• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.3 Hasil Perbandingan

4.3.1 Perbandingan Hasil Studi Aliran Daya Sistem dengan Keadaan

dan Sesudah Rekonfigurasi

Perbandingan hasil studi aliran daya sistem dengan keadaan beban seimbang dan tidak terhubung Distributed Generation (DG) pada Skenario 1-1 dan Skenario 1-2 secara berurutan dapat dilihat pada Tabel 4.18 berikut.

Tabel 4.18 Perbandingan Hasil Studi Aliran Daya antara Skenario 1-1 dan 1-2

Skenario Switch yang Terbuka

Daya yang Disuplai Profil Tegangan untuk mengurangi nilai rugi – rugi daya sistem yang sebelum rekonfigurasi adalah sebesar 30.754 kW telah berkurang menjadi 28.600,8 kW sesudah dilakukan rekonfigurasi jaringan. Hal ini juga sejalan dengan persen nilai tegangan pada bus dimana sebelum rekonfigurasi persen profil tegangan terendah terdapat pada bus 8

53 sebesar 55,22 % sedangkan sesudah direkonfigurasi profil tegangan terendah terdapat pada bus 21 dengan nilai sebesar 81,93 %.

Rekonfigurasi jaringan ditujukan untuk menurunkan nilai rugi – rugi daya dan memperbaiki profil tegangan sehingga menyebabkan perubahan aliran daya pada sistem. Dimana pada keadaan sebelum rekonfigurasi, bus 8 merupakan bus dengan nilai profil tegangan paling rendah dikarenakan bus ini memiliki nilai total impedansi saluran paling besar yang harus dilalui dari sumber menuju bus tersebut dibanding dengan bus - bus lain pada sistem sebelum rekonfigurasi. Nilai total impedansi dari sumber menuju bus 8 yaitu 0,939 Ω. Sedangkan untuk keadaan sesudah rekonfigurasi, bus 21 merupakan bus dengan nilai profil tegangan terendah.

Hal ini juga dikarenakan bus ini memiliki nilai total impedansi saluran paling besar yang harus dilalui dari sumber menuju bus tersebut dibanding dengan bus - bus lain pada sistem yang sudah direkonfigurasi. Nilai total impedansi saluran yang dilalui dari sumber menuju bus 21 yaitu 0,2118 Ω. Seperti yang diketahui bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi nilai rugi – rugi daya dan profil tegangan pada sistem adalah impedansi saluran pada sistem. Hal itu dapat dilihat dari Persamaan 4.1.

𝑃𝑙𝑜𝑠𝑠 = 𝐼2. 𝑅 (4.1)

Sehingga nilai profil tegangan pada sistem sesudah rekonfigurasi menjadi lebih baik dikarenakan nilai total impedansi saluran paling besar yang ada pada sistem sebelum dan sesudah rekonfigurasi berkurang sebesar 0,7172 Ω dari 0,939 Ω menjadi 0,2118 Ω. Membaiknya profil tegangan juga berdampak terhadap nilai rugi – rugi daya pada sistem. Perbandingan profil tegangan sebelum dan sesudah rekonfigurasi dapat dilihat pada Tabel 4.19.

54 Tabel 4.19 Perbandingan Profil Tegangan Bus antara Skenario 1-1 dan 1-2

Bus Profil Tegangan Bus (%)

Sebelum Rekonfigurasi Sesudah Rekonfigurasi

1 100 100

Perbandingan profil tegangan masing – masing bus antara sebelum rekonfigurasi dan sesudah rekonfigurasi juga dapat dilihat pada Gambar 4.11.

55 Gambar 4.11 Grafik Perbandingan Profil Tegangan Sebelum dan Sesudah

Rekonfigurasi

Selain impedansi sistem, arus yang mengalir pada sistem juga mengalami perubahan akibat rekonfigurasi. Dimana arus sangat erat kaitannya dengan total daya yang mengalir pada sistem. Semakin besar daya yang mengalir pada sistem maka arus pada sistem juga semakin besar nilainya. Total daya yang mengalir pada sistem sebelum rekonfigurasi sebesar 202,868 MW yang terdiri dari daya yang dibutuhkan beban ditambah dengan rugi – rugi yang timbul oleh jatuh tegangan oleh penghantar. Sedangkan total daya yang mengalir pada sistem sesudah rekonfigurasi sebesar 200,713 MW yang juga terdiri dari daya yang dibutuhkan beban ditambah rugi – rugi yang timbul akibat jatuh tegangan oleh penghantar.

Dikarenakan beban yang terhubung identik nilainya pada kedua keadaan maka yang mempengaruhi adalah rugi – rugi yang timbul akibat jatuh tegangan. Rekonfigurasi juga menyebabkan berubahnya besar nilai arus pembebanan pada masing – masing bus pada sistem. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.20.

0

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112131415161718192021222324252627282930

Profil Tegangan Bus (%)

Bus

Sebelum Sesudah

56 Tabel 4.20 Perubahan Nilai Arus Pembebanan Bus antara Skenario 1-1 dan 1-2

Bus

Nilai Arus Pembebanan (A)

Perubahan (A)

Perbandingan nilai arus pembebanan masing – masing bus antara sebelum rekonfigurasi dan sesudah rekonfigurasi juga dapat dilihat pada Gambar 4.12.

57 Gambar 4.12 Grafik Perbandingan Nilai Arus Pembebanan Bus Sebelum dan

Sesudah Rekonfigurasi

Dari Tabel 4.20 dapat dilihat bahwa rekonfigurasi menyebabkan berubahnya nilai arus pembebanan pada masing – masing bus, ada beberapa bus yang mengalami penurunan nilai setelah rekonfigurasi seperti bus 3 sebesar 208,4 A yang pada Tabel 4.20 diberi warna orange. Namun ada juga bus yang justru meningkat nilai arus pembebanannya setelah rekonfigurasi seperti bus 1 yaitu sebesar 123,2 A yang pada Tabel 4.20 diberi warna hijau. Jumlah total arus yang turun pada bus - bus yang mengalami penurunan adalah 4751 A sedangkan jumlah total arus yang naik pada bus – bus yang mengalami kenaikan adalah 2316,9 A.

Sehingga apabila diambil selisihnya maka pada sistem sesudah rekonfigurasi secara keseluruhan terjadi penurunan nilai arus sebesar 2434,1 A. Hal ini berpengaruh terhadap menurunnya nilai rugi – rugi daya pada sistem dikarenakan arus merupakan salah satu faktor yang menentukan besar rugi – rugi daya pada suatu sistem. Seperti pada persamaan 4.1.

0

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112131415161718192021222324252627282930

Nilai Arus Pembebanan (A)

Bus

Sebelum Sesudah

58 4.3.2 Perbandingan Hasil Studi Aliran Daya Sistem dengan Keadaan Beban Seimbang dan Terhubung Distributed Generation (DG) Sebelum dan Sesudah Rekonfigurasi

Perbandingan hasil studi aliran daya sistem dengan keadaan beban seimbang dan terhubung Distributed Generation (DG) pada Skenario 2-1 dan Skenario 2-2 secara berurutan dapat dilihat pada Tabel 4.21 berikut.

Tabel 4.21 Perbandingan Hasil Studi Aliran Daya antara Skenario 2-1 dan 2-2

Skenario Switch yang Terbuka

Daya yang Disuplai Profil Tegangan untuk mengurangi nilai rugi – rugi daya sistem yang sebelum rekonfigurasi adalah sebesar 15.675,9 kW telah berkurang menjadi 13.979,1 kW sesudah dilakukan rekonfigurasi jaringan. Hal ini juga sejalan dengan persen nilai tegangan pada bus dimana sebelum rekonfigurasi persen profil tegangan terendah terdapat pada bus 8 sebesar 86,98 % sedangkan sesudah direkonfigurasi profil tegangan terendah terdapat pada bus 8 juga dengan nilai sebesar 91,06 %.

