DATA LABORATORIUM
4.7 Perbandingan Hasil Pengujian Triaksial UU Dengan Pengujian Kuat Tekan Bebas ( Unconfined Compression Test)
kN /m 2) Umur 0 hari Umur 1 hari Umur 5 hari Umur 10 hari Umur 15 hari Umur 20 hari Umur 25 hari Umur 30 hari
Gambar 4.9 Grafik tegangan regangan pada tanah remoulded
Pada Gambar 4.9 dapat dilihat bahwa makin lama umur pemeraman maka kekuatan tanah lempung makin besar. Hal ini karena tanah lempung remoulded
mengalami pengerasan seiring dengan waktu, artinya bahwa makin kecil kadar air pada tanah lempung maka kekuatan tanah lempung akan makin besar.
4.7 Perbandingan Hasil Pengujian Triaksial UU Dengan Pengujian Kuat Tekan Bebas (Unconfined Compression Test)
Berdasarkan pengujian triaksial tak terkonsolidasi tak terdrainase
(unconsolidated undrained/UU) dan pengujian kuat tekan bebas (unconfined
compression test) di laboratorium, diperoleh beberapa hasil yang dapat dianalisis. Pada
sub bab terdahulu telah disampaikan bahwa sampel yang diuji di laboratorium ada dua jenis kondisi, yaitu: kondisi tak terganggu (undisturbed) dan terganggu (remoulded). 1. Kondisi tak terganggu (undisturbed)
Hasil yang diperoleh dari pengujian triaksial tak terkonsolidasi tak terdrainase
(unconsolidated undrained/UU) dan pengujian kuat tekan bebas (unconfined
lingkaran Mohr, sehingga dapat dianalisis tanah lempung yang tak terganggu (undisturbed) tersebut. 0 10 20 30 40 50 60 70 80 0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12 Regangan T e g a n g a n D e v ia to r (k N /m 2 )
Triaksial UU, Tekanan sel = 0.5 Triaksial UU, Tekanan sel = 1.0 Triaksial UU, Tekanan Sel = 1.5 Unconfined Compression Test
Gambar 4.10 Grafik tegangan regangan pada tanah asli dengan pengujian triaksial UU
dan unconfined compression test
Sampel untuk pengujian triaksial UU diuji sebanyak tiga benda uji dengan tekanan sel (confining) yang berbeda-beda. Untuk tekanan sel (confining) 50 kN/m2
diperoleh tegangan deviator saat runtuh (Δsf) sebesar 69 kN/m2 pada regangan (e) 0,085, tekanan sel (confining) 100 kN/m2 diperoleh tegangan deviator saat runtuh (Δsf) sebesar 70 kN/m2 pada regangan (e) 0,080, tekanan sel (confining) 150 kN/m2 diperoleh tegangan deviator saat runtuh (Δsf) sebesar 72 kN/m2 pada regangan (e) 0,075. Sedangkan untuk pengujian kuat tekan bebas (unconfined compression test) diperoleh
tegangan deviator saat runtuh (Δsf) sebesar 61,5 kN/m2 pada regangan (e) 0,070.
Dari hasil pengujian di atas, dapat dilihat bahwa tegangan deviator saat runtuh
(Δsf) yang diperoleh pada pengujian triaksial UU lebih besar daripada pengujian kuat tekan bebas (unconfined compression test) (Gambar 4.10). Untuk Pengujian triaksial UU dengan tekanan sel 50 kN/m2 lebih besar 10,869% dibandingkan dengan unconfined
tekanan sel 150 kN/m2 lebih besar 14,583% dibandingkan dengaan unconfined
compression test. Hal ini terjadi karena sampel yang diuji pada unconfined compression
test megandung retakan atau kerusakan yang lain. Dalam praktik, sangat jarang lempung
overconsolidated dalam keadaan utuh, dan bahkan sering terjadi pula lempung normally
consolidated mempunyai retakan-retakan. Benda uji yang bagus sekalipun dapat
memberikan hasil yang lebih rendah dari kondisi sebenarnya (underestimate), jika diuji pada pengujian kuat tekan bebas (unconfined compression test). Jadi sedikit saja terjadi gangguan (kerusakan) pada sampel akan mempengaruhi hasil pengujian.
