• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbedaan Kebahagiaan ditinjau dari Tingkat Pendidikan . 65

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

C. Hasil Tambahan Penelitian (Perbedaan Kebahagiaan ditinjau

2. Perbedaan Kebahagiaan ditinjau dari Tingkat Pendidikan . 65

Untuk melihat perbedaan kebahagiaan ditinjau dari tingkat pendidikan dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 23. Perbedaan Kebahagiaan ditinjau dari Tingkat Pendidikan

Tingkat Pendidikan Subjek Mean Standar deviasi

Tidak sekolah 5 99.60 5.550 SD 44 94.23 8.842 SMP 18 96.72 9.035 SMA 19 94.70 6.383 D3 2 92.00 2.828 S1 6 97.00 6.481 Total 94 95.19 8.062

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa kebahagiaan pada orang yang tidak sekolah berkisar pada nilai rata-rata sebesar 99.60 dengan standar deviasi sebesar 5.550. Kebahagiaan pada orang yang berada pada tingkat pendidikan SD memiliki nilai rata-rata sebesar 94.23 dengan standar deviasi 8.842. Kebahagiaan pada orang yang berada pada tingkat pendidikan SMP memiliki nilai rata-rata sebesar 96.72 dengan standar deviasi 9.035. Kebahagiaan pada orang yang berada

pada tingkat pendidikan SMA memiliki nilai rata-rata sebesar 94.70 dengan standar deviasi 6.383. Kebahagiaan pada orang yang berada pada tingkat pendidikan D3 memiliki nilai rata-rata sebesar 92.00 dengan standar deviasi 2.828. Terakhir, kebahagiaan pada orang yang berada pada tingkat pendidikan S1 memiliki nilai rata-rata sebesar 97.00 dengan standar deviasi 6.481.

Analisa statistik yang digunakan adalah uji oneway anova. Hal ini dikarenakan peneliti ingin membandingkan rata-rata lebih dari dua kelompok. Berdasarkan hasil pengolahan data diperoleh p>0.05 yang menunjukkan bahwa tidak adanya perbedaan kebahagiaan yang signifikan ditinjau dari tingkat pendidikan.

3. Perbedaan Kebahagiaan ditinjau dari Status Kesehatan

Untuk melihat perbedaan kebahagiaan ditinjau dari status kesehatan dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 24. Perbedaan Kebahagiaan ditinjau dari Status Kesehatan

Kesehatan Subjek Mean Standar deviasi

Sakit 29 92.55 1.678

Tidak sakit 65 96.37 0.913

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa kebahagiaan pada orang yang memiliki penyakit berkisar pada nilai rata-rata sebesar 92.55 dengan standar deviasi sebesar 1.678 dan kebahagiaan pada orang yang tidak sakit berkisar pada nilai rata-rata 96.37 dengan standar deviasi 0.913. Analisa statistik yang digunakan untuk mengetahui perbedaan kebahagiaan ditinjau dari status kesehatan adalah uji independent t-test. Hal ini dikarenakan peneliti ingin membandingkan

rata-rata dari dua kelompok. Berdasarkan hasil pengolahan data diperoleh p<0.05 yang menunjukkan adanya perbedaan kebahagiaan yang signifikan ditinjau dari status kesehatan.

4. Perbedaan Kebahagiaan ditinjau dari Status Pekerjaan

Untuk melihat perbedaan kebahagiaan ditinjau dari status pekerjaan dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 25. Perbedaan Kebahagiaan ditinjau dari Status Pekerjaan

Status Pekerjaan Subjek Mean Standar deviasi

Bekerja 22 95.36 9.535

Tidak bekerja 72 95.14 7.631

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa kebahagiaan pada orang yang bekerja berkisar pada nilai rata-rata sebesar 95.36 dengan standar deviasi sebesar 9.535 dan kebahagiaan pada orang yang tidak bekerja memiliki nilai rata-rata 95.14 dengan standar deviasi 7.631. Analisa statistik yang digunakan untuk mengetahui perbedaan kebahagiaan ditinjau dari status pekerjaan adalah uji independent t-test. Hal ini dikarenakan peneliti ingin membandingkan rata-rata dari dua kelompok. Berdasarkan hasil pengolahan data diperoleh p>0.05 yang menunjukkan tidak adanya perbedaan kebahagiaan yang signifikan ditinjau dari status pekerjaan.

5. Perbedaan Kebahagiaan ditinjau dari Penghasilan/Bulan

Untuk melihat perbedaan kebahagiaan ditinjau dari penghasilan/bulan dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 26. Perbedaan Kebahagiaan ditinjau dari Penghasilan/Bulan

Penghasilan/Bulan Subjek Mean Standar deviasi

Tidak ada 39 95.29 7.097 <Rp.500.000 12 95.00 7.572 Rp.500.000-Rp.1000.000 19 93.37 10.500 Rp.1000.000-Rp.2000.000 14 97.75 9.659 Rp.2000.000-Rp.3000.000 10 96.00 6.595 Rp.3000.000-Rp.4000.000 1 103.00 - >Rp.4000.000 6 92.60 3.975 Total 101 95.19 8.062

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa kebahagiaan pada orang yang tidak memiliki penghasilan berkisar pada nilai rata-rata sebesar 95.29 dengan standar deviasi sebesar 7.097. Kebahagiaan pada orang dengan penghasilan dibawah Rp.500.000 memiliki nilai rata-rata sebesar 95.00 dengan standar deviasi 7.572. Kebahagiaan pada orang dengan penghasilan Rp.500.000 sampai Rp.1000.000 memiliki nilai rata-rata sebesar 93.37 dengan standar deviasi 10.500. Kebahagiaan pada orang dengan penghasilan Rp.1000.000 sampai Rp.2000.000 memiliki nilai rata-rata sebesar 97.75 dengan standar deviasi 9.659. Kebahagiaan pada orang dengan penghasilan Rp.2000.000 sampai Rp.3000.000 memiliki nilai rata-rata sebesar 96.00 dengan standar deviasi 6.595. Kebahagiaan pada orang dengan penghasilan Rp.3000.000 sampai Rp.4000.000 memiliki nilai rata-rata sebesar 103.00. Terakhir, kebahagiaan pada orang dengan penghasilan diatas Rp.4000.000 memiliki nilai rata-rata sebesar 92.60 dengan standar deviasi 3.975.

Analisa statistik yang digunakan adalah uji oneway anova. Hal ini dikarenakan peneliti ingin membandingkan rata-rata lebih dari dua kelompok. Berdasarkan hasil pengolahan data diperoleh p>0.05 yang menunjukkan bahwa

tidak adanya perbedaan kebahagiaan yang signifikan ditinjau dari penghasilan/bulan.

6. Perbedaan Kebahagiaan ditinjau dari Status Aktivitas

Untuk melihat perbedaan kebahagiaan ditinjau dari status pekerjaan dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 27. Perbedaan Kebahagiaan ditinjau dari Status Aktivitas

Status Aktivitas Subjek Mean Standar deviasi

Memiliki aktivitas 69 95.54 7.779

Tidak memiliki aktivitas 25 94.24 8.894

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa kebahagiaan pada orang yang memiliki aktivitas berkisar pada nilai rata-rata sebesar 95.54 dengan standar deviasi sebesar 7.779 dan kebahagiaan pada orang yang tidak bekerja memiliki nilai rata-rata 94.24 dengan standar deviasi 8.894. Analisa statistik yang digunakan untuk mengetahui perbedaan kebahagiaan ditinjau dari status aktivitas adalah uji independent t-test. Hal ini dikarenakan peneliti ingin membandingkan rata-rata dari dua kelompok. Berdasarkan hasil pengolahan data diperoleh p>0.05 yang menunjukkan tidak adanya perbedaan kebahagiaan yang signifikan ditinjau dari status aktivitas.

D. Pembahasan

Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan antara regulasi emosi dengan kebahagiaan pada lansia. Hal tersebut didasarkan pada hasil pengujian korelasi antara regulasi emosi dan kebahagiaan dengan koefisien korelasi sebesar

0.540 dengan p<0.05, artinya semakin tinggi regulasi emosi yang dimiliki seseorang, maka semakin tinggi pula kebahagiaan yang dimilikinya, begitu juga sebaliknya. Hal ini sesuai dengan asumsi peneliti, bahwasanya regulasi emosi memiliki kaitan dengan kebahagiaan.

Berdasarkan mean empirik, kebahagiaan pada subjek penelitian yang berada kategori tinggi sebesar 90.43%, kebahagiaan kategori sedang sebesar 9.57%, dan tidak ada subjek penelitian yang memiliki kebahagiaan kategori rendah. Jadi, dapat disimpulkan secara umum bahwa tingkat kebahagiaan pada lansia berada pada kategori tinggi. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Pandji (2012) yang mengungkapkan bahwasanya masa lansia merupakan masa yang tidak bahagia. Namun, hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian lintas budaya yang menemukan bahwa kebahagiaan pada lansia cenderung tinggi, hal ini dikaitkan dengan emosi positif yang secara reguler dialami oleh lansia (Hoyer & Roodin, 2009).

Adapun mean empirik, regulasi emosi subjek penelitian berada pada kategori tinggi sebesar 70.21%, regulasi emosi kategori sedang sebesar 29.79%, dan tidak ada subjek penelitian yang memiliki regulasi emosi kategori rendah. Hal ini sejalan dengan Ekerdt (2002), yang menyatakan bahwa lansia merupakan individu yang baik dalam mengatur dan menenangkan respon emosi. Hal ini juga diperkuat Snyder dkk. (2006) yang melaporkan data yang menunjukkan bahwasanya lansia memiliki kontrol emosi yang lebih baik dibanding dewasa muda.

Hasil tambahan penelitian menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan pada kebahagiaan jika ditinjau dari status perkawinan. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penemuan Myers (dalam Carr, 2004), yaitu orang yang menikah lebih bahagia daripada orang yang belum menikah, yang bercerai, berpisah atau tidak pernah menikah,. Hal tersebut tampaknya tidak sepenuhnya terbukti pada penelitian ini, dikarenakan tidak adanya perbedaan yang signifikan kebahagiaan pada lansia jika ditinjau dari status perkawinan. Meskipun demikian, Lucas (dalam Diener & Diener, 2008) juga menemukan hal yang sama dengan hasil penelitian ini, yaitu pernikahan tidak selalu menjamin kebahagiaan. Hal ini tergantung pada kepribadian yang dimiliki seseorang dan keadaan hidup seseorang.

Hasil tambahan penelitian menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan pada kebahagiaan jika ditinjau dari penghasilan/bulan. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan pernyataan Diener (dalam Carr, 2004) yang mengemukakan bahwasanya kekayaan berkorelasi positif dengan kebahagiaan, dan hal tersebut tampaknya tidak sepenuhnya terbukti pada penelitian ini. Meskipun demikian, George (dalam Diener, 2009) melaporkan bahwa penghasilan memiliki pengaruh yang lemah bagi kebahagiaan lansia. Hal ini dikarenakan perbedaan nilai, peran dan lingkungan hidup yang dimiliki seseorang. Hasil tambahan penelitian ini juga menunjukkan bahwasanya ada perbedaan kebahagiaan pada lansia jika ditinjau berdasarkan status kesehatan, dimana orang yang sehat secara signifikan lebih bahagia dibandingkan dengan orang yang tidak sehat. Hasil data ini diperoleh dengan menggunakan uji independent sample t test

dan diperoleh nilai p = 0.033 (p > 0.05). Hal ini sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Hurlock (1999) bahwa kesehatan yang baik memungkinkan orang pada usia berapa pun melakukan apa yang hendak dilakukan sehingga menimbulakan rasa bahagia. Sementara kesehatan yang buruk menjadi halangan untuk mencapai kepuasan bagi keinginan dan kebutuhan mereka sedemikian rupa, sehingga menimbulkan rasa tidak bahagia.

Hasil tambahan penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan pada kebahagiaan jika ditinjau dari tingkat pendidikan, status pekerjaan dan aktivitas. Hal ini tidak sejalan dengan yang dikemukakan oleh Carr (2004) yang menyatakan kebahagiaan dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, dan pekerjaan. Wido G. M. Oerlemans, Arnold B.Bakker, dan Ruut Veenhoven (2011) juga menemukan bahwasanya kebahagiaan dipengaruhi oleh aktivitas. Wilson juga meyakini bahwa orang yang bahagia adalah orang yang bekerja, berpendidikan, religius, dan menikah diantara berbagai faktor lainnya. Namun Diener, Suh, dan Lucas (dalam Wells, 2010) menganggap orang yang bahagia adalah orang yang memiliki temprament positif, dan cenderung melihat sisi baik suatu hal.

Tidak adanya perbedaan kebahagiaan dari berbagai faktor tersebut kemungkinan juga bisa disebabkan oleh faktor budaya, dimana menurut Diener (dalam Diener & Diener, 2008) pada budaya kolektivis seperti asia, faktor yang paling besar mempengaruhi kebahagiaannya adalah dukungan sosial. Hal ini juga ditemukan dari hasil penelitian Chen dan Susan (2008) yang menemukan bahwa lansia di negara cina yang tinggal bersama anaknya akan cenderung lebih bahagia,

terutama lagi jika mereka tinggal bersama anak perempuannya, hal ini dikarenakan para lansia tersebut mendapatkan perawatan dan dukungan sosial dari keluarganya.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini akan diuraikan mengenai kesimpulan dan saran yang berkaitan dengan hasil penelitian. Pada bagian pertama akan berisi rangkuman hasil penelitian yang dibuat berdasarkan analisa, interpretasi dan pembahasan. Pada bagian akhir akan dikemukakan saran-saran yang mungkin berguna bagi penelitian yang akan datang dengan tema yang sama.

Dokumen terkait