Rekonfigurasi jaringan ditujukan untuk menurunkan nilai rugi – rugi daya dan memperbaiki profil tegangan sehingga menyebabkan perubahan aliran daya pada sistem. Dimana pada keadaan sebelum rekonfigurasi, bus 8 merupakan bus dengan nilai profil tegangan paling rendah dikarenakan bus ini memiliki nilai total

59 impedansi saluran paling besar yang harus dilalui dari sumber menuju bus tersebut dibanding dengan bus - bus lain pada sistem sebelum rekonfigurasi. Nilai total impedansi dari sumber menuju bus 8 yaitu 0,939 Ω. Sedangkan untuk keadaan sesudah rekonfigurasi, bus 8 juga merupakan bus dengan nilai profil tegangan terendah. Hal ini juga dikarenakan bus ini memiliki nilai total impedansi saluran paling besar yang harus dilalui dari sumber menuju bus tersebut dibanding dengan bus - bus lain pada sistem yang sudah direkonfigurasi. Nilai total impedansi saluran yang dilalui dari sumber menuju bus 8 yaitu 0,1511 Ω. Seperti yang diketahui bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi nilai rugi – rugi daya dan profil tegangan pada sistem adalah impedansi saluran pada sistem. Hal itu dapat dilihat dari Persamaan 4.2.

𝑃𝑙𝑜𝑠𝑠 = 𝐼2. 𝑅 (4.2)

Sehingga nilai profil tegangan pada sistem sesudah rekonfigurasi menjadi lebih baik dikarenakan nilai total impedansi saluran paling besar yang ada pada sistem sebelum dan sesudah rekonfigurasi berkurang sebesar 0,7879 Ω dari 0,939 Ω menjadi 0,1511 Ω. Membaiknya profil tegangan juga berdampak terhadap nilai rugi – rugi daya pada sistem. Perbandingan profil tegangan sebelum dan sesudah rekonfigurasi dapat dilihat pada Tabel 4.22.

60 Tabel 4.22 Perbandingan Profil Tegangan Bus antara Skenario 2-1 dan 2-2

Bus Profil Tegangan Bus (%)

Sebelum Rekonfigurasi Sesudah Rekonfigurasi

1 100 100

Grafik Perbandingan profil tegangan masing – masing bus antara sebelum rekonfigurasi dan sesudah rekonfigurasi juga dapat dilihat pada Gambar 4.13.

61 Gambar 4.13 Grafik Perbandingan Profil Tegangan Sebelum dan Sesudah

Rekonfigurasi

Selain impedansi sistem, arus yang mengalir pada sistem juga mengalami perubahan akibat rekonfigurasi. Dimana arus sangat erat kaitannya dengan total daya yang mengalir pada sistem. Semakin besar daya yang mengalir pada sistem maka arus pada sistem juga semakin besar nilainya. Total daya yang mengalir pada sistem sebelum rekonfigurasi sebesar 187,789 MW yang terdiri dari daya yang dibutuhkan beban ditambah dengan rugi – rugi yang timbul oleh jatuh tegangan oleh penghantar. Sedangkan total daya yang mengalir pada sistem sesudah rekonfigurasi sebesar 186,092 MW yang juga terdiri dari daya yang dibutuhkan beban ditambah rugi – rugi yang timbul akibat jatuh tegangan oleh penghantar.

Dikarenakan beban yang terhubung identik nilainya pada kedua keadaan maka yang mempengaruhi adalah rugi – rugi yang timbul akibat jatuh tegangan. Rekonfigurasi juga menyebabkan berubahnya besar nilai arus pembebanan pada masing – masing bus pada sistem. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.23.

80

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112131415161718192021222324252627282930

Profil Tegangan Bus (%)

Bus

Sebelum Sesudah

62 Tabel 4.23 Perubahan Nilai Arus Pembebanan Bus antara Skenario 2-1 dan 2-2

Bus

Nilai Arus Pembebanan (A)

Perubahan (A)

Perbandingan nilai arus pembebanan masing – masing bus antara sebelum rekonfigurasi dan sesudah rekonfigurasi juga dapat dilihat pada Gambar 4.14.

63 Gambar 4.14 Grafik Perbandingan Nilai Arus Pembebanan Bus Sebelum dan

Sesudah Rekonfigurasi

Dari Tabel 4.23 dapat dilihat bahwa rekonfigurasi menyebabkan berubahnya nilai arus pembebanan pada masing – masing bus, ada beberapa bus yang mengalami penurunan nilai setelah rekonfigurasi seperti bus 3 sebesar 11,3 A yang pada Tabel 4.23 diberi warna orange. Namun ada juga bus yang justru meningkat nilai arus pembebanannya setelah rekonfigurasi seperti bus 1 yaitu sebesar 3,8 A yang pada Tabel 4.23 diberi warna hijau. Jumlah total arus pada bus - bus yang mengalami penurunan adalah 3312,4 A sedangkan jumlah total arus pada bus – bus yang mengalami kenaikan adalah 1965,1 A. Sehingga apabila diambil selisihnya maka pada sistem sesudah rekonfigurasi secara keseluruhan terjadi penurunan nilai arus sebesar 1347,3 A. Hal ini berpengaruh terhadap menurunnya nilai rugi – rugi daya pada sistem dikarenakan arus merupakan salah satu faktor yang menentukan besar rugi – rugi daya pada suatu sistem. Seperti pada persamaan 4.2.

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112131415161718192021222324252627282930

Nilai Pembebanan (A)

Bus

Sebelum Sesudah

64 4.3.3 Pengaruh Distributed Generation (DG) Terhadap Hasil Rekonfigurasi

Jaringan Sistem

Pengaruh Distributed Generation (DG) terhadap hasil rekonfigurasi jaringan sistem dapat dilihat pada pada Tabel 4.24 berikut. Dimana pada Tabel 4.24 dibandingkan semua hasil studi aliran daya dari sistem dengan keadaan beban seimbang yaitu skenario 1-1, skenario 1-2, skenario 2-1 dan skenario 2-2 secara berurutan.

Tabel 4.24 Perbandingan Hasil Studi Aliran Daya Sebelum dan Sesudah Terhubung Distributed Generation (DG)

Skenario Switch yang Terbuka

Daya yang Disuplai Profil Tegangan

Dari Tabel 4.23 dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan hasil rekonfigurasi yang diperoleh antara Jaringan Sistem yang terhubung dengan Distributed Generation (DG) dan Jaringan Sistem yang tidak terhubung dengan Distributed Generation (DG) dimana keadaan beban kedua sistem sama yaitu seimbang.

Perbedaan tersebut dapat dilihat dari perbedaan konfigurasi switch optimal yang diperoleh dari rekonfigurasi yang dilakukan pada Jaringan Sistem dengan keadaan beban yang identik namun faktor pembeda terletak pada terhubung dan tidaknya Distributed Generation (DG) pada sistem. Dari hal diatas dapat disimpulkan bahwa

65 konfigurasi optimal dari suatu sistem dapat dipengaruhi oleh Distributed Generation (DG) yang terdapat pada sistem tersebut.

Dari Tabel 4.24 juga dapat dilihat bahwa terjadi penurunan rugi – rugi daya yang disebabkan oleh penambahan Distributed Generation (DG) pada Jaringan yang belum direkonfigurasi. Penurunan rugi – rugi daya juga terjadi pada Jaringan yang tidak terhubung dengan Distributed Generation (DG) sesudah dilakukan rekonfigurasi. Maka, dengan melakukan rekonfigurasi pada Jaringan yang terhubung dengan Distributed Generation (DG) diperoleh sistem yang lebih efisien dan optimal dimana nilai rugi – rugi daya yang ada di sistem lebih kecil dibandingkan keadaan – keadaan sebelumnya.

66

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang dilakukan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Rekonfigurasi jaringan dengan menggunakan algoritma Ant Colony Optimization pada jaringan sistem distribusi IEEE 30 Bus sebelum terhubung dengan Distributed Generation (DG) mampu mengurangi rugi – rugi daya sebesar 2,153 MW dari semula 30,754 MW menjadi 28,600 MW. Hal ini sejalan dengan profil tegangan minimum pada sistem yang semula 55,22 % pada bus 8 meningkat menjadi 81,93 % pada bus 21.

2. Rekonfigurasi jaringan dengan menggunakan algoritma Ant Colony Optimization pada jaringan sistem distribusi IEEE 30 Bus sesudah terhubung dengan Distributed Generation (DG) mampu mengurangi rugi – rugi daya sebesar 1,697 MW dari semula 15,676 MW menjadi 13,979 MW. Hal ini sejalan dengan profil tegangan minimum pada sistem yang semula 86,98 % pada bus 8 meningkat menjadi 91,06 % pada bus 8.

