• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

A. LANDASAN TEORI

1. Perbankan Syariah

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. LANDASAN TEORI

1. Perbankan Syariah

a.Pengertian Bank syariah

Di dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008, Perbankan Syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah. Bank merupakan badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat. Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. Unit Usaha Syariah (UUS) adalah unit kerja dari kantor pusat Bank Umum Konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor atau unit yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah atau unit kerja di kantor cabang dari suatu bank yang berkedudukan di luar negeri yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang pembantu syariah dan atau unit syariah.

17

Secara umum, istilah yang digunakan dalam penyebutan bank yang beroperasi berdasarkan prinsip syariah di kalangan ahli ekonomi Islam di Indonesia berbeda-beda, ada yang menyebutnya sebagai Bank Islam (Karim, 2005) dan ada pula yang menyebutnya sebagai Bank Syariah (Muhamad, 2005). Istilah Islam dan Syariah memiliki pengertian yang berbeda. Namun, secara teknis penyebutan Bank Islam dan Bank Syariah memiliki pengertian yang sama, yakni bank yang menjalankan usahanya berdasarkan prinsip syariah.

Pengembangan perbankan syariah di Indonesia merupakan penerapan dual banking system, sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan, yang juga didukung oleh Undang No.3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia. Undang-Undang No.3 Tahun 2004 menyebutkan bahwa cara-cara pengendalian moneter dapat dilakukan berdasarkanPrinsip Syariah, dan Bank Indonesia dapat memberikan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah kepada Bank untuk mengatasi kesulitan pendanaan jangka pendek.

Perbankan syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembangaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya (Danupranata, 2013).

Keberadaan lembaga keuangan dalam sistem ekonomi sangatlah penting, karena tanpa lembaga keuangan yang baik dan profesional akan

18

menganggu aktifitas bisnis dan roda ekonomi. Secara umum bank syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lain dalam lalu lintas dalam pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasian disesuaikan dengan prinsip syariat Islam (Yuliadi, 2001).

b. Prinsip-Prinsip Operasional Perbankan Syariah

Prinsip operasional bank Islam dalam menjalankan usahanya mencakup lima aspek yaitu (Yuliadi, 2001) :

1. Sistem Simpanan

Prinsip ini merupakan fasilitas yang diberikan oleh bank islam untuk memberikan kesempatan kepada pihak yang mempunyai dana

lebih dalam menyimpan dananya dalam bentuk al-wadi’ah. Fasilitas ini

diberikan dengan tujuan untuk keamanan dan untuk kepentingan pemindahbukuan, bukan untuk tujuan investasi guna memperoleh keuntungan seperti halnya pada tabungan dan deposito. Dalam

19

2. Bagi Hasil (profit sharing)

Sistem ini melakukan tata cara / mekanisme pembagian hasil usaha antara penyedia dana (shahibul maal) dengan pengelola dana

(mudharib). Pembagian hasil usaha ini dapat terjadi antara bank dengan

penyimpan dana maupun antara bank dengan nasabah penerima dana.

Bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini adalah mudharabah dan

musyarakah. Lebih jauh, prinsip mudharabah dapat dipergunakan

sebagai dasar baik untuk produksi pendanaan yaitu tabungan dan deposito maupun pembiayaan. Karakteristik dari prinsip operasional bank syariah adalah menggunakan sistem bagi hasil berbeda esensial dengan sistem bunga (Yuliadi, 2001).

3. Prinsip Jual-beli dan margin keuntungan

Prinsip ini merupakan penerapan tata cara jual beli (al-buyu’)

dalam hal ini bank akan membeli terlebih dahulu barang yang dibutuhkan atau mengangkat nasabah sebagai agen bank atau sebagai kuasa bank untuk memberi barang tersebut. Dan nasabah dalam kapasitasnya sebagai agen atau kuasa melakukan pembelian barang atas nama bank kemudian bank menjual barang tersebut kepadanya dengan harga sejumlah harga beli ditambah keuntungan .

4. Prinsip Sewa

Prinsip ini secara garis besar dibagi menjadi dua yaitu ijarah (sewa

20

operating lease dan bai’at-Takjiri (sewa beli) dalam hal ini penyewa

mempunyai hak untuk memiliki barang pada akhir masa sewa atau

sering disebut financial lease.

5. Fee

Prinsip ini meliputi seluruh layanan non-pembiayaan yang

diberikan bank. Bentuk produk yang didasarkan atas prinsip fee antara

lain bak garansi, kliring, inkaso, jasa tranfer dan sebagainya. Pada dasarnya, produk yang ditawarkan oleh perbankan syariah dapat dibagi menjadi tiga bagian besar,yaitu produk penghimpunan dana, produk penyaluran dana, dan produk jasa (Karim, 2010).

Di dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008, kegiatan usaha Bank Umum Syariah (BUS) meliputi :

1) menghimpun dana dalam bentuk Simpanan berupa Giro, Tabungan,

atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad

wadi’ah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;

2) menghimpun dana dalam bentuk Investasi berupa Deposito, Tabungan,

atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad

mudharabah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip

21

3) menyalurkan Pembiayaan bagi hasil berdasarkan Akad mudharabah,

Akad musyarakah, atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan

Prinsip Syariah;

4) menyalurkan Pembiayaan berdasarkan Akad murabahah, Akad salam,

Akad istishna’, atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip

Syariah;

5) menyalurkan Pembiayaan berdasarkan Akad qardh atau Akad lain yang

tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;

6) menyalurkan Pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak

bergerak kepada Nasabah berdasarkan Akad ijarah dan/atau sewa beli

dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;

7) melakukan pengambilalihan utang berdasarkan Akad hawalah atau

Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;

8) melakukan usaha kartu debit dan/atau kartu pembiayaan berdasarkan

Prinsip Syariah;

9) membeli, menjual, atau menjamin atas risiko sendiri surat berharga

pihak ketiga yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata berdasarkan

Prinsip Syariah, antara lain, seperti Akad ijarah, musyarakah,

mudharabah, murabahah, kafalah, atau hawalah;

10) membeli surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah yang diterbitkan oleh pemerintah dan/atau Bank Indonesia;

22

11) menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan pihak ketiga atau antar pihak ketiga berdasarkan Prinsip Syariah;

12) melakukan Penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu Akad yang berdasarkan Prinsip Syariah;

13) menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah;

14) memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan Nasabah berdasarkan Prinsip Syariah;

15) melakukan fungsi sebagai Wali Amanat berdasarkan Akad wakalah;

16) memberikan fasilitas letter of credit atau bank garansi berdasarkan

Prinsip Syariah; dan

17) melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan di bidang perbankan dan di bidang sosial sepanjang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Semua kegiatan BUS boleh dilakukan oleh UUS, kecuali kegiatan Penitipan untuk kepentingan pihak lain dan fungsi sebagai Wali Amanat.

c. Produk Penghimpun Dana

Penghimpunan DPK pada perbankan syariah dapat berbentuk

rekening giro (demand deposits), tabungan (savings), dan deposito (time

deposits). Prinsip operasional yang diterapkan dalam kegiatan

23

Produk bank syariah secara garis besar adalah sebagia berikut (Yuliadi, 2001):

1. Produk Pengerahan Dana

a. Giro Wadi’ah

Dana nasabah yang disetorkan di bank syariah setiap saat nasabah berhak mengambilnya dan berhak memperoleh bonus dari peruntungan pemanfaatan dana giro oleh bank. Besarnya bonus tidak ditetapkan di muka tetapi merupakan kebijakan dari pihak bank.

b. Tabungan Mudharabah

Dana yang disimpan nasabah akan dikelola oleh bank untuk investasi agar memperolah keuntungan. Besarya bagian keuntungan bagi nasabah berdasarkan kesepakatan. Jenis tabungan ini dapat dikembangkan menurut kebutuhan yang diperlukan.