Tegangan Normal (kN/m2) T eg an ga n G es er ( kN /m 2) 100 200 0 0 5061,5 100 150 200 250 300
Uji triaksial UU, f = 0,567°
Unconfined compression test, f = 0°
119 170 222
cu
Tekanan sel 150 kN/m2
Tekanan sel 100 kN/m2
Tekanan sel 50 kN/m2
Gambar 4.11 Lingkaran Mohr pada tanah asli dengan pengujian triaksial UU dan
unconfined compression test
Dari hasil pengujian triaksial UU pada tekanan sel (s3) = 50 kN/m2 diperoleh tegangan deviator saat runtuh (Δsf = (s1 - s3)f) = 69 kN/m2, sehingga:
s1 – 50 = 69 kN/m2
s1 = 69 + 50 = 119 kN/m2
Pada tekanan sel (s3) = 100 kN/m2 diperoleh tegangan deviator saat runtuh (Δsf = (s1 -
s1 – 100 = 70 kN/m2
s1 = 70 + 100 = 170 kN/m2
Pada tekanan sel (s3) = 150 kN/m2 diperoleh tegangan deviator saat runtuh (Δsf = (s1 -
s3)f) = 72 kN/m2, sehingga:
s1 – 150 = 72 kN/m2
s1 = 72 + 150 = 222 kN/m2
Sementara untuk pengujian kuat tekan bebas (unconfined compression test) tekanan sel (s3) = 0 kN/m2 diperoleh tegangan deviator saat runtuh (Δsf = (s1 - s3)f) = 61,5 kN/m2, sehingga:
s1 – 0 = 61,5 kN/m2
s1 = 61,5 + 0 = 61,5 kN/m2
Pada grafik lingkaran Mohr yang diperoleh dari pengujian triaksil UU dan
unconfined compression test menunjukkan bahwa sudut geser (f) yang diperoleh dari
pengujian unconfined compression test sebesar 0°, sementara pada pengujian triaksial UU sebesar 0,567° (Gambar 4.11), hal ini terjadi karena pada waktu sampel diuji kondisi belum jenuh 100% sehingga sudut geser ¹ 0°. Pada uji triaksial UU, pada saat sampel dijenuhkan 100% lalu penerapan tekanan sel, kemudian dibebani dengan dengan beban normal melalui penerapan tegangan deviator (Δs) sampai mencapai keruntuhan dengan tidak mengijinkan air keluar. Karena pada pengujian air tidak diijinkan mengalir keluar, beban normal tidak ditransfer ke butiran tanahnya. Keadaan tanpa drainase ini menyebabkan adanya kelebihan tekanan pori (excess pore pressure) dengan tidak ada tahanan geser hasil perlawanan dari butiran tanahnya. Bila tanah jenuh, uji triaksial UU
akan menghasilkan tegangan deviator pada saat keruntuhan (Δsf) yang praktis sama, seolah-olah mengabaikan tekanan sel s3. Artinya peningkatan pemberian tegangan utama minor total (tekanan sel, s3) akan diikuti dengan kenaikan nilai tegangan utama mayor total (s1), sehingga bentuk selubung kegagalan tegangan total adalah berupa garis horizontal (f = 0).
2. Kondisi terganggu (remoulded)
Hasil yang diperoleh dari pengujian triaksial tak terkonsolidasi tak terdrainase
(unconsolidated undrained/UU) dan pengujian kuat tekan bebas (unconfined
compression test) di laboratorium untuk kondisi terganggu (remoulded) juga dibuat ke
dalam grafik tegangan regangan dan lingkaran Mohr, sehingga dapat dianalisis tanah lempung yang terganggu (remoulded) tersebut.
0 10 20 30 40 50 60 70 0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12 0.14 0.16 0.18 0.2 0.22 Regangan T e g a n g a n D e v ia to r (k N /m 2 )
Triaksial UU, Tekanan Sel = 0.5 Triaksial UU, Tekanan Sel = 1.0 Triaksial UU, Tekanan Sel = 1.5 Unconfined Compression Test
Gambar 4.12 Grafik tegangan regangan pada tanah remoulded dengan pengujian triaksial UU dan unconfined compression test
Pada pengujian triaksial UU, untuk tekanan sel (confining) 50 kN/m2 diperoleh
tegangan deviator saat runtuh (Δsf) sebesar 60 kN/m2 pada regangan (e) 0,085, tekanan sel (confining) 100 kN/m2 diperoleh tegangan deviator saat runtuh (Δsf) sebesar 62
kN/m2 pada regangan (e) 0,065, tekanan sel (confining) 150 kN/m2 diperoleh tegangan
deviator saat runtuh (Δsf) sebesar 62 kN/m2 pada regangan (e) 0,055. Sedangkan untuk pengujian kuat tekan bebas (unconfined compression test) diperoleh tegangan deviator
saat runtuh (Δsf) sebesar 45,8 kN/m2 pada regangan (e) 0,179.
