• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.5 Pembahasan

4.5.1 Perbedaan Trust antara Mahasiswa Program Studi Ilmu Hukum

dengan Mahasiswa Program Studi Ilmu Psikologi terhadap Institusi Kepolisian Secara Umum

Temuan yang didapatkan dalam penelitian ini yaitu ada perbedaan trust

antara mahasiswa program studi ilmu hukum dengan mahasiswa program studi ilmu psikologi. Secara umum trust mahasiswa program studi ilmu hukum lebih tinggi dibandingkan dengan mahasiswa program studi ilmu psikologi, persentase yang tinggi pada mahasiswa yang program studi ilmu hukum ini dapat dijelaskan melalui dinamika psikologis.

Kondisi sosial politik yang terjadi di tengah masyarakat saat ini yang penuh dengan ketidakpuasan dan krisis kepercayaan terhadap institusi pemerintahan dan penegak hukum, dapat berimbas pada reputasi kepolisian di mata masyarakat khususnya mahasiswa, mahasiswa di dalam dimensi psikologisnya yang terdiri dari beberapa dimensi yang diawali melalui dimensi kognitif, dimensi ini berkaitan dengan persepsi, ingatan, belajar, berpikir, dan

problem solving (Morgan dkk dalam Bimo Walgito, 2004: 87). Kegiatan atau proses tersebut sebagai akibat dari stimulus yang diterima oleh individu terkait institusi kepolisian dan individu mengadakan respon terhadap stimulus yang mengenainya, respon tersebut dilakukan berdasarkan ingatan atau pengalaman yang kemudian dipadukan dengan komptensi yang merupakan hasil dari pembelajaran individu mahasiswa selama ini guna untuk memperoleh konsep yang tepat mengenai pandangan terhadap institusi kepolisian.

Berlanjut pada dimensi afektif (perasaan), menurut Chaplin (dalam Bimo Walgito, 2004: 203) dimensi ini meliputi suatu keadaan individu sebagai akibat dari persepsi terhadap stimulus baik eksternal maupun internal. Perasaan itu bersifat subjektif, stimulus yang sama namun dapat dipersepsikan berbeda pada tiap individunya. Menurut Bigot (dalam Bimo Walgito, 2004: 207) perasaan yang bersifat psikis dapat dibedakan atas (a) perasaan intelektual: (b) perasaan kesusilaan; (c) perasaan keindahan; (d) perasaan sosial atau kemasyarakatan; (e) perasaan harga diri; (f) perasaan ke-Tuhanan. Perasaan sosial atau kemasyarakatan ini timbul dalam hubungannya dengan interaksi sosial, perasaan ini dapat bermacam-macam coraknya, misalnya perasaan senang atau simpati, perasaan tidak senang atau antipati. Jadi perasaan individu mahasiswa terhadap institusi kepolisian tergantung pada stimulus yang didapati, apabila anggota kepolisian yang merupakan representasi dari institusi kepolisian tersebut menampakkan tindakan yang sesuai dengan norma maka akan menimbulkan perasaan positif pada diri individu mahasiswa begitu juga sebaliknya perasaan itu dapat menjadi negatif bila kepolisian menyalahi norma.

Kemudian berlanjut pada dimensi konatif, dimensi ini berhubungan dengan motif. Menurut Branca (dalam Bimo Walgito, 2004: 220) motif adalah suatu kekuatan yang terdapat dalam diri individu yang mendorong untuk berbuat. Jadi apabila keyakinan yang dimiliki oleh individu semakin kuat hal ini dapat mendorong untuk timbulnya rasa percaya. Menurut Bromily dan Cummings (1995), McKnight, Cummings, dan Chervany (1998) (dalam Giulio Vidotto dkk, 2012: 576) keyakinan (belief) diidentifikasikan sebagai komponen kunci kepercayaan.

Hal yang dipaparkan sebelumnya sejalan dengan yang dikatakan oleh Deutsch & Coleman (2006: 98-99) yang secara garis besarnya menyatakan bahwa faktor predisposisi kepribadian, pengalaman aktual yang positif, reputasi pihak lain yang positif serta orientasi psikologis memiliki andil dalam membentuk tingginya trust di dalam diri setiap individu.

Lebih tingginya tingkat trust pada mahasiswa program studi ilmu hukum disebabkan karena mahasiswa program studi ilmu hukum memiliki keterlibatan secara komunitas dengan institusi kepolisian dibandingkan dengan mahasiswa program studi ilmu psikologi, dengan sering dilibatkannya mahasiswa hukum oleh institusi kepolisian dalam setiap sosialisasi undang-undang dan seminar-seminar kepolisian membuat mahasiswa hukum memiliki pengalaman positif terhadap institusi kepolisian, sehingga pada akhirnya memandang kepolisian sebagai satu kesatuan institusi utuh bukan lagi memandang secara personal. Hal ini sejalan dengan Hamrick (dalam Ivan Muhammad Agung, 2013: 5) yang menyatakan bahwa ada empat yang mempengaruhi trust yaitu keterlibatan komunitas,

pemberitaan media, status kepercayaan internal dan akses institusi. Sedangakan untuk pengalaman positif, hal ini sejalan dengan Cook (dalam Ivan Muhammad Agung, 2013: 6) yang menyatakan bahwa pengalaman positif yang diberikan institusi membuat kepercayaan yang dimiliki seseorang menjadi tinggi, begitu pula sebaliknya.

Rendahnya trust pada mahasiswa porgram studi ilmu psikologi yang secara empati lebih tinggi di bandingkan mahasiswa lainnya bisa dikarenakan predisposisi kepiribadian pada mahasiswa program studi ilmu psikologi menjadi berubah seiring orientasi psikologis mahasiswa program studi psikologis terhadap institusi kepolisian tidak memiliki kesesuaian dan kesamaan lagi dengan jiwa mereka. Hal ini sejalan dengan Deutsch & Coleman (2006: 98-99) yang menyatakan bahwa predisposisi kepribadian dan orientasi psikologis pada setiap individu berhubungan langsung dengan tinggi atau rendahnya trust pada pihak lain.

Jika dispesifikan dan diklasifikasikan kembali berdasarkan item-item

dalam instrumen skala trust maka akan didapatkan temuan lainnya yang berkaitan pada permasalahan yang dihadapi pihak kepolisian, temuan tersebut adalah didapatkannya hasil bahwa mahasiswa Program studi ilmu hukum begitu percaya bahwa kepolisian mampu mengatasi dan menghindari KKN terjadi di dalam instiusinya, kepercayaan mahasiswa Program studi ilmu hukum dapat dikategorikan tinggi dalam hal ini berbeda dengan mahasiswa Program studi ilmu psikologi yang hanya berada pada taraf kategori sedang.

Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) merupakan sebagai salah satu faktor utama yang menyebakan menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap institusi, dan untuk menguatkan kembali kepercayaan tersebut, tidak ada alternatif lain selain melakukan pencegahan dan pemberantasan terhadap setiap tindak korupsi yang muncul (dalam Nawawi, 2012: 24).

Permasalahan kriminalitas dan Premanisme serta terorisme, untuk mahasiswa Program studi ilmu hukum memiliki trust yang lebih tinggi dibandingkan dengan mahasiswa Program studi ilmu psikologi. Permasalahan kepolisian berikutnya adalah masalah narkoba, dalam hal ini mahasiswa Program studi ilmu psikologi memiliki trust yang lebih tinggi dibandingkan dengan mahasiswa Program studi ilmu hukum dalam mempercayai kemampuan institusi kepolisian mengatasi permasalahan tersebut.

Pada permasalahan pencurian, tingkat trust pada mahasiswa Program studi ilmu hukum lebih tinggi dibandingkan mahasiswa Program studi ilmu psikologi. Trust masyarakat khususnya mahasiswa terhadap institusi kepolisian bergantung pada peforma kinerja yang ditampilkan oleh kepolisian dalam melayani dan melindungi masyarakat dari kriminalitas, sehingga bila kriminalitas masih banyak terjadi di lingkungan masyarakat maka kepuasan masyarakat menjadi menurun dan berimbas pada berkurangnya rasa percaya terhadap kepolisian (dalam Boateng, 2012:16).

Selanjutnya untuk permasalahan kepolisian berikutnya adalah berkenaan dengan bidang pelayanan publik, mahasiswa Program studi ilmu hukum taraf kepercayaannya lebih tinggi dibandingkan dengan mahasiswa Program studi ilmu

psikologi. Tingginya tingkat kepercayaan pada bidang pelayanan merupakan indikasi bahwa, reformasi kepolisian yang dicanangkan oleh polri sedikit banyak telah terlihat hasilnya. Salah satu bentuk reformasi dalam bidang pelayanan adalah dibentuknya suatu sistem yang terintegrasi dalam mengurus surat-surat kendaran bermotor, yang kini menjanjikan pelayanan lebih prima, tindakan ini merupakan suatu langkah yang responsif yang dilakukan oleh pihak kepolisian. Langkah responsif ini terlahir dari keinginan yang proaktif dari pihak institusi untuk mempelajari dan menganalisis kebutuhan-kebutuhan masyarakat, yang pada akhirnya bermuara pada ditetapkannya kebijakan-kebijakan yang strategis guna memenuhi semua kepentingan umum (dalam Nawawi, 2012: 25).

Kebutuhan untuk merasa aman juga ditengarai memiliki andil dalam membuat meningkatnya kepercayaan. Mahasiswa secara otomatis ketika dalam kondisi butuh untuk merasa aman, secara spontan mereka akan langsung menaruh rasa percaya yang sangat kuat terhadap institusi kepolisian. Hal ini sejalan dengan Maslow (2002: 56) yang menempatkan kebutuhan rasa aman sebagai kebutuhan yang mendasar di dalam diri manusia.

Selain karena mulai terlihatnya progres peforma kinerja yang dilakukan oleh institusi kepolisian dalam membenahi institusinya menjadi lebih baik, sehingga membuat trust pada mahasiswa Program studi ilmu hukum dan Psikologi cenderung pada kategori tinggi, ternyata status pendidikan juga memiliki andil besar di dalam membentuk kecenderungan untuk percaya pada pihak lain, hal ini sejalan dengan penelitian Huang (2011: 306) yang menyatakan

bahwa status pendidikan perguruan tinggi memiliki peran yang kuat dalam mendukung menaikkan trust pada diri individu terhadap pihak lain.

4.5.2 Gambaran Tingkat Trust Mahasiswa Program Studi Ilmu Hukum

dan Psikologi UNNES Berdasarkan Aspek

Mengenai istilah trust hal ini berarti berkaitan dengan hubungan kesedian individu untuk mengandalkan pihak lain dengan pengharapan yang positif bahwa pihak lain tidak berlaku oportunistik dalam situsi tertentu. Pengukuran tingkat

trust (kepercayaan) dalam penelitian ini menggunakan skala trust yang disusun berdasarkan beberapa aspek yakni integritas, kompetensi, konsistensi, loyalitas (kesetiaan) dan keterbukaan

Berdasarkan hasil penelitian, peneliti akan mendeskripsikan hasil dari masing-masing aspek tersebut sebagai berikut:

1. Tingkat Trust Berdasarkan Aspek Integritas

Integritas menunjuk pada honesty and truthfulness. Institusi dengan

integritas tinggi akan bekerja dengan jujur dan mengerjakan sebaik-baiknya apa yang mereka anggap benar. Sementara itu integritas menguatkan kepercayaan publik karena institusi yang dalam bekerja memiliki integritas tinggi adalah Institusi yang dapat dipercaya. institusi dipercaya oleh publik karena jujur dalam bekerja dan bekerja dengan benar, sebaliknya Institusi tidak dipercaya jika bekerja tidak jujur dan mengerjakan hal-hal yang tidak benar (dalam Silalahi, 2011: 168)

Perihal berkenaan dengan integritas atau kejujuran sejatinya nilai-nilai tersebut telah di atur secara jelas dalam pasal 8 kode etik Polri no. 1, yaitu : Setiap anggota Polri wajib menampilkan sikap kepemimpinan melalui keteladanan,

kejujuran, keadilan, ketulusan, kewibawaan untuk melaksanakan keputusan pimpinan yang dibangun melalui tata cara yang berlaku guna terapainya tujuan organisasi (dalam Pudi Rahardi, 2007: 155).

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan hasil bahwa pada aspek integritas, tingkat trust mahasiswa program studi ilmu hukum lebih tinggi dibandingkan dengan mahasiswa program studi ilmu psikologi. Tingginya tingkatan trust mahasiswa program studi ilmu hukum terhadap integritas institusi kepolisian disebabkan karena mahasiswa program studi ilmu hukum memiliki keyakinan bahwa institusi kepolisian mampu bertindak jujur dan adil, selain hal tersebut sikap positif yang dimunculkan oleh mahasiswa program studi ilmu hukum juga memiliki andil dalam tingginya trust terhadap institusi kepolisian

Berdasarkan hasil tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa upaya institusi kepolisian mereformasi institusinya menjadi lebih baik dengan berusaha untuk menekan serta meminimalisir penyimpangan berupa suap telah terlihat hasilnya, aksi suap merupakan suatu tindakan tidak jujur dan harus di lenyapkan. Hal ini sejalan dengan pernyataan Goldsmith (dalam Boateng, 2012: 21) yang menyatakan bahwa bila institusi kepolisian ingin meningkatkan kepercayaan publik maka kepolisian harus bekerja keras untuk mengeleminasi tindak suap yang terjadi didalam institusinya.

2. Tingkat Trust Berdasarkan Aspek Kompetensi

Perihal tentang kompetensi, secara jelas juga telah diterangkan dalam pasal 19 ayat 1 UU no. 2 tahun 2002 yang menyatakan bahwa para pejabat/ anggota Polri harus memiliki kemampuan penguasaan hukum, penghayatan

norma agama, kesopanan dan kesusilaan serta menjunjung tinggi hak asasi manusia (dalam Pudi Rahardi, 2007: 101).

Kompetensi berkenaan dengan pengetahuan dan keterampilan baik teknis dan interpersonal yang mendukung atau menunjuk pada keahlian suatu pihak. Sweeney (dalam T.J. Stull, 2009: 60) menyatakan lebih lanjut mendefinisikan sifat-sifat berkenaan dengan ketrampilan.

Keterampilan intrapersonal meliputi ketenangan mempertahankan dan kontrol diri dan mengelola stres. Keterampilan interpersonal adalah kemampuan untuk membangun dan memelihara hubungan, membina hubungan pribadi dengan orang lain, dan berusaha untuk belajar tentang pihak lain, mendengarkan keprihatinan mereka, dan memahami kebutuhan dasar mereka. Sedangkan ketrampilan bisnis berupa perencanaan, penganggaran, koordinasi dan kemampuan pemantauan Sementara itu, institusi yang kompeten dalam pemberian layanan akan meningkatkan kepercayaan penerima layanan atau “bisa dipercaya”. Sebab orang akan memercayai institusi yang mempunyai kemampuan dan keterampilan untuk melakukan apa yang mereka janjikan (dalam Silalahi, 2011: 168)

Berdasarkan hasil penelitian ditinjau dari aspek kompetensi, dapat diketahui bahwa mahasiswa program studi ilmu hukum mempunyai tingkat trust

yang lebih tinggi dibandingkan mahasiswa program studi ilmu psikologi. Tingginya trust mahasiswa program studi ilmu hukum terhadap institusi kepolisian dikarenakan mahasiswa program studi ilmu hukum memiliki keyakinan bahwa institusi kepolisian mampu menangani permasalahan penegakan hukum

sehingga membuat mereka menjadi bersedia untuk menyerahkan semua permasalahan hukum pada pihak institusi.

Selain hal tersebut, harapan bahwa kepolisian mampu memberikan pelayanan maksimal yang mereka miliki juga mempunyai andil dalam penilaian mereka terhadap kompetensi kepolisian. Berdasarkan hasil ini dapat ditarik kesimpulan bahwa upaya institusi kepolisian mereformasi institusinya menjadi lebih baik dengan berusaha untuk meningkatkan pelayanan dan perlindungan serta menekan angka kelalaian dalam setiap bertugas telah terlihat hasilnya, yaitu mahasiwa menjadi percaya bahwa kompetensi institusi kepolisian dapat diandalkan.

Kelalaian dapat merusak kepercayaan publik terhadap institusi, hal ini sejalan dengan pernyataan Goldsmith (dalam Boateng, 2012: 21) yang menyatakan bahwa institusi kepolisian harus berusaha untuk mencegah terjadinya kelalaian saat bertugas guna meningkatkan kepercayaan masyarakat. Kelalaian itu dapat diatasi melalui upaya tindakan responsif dan proaktif dalam memberikan pelayanan pada masyarakat, sehingga dengan begitu kebijakan strategis untuk memenuhi kepentingan umum dapat terwujud dan pada akhirnya masyarakat menjadi puas serta harmonisasi antara masyarakat dengan pihak institusi dapat tercipta (Nawawi, 2012: 25-26)

3. Tingkat Trust Berdasarkan Aspek Konsistensi

Konsistensi berhubungan dengan keandalan (reliability), kemampuan mempredksi (predictability) dan pertimbangan yang baik (good judgement) dalam menangani situasi atau masalah. Konsistensi juga sering dimaknakan sebagai

kesesuaian antara kata-kata atau ucapan dan perbuatan atau tindakan. Institusi yang inkonsisten antara kata-kata atau janji dengan tindakan atau perbuatan akan menurunkan kepercayaan publik. Sebaliknya, menurut Kouzes dan Posner (dalam Silalahi, 2011:168-169) institusi yang konsisten antara janji dengan perbuatan dalam memberi pelayanan akan meningkatkan kepercayaan. “Bisa dipercaya” apabila perbuatan sesuai dengan atau lebih baik dari ucapan atau kata-kata atau yang dijanjikan.

Berdasarkan hasil penelitian ditinjau dari aspek konsistensi, dapat diketahui bahwa taraf trust mahasiswa program studi ilmu hukum mempunyai tingkat trust yang lebih tinggi daripada mahasiswa program studi ilmu psikologi. Tingginya trust mahasiswa program studi ilmu hukum terhadap institusi kepolisian dikarenakan keyakinan mereka bahwa institusi kepolisian selalu dapat menjaga stabilitas kinerjanya, hal lain yang membuat tingginya trust pada konsistensi adalah sikap mendukung institusi dalam menjaga ketertiban dan keamanan masyarakat yang dimiliki oleh mahasiswa program studi ilmu hukum, selain hal tersebut perasaan positif yang mereka miliki memiliki imbas terhadap tingginya trust pada konsistensi kepolisian.

Tingginya taraf kepercayaan terhadap institusi kepolisian merupakan pertanda bahwa institusi kepolisan telah berhasil, secara konsisten menjaga performa kinerjanya. Lewicki & Bunker (dalam T.J. Stull, 2009: 66) menyatakan bahwa jika dalam melaksanakan tugas masih terjadi ketidak konsistenan maka hal ini dapat merusak rasa percaya masyarakat terhadap institusi.

4. Tingkat Trust Berdasarkan Aspek Loyalitas

Loyalitas adalah keinginan untuk melindungi atau menyelamatkan orang lain baik secara fisik maupun secara emosional. Dalam konotasi lain, loyalitas dapat disamakan dengan komitmen. Bahwa institusi yang loyal kepada kepentingan publik dalam pemberian layanan publik, akan membuat institusi tersebut menjadi yang “dipercaya” oleh publik (dalam Silalahi, 2011:169)

Berdasarkan hasil penelitian ditinjau dari aspek loyalitas, dapat diketahui bahwa taraf trust mahasiswa program studi ilmu hukum lebih tinggi dibandingkan dengan mahasiswa program studi ilmu psikologi. Tingginya trust mahasiswa program studi ilmu hukum terhadap institusi kepolisian dikarenakan keyakinan mereka bahwa institusi kepolisian setia melindungi warganya dari ancaman kriminalitas dan juga senantiasa memberikan rasa nyaman. Selain hal tersebut tingginya trust pada kepolisian juga dapat ditimbulkan karena perasaan ketergantungan yang ada pada mahasiswa program studi ilmu hukum pada Institusi kepolisian.

Tingginya persentase trust terhadap institusi kepolisian dapat disebabkan beberapa tahun terakhir ini kepolisian mulai menunjukkan pergerakan yang positif dalam upayanya untuk menjaga komitmennya untuk selalu ada ketika dibutuhkan oleh masyarakat.

Loyalitas pada publik perlu dicermati dengan baik, karena apabila loyalitas ini hanya ditunjukan pada waktu-waktu tertentu saja, hal ini bisa jadi pada waktu-waktu mendatang hanya dinilai oleh publik sebagai suatu pencitraan yang berisi kepalsuan semata (dalam T.J. Stull, 2009 :67).

5. Tingkat Trust Berdasarkan Aspek Keterbukaan

Keterbukaan merupakan suatu cerminan dari kemampuan yang baik dalam berkomunikasi yang terdiri atas kerelaan institusi dalam berbagi informasi serta bersedia mendengarkan saran dari publik tanpa terlebih dahulu menghakimi dan merusak kepercayaan publik ( dalam Boru, 2012: 2).

Berdasarkan hasil penelitian ditinjau dari aspek keterbukaan, dapat diketahui bahwa taraf trust mahasiswa program studi ilmu hukum lebih tinggi dibandingkan dengan mahasiswa program studi ilmu psikologi. Tingginya trust

mahasiswa Program studi ilmu hukum terhadap institusi kepolisian dikarenakan oleh beberapa hal, yaitu keyakinan mereka bahwa institusi kepolisian tidak menutupi fakta dan informasi yang telah dimiliki, kebersediaan mereka sebagai informan bagi kepolisian, dan pandangan positif yang mereka miliki terhadap institusi kepolisian.

Perlu untuk diketahui bahwa tingginya kepercayaan terhadap institusi dipengaruhi pula oleh transparansi atau keterbukaan institusi kepada publik. Melalui keterbukaan penyelenggaraan pemerintahan, masyarakat diberikan kesempatan untuk mengetahui kebijakan yang akan telah diambil oleh institusi. Juga melalui transparansi penyelenggaraan institusi tersebut, masyarakat dapat memberikan Feedback atau Outcomes terhadap kebijakan yang telah diambil oleh institusi kepolisian. Makna dari keterbukaan dalam penyelenggaraan pemerintahan dapat dilihat dalam dua hal yaitu wujud pertanggungjawaban institusi kepada publik dan upaya peningkatan manajemen pengelolaan dan penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan mengurangi kesempatan praktek

kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN). Keterbukaan berarti publik harus dapat memperoleh informasi secara bebas dan mudah tentang proses dan pelaksanaan keputusan yang diambil ( dalam Nawawi, 2012 : 25).

Dokumen terkait