3. Penggunaan Algoritma Ant Colony Optimization (ACO) mampu menghasilkan konfigurasi optimal dari jaringan sistem distribusi IEEE 30 Bus yang terhubung dengan Distributed Generation (DG) pada keadaan beban seimbang dengan lebih cepat dan optimal.

4. Penambahan Distributed Generation (DG) pada jaringan Distribusi IEEE 30 bus sangat berpengaruh terhadap penurunan rugi-rugi daya listrik

67 bahkan sebelum dilakukan rekonfigurasi. Rekonfigurasi Jaringan yang dilakukan terhadap Jaringan Sistem Distribusi yang terhubung dengan Distributed Generation (DG) mampu meningkatkan efisiensi pendistribusian tenaga listrik ke konsumen dengan sangat optimal.

5.2 Saran

1. Menggunakan metode optimasi lain untuk mendapatkan hasil yang lebih optimal.

2. Melakukan rekonfigurasi jaringan yang memiliki sumber utama lebih dari 1 seperti pada jaringan loop, spindle dan sebagainya.

68

DAFTAR PUSTAKA

[1] Fayyadl, Muhammad. “Rekonfigurasi Jaringan Distribusi Daya Listrik Dengan Metode Algoritma Genetika”. Universitas Diponegoro, Semarang.

2012.

[2] Stephan, and Adi Soeprijanto. “Rekonfigurasi Jaring Distribusi untuk Meminimalkan Kerugian Daya menggunakan Particle Swarm Optimization”.

Institut Teknologi Sepuluh November,Surabaya.2011.

[3] Yin, Nwe New, Myint Thuzar, and Ei Phyo Thwe. “Analysis of Loss Reconfiguration for Distribution Network System”. Mandalay: Department of Electrical Power Engineering Mandalay Technological University,2017.

[4] Ahuja, Ashish and Anil Pahwa. “Using Ant Colony Optimization for Loss Minimization in Distribution Networks”. IEEE. 2005

[5] S. Civanlar, J. J. Grainger, H. Yin, and S. S. H. Lee, “Distribution Feeder Reconfiguration for Loss Reduction,” IEEE Trans. Power Deliv., 1988, doi:

10.1109/61.193906.

[6] A. Merlin and H. Back, “Search for a minimum-loss operating spanning tree configuration in an urban power distribution,” 1975.

[7] T. Gözel and M. H. Hocaoglu, “An analytical method for the sizing and siting of distributed generators in radial systems,” Electr. Power Syst. Res., 2009, doi: 10.1016/j.epsr.2008.12.007.

[8] M. M. Elnashar, R. El Shatshat, and M. M. A. Salama, “Optimum siting and sizing of a large distributed generator in a mesh connected system,” Electr.

Power Syst. Res., 2010, doi: 10.1016/j.epsr.2009.10.034.

69 [9] Ahmed Korashy, Salah kamel, Abdel Raheem Youseef and Francisco Jurado,

“Most Valuable Player Algorithm for Solving Directional Overcurrent Relays Coordination Problem”. Dept. of Electrical Engineering Faculty of Engineering, Aswan University, Aswan. 2019.

[10] Suswanto, Dawan. ”Sistem Distribusi Tenaga Listrik”. Edisi Pertama.

Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Negeri Padang,2012.

[11] Gonen, Turan. “Electric Power Distribution System Engineering”. Mc-Graw Hill. Sacramento,1986.

[12] H. Saadat, Power System Analysis. New York: Kevin Kane, 1999.

[13] M. M. Aman, G. B. Jasmon, A. H. A. Bakar, K. Naidu, and H. Mokhlis,

“Discrete artificial bee colony algorithm for solving Network Reconfiguration problem,” 2014, doi: 10.1049/cp.2014.1473.

[14] M.Dorigo and L.M.Gambardella. "Ant Colony System: A Cooperative learning approach to the traveling salesman problem”. IEEE Trans Evol.computing Vol-I, April- 1997.

[15] Enrico Carpaneto and Gianfranco Chicco, “Ant colony search based minimum losses reconfiguration of distribution systems”, in IEEE MELECON Conf., Dubrovnik, Croaria, May 2004.

[16] Ji-Pyng Chiou, Chung-Fu Chang, and Ching – Tzong Su, “Variable scaling Hybird Differential Evolution for solving network reconfiguration of distribution systems’, IEEE Trans. Power Systems, Vol. 20, No. 2, May 2005.

70 [17] Juan Carlos Cebrian, Nelson Kagan, “Reconfiguration of distribution network to minimize loss and disruption cost using genetic algorithms”, Elsevier, electric power sistem research 80 (2010) 53-62.

[18] A. González, F. M. Echavarren, L. Rouco, T. Gómez, and J. Cabetas,

“Reconfiguration of large-scale distribution networks for planning studies,”

Int. J. Electr. Power Energy Syst., 2012, doi: 10.1016/j.ijepes.2011.12.009.

[19] D. Shirmohammadi and H. W. Hong, “Reconfiguration of electric distribution networks for resistive line losses reduction,” IEEE Trans. Power Deliv., 1989, doi: 10.1109/61.25637.

71

LAMPIRAN

LAMPIRAN A

1

SINGLE LINE DIAGRAM SISTEM IEEE 30 BUS TIDAK TERHUBUNG DISTRIBUTED GENERATION

(DG)

LAMPIRAN A

2

SINGLE LINE DIAGRAM SISTEM IEEE 30 BUS TERHUBUNG DISTRIBUTED GENERATION (DG)

LAMPIRAN B

ALIRAN DAYA SISTEM IEEE 30 BUS TIDAK TERHUBUNG DISTRIBUTED GENERATION (DG)

SEBELUM REKONFIGURASI

LAMPIRAN C

ALIRAN DAYA SISTEM IEEE 30 BUS TIDAK TERHUBUNG DISTRIBUTED GENERATION (DG)

SESUDAH REKONFIGURASI

LAMPIRAN D

ALIRAN DAYA SISTEM IEEE 30 BUS TERHUBUNG DISTRIBUTED GENERATION (DG) SEBELUM

REKONFIGURASI

LAMPIRAN E

ALIRAN DAYA SISTEM IEEE 30 BUS TERHUBUNG DISTRIBUTED GENERATION (DG) SESUDAH

REKONFIGURASI

LAMPIRAN F

ALGORITMA ANT COLONY OPTIMIZATION

%% Data Masukan

%Switch and state matrix

% Loop

swl3(c,2)=loop3sw(c,1);

for la = 1:size(swl1,1) if loop1(x(1,1))==swl1(la,1)

for lb = 1:size(swl2,1) if loop2(x(1,2))==swl2(lb,1)

for lc = 1:size(swl3,1) if loop3(x(1,3))==swl3(lc,1)

for ld = 1:size(swl4,1) if loop4(x(1,4))==swl4(ld,1) swl4(ld,2)=0;

else

swl4(ld,2)=1;

end end

%swl5

for le = 1:size(swl5,1) if loop5(x(1,5))==swl5(le,1)

% fbtb dan tbfb setiap branch for a=1:max(branch)

fbtotbbranch(a,1)=branch(a,1);

fbtotbbranch(a,2)=fbbranch(a,1);

fbtotbbranch(a,3)=tbbranch(a,1);

tbtofbbranch(a,1)=branch(a,1);

tbtofbbranch(a,2)=tbbranch(a,1);

tbtofbbranch(a,3)=fbbranch(a,1);

end

%loop1

%fbtbl1 dan tbfbl1 for a=1:length(loop1)

for f=1:length(fbtotbbranch)

if loop1(a,1)==fbtotbbranch(f,1)

fbtbl1opnz(:,2) = nonzeros(fbtbl1op(:,2));

%cek nilai fb apakah fb sudah terenergize for k=1:size(fbtbl1opnz,1)

if fbtbl1opnz(k,2) == 2 continue

end

if ismember(fbtbl1opnz(k,2),fbtbl1opnz(:,3))==0 fbtbl1opnz(k,2) = tbfbl1opnz(k,2);

for f=1:length(fbtotbbranch)

if loop2(b,1)==fbtotbbranch(f,1)