Dari hasil pengujian di atas, dapat dilihat bahwa tegangan deviator saat runtuh
(Δsf) yang diperoleh pada pengujian triaksial UU lebih besar daripada pengujian kuat tekan bebas (unconfined compression test) (Gambar 4.12). Untuk Pengujian triaksial UU dengan tekanan sel 50 kN/m2 lebih besar 23,67% dibandingkan dengan unconfined
compression test. Pada tekanan sel 100 kN/m2 lebih besar 26,13%, sedangkan pada
tekanan sel 150 kN/m2 lebih besar 26,13% dibandingkan dengaan unconfined
compression test. Hal ini karena pengujian kuat tekan bebas (unconfined compression
test) sangat sensistif, sehingga sedikit saja terjadi gangguan (kerusakan) pada sampel akan mempengaruhi hasil pengujian, bahkan benda uji yang bagus sekalipun dapat memberikan hasil yang lebih rendah dari kondisi sebenarnya (underestimate). Sementara uji triaksial UU merupakan alat uji laboratorium yang paling representatif, karena mengkompensasi kesalahan-kesalahan. Mengkompensasi kesalahan-kesalahan maksudnya bahwa bila suatu benda uji mengalami kerusakan/retak-retak, maka tekanan sel (s3) akan menutup celah (retak-retak) benda uji sehingga kuat gesernya menjadi konstan. Jadi jelas bahwa karena sampel yang diuji merupakan benda uji yang dibentuk kembali dari butiran tanah yang telah rusak (remoulded) sehingga perbedaan hasil yang diperoleh dari uji triaksial UU dengan unconfined compression test begitu besar hingga mencapai 26,13%.
100 200 0 0 50 100 150 200 250 300 T ega ng an G es er ( kN /m 2) Tegangan Normal (kN/m2) cu 45,8
Uji triaksial UU, f = 0,679°
Unconfined compression test, f = 0°
110 162 212
Tekanan sel 150 kN/m2
Tekanan sel 100 kN/m2
Tekanan sel 50 kN/m2
Gambar 4.13 Lingkaran Mohr pada tanah remoulded dengan pengujian triaksial UU dan
unconfined compression test
Dari hasil pengujian triaksial UU pada tekanan sel (s3) = 50 kN/m2 diperoleh tegangan deviator saat runtuh (Δsf = (s1 - s3)f) = 60 kN/m2, sehingga:
s1 – 50 = 60 kN/m2
s1 = 60 + 50 = 110 kN/m2
Pada tekanan sel (s3) = 100 kN/m2 diperoleh tegangan deviator saat runtuh (Δsf = (s1 -
s3)f) = 62 kN/m2, sehingga:
s1 – 100 = 62 kN/m2
s1 = 62 + 100 = 162 kN/m2
Pada tekanan sel (s3) = 150 kN/m2 diperoleh tegangan deviator saat runtuh (Δsf = (s1 -
s3)f) = 62 kN/m2, sehingga:
s1 – 150 = 62 kN/m2
Sementara untuk pengujian kuat tekan bebas (unconfined compression test) tekanan sel (s3) = 0 kN/m2 diperoleh tegangan deviator saat runtuh (Δsf = (s1 - s3)f) = 45,8 kN/m2, sehingga:
s1 – 0 = 45,8 kN/m2
s1 = 45,8 + 0 = 45,8 kN/m2
Penomena yang terjadi pada tanah asli, juga terjadi pada tanah remoulded
dimana sudut geser muncul pada uji triaksial (Gambar 4.13), hal ini jelas pada waktu diuji sampel belum jenuh 100%. Bila tanah jenuh, uji triaksial UU akan menghasilkan
tegangan deviator pada saat keruntuhan (Δsf) yang praktis sama, seolah-olah mengabaikan tekanan sel s3. Artinya peningkatan pemberian tegangan utama minor total (tekanan sel, s3) akan diikuti dengan kenaikan nilai tegangan utama mayor total (s1), sehingga bentuk selubung kegagalan tegangan total adalah berupa garis horizontal (f = 0). Sementara untuk unconfined compression test, karena tekanan sel (s3) = 0 sehingga tegangan utama mayor total (s1) sama dengan tegangan deviator (s1 - s3) sehingga kuat geser sama dengan 1/2s1, yang merupakan nilai cu (sering disebut kuat geser undrained).
BAB V