancangan yang seringkali lebih mengarah pada kebutuhan manusia tanpa memperhatikan dampak terhadap lingkungan sekitarnya dalam upaya pengelolaan dan menjaga kualitas alam dari berbagai kegiatan manusia, khususnya kualitas udara.

Udara atau atmosfer merupakan sekumpulan gas yang mengelilingi bumi, didominasi oleh nitrogen (78%), oksigen (20.95%), argon (0,93%), karbon dioksida (0,038%), uap air (1%) dan gas-gas lain (0,002%). Komposisi bahan kimia tersebut tidak selalu konstan karena adanya gas-gas yang dilepaskan oleh benda-benda ke udara. Selain bahan kimia, udara juga dapat mengandung partikel organik (benzena, naftalena, formaldehida) dan non organik (asap dan debu).

Menurut British Columbia Air Quality (2016) kualitas udara berarti keadaan udara di sekitar kita yang mengacu pada udara yang bersih atau tercemar. Kualitas udara yang baik tidak hanya sangat penting untuk manusia,

tetapi juga penting untuk hewan, tumbuhan, air dan tanah. Ada beberapa istilah yang digunakan dalam kualitas udara, yakni:

 Polutan adalah zat-zat, terdiri dari gas atau partikel berlebihan yang mencemari udara. Kualitas udara dapat diukur dari banyaknya jumlah dan jenis polutan di udara. Kandungan polutan dinyatakan dengan istilah emisi dan konsentrasi.

 Emisi adalah gas buang yang merupakan polutan, diukur per satuan luas (massa/luas/waktu).

 Konsentrasi merupakan banyaknya polutan, dihitung per satuan volume/media. Satuan yang digunakan yaitu ppm (part per million).

Kualitas udara menurun jika udara telah tercemar yaitu melalui proses emisi dari berbagai sumber, penyebaran polutan dan pemaparan (Anonim, 2012). Udara dikatakan tercemar jika keadaannya berbeda dari kondisi normal akibat konsentasi polutan berada dalam jumlah berlebihan yang mengakibatkan kerusakan lingkungan dan gangguan kesehatan manusia (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), 2012).

Berbagai gas di atmosfer memiliki tingkat yang berbeda-beda dalam menyerap panas CO2 lebih banyak menyerap panas dibandingkan gas lainnya

diusulkan oleh Tyndall pada tahun 1859 (New Scientist, 2007). Pada tahun 1896, seorang ilmuan asal Swedia bernama Arrhenius menunjukkan bahwa CO2 telah

meningkat sebanyak dua kali lipat dan Arrhenius memprediksi kemungkinan manusia menjadi penyebab meningkatnya CO2. Hal ini diperkuat oleh hasil

Oceanography, yang mulai mengukur tingkat CO2 setiap tahun sejak tahun 1958

di Mauna Loa, Hawai, hingga pada tahun 1950 melalui kurvanya, Keeling menunjukkan bahwa aktivitas manusia terbukti menyebabkan konsentrasi CO2

semakin meningkat. CO2 di atmosfer telah meningkat sebanyak 40%, dari 280

ppm menjadi 380 ppm sejak dimulainya revolusi industri di Inggris pada tahun 1850 (Global Climate Change, 2016). Pada tahun 2013, tingkat CO2 melampaui

400 ppm untuk pertama kalinya dalam sejarah. Pencemaran udara yang disertai dengan meningkatnya emisi gas CO2 akan mengakibatkan penurunan kualitas

udara yang dapat memicu pemanasan global, juga perubahan iklim yang mengancam kelangsungan hidup manusia di masa depan, sehingga menjadi isu yang harus diperhatikan (Environmental Protection Agency (EPA) dalam Science Magazine, 2009).

2.1.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Udara

Kualitas udara dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya lokasi, sumber pencemar dari berbagai kegiatan, polutan, serta meteorologi dan topografi yang mempengaruhi penyebaran polutan di udara (Sustainable Management for European Local Ports, 2010), (EPA Tasmania, 2013), (British Columbia Air Quality, 2016).

2.1.1.1 Lokasi

Pencemaran udara dapat terjadi di luar ruangan (outdoor air quality) maupun di dalam ruangan (indoor air quality). Pencemaran udara luar ruangan dapat terjadi mulai dari lingkungan rumah, perkotaan hingga sudah menjadi isu

global. Menurut World's Worst Polluted Places dalam Blacksmith Institute pada tahun 2008, pencemaran udara luar perkotaan adalah masalah kedua pencemaran udara yang paling serius di dunia setelah pencemaran udara yang terjadi di dalam ruangan (Air and Water, 2016).