c. Deposito Investasi Mudharabah

Produk mensyaratkan bahwa dana yang disimpan hanya bisa ditarik bedasarkan jangka waktu yang telah ditentukan dengan bagi keuntungan bedasarkan keuntungan.

d. Tabungan Haji Mudharabah

Dana yang disimpan pihak ketiga yang penarikan pada saat nasabah akan menunaikan ibadah haji, atau kondisi tertentu sesuai

24

dengan perjanjian. Besarnya imbalan ditentukan berdasarkan bagi

hasil (mudharabah).

e. Tabungan Qurban

Simpanan pihak ketiga yang dihimpunkan untuk ibadah qurban yang penarikan dilakukan pada saat nasabah akan melaksanakan ibadah qurban atau atas kesepakatan antara pihak bank dan nasabah.

Pembagian keuntungan bedasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah).

2. Produk Penyaluran Dana

a. Mudharabah

Produk memberikan fasilitas penyediaan pembiayaan modal investasi atau modal kerja hingga 100 persen sedangkan nasabah berperan sebagai pihak yang mengelola dana. Besarnya bagi keuntungan melalui perjanjian yang sesuai dengan proporsinya.

b. Murobahah

Dalam produk ini untuk menyediakan dana bagi pembiayan pembelian barang lokal maupun internasional. Pembiayan ini hampir sama dengan kredit modal kerja bank konvensional oleh sebab itu jangka waktu pembiayaan tidak lebih dari satu tahun. Bank memperoleh keuntungan dari barang yang dinaikan.

25

c. Ba’i Bithaman ‘Ajil

Pembiayaan pembelian barang dengan cicilan. Pembiayaan ini cicilan mirip dengan kredit investasi dari bank konvensional, karena itu jangka waktu pembiayaan tidak lebih dari satu tahun. Bank mendapat keuntungan dari harga barang yang dinaikan.

d. Al-Qordhul Hasan

Produk ini merupakan pinjaman lunak bagi pengusaha yang benar-benar yang membutuhkan modal kerja. Nasabah tidak perlu membagi keuntungan kepada bank tetapi hanya membayar biaya administrasinya saja.

e. Musyarakah

Pembiayaan yang sebagian modal usaha merupakan penyertaan dari pihak bank dan akan dilibatkan dalam proses menejemen usaha. Pembagian keuntungan bedasarkan perjanjian sesuai dengan besarnya proporsi penyertaan modal.

f. Produk-produk lainnya

Selain dari produk penyaluran dana seperti diunkap di atas bank Islam juga memberikan jasa-jasa lainya seperti :

1. Jasa penerbitan L/C

26

3. Jasa inkaso

4. Bank garansi

5. Menerima zakat, infaq, dan shodaqoh Dll.

Prinsip wadi’ah yang diterapkan adalah wadi’ahyad dhamanah yang

diaplikasikan pada produk giro. Wadi’ahyad dhamanah adalah akad titipan

dimana pihak yang dititipi (bank) bertanggung jawab atas kebutuhan harta titipan sehingga ia boleh memanfaatkan harta titipan tersebut (Karim, 2010). Ketentuan

umum dari produk giro wadi’ah adalah (Sudarsono, 2008) :

a. Keuntungan atau kerugian dari penyaluran dana menjadi hak milik atau ditanggung bank, sedangkan pemilik dana tidak dijanjikan imbalan dan tidak menanggung kerugian.

b. Bank dimungkinkan memberikan bonus kepada pemilik dana sebagai suatu insentif untuk menarik dana masyarakat namun tidak boleh dijanjikan di muka.

c. Bank harus membuat akad pembukaan rekening yang isinya mencakup izin

d. penyaluran dana yang disimpan dan persyaratan lain yang disepakati selama tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Khususnya bagi pemilik rekening giro, bank dapat memberikan buku cek, bilyet giro dan debit card.

27

e. Terhadap pembukaan rekening ini bank dapat mengenakan penggantian biaya administrasi untuk sekedar menutupi biaya yang telah terjadi.

Selain prinsip wadi’ah, prinsip mudharabah juga diterapkan dalam

produk penghimpunan dana perbankan syariah. Mudharabah adalah suatu bentuk

kerjasama antara pemilik modal dan pihak yang mempunyai keahlian untuk mengelola modal tersebut dalam usaha tertentu sehingga menghasilkan keuntungan. Jika usaha tersebut mendapat keuntungan, keuntungan dibagi bersama sesuai dengan kesepakatan. Namun, apabila terjadi kerugian dalam usaha, kerugian ditanggung oleh pemilik modal, dan pengelola modal tidak

berhak atas upah dari usahanya (Afandi, 2009). Aplikasi prinsip mudharabah

dalam produk penghimpunan dana perbankan syariah adalah bahwa deposan atau penyimpan bertindak sebagai pemilik dana dan bank sebagai pengelola dana. Dana ini digunakan bank untuk melakukan pembiayaan akad jual beli maupun syirkah. Jika terjadi kerugian maka bank bertanggung jawab atas kerugian tersebut. Berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh penyimpan dana, prinsip mudharabah terbagi dua yaitu (Karim, 2010):

a.Mudharabah mutlaqahatau URIA (Unrestricted Investment Account).

b. Mudharabah Muqayyadahatau RIA (Restricted Investment Account).

Penerapan mudharah mutlaqah dapat berupa produk tabungan dan

deposito dimana berdasarkan prinsip ini tidak ada pembatasan bagi bank dalam

menggunakan dana yang terhimpun. Sedangkan untuk penerapan mudharabah

28

kedalam dua jenis yaitu mudharabah muqayyadah on balance sheet dan

mudharabah muqayyadah off balance sheet Mudharabah on balance sheet merupakan simpanan khusus dimana pemilik dana dapat menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus dipatuhi oleh bank.

Mudharabah muqayyadah off balance sheet merupakan produk

penyaluran dana langsung kepada pelaksana usahanya dimana bank hanyabertindak sebagai perantara yang mempertemukan antara pemilik dana dan

pelaksana usaha dan atas jasa tersebut bank mendapatkan fee dalam menyalurkan

dananya pada pihak yang membutuhkan dana (defisit unit), secara garis besar produk pembiayaan perbankan syariah dibagi ke dalam empat kategori yang dibedakan berdasarkan tujuan penggunaaanya, yaitu (Karim, 2010):

a. Pembiayaan dengan prinsip jual beli

b. Pembaiyaan dengan prinsip sewa

c. Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil

d. Pembiayaan dengan akad pelengkap.

Pembiayaan dengan prinsip jual beli ditujukan untuk memiliki barang baik barang produktif maupun konsumtif. Pembiayaan dengan prinsip jual beli ini

menggunakan beberapa akad jual beli seperti Murabahah, Salam, dan Istishna.

Sedangkan pembiayaan dengan prinsip sewa ditujukan untuk mendapatkan jasa. Pembiayaan dengan prinsip sewa tersebut menggunakan berberapa akad, yaitu

29

ini, tingkat keuntungan bank ditentukan di depan dan menjadi bagian harga atas barang dan jasa yang dijual. Kategori pembiayaan dengan prinsip bagi hasil

dilaksanakan dengan akad Mudharabah dan Musyarakah dimana tingkat

keuntungan bank ditentukan dari besarnya keuntungan usaha sesuai dengan prinsip bagi hasil dimana tingkat keuntungan dibagi berdasarkan nisbah bagi hasilyang telah disepakati di muka. Pembiayaan dengan akad pelengkap ditujukan untuk memperlancar dan mempermudah pelaksanaan pembiayaan, diantara akad

pelangkap yang sering dipakai, yaitu Hiwalah (alih hutang-piutang), Rahn (gadai),

Qard (pinjaman), Wakalah (Perwakilan), dan Kafalah (garansi bank). Mengenai

akad tidak terlepas atas firman Allah dalam Al-qur’an (Depag RI, 1989) : Surat

Al-Maidah: 1 yang artinya “ Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad

itu

d. Faktor-Faktor yang mempengaruhi DPK Perbankan Syariah

Perbankan sebagai lembaga intermediasi memberikan pembiayaan dengan sumber dana utama berasal dari DPK, yaitu penghimpunan dana masyarakat melalui Giro, Tabungan, dan Deposito. Oleh karenanya,

kemampuan bank dalam menghimpun dana masyarakat akan

mempengaruhi kemampuan perbankan untuk memberikan pembiayaan dan memperoleh laba. Topik ini telah mendapatkan cukup banyak perhatian, baik di Indonesia maupun di luar negeri, sehingga sudah terdapat cukup banyak peneliti yang menelitinya. Namun demikian, terdapat sejumlah perbedaan variabel dan jangka waktu dilakukannya penelitian, serta hasil dari penelitian-penelitian tersebut.

30 2. Dana Pihak Ketiga (DPK)

a. Pengertian Dana Pihak Ketiga

Dana masyarakat adalah dana-dana yang berasal dari masyarakat, baik perorangan maupun badan usaha, yang diperoleh bank dengan menggunakan berbagai instrumen produk simpanan yang dimiliki oleh bank (Kuncoro, 2002). Dana-dana pihak ketiga yang dihimpun dari masyarakat (Dana Pihak Ketiga) merupakan sumber dana terbesar yang paling diandalkan oleh bank( mencapai 80 persen-90 persen dari seluruh dana yang seluruh dana yang dikelola oleh bank (Dendawijaya, 2003). Menurut Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004 dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank dapat berupa giro, tabungan, dan deposito.

b. Giro

Berdasarkan Undang-Undang No.21 Tahun 2008, giro merupakan

simpanan berdasarkan akad wadi’ah atau akad lain yang tidak

bertentangan dengan prinsip syariah yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya, atau dengan perintah pemindah bukuan. Lebih lanjut, menurut fatwa DSN MUI No.01/DSN-MUI/IV/2000, ada dua

jenis giro yang dibenarkan secara syariah, yaitu Giro Wadi’ah dan Giro

Mudharabah. Produk Giro yang ada dalam perbankan syariah di

31

giro yang didasarkan atas kontrak wadi’ah, yaitu kontrak penitipan uang

yang dapat ditarik kapanpun oleh pemiliknya. Dalam konsep wadi’ah

yad dhamanah, pihak yang dipercaya untuk menyimpan uang atau

barang diperbolehkan untuk menggunakan objek (uang atau barang) yang dititipkan tersebut. Namun, baik pemilik dana maupun pihak bank tidak boleh menjanjikan imbalan atas penggunaan objek yang dititipkan tersebut. Walaupun demikian, pihak bank diperbolehkan memberikan bonus kepada pemilik dana, dengan syarat bonus tersebut tidak dijanjikan lebih dulu dalam akad pembukaan rekening (Karim, 2005).

c. Tabungan

Berdasarkan Undang-Undang No.21 Tahun 2008, tabungan

merupakan simpanan berdasarkan akad wadi’ah atau investasi dana

berdasarkan akad mudharabah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat dan ketentuan tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro, dan/atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu. Lebih lanjut, menurut fatwa DSN MUI No.02/DSN-MUI/IV/2000, ada dua jenis tabungan yang dibenarkan secara syariah,

yaitu tabungan wadi’ah dan tabungan mudharabah. Pada prakteknya,

produk tabungan dalam perbankan syariah di Indonesia merupakan

32

a) Tabungan wadi’ah

Tabungan wadi’ah merupakan tabungan yang didasarkan atas

kontrak wadi’ah yaitu kontrak penitipan uang yang dapat ditarik

kapanpun oleh pemiliknya. Konsep wadi’ah yang digunakan dalam

tabungan wadi’ah adalah wadi’ah yad dhamanah yaitu pihak yang

dipercaya untuk menyimpan uang atau barang diperbolehkan untuk menggunakan objek (uang atau barang) yang dititipkan tersebut. Namun, baik pemilik dana maupun pihak bank tidak boleh menjanjikan suatu imbalan atas penggunaan objek yang dititipkan tersebut. Walaupun demikian, pihak bank diperbolehkan memberikan bonus kepada pemilik dana, dengan syarat bonus tersebut tidak dijanjikan lebih dulu dalam akad pembukaan rekening (Karim, 2005).

b) Tabungan mudharabah

Tabungan mudharabah merupakan tabungan yang didasarkan atas

kontrak mudharabah. Dalam kontrak ini, bank bertindak sebagai

mudharib, sedangkan nasabah menjadi shahib-al maal. Tabungan

mudharabah terdiri atas dua bentuk yaitu mudharabah mutlaqah dan

mudharabah muqayyadah. Dalam mudharabah mutlaqah, shahib-al

maal tidak menentukan persyaratan tertentu bagi pengelola dana.

Sedangkan dalam mudharabah muqayyadah, shahib-al maal

menentukan persyaratan tertentu mengenai tempat, waktu, atau objek investasi yang harus dipenuhi oleh pengelola dana dalam menyalurkan

33

dana. Hasil yang diperoleh dari pengelolaan dana mudharabah, baik

mudharabah mutlaqah maupun mudharabah muqayyadah, akan

dibagi antara pihak bank dengan pemilik danadalam bentuk nisbah yang dituangkan dalam akad pembukaan rekening (Karim, 2005).

d). Deposito

Berdasarkan Undang-Undang No.21 Tahun 2008, deposito adalah

investasi dana berdasarkan akad mudharabah atau akad lain yang tidak

bertentangan dengan prinsip syariah yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan akad antara nasabah penyimpan dan bank syariah dan/atau UUS. Lebih lanjut, menurut fatwa DSN MUI No.03/DSN-MUI/IV/2000, deposito yang dibenarkan hanya

deposito dengan akad (kontrak) mudharabah yang terdiri atas

mudharabah mutlaqah dan mudharabah muqayyadah.

a) Mudharabah Mutlaqah

Dengan kontrak mudharabah mutlaqah, pemilik dana tidak

membatasi pengelolaan dana yang dilakukan oleh Bank Syariah, baik dalam apa, di mana, dan bagaimana dana akan diinvestasikan. Dengan kata lain, bank syariah memiliki kebebasan untuk menginvestasikan

dana ke sektor bisnis manapun yang diperkirakan akan

menguntungkan. Perhitungan bagi hasil untuk deposito mudharabah

34

hari saldo tersimpan, dengan mengecualikan hari pembukaan dan penutupan rekening serta tanggal jatuh tempo (Karim, 2005).

b) Mudharabah Muqayyadah

Berbeda dengan kontrak mudharabah mutlaqah, dalam

mudharabah muqayyadah, pemilik dana membatasi pengelolaandana

yang dilakukan oleh bank syariah, dalam hal apa, di mana, dan bagaimana menginvestasikan dana. Karim (2005) menyebutkan ada

dua metode penggunaan dana mudharabah muqayyadah, yang juga

akan berimplikasi pada metode pembayaran bagi hasil, yaitu Cluster

Pool of Fund dan Specific Product. Pada Cluster Pool of Fund,

penggunaan dana dikhususkan untuk sejumlah proyek dalam tipe industri yang sama. Pembayaran bagi hasilnya dapat dilakukan bulanan, tiga bulanan, enam bulanan, atau berdasarkan jangka waktu yang telah disetujui dalam akad (kontrak) pembukaan rekening.

Sedangkan pada Specific Product, dana digunakan untuk membiayai

suatu proyek secara khusus. Menurut Kasmir (2010), dana pihak ketiga memiliki kontribusi terbesar dari beberapa sumber dana sehingga jumlah dana pihak ketiga yang berhasil dihimpun oleh suatu bank akan mempengaruhi kemampuannya dalam menyalurkan kredit.

Dokumen terkait