• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI

D. Percakapan

Ricahrd dan Schmidt (1984: 122) mendefinisikan bahwa percakapan bukan hanya pertukaran informasi saja, tetapi antara pembaca dan pendengar ada asumsi serta harapan yang sama tentang apa yang dibicarakan serta bagaimana percakapan dikembangkan. Stenstrom (1994: 189) menyatakan percakapan sebagai berikut:

“ conversation is a social activity involving two or more participants who talk about something”(Stenstrom, 1994: 189).

Percakapan merupakan aktivitas sosial yang melibatkan dua partisipan atau lebih yang membicarakan sesuatu. Percakapan erat kaitannya dengan kalimat tanya, karena dalam suatu percakapan, partisipan yang terlibat pembicaraan tentunya tidak lepas dari sesi bertanya dan menjawab.

Dalam menerjemahkan percakapan, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah unsur-unsur yang ada dalam percakapan antara lain unsur pragmatik, unsur grammatikal, unsur semantik dan sosiolingistik. Percakapan dalam sebuah novel tentunya sarat akan muatan budaya, ragam bahasa, dialek dan sebagainya sebagai kaitannya dengan sosiolinguistik sedangkan Pragmatik bidang kajiannya adalah percakapan yang memuat aturan-aturan dalam sebuah percakapan mulai dari tindak tutur, pola pembicaraan bergiliran serta prinsip-prinsip dalam percakapan. Dan yang terakhir adalah aspek grammatikal, sebuah kalimat tidak akan lepas dari aspek grammatikal, karena sebuah kalimat disusun dari aturan-aturan dalam grammar. Sehingga untuk menerjemahkan percakapan dalam sebuah novel harus memperhatikan serta menganalisis aspek-aspek tersebut di samping aspek yang lainnya. Ketiganya saling berhubungan satu sama lain.

Dalam analisis percakapan menurut Brown dan Yule (1996:229) terdapat beberapa faktor yang perlu diperhatikan : cara bergiliran (turn taking) dan rangkaian/urutan (sequence), Selain ada dua faktor tersebut, ada tiga faktor penting lainnya yaitu Prinsip Kerjasama, topik dan konteks.

1. Cara bergiliran (turn taking)

Dalam suatu percakapan ada pola-pola pembicaraan yang disebut dengan pola giliran pembicara. Pengambilan pola giliran pembicara adalah yang menentukan siapa yang berbicara, kapan dan untuk berapa lama bicara (Richard dan Schmidt, 1984: 17). Disini terjadi pergantian peran antara pembicara dan pendengar. Seorang penerjemah harus mencermati pola pengambilan giliran bicara pada percakapan yang diterjemahkan, Meskipun terjadi pergantian giliran tidak jarang pada suatu percakapan penutur dan lawan tutur berbicara secara bersamaan atau ketika lawan tuturnya berbicara penutur ikut berbicara sehingga terjadi tumpang tindih, kalaupun terjadi demikian biasanya ada tujuan-tujuan tertentu dari si penutur maupun lawan bicara.

2. Rangkaian/urutan (sequence),

Urutan percakapan merupakan rangkaian sistematis dari pembicara yang bergiliran. Beberapa urutan giliran ada yang berkaitan lebih dekat daripada yang lain urutan ini disebut urutan berdampingan (adjency pairs). Pasangan berdampingan adalah ujaran yang dihasilkan oleh dua pembicara secara berturut- turut, yakni bahwa ujaran kedua diidentifikasikan dalam hubungannya dengan

ujaran yang pertama. Menurut Coulthard (1977) bahwa pasangan berdampingan adalah unit structural dasar dalam percakapan. Contoh yang diberikan Coulthard (1977) dalam pasangan berdampingan adalah sebagai berikut:

A : Hi there B : Hello

Contoh lainnya adalah: X : “How are you” Y : “ fine?”

Contoh-contoh diatas adalah pasangan berdampingan, yang perlu diperhatikan dalam suatu percakapan adalah kadang ada yang tidak ‘berdampingan’.

Mr. A: “Can you tell me how to get to the mall?” Mr. B: “Do you see the big neon sign?”

Mr. A: “Yes”.

Mr.B: “You have to make a left turn there”

Menurut Scheglof (dalam Brown and Yule, 1996:229) bahwa pasangan berdampingan (adjency pairs) dapat diganggu oleh rangkaian sisipan (insertion sequence) yang menangguhkan bagian jawaban suatu bagian pertanyaan pasangan sampai telah diberikannya jawaban lain kepada pertanyaan berbeda. Sebagai contoh:

George : did you want an ice lolly or not ? Zee : What kind have they got ?

George : How about orange?

Zee : Don’t they have Bazookas?

George : Well here’s twenty pence + you ask him (Brown dan Yule, 1996:229)

3. Prinsip-prinsip kerjasama

Prinsip kerjasama oleh Grece dikelompokkan menjadi empat yaitu: a. Maksim kualitas yaitu aturan pertuturan yang menuntut setiap penutur

untuk berkata benar.

b. Maksin kuanstitas aturan pertuturan yang yang menuntut setiap peserta tutur memberi kontribusi secukupnya.

c. Maksim relevansi adalah aturan yang menuntut adanya relevansi dalam tuturan antara pembicara dengan masalah yang di bicarakan.

d. Maksim pelaksanaan aturan yang mengharuskan peserta tutur untuk memberikan tuturan yang runtut dan tidak ambigu.

Jika ada pelanggaran dalam maksim ini dalam sebuah percakapan, biasanya penutur mempunyai maksud tertentu. Penyimpangan juga tersebut terkadang di sengaja untuk menimbulkan sebuah humor.

4. Topik pembicaraan

Amanat dalam suatu percakapan dapat terdiri dari satu atau lebih topik. yang perlu diperhatikan adalah adanya topic drift yakni memasukkan topik yang sama sekali berbeda dan merupakan hasil pemindahan dari satu topik yang berkaitan dengan topik berikutnya tanpa terasa (Stenstrom, 1994: 13).

5. Konteks

Konteks dalam sebuah percakapan sangat membantu penerjemah dalam menginterpretasikannya. Makna ujaran dalam suatu percakapan tidak hanya di interpretasikan dari apa yang disampaikan pembicara sebelumnya tetapi juga bergantung pada konteks yang menyelimutinya. Berikut dua contoh yang diberikan oleh Brown dan Yull, (1996: 36) dengan konteks yang berbeda

a. Penutur: seorang ibu muda, pendengar: ibu mertuanya, tempatnya adalah di taman, mereka menyaksikan anak lelaki ibu muda tersebut yang berumur dua tahun, mengejar itik. Dan ibu mertua itu baru saja mengatakan bahwa anak lelakinya, ayah anak itu, agak backward (terbelakang) pada umur itu. Kemudian ibu muda tersebut berkata “ I do think adam’s quick” .

b. Penutur: seorang pelajar, pendengar: sekelompok pelajar, tempatnya adalah di meja ruang makan asrama. John salah seorang dari mereka, baru saja menceritakan sebuah lelucon. Setiap orang tertua kecuali Adam. Kemudian, Adam pun tertawa. Salah seorang pelajar berkata :

“ I do think adam’s quick” .

Ujaran pada contoh (a) dan (b) adalah sama“ I do think adam’s quick”, bila kita tidak mengetahui konteksnya tentunya akan banyak penafsiran timbul yang bisa saja salah. Quick pada contoh (a) diatas yang dimaksudkan adalah perkembangan anak kecil tersebut yang cepat. Kemudian pada contoh (b) quick ditafsirkan sebagai quick to understand/react/see the joke (cepat memahami/bereaksi terhadap/menyadari lelucon itu), berdasarkan konteks diatas ujaran yang

diucapkan pelajar tersebut adalah sebuah sindiran. Karena, pada faktanya Adam gagal bereaksi terhadap lelucon tersebut. Beberapa hal lain yang perlu diperhatikan kaitannya dalam konteks yang lebih luas lagi yaitu diantaranya adalah: referensi, implikatur dan inferensi.

a. Referensi

Referensi menurut Lyons (dalam Brown dan Yule, 1996) hubungan yang ada antara kata-kata dan barang-barang. Seperti kata yang merujuk pada benda, binatang, ide dan manusia atau disebut dengan kata ganti. Hal yang terpenting dalam pragmatik adalah titik temu terhadap sesuatu yang dirujuknya dalam suatu pembicaraan, agar tidak terjadi salah tafsir.

b. Implikatur

Implikatur menurut Grice ( dalam Gilian dan Yule, 1996: 31) dipakai untuk merujuk apa yang mungkin diartikan, disarankan, atau dimaksudkan oleh penutur yang berbeda dengan apa yang sebenarnya dikatakan oleh penutur. Dengan kata lain bahwa ada kemungkinan terdapat makna atau maksud yang tersmbunyi di balik ujaran seseorang. Contohnya adalah sebagai berikut:

A: where’s my box of chocolates? B: The children were in your room.

(Smith dan Wilson 1979: 175 dalam Leech 1983: 94)

Dilihat dari prinsip maksim percakapan diatas melakukan penyimpangan maksim karena antara jawaban dan pertanyaan tidak sesuai, namun meski ada penyimpangan ada maksud tertentu, B memberi jawaban tersebut karena adanya

implikasi bahwa mungkin anak-anak yang makan cokelat itu karena mereka ada di kamar pagi harinya.

c. Inferensi merupakan penarikan kesimpulan yang sering dilakukan oleh pendengar karena dia tidak memahami makna yang sebenarnya yang disampaikan oleh pembicaranya.

Dokumen terkait