%fbtbl2 yang benar swl2 for b =1:length(loop2)

%cek nilai fb apakah fb sudah terenergize fbtbl2opnzcc = vertcat(fbtbl1opnz,fbtbl2opnz);

if ismember(fbtbl2opnzcc(l,2),fbtbl2opnzcc(:,3))==0 fbtbl2opnzcc(l,2) = tbfbl2opnzcc(l,2);

for f=1:length(fbtotbbranch)

if loop3(c,1)==fbtotbbranch(f,1)

%fbtbl2 yang benar swl2 for c =1:length(loop3)

%cek nilai fb apakah fb sudah terenergize

fbtbl3opnzcc = vertcat(fbtbl2opnzcc,fbtbl3opnz);

tbfbl3opnzcc = vertcat(tbfbl2opnzcc,tbfbl3opnz);

for m=1:size(fbtbl3opnzcc,1) if fbtbl3opnzcc(m,2) == 2 continue

end

if ismember(fbtbl3opnzcc(m,2),fbtbl3opnzcc(:,3))==0 fbtbl3opnzcc(m,2) = tbfbl3opnzcc(m,2);

for f=1:length(fbtotbbranch)

if loop4(d,1)==fbtotbbranch(f,1)

%fbtbl4 yang benar swl4 for d =1:length(loop4)

%cek nilai fb apakah fb sudah terenergize

fbtbl4opnzcc = vertcat(fbtbl3opnzcc,fbtbl4opnz);

tbfbl4opnzcc = vertcat(tbfbl3opnzcc,tbfbl4opnz);

for n=1:size(fbtbl4opnzcc,1) if fbtbl4opnzcc(n,2) == 2

continue end

if ismember(fbtbl4opnzcc(n,2),fbtbl4opnzcc(:,3))==0 fbtbl4opnzcc(n,2) = tbfbl4opnzcc(n,2);

for f=1:length(fbtotbbranch)

if loop5(e,1)==fbtotbbranch(f,1)

%fbtbl5 yang benar swl5 for e =1:length(loop5)

%cek nilai fb apakah fb sudah terenergize

fbtbl5opnzcc = vertcat(fbtbl4opnzcc,fbtbl5opnz);

if ismember(fbtbl5opnzcc(o,2),fbtbl5opnzcc(:,3))==0

fbtbl5opnzcc(o,2) = tbfbl5opnzcc(o,2);

if fbtbfinal(aa,1)==data33(ab,1)

branchdatacal(aa,1)= fbtbfinal(aa,1); for ac=1:1:size(fbtbfinal,1)

if fbtbfinal(aa,3)==data33(ac,3)

zcalrect(aa,1)=branchdatacal(aa,1);

zcalrect(aa,2)=branchdatacal(aa,4)+ branchdatacal(aa,5)*1i;

zcalpol (aa,1)=branchdatacal(aa,1);

zcalpol(aa,2)=r2p(zcalrect(aa,2));

zcalpol(aa,3)=theta(zcalrect(aa,2));%theta end

%kalkulasi Slb

for aa=1:size(branchdatacal,1)

plbcal(aa,1)=branchdatacal(aa,6)- branchdatacal(aa,8);

qlbcal(aa,1)=branchdatacal(aa,7)- branchdatacal(aa,9);

slbcalrect(aa,1)=branchdatacal(aa,3);

slbcalrect(aa,2) = plbcal(aa,1)+ qlbcal(aa,1)*1i;

slbcalpol(aa,1)=branchdatacal(aa,3);

slbcalpol(aa,2) = r2p(slbcalrect(aa,2));

slbcalpol(aa,3) = theta(slbcalrect(aa,2));%theta end

%vcal mula

for aa=1:size(branchdatacal,1)

vcalrect(aa,1)=branchdatacal(aa,1);

vcalrect(aa,2) = v(1,1);

vcalpol(aa,1)=branchdatacal(aa,1);

vcalpol(aa,2)=r2p(vcalrect(aa,2));

vcalpol(aa,3)=theta(vcalrect(aa,2));%theta end

%run data kalkulasi dulu

%arus beban

for aa=1:size(branchdatacal,1)

ilcalpol(aa,1)=branchdatacal(aa,3);

ilcalpol(aa,2)=slbcalpol(aa,2)./vcalpol(aa,2);

ilcalpol(aa,3)=slbcalpol(aa,3)-vcalpol(aa,3); %theta ilcalrect(aa,1)=branchdatacal(aa,3);

ilcalrect(aa,2)=p2r(ilcalpol(aa,2),ilcalpol(aa,3));

ilcalrectconj(aa,1)=branchdatacal(aa,3);

ilcalrectconj(aa,2)=conj(ilcalrect(aa,2));

ilcalrectconjpol(aa,1)=branchdatacal(aa,3);

ilcalrectconjpol(aa,2) = r2p(ilcalrectconj(aa,2));

ilcalrectconjpol(aa,3) = theta(ilcalrectconj(aa,2));

end

%arus branch

%masukkan nilai ibr bus cabang for be=size(ilcalrectconj,1):-1:1

ibrcalrectmat(branchdatacal(be,2),branchdatacal(be,3))=

ilcalrectconj(be,2)+ sum(ibrcalrectmat(branchdatacal(be,3),:));

end

%cek apakah nilai br bus sudah sesuai for bd=1:size(ilcalrectconj,1)

if ibrcalrectmat(branchdatacal(bd,2),branchdatacal(bd,3))==

ilcalrectconj(bd,2)+ sum(ibrcalrectmat(branchdatacal(bd,3),:))

ibrcalrectmatnew(branchdatacal(bd,2),branchdatacal(bd,3))=ibrcalrect mat(branchdatacal(bd,2),branchdatacal(bd,3));

else

ibrcalrectmatnew(branchdatacal(bd,2),branchdatacal(bd,3))=

ilcalrectconj(bd,2)+ sum(ibrcalrectmat(branchdatacal(bd,3),:));

end end

% Error Calculation

for bd=1:size(ilcalrectconj,1)

eribr(branchdatacal(bd,2),branchdatacal(bd,3)) =

abs(ibrcalrectmatnew(branchdatacal(bd,2),branchdatacal(bd,3))-ibrcalrectmat(branchdatacal(bd,2),branchdatacal(bd,3)));

end

eribrmax = max(nonzeros(eribr));

while eribrmax > 0.00001

ibrcalrectmat=ibrcalrectmatnew;

for bd=1:size(ilcalrectconj,1)

if ibrcalrectmat(branchdatacal(bd,2),branchdatacal(bd,3))==

ilcalrectconj(bd,2)+ sum(ibrcalrectmat(branchdatacal(bd,3),:))

ibrcalrectmatnew(branchdatacal(bd,2),branchdatacal(bd,3))=ibrcalrect mat(branchdatacal(bd,2),branchdatacal(bd,3));

else

ibrcalrectmatnew(branchdatacal(bd,2),branchdatacal(bd,3))=

ilcalrectconj(bd,2)+ sum(ibrcalrectmat(branchdatacal(bd,3),:));

end

% Error Calculation

for bd=1:size(ilcalrectconj,1)

eribr(branchdatacal(bd,2),branchdatacal(bd,3)) =

abs(ibrcalrectmatnew(branchdatacal(bd,2),branchdatacal(bd,3))-ibrcalrectmat(branchdatacal(bd,2),branchdatacal(bd,3)));

end

eribrmax = max(nonzeros(eribr));

end

[bestobj,ind] = min([f;bestobj]);

CombinedSol = [P ; bestsol];

bestsol = CombinedSol(ind,:);

objvalval(t)=bestobj;

Fitnessvalue(t)=bestfit;

end

[bestobj,ind] = min([f;bestobj]);

CombinedSol = [P ; bestsol];

bestsol = CombinedSol(ind,:);

openswitch(1)=loop1(bestsol(1));

disp(['Open Switch = ' num2str(openswitch)]);

figure('Name','Objective Value') plot(objvalval,'LineWidth',2) xlabel('Iteration');

ylabel('Value');

grid on;

figure('Name','Fitness Value') plot(Fitnessvalue,'LineWidth',2) xlabel('Iteration');

ylabel('Fitness Value');

grid on;

Dokumen terkait