• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbedaan Ritual A’ome dan Konseling Pastoral

Dalam dokumen T1 712012028 Full text (Halaman 35-42)

seorang majelis untuk segera mengganti nama ternyata setelah dilakukan saya menjadi sembuh. A’ome hanya sebagai pengantar atau doa untuk masuk ke dalam konseling pastoral. Dalam hal ini, konselor pastoral memasuki krisis kehidupan konseli secara penuh dan utuh. Percaya pada proses terutama berkaitan dengan waktu yang dipakai oleh konseli untuk memproses krisisnya. Semua orang pasti mempunyai permasalahan dan proses yang mereka tempuh untuk menyelesaikan permasalahannya pasti dengan cara yang berbeda – beda. Jadi tidak ada unsur paksaan atau terburu – buru untuk menyelesaikan masalah yang ada namun harus bersabar dan tetap percaya pada proses yang ada.

c. Mempunyai Tujuan Yang Sama

Persamaan antara Ritual A’ome dan Konseling Pastoral terletak pada tujuan yang hendak dicapai yaitu sama-sama membantu membuat keputusan sendiri yaitu membuat seseorang yang terluka dapat menyembuhkan luka batinnya sendiri karena ada begitu banyak sebab atau akibat yang dilalui dalam masa-masa yang sulit bergumul dengan berbagai macam persoalan yang rumit yang kadang-kadang membuat seseorang putus asa dan bahkan kehilangan semangat hidupnya karena mereka tidak tahu apa yang harus diperbuat untuk mengatasi semuanya itu. Untuk itu melalui model atau teknik yang akan dilakukan oleh konselor kepada konseli dapat membantu konseli membuat keputusan akhir karena semua itu kembali kepada pribadi konseli itu sendiri untuk memutuskan jalan keluarnya sendiri terutama untuk dapat melanjutkan perjalanan hidup yang sulit itu.

2. Perbedaan Ritual A’ome dan Konseling Pastoral

Sebagaimana telah dijelaskan bahwa tak pelak terdapat perbedaan antara Ritual A’ome dan Konseling Pastoral. Pada bagian ini akan dijelaskan perbedaan-perbedaan yang pokok antara Ritual A’ome dan Konseling Pastoral.

24

a. Perbedaan Itu Tampak dari Pengertiannya.

Dalam pengertian yang mendasar Ritual A’ome diartikan sebagai sebuah percakapan atau doa untuk mengawali segala sesuatu dalam hal ini bisa berupa janji-janji, ungkapan hati, suara hati atau hal bernazar dan lain sebagainya. tetapi berbeda dengan Konseling Pastoral itu sendiri sebagian praktisi menganggap bahwa proses Konseling Pastoral merupakan proses percakapan. Dalam hal ini Konseling Pastoral dianggap sama dengan percakapan antara konselor dengan konseli. Pertama, kita dapat menerima apabila percakapan merupakan salah satu bagian penting dari konseling pastoral. Namun demikian percakapan bukan bagian yang terpenting atau satu – satunya dari konseling pastoral. Kedua, sebagian praktisi menganggap bahwa konseling pastoral sebagai proses wawancara. Dalam proses wawancara biasanya pewawancara sudah menyusun agenda tertentu sebelum bertemu dengan orang yang akan diwawancarai. Berbagai jenis pertanyaan sudah dipersiapkan terlebih dahulu untuk mencari informasi yang tepat, benar, dan relevan sesuai dengan agenda pewawancara. Dengan kata lain, konseling pastoral dipakai sebagai alat untuk mencari informasi, fakta dan data. Ketiga, sebagian praktisi menganggap konseling pastoral sebagai konsultasi. Orentasi ini mengarahkan konseling pastoral sebagai hubungan antara seorang ahli dan bukan ahli. Konseli dianggap tidak mempunyai pengetahuan dan kemampuan untuk memecahkan masalah. Dalam hal ini konselor dipandang sebagai seorang ahli yang mengetahui segala sesuatu tentang kehidupan, khususnya seluk beluk persoalan yang dihadapi konseli. Keempat, sebagian praktisi menganggap konseling pastoral sebagai proses terapi atau pengobatan. Dalam hal ini konseling pastoral diarahkan pada proses penyembuhan suatu penyakit atau ketidaknormalan dalam aspek emosional-mental atau spiritual dalam orentasi ini kualitas dan kedalaman hubungan antar konselor dan konseli kurang mendapat tekanan. Tekanan proses konseling pastoral terutama tidak terletak pada penyakit dan penyembuhannya. Kelima, sebagian praktisi menganggap bahwa konseling pastoral itu sama dengan berkhotbah, berceramah atau