Pencemaran udara dapat terjadi dimanapun, misalnya di rumah, sekolah dan kantor. Baik buruknya kualitas udara pada bangunan apapun tergantung pada perencanaan pembangunan, termasuk pemilihan lokasi dalam mempertimbangkan kualitas udara (Planning Practice Guidance, tanpa tahun). Pemilihan lokasi yang tidak tepat akan berdampak pada kualitas udara di luar ruangan. Hal ini dibuktikan oleh teori Mainka (2015) bahwa tingkat konsentrasi CO2 di luar ruangan

dipengaruhi oleh lokasi, seperti di kawasan padat lalu lintas, kawasan industri dan kawasan pemukiman yang ada di perkotaan.

2.1.1.2 Sumber Pencemar

Meningkatnya populasi manusia dan banyaknya kebutuhan, mengakibatkan peningkatan pencemaran udara (BMKG, 2012). Pencemaran udara dapat disebabkan oleh emisi dari berbagai sumber, baik dari proses alam ataupun akibat aktivitas manusia yang menghasilkan polutan sehingga mencemari udara (Sustainable Management for European Local Ports, 2010).

Pada tahun 1850 konsentrasi CO2 di atmosfer sekitar 280 ppm, kemudian

meningkat menjadi 364 ppm pada tahun 1998. Hal ini terutama disebabkan oleh aktivitas manusia selama dan setelah revolusi industri di Inggris yang dimulai pada tahun 1850 (Water Treatment Solution, 2009). Berikut beberapa sumber pencemar yang disebabkan oleh proses alam dan aktivitas manusia:

a) Proses Alam

1) Letusan Gunung Berapi

Indonesia termasuk negara yang memiliki banyak gunung berapi sehingga terjadinya bencana alam akibat letusan gunung berapi sangat besar. Abu vulkanik mengandung logam seperti timah, tembaga, seng, krom besi dan silika. Dari berbagai gas yang dilepaskan oleh letusan gunung berapi, CO2 menjadi salah satu

penyebab utama pencemaran udara yang dihasilkan oleh letusan gunung berapi. Tercatat seluruh gunung berapi di dunia mengeluarkan 0,13-0,44 miliar ton CO2/tahun (United States Geological Survey dalam Tempo, 2011).

2) Kebakaran Hutan

Kebakaran hutan dapat terjadi karena kekeringan pada musim kemarau panjang. Terbakarnya ranting dan daun kering terjadi secara alami akibat panas yang ditimbulkan oleh batu dengan benda lainnya yang dapat menyimpan dan menghantar panas. Kebakaran hutan yang terjadi akan melepaskan gas CO2 ke

atmosfer karena hutan secara alami merupakan tempat untuk menyerap gas CO2

(Earth Hour Indonesia, 2015). Selain gas CO2, beberapa polutan dari pembakaran

hutan yang mengakibatkan pencemaran udara diantaranya adalah hidrokarbon, CO, SO, NO dan NO2, serta kabut asap berupa partikel halus yang bercampur

dengan debu.

b) Akibat Aktivitas Manusia 1) Transportasi

WHO (2004) memperkirakan bahwa 70% penduduk kota di dunia pernah menghirup udara kotor akibat emisi kendaraan bermotor. Di Indonesia, setiap

tahun jumlah kendaraan semakin meningkat sehingga menimbulkan kemacetan yang dapat menyebabkan peningkatkan pencemaran udara. Konstribusi gas buang dari knalpot kendaraan bermotor sebagai sumber penyebab pencemaran udara mencapai 60-70% (Bappenas, 2009). Kendaraan bermesin biasanya menggunakan bahan bakar diesel atau bensin untuk menghasilkan energi agar kendaraan dapat beroperasi. Bahan bakar tersebut mengandung senyawa hidrokarbon yang kemudian dibakar menghasilkan CO2. Namun, pada kenyataannya mesin tidak

dapat membakar hidrokarbon secara sempurna sehingga knalpot kendaraan mengeluarkan zat-zat berbahaya yang mencemari udara. Hasil pembakaran tidak sempurna tersebut menghasilkan CO, NO2 dan VOC. Pembakaran bahan bakar

fosil seperti bensin dan diesel pada transportasi merupakan sumber terbesar emisi CO2 (EPA, 2016).

2) Kegiatan Industri

Meningkatnya perindustrian, khususnya di perkotaan menimbulkan berbagai jenis pencemar yang dibebaskan ke udara sebagai hasil buangan industri. Hasil buangan industri atau limbah industri adalah sisa buangan dari suatu proses kegiatan produksi, mengandung bahan kimia yang bersifat racun dan berbahaya. Dampak limbah menurut jenis industri terhadap pencemaran udara adalah limbah industri kimia dan bahan pangan, serta limbah industri logam dan elektronika. Berdasarkan hasil penelitian, yang paling dominan dari pencemaran udara dalam perindustrian lebih dari 90% adalah sumbangan limbah industri dalam bentuk gas. Beberapa perusahaan industri menghasilkan polutan yang berbahaya, diantaranya CO, CO2, SO2, NO, hidrokarbon dan senyawa organik. CO2 dilepaskan oleh

proses industri melalui pembakaran bahan bakar fosil. Namun, beberapa proses juga menghasilkan emisi CO2 melalui reaksi kimia yang tidak melibatkan

pembakaran, misalnya industri semen, industri logam seperti besi dan baja dan produksi bahan kimia (EPA, 2016). Industri semen dalam proses pembuatannya menghasilkan CO2 melalui beberapa proses (Atmaja, 2015), yakni penggunaan

energi listrik, proses pembakaran bahan bakar fosil untuk sumber energi ataupun transportasi dan akibat reaksi kimia pada proses kalsinasi dalam pembuatan klinker. Semakin banyak jumlah klinker yang diproduksi akan semakin banyak jumlah CO2 yang dilepaskan di udara.

3) Pembangkit Listrik

Sebagian pembangkit listrik masih menggunakan bahan batu bara, gas dan minyak untuk menghasilkan energi listrik. Proses pembakaran pada pembangkit listrik yang terjadi secara tidak sempurna menghasilkan berbagai gas berbahaya yang mencemari udara, seperti SO2, NO, CO2 dan PM. Jenis bahan bakar fosil

yang digunakan untuk menghasilkan listrik akan memancarkan jumlah yang berbeda dari CO2. Setiap tahun sebanyak 11 milyar ton CO2 dilepaskan ke

atmosfir dari kegiatan ini. Pembakaran batu bara akan menghasilkan lebih banyak CO2 dibandingkan yang memakai minyak atau gas alam (EPA, 2016).

4) Timbunan Sampah

Sebagian besar penduduk perkotaan membuang sampah rumah tangga ke tempat pembuangan akhir atau TPA. Tumpukan sampah menyebabkan daerah sekitarnya menjadi tidak nyaman karena udara yang tercemar. Sampah-sampah organik akan membusuk dan menghasilkan bau tidak sedap karena bakteri

pengurai secara alami yang menghasilkan berbagai gas seperti metana dan gas CO2 sebanyak 50% (EPA, 2016).

5) Penebangan Liar

Dampak akibat hutan gundul menghasilkan banyak lahan-lahan yang rawan terhadap kebakaran karena tumpukan ranting maupun daun kering sisa penebangan liar yang tidak terurus. Kerusakan hutan akibat pengundulan akan menghasilkan banyak emisi CO2 ke udara yang tersimpan di pohon-pohon.

Diperkirakan bahwa lebih dari 1,5 miliar ton gas CO2 dilepaskan ke atmosfer

akibat penggundulan hutan (Climate and Weather, 2014).

Dari berbagai sumber pencemar yang telah dijelaskan tersebut, manusia dan aktivitasnya yang tidak terkendali menjadi penyebab utama pencemaran udara jika dibandingkan dengan sumber pencemar akibat aktivitas manusia lainnya, maupun yang terjadi secara alamiah. Pada daerah perkotaan, penggunaan bahan bakar fosil dalam transportasi dan kegiatan industri merupakan dua faktor utama sumber polutan yang berasal dari luar ruangan yang paling berbahaya bagi kesehatan manusia juga lingkungan perkotaan (WHO, 2011). Hal ini sejalan dengan teori Lee dan Chang (1999) yang menunjukkan bahwa kualitas udara tertinggi berasal dari kegiatan transportasi, yaitu kendaraan bermotor, terutama truk-truk besar dan sumber lain yang mungkin berasal dari proses industri yang dapat mempengaruhi tingkat konsentrasi CO2.

Selain kegiatan transportasi dan industri, kegiatan di lingkungan pemukiman seperti pembakaran sampah dan proses memasak juga berpotensi dalam pencemaran udara di perkotaan yang berdampak buruk bagi kesehatan

manusia dan lingkungan (WHO, 2008). Para peneliti US National Institutes of Health (NIH) mengatakan, selain berdampak pada kesehatan manusia, bahan bakar yang digunakan kompor menyebabkan penggundulan hutan dan kerusakan lingkungan. Asap dari dapur yang dihasilkan tidak hanya bergantung pada jenis kompor, tetapi juga dari proses memasak. Selain itu, asap dari pembakaran sampah seperti plastik, kertas dan kayu juga menghasilkan gas-gas beracun, yaitu dioksin dan furan. Kedua gas ini termasuk kelompok bahan kimia beracun yang bersifat karsinogen.

2.1.2 Dampak Kualitas Udara terhadap Kesehatan

Pada tahun 1800-1870 sebuah penelitian menunjukkan bahwa beberapa polutan dapat membahayakan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat, bahkan pada tingkat yang sangat rendah (Spencer Weart & American Institute of Physics, 2016). Polutan dapat digolongkan menjadi dua, yaitu partikel dan gas. Partikel berukuran besar dapat tertahan di saluran pernapasan bagian atas, sedangkan partikel berukuran kecil dan gas dapat mencapai paru-paru (WHO, 2008).

Pencemaran udara merupakan ancaman bagi kesehatan manusia karena manusia tidak memiliki pilihan atas udara yang mereka hirup (Koenig, 2000). Sistem pernapasan sebagai jalan utama masuknya bahan kimia beracun ke dalam tubuh dapat mengakibatkan berbagai jenis penyakit pernapasan seperti asma dan infeksi saluran pernapasan akut, penyakit jantung dan paru-paru (kardiovaskular) (Environment Affairs Republic Of South Africa, 2012). Pada tahun 2013, International Agency for Research on Cancer (IARC) menyimpulkan bahwa pencemaran udara di luar ruangan bersifat karsinogen (WHO 2016).

Dampak kualitas udara luar ruangan bagi kesehatan manusia tergantung pada sejumlah faktor, diantaranya jenis dan jumlah polutan, intensitas paparan, waktu paparan (menit, hari, tahun) dan kondisi medis seseorang, karena setiap orang memiliki tingkat kepekaan yang berbeda-beda ketika bereaksi dengan polutan (Emory University School of Medicine, 2016). Orang tua dan anak-anak adalah individu yang paling rentan terhadap pemaparan polutan. Pencemaran udara dapat menyebabkan dampak jangka panjang dan jangka pendek (Air and Water, 2016), (National Geographic Society, 2016).

 Dampak kesehatan jangka pendek, yang bersifat sementara, meliputi: iritasi mata, hidung, tenggorokan atau reaksi alergi pada kulit. Polusi udara juga dapat menyebabkan sakit kepala, pusing dan mual, infeksi saluran pernapasan atas, termasuk penyakit seperti pneumonia atau bronkitis.

 Dampak kesehatan jangka panjang dari polusi udara dapat berlangsung selama bertahun-tahun atau seumur hidup, termasuk penyakit jantung dan kanker paru-paru. Polusi udara juga dapat menyebabkan kerusakan jangka panjang pada sistem jaringan saraf, otak, paru-paru, ginjal, hati dan organ lainnya.

a) Dampak Kualitas Udara di Sekolah

Pada umumnya, anak-anak menghabiskan 25% waktu mereka di sekolah. Sekolah sebagai tempat menimba ilmu seharusnya menyediakan lingkungan yang mendorong prestasi belajar bagi siswa-siswi di sekolah, khususnya dari segi kualitas udara. Pentingnya kualitas udara pada anak-anak disebabkan karena kondisi metabolisme tubuh mereka yang rentan terhadap polutan (WHO, 2008),

selain itu, saluran udara anak-anak lebih sempit daripada orang dewasa dan anak- anak mungkin tidak menghentikan kegiatan mereka ketika mengalami pemaparan (Emory University School of Medicine, 2016), misalnya pada saat upacara bendera, istirahat dan pulang sekolah, anak-anak akan menghabiskan waktunya di luar ruangan, sehingga kemungkinan terpapar polutan.

b) Dampak Lokasi Sekolah terhadap Kesehatan

Risiko tinggi terhadap gangguan kesehatan dapat terjadi pada penghuni bangunan apapun, termasuk sekolah yang berada dekat jalan arteri dan kolektor (jalan raya) dengan tingkat lalu lintas yang padat dan dekat dengan fasilitas industri (EPA, 2016). Polutan yang dihasilkan dari kegiatan transportasi dan industri dapat menembus jauh ke dalam paru-paru anak-anak (WHO 2004) dan dapat menjadi penghambat siswa dalam proses pembelajaran, seperti melemahkan kemampaun mental dan melemahkan tingkat kecerdasan (IQ) pada anak-anak (EPA, 2016), sehingga kualitas udara pada di sekolah harus diperhatikan.

Kebanyakan orang tidak menyadari akan kerugian yang dapat ditimbulkan dari lingkungan sekolah yang berada di kawasan padat lalu lintas. Studi oleh para peneliti di University of Southern California (2007) menemukan anak-anak yang bersekolah di kawasan padat lalu lintas memiliki potensi terkena penyakit asma. Asap kendaraan dapat menyebabkan siswa-siswi di dalam sekolah mengalami gangguan pernapasan. Selain itu, beberapa sekolah hidup berdampingan dengan industri selama puluhan tahun sejak sekolah dibangun. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh USA Today (2008) selama delapan bulan untuk meneliti dampak pencemaran udara terhadap 127.800 sekolah di seluruh Amerika

Serikat yang dihasilkan oleh 20.000 perusahaan industri, menyatakan bahwa bahan kimia hasil dari industri dapat meningkatkan risiko terkena kanker untuk beberapa tahun kemudian. Diantara bahan kimia hasil proses industri yang ditemukan di udara, logam dan kromium, benzena dan naftalena berada dalam konsentrasi yang jauh di atas ambang batas aman dan paling berbahaya bagi kesehatan manusia.

Kualitas udara di luar ruangan pada bangunan apapun, termasuk sekolah apabila ditinjau dari segi polutan CO2, maka faktor yang mempengaruhinya

adalah lokasi dan aktivitas yang terjadi di luar ruangan di sekitar bangunan (Mainka, 2015). Selain itu, Lee dan Chang (1999) juga menunjukkan bahwa kualitas udara tertinggi berasal dari kendaraan bermotor, terutama truk-truk besar dan sumber lain yang mungkin berasal dari proses industri yang dapat mempengaruhi tingkat konsentrasi CO2 di luar ruangan.

Dalam pendidikan khususnya sekolah dasar, adanya Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2013 tentang standar pelayanan minimal pendidikan dasar dikatakan bahwa lokasi sekolah dasar berada pada kawasan pemukiman. Hal tersebut dapat menjadi parameter untuk menentukan lokasi bangunan sekolah dengan lingkungan yang nyaman dan aman bagi siswa dan para staffnya demi meminimalisir polusi udara di lingkungan sekolah.

2.2 Polutan Udara

Pencemaran udara menjadi masalah serius karena menimbulkan berbagai kerugian, yang tidak hanya berdampak pada kesehatan masyarakat, namun juga kerusakan lingkungan, seperti menyebabkan pemanasan global, hujan asam dan

kerusakan lapisan ozon sehingga mengancam kelangsungan hidup manusia (infoplease, 2016). Beberapa polutan yang umum ditemukan di luar ruangan sebagian besar disebabkan oleh aktivitas manusia. Berikut beberapa polutan paling berbahaya, beserta dampaknya. Enam diantaranya telah menjadi dasar oleh EPA ditetapkannya tingkat polusi udara pada suatu wilayah sekaligus dibatasi untuk menciptakan udara yang aman untuk dihirup, yakni partikulat, timbal, ozon, sulfur dioksida, nitrogen dioksida, karbon monoksida (EPA, 2016).

2.2.1 Jenis Polutan 1) Ozon

Ozon (O3) merupakan gas yang mempunyai sifat berwarna kebiru-biruan,

berbau tajam dan beracun, sangat reaktif dan tidak stabil, dengan masa hidup yang sangat pendek berkisar antara 20-30 menit sebelum kembali menjadi oksigen. Ozon dihasilkan dari hasil reaksi antara sinar ultraviolet dari sinar matahari

Dokumen terkait