• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. LANDASAN TEORI

C. Perbedaan Kecerdasan Emosional Antara Meditator

Dalam setiap periode kehidupan, individu menghadapi berbagai tekanan dan tuntutan. Individu seringkali “dikejutkan” dengan perubahan-perubahan yang mereka alami baik fisik, psikis, peran dan minat. Tidak semua individu mampu menerima perubahan dan segala konsekuensinya dengan baik. Dalam hal ini, kecerdasan emosional yang dimiliki setiap individu menjadi sesuatu yang sangat menentukan bagi langkah-langkah yang akan dijalaninya dalam menghadapi tantangan hidup mereka. Individu yang ditunjang dengan kecerdasan emosional yang baik akan dapat mengatasi permasalahan yang mereka hadapi dengan baik, mampu bersosialisasi dengan baik, mampu bertahan dalam kondisi frustasi, lebih mampu memahami orang lain dan kondisi di sekitarnya, dan lebih berkompeten dalam mengendalikan dorongan emosi.

Salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat kecerdasan emosional seorang individu adalah faktor internal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri individu untuk menanggapi lingkungan sekitar. Yang termasuk ke dalam faktor internal adalah faktor neurologis dan mekanisme kerja otak. Otak mengalirkan energi listrik serta memancarkan gelombang elektromagnetik atau gelombang otak yang frekuensinya selalu berubah-ubah sesuai dengan tingkat kesadaran manusia. Gelombang otak ini terdiri dari gelombang betha, suatu ritme yang cepat dan tidak beraturan yang mengindikasikan bahwa jiwa dalam keadaan kacau kemudian gelombang alpha yang berperan ketika manusia dalam keadaan rileks, gelombang theta

ketika manusia tidur ringan dan berlanjut ke gelombang delta saat seseorang tertidur lelap. Dinamika gelombang otak inilah yang memberi pengaruh pada meditator, baik secara fisik maupun pengaruh psikologis.

Keadaan tersebut juga dapat dialami oleh meditator ketika melakukan meditasi. Meditator lebih sering mengalami gelombang Alpha, gelombang Theta dan gelombang Delta. Mereka dapat menyadari dan merasakan dinamika yang terjadi dalam dirinya. Sebaliknya, non meditator lebih sering mengalami gelombang Betha. Pada saat tubuh manusia mengalami keadaan istirahat yang dalam dan sangat rileks, frekuensi gelombang otak berada pada daerah yang disebut gelombang delta. Keadaan ini memberikan kesempatan pada syaraf-syaraf otak untuk mengendur dan menata dirinya kembali. Susunan syaraf menjadi normal kembali sehingga mempengaruhi seluruh sistem yang berada di dalam tubuh seperti metabolisme tubuh yang menurun, denyut jantung yang menurun demikian juga pernapasan (Soegoro, 2002). Selain itu dalam keadaan ini kelenjar pineal dalam otak mulai aktif dan mengeluarkan melatonine yang dapat membuat seseorang menjadi sangat rileks (Krishna dan Setiawan, 2002).

Dengan keadaan istirahat yang dalam dan sangat rileks yang dialami seseorang ketika melakukan aktivitas meditasi, memberikan kesempatan pada syaraf otak untuk mengendur dan menata dirinya kembali. Susunan syaraf yang menjadi normal kembali mempengaruhi seluruh sistem yang berada di dalam tubuh (Soegoro, 2002).

Saat melakukan meditasi, meditator mengalami suatu proses memusatkan perhatian yang dilakukan secara sadar. Proses ini berjalan bertahap sesuai dengan keteraturan latihan yang dilakukan (Suryani, 2000). Jika proses tersebut tidak disadari, maka keadaan itu hanya memusatkan perhatian dan belum bisa disebut sebagai aktivitas meditasi. Di sisi lain, non meditator tidak mengalami suatu proses memusatkan perhatian yang dilakukan secara sadar karena tidak adanya latihan meditasi.

Setiap kali latihan meditasi dilakukan, meditator akan lebih mudah mengenali proses mental yang muncul yang akan mengganggu konsentrasi seperti perasaan gelisah, cemas, senang, marah, dll. Latihan yang terus-menerus akan membawa meditator pada kebiasaan baik yaitu cenderung lebih mudah mengenal bentuk emosi yang muncul. Oleh karena itu meditator dapat mengatasi proses mental tersebut dengan cara yang benar dan proporsional atau dengan kata lain dapat mengelola emosi dengan tepat. Selain itu pada latihan meditasi akan terjadi proses dimana meditator akan mengarahkan perhatian ke dalam diri sendiri sehingga ia akan lebih mengenal dirinya baik kelebihan maupun kekurangannya. Dengan mengenal proses mental yang ada dalam diri, maka akan timbul pemahaman yang mendalam terhadap sesama yaitu cenderung lebih mudah mengenali perasaan orang lain/empati dalam upaya menumbuhkan hubungan saling percaya dan menyelaraskan diri dengan berbagai macam orang. Kondisi ini juga dapat menunjang seseorang dalam membina hubungan dengan orang lain. Orang yang mampu membina relasi sosial dengan baik cenderung akan sukses dalam bidang apapun. Dari

penjelasan ini terlihat pengaruh meditasi dalam aspek-aspek kecerdasan emosional dimana manfaat dari latihan meditasi dapat menunjang meditator dalam meningkatkan kecerdasan emosionalnya.

Efek-efek positif pada meditasi yang lain seperti membuka dan menjernihkan pikiran, rileks, serta tingkat kesadaran yang tinggi yang ada dalam diri individu dapat memberikan suatu pencerahan kepada individu, mampu menerima apa adanya dirinya sendiri dan orang lain serta melihat suatu permasalahan dari sudut pandang yang luas dan baru. Saat meditator mampu mencapai tingkat kesadaran secara penuh, sadar akan diri dan sekitarnya serta memperoleh suatu ketenangan maka individu cenderung lebih mudah mengendalikan emosinya dimana mampu memecahkan masalah-masalah atau tekanan yang dihadapinya melalui penyaluran yang benar atau positif sehingga tidak mengganggu kesehatan fisik dan psikisnya.

Sebaliknya pada non meditator yang lebih sering mengalami gelombang Betha, mereka cenderung lebih sulit menyadari dan merasakan dinamika yang terjadi dalam dirinya sehingga syaraf-syaraf otak cenderung tegang. Akibatnya membuat seseorang menjadi kurang rileks dan mengalami kesulitan untuk mengenal proses mental yang muncul dalam dirinya. Dengan demikian akan mengganggu individu dalam berkonsentrasi, kurang adanya pemahaman yang mendalam terhadap sesama, cenderung lebih sulit menerima apa adanya dirinya sendiri dan orang lain, cenderung lebih sulit mengenal bentuk emosi yang muncul seperti perasaan cemas, gelisah, marah, dll sehingga kurang mampu mengelola emosi dengan tepat. Hal ini dapat

mempengaruhi dalam menghadapi permasalahan, tantangan, dan tekanan dalam hidupnya. Oleh karena itu kecerdasan emosionalnya pun kurang dapat berkembang dengan baik atau dengan kata lain kecerdasan emosionalnya cenderung lebih rendah.

Dokumen terkait