25

penginjilan. Pemahaman demikian tampaknya dimiliki oleh sebagian pendeta, pejabat gereja/jemaat atau kaum religious lain.46 Berbeda dengan konseling pastoral, ritual A’ome ini sudah dipersiapkan terlebih dahulu oleh keluarga yang bersangkutan dan mengumpulkan orang-orang adat untuk duduk bersama-sama mencari tahu penyebab dari sakit penyakit yang sedang diderita oleh anggota keluarga tersebut. Ketua adat dianggap mempunyai kemampuan untuk dapat membantu orang yang sakit untuk dapat bersama-sama memecahkan seluk beluk persoalan yang dihadapi. Di samping itu percakapan juga merupakan salah satu bagian terpenting dalam ritual tersebut karena merupakan sebuah komunikasi yang baik atau jembatan penghubung antara orang yang sakit dan orang yang memimpin ritual tersebut. Dalam hal ini ritual A’ome sebagai proses terapi atau pengobatan bisa dikatakan dapat menyembuhkan aspek emosional, mental atau spritual yang ada dalam diri seseorang sehingga bisa terlepas dari penyakit yang dideritanya. Pemahaman masyarakat setempat tentang ritual A’ome adalah salah satu tradisi yang berhubungan dengan penguasa alam atau sebagai perantara mereka dengan sang leluhur dan tidak bisa dihilangkan, karena ritual tersebut mempunyai tujuan yaitu dapat memberikan ketenangan dan rasa aman terutama dalam hal penyembuhan penyakit, karena ini juga merupakan salah satu pengobatan yang berhubungan dengan luka batin untuk mencari tahu apa yang menyebabkan penyakit yang diderita oleh orang yang sedang mengalami sakit penyakit. Di samping itu juga menolak setiap bencana yang akan datang maupun permohonan yang disampaikan.

b. Perbedaan Berdasarkan Model atau Teknik

Luka batin merupakan respons alamiah terhadap suatu peristiwa atau kejadian yang membuat seseorang tidak bisa menerima hal tersebut dan menyimpan dalam hati sehingga terjadi gejolak dalam hati dan menimbulkan konflik dalam diri sendiri. Peristiwa ini tidak mudah untuk

46

Totok Wiryasaputra & Rini Handayani Pengantar Konseling Pastoral Asosiasi Konselor Pastoral Indonesia (AKPI) – Indonesia Association of Pastoral Counselors (IAPC) 2013. 53-60.

26

dihadapi oleh semua orang. Ada beberapa cara untuk mengatasi luka batin yang dirasakan yaitu dengan melakukan konseling pastoral atau ritual aome. Tetapi dari kedua hal tersebut mempunyai model atau teknik yang berbeda satu dengan yang lainnya. Kalau menurut penulis sendiri teknik yang cocok untuk mengatasi hal tersebut adalah menggunakan model psikoanalisis.

Penemu model ini adalah Sigmud Freud (1856-1939) kemudian diteruskan oleh Carl Jung (1875-1961). Model ini melakukan penyembuhan dari dalam bukan dari luar dan memperhatikan semua aspek dan bagaimana aspek tersebut saling terkait secara terintegrasi, berusaha membantu konseli. Teknik yang digunakan adalah menafsirkan, analisis mimpi, asosiasi mimpi, asosiasi bebas, analisis resistensi dan transferensi. Semua digunakan untuk menolong konseli memasuki konflik batin dimana proses pencurahan perasaan, pikiran, sikap dan konflik yang terjadi sehingga konseli dapat mengeluarkan apa saja yang ada dalam pikiran dengan harapan agar konflik batin dan ide-ide dalam dunia tidak-sadar dapat diangkat ke permukaan.47 Di samping itu juga konseling pastoral lebih memusatkan diri pada sebuah kasus kalau kasus itu benar-benar ada, sebagai seorang konselor kita juga harus bisa menjaga kerahasiaan dari konseli karena itu merupakan hal yang dapat menggangu pribadi dari konseli tersebut jika kerahasiaannya diceritakan kepada orang lain sehingga ia akan menjadi tertutup dengan permasalahan yang akan diceritakan kepada konselor. Hal ini tentunya berbeda dengan ritual A’ome karena ketika melakukan ritual tersebut dan keputusan telah diambil oleh orang yang sakit, misalnya dia mengalami sakit hati karena dendam terhadap sanak keluarganya yang belum dapat diselesaikan dengan baik itu dapat dibawa kepada persekutuan-persekutuan untuk didoakan secara bersama-sama supaya luka dalam dirinya secara perlahan-lahan dapat disembuhkan dan dapat dipulihkan kembali.

47

27 Penutup

Dalam bagian ini akan diuraikan akhir dari serangkaian penulisan, dengan demikian bagian ini akan membahas tentang kesimpulan dan saran. Berdasarkan persamaan dan perbedaan itulah, maka penulis mengambil simpulan bahwa ada pengakuan yang sama yang terdapat dalam ritual A’ome dan konseling pastoral, di mana dalam ritual A’ome maupun konseling pastoral itu sendiri mempunyai tujuan yang sama yang hendak dicapai untuk membantu menanggani setiap persoalan yang dihadapi dalam jemaat yang mengalami masalah kesehatan berupa luka batin yang dirasakan. Di samping itu perbedaan yang terdapat di dalam ritual A’ome dan konseling pastoral ini seringkali dilihat dari teknik atau cara yang digunakan untuk membantu mengatasi persoalan tersebut dan pemahaman-pemahaman mengenai kedua hal tersebut. Dengan melihat adanya persamaan dan perbedaan yang dimiliki oleh Ritual A’ome dan Konseling pastoral, maka penulis memberikan saran, yaitu: dengan adanya perbedaan-perbedaan yang terdapat dalam cara pengobatan terhadap pasien akan memberikan warna-warna baru dalam kehidupan yang dijalani karena semua itu merupakan anugerah dari Tuhan. Melalui berbagai persamaan yang dimiliki antara ritual A’ome dan konseling pastoral, maka perlu membangun suatu ruang dialog artinya bahwa untuk menambah wawasan dan informasi kepada jemaat supaya tidak salah mengartikan kedua hal tersebut dalam kehidupan mereka dan menciptakan perdamaian dan kebahagiaan melalui kasih dalam setiap persoalan yang dihadapi. Gereja juga tetap mempertahankan tradisi tersebut sebagai warisan dari nenek moyang mereka yang perlu dijaga dan dipelihara tetapi harus mengingat batasan-batasan kita sebagai makhluk ciptaan Tuhan.

28 DAFTAR PUSTAKA

Abineno,J.L.Ch, 1967, Pelayanan Pastoral, Jakarta: BPK

Arifuddin Ismail, Agama Nelayan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2012).

Barbara, Anderson dan Foster, Antropologi kesehatan (Jakarta:Universitas Indonesia, 2009).

Chinebell,Howard, 2002, Tipe-tipe Dasar Pendampingan dan Konseling Pastoral, Yogyakarta:Kanisius.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta :Balai Pustaka.

Engel, J.D. Metodologi Penelitian Sosial & Teologi Kristen.Salatiga: Widya Sari, 2005.

Hommes,Tjard G dan Singgih,E.G,1994, Teologi dan Praksis Pastoral, Yogyakarta:Kanisius

Irawan Prasetya,Logikan dan Prosedur Penelitian, Jakarta: STIAN-LAN Press, 2002.

Jakob Beate, Benn Cristoph, Erlinda Senturias, PENYEMBUHAN YANG MENGUTUHKAN “Dimensi yang Terabaikan dalam Pelayanan Medis” (Yogyakarta: Kanisius. 2003).

KukuhJumiAdi . 2013. Esensial Konseling: Pendekatan Traint and Factor dan Client Centered.Yogyakarta: Garudawacha.

Koentjaraningrat, (2002). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: P.T Rineka Cipta.

………...,Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan, Jakarta: Gramedia,

1985.

Kylstra Betsy dan Chester, HEALING MINISTRY “Panduan Pelayanan Kesembuhan, Pemulihan, Kelepasan, dari Dosa Masa Lalu, Luka Batin, Pola Pikir Duniawi, Kutuk Keturunan, Ajaran Sesat, dan Roh Jahat”, (Yogyakarta: Penerbit Andi. 2005).

Pulpa, Konseling: Memahami Frustasi dan Konflik, Jakarta: Hikmat Pembaruan: Word Pers, 2012.

Sugiyono. 2010. Metode penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D: Alvabeta.Bandung. Simanjuntak Julianto, perlengkapan seorang konselor:

29

Catatan Kuliah dan Refleksi Pembelajaran Konseling, (Tanggerang: Layanan Konseling Keluarga dan Karir – LK3, 2007).

Usman Husaini dan Setiady Akbar Purnomo. Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta: Bumi Aksara, 2008.

Umberan, Musni & Juniar Purba (Depdikbud), Sejarah Kebudayaan Kalimantan, Jakarta:CV, Dwi Jaya Karya,1993.

Wiryasaputra Totok S. & Rini Handayani “Pengantar Konseling Pastoral” Asosiasi Konselor Pastoral Indonesia (AKPI) – Indonesia Association of Pastoral Counselors (IAPC) 2013.

Zuriah, Nurul. 2005. Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan. Jakata: Bumi Aksara.

Jurnal

Gray Jennifer B, “Theory Guilding Communication Campaign Raxis : A Qualitative Elicitation Study Comparing Exercise Beliefs of Overwight and

Healty Weight College Student”, Qualititave Research Reperts in

Communication 2011, Vol12. Issue 1, p34-42 9p

Hutten,Rebecca; Parry Glenys; Ricketts,Thomas; Cooke,Jo. “Squaring the circle : A Priority-Setting method for evidence-base service development, reconciling

research with multiple stakeholder views.” BMC Healt Service Research, Aug

2015, vol.15 Issue 1, p1-11p. 1 Diagram,5 Charts

McClure,Barbara J, “The Social Construction of Emotions : A New Direction in

the Pastoral work of healing”, Pastoral psychology, Dec2010, vol.59 Issue 6,

p 799-812,14p

Reley,Philp, “Attachment theory, teacher motivation and pastoral care : a

challenge for teachers and academics”, Pastoral care education Jun 2013,

Vol 31 Issue 2, p112-129,18p.

Smith,Gullaume H, “Pastoral ministry in a missional age: Towards a practical

theological understanding of missional pastoral care”, Verbum et Ecclesia

30 Wawancara

Wawancara dengan Bapak AA (inisial),18 Desember 2016, pukul 11.28 WIT. Wawancara dengan Bapak JD (inisial), 18 Desember 2016, pukul 14.15 WIT. Wawancara dengan Bapak MB (inisial), 14 Desember 2016, pukul 12.00 WIT. Wawancara dengan Bapak NL (inisial), 14 Desember 2016, pukul 10.43 WIT. Wawancara dengan Bapak SD (inisial), 18 Desember 2016, pukul 12.15 WIT.

Website

http:lestarynote.blogspot.com/2013/10/penelitian-komperatif.html.Di unduh 01

November 2016.

http://fellinkinanti-fisip10.web.unair.ac.id/artikeldetail-70905-Di unduh 01

November 2016

MetodeAnalisiaHubunganInternasional-StudiPerbandingan.html.Di unduh 01

Dalam dokumen T1 712012028 Full text (Halaman 35-42)

Dokumen terkait