• Tidak ada hasil yang ditemukan

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.2. Perdagangan Karbon di Sektor Kehutanan

Perhatian dunia internasional terhadap iklim bumi mengemuka pada tahun 1980an terakhir ketika suhu bumi dirasakan meningkat secara nyata (Ojima et al. 1996). Hutan dianggap sebagai salah satu pemecahan untuk perubahan Iklim sekaligus sebagai penyumbang emisi. Deforestasi dan degradasi hutan memberikan 12-20% dari emisi karbon dunia dan merupakan sumber utama emisi bagi banyak negara berkembang tropis (IPCC 2007; Van der Werf et al. 2009; CAIT 2010).

Salah satu komitmen yang dihasilkan KTT bumi di Rio de Janeiro tahun 1992 adalah menekan laju pemanasan global dan perubahan iklim melalui

konvensi PBB untuk perubahan iklim (UNFCCC). Dalam konvensi tersebut disepakati juga untuk membagi negara-negara yang meratifikasi menjadi dua kelompok, yaitu negara-negara Annex I (negara-negara maju) dan negara-negara non-Annex I (negara-negara berkembang). Pertemuan UNFCCC pada COP III di Kyoto (Jepang) tahun 1997 menghasilkan Protokol Kyoto yang menegaskan beberapa hal berikut:

- Negara-negara Annex I (pada umumnya negara maju/industri) akan mengurangi emisi dari enam gas rumah kaca : karbondioksida, metana, nitrous oxide, sulfur heksafluorida, HFC, dan PFC secara kolektif sebesar 5,2% dibandingkan dengan laporan tahun 1990 untuk diterapkan pada periode 2008-2012.

- Untuk mencapai target yang ditetapkan, Protokol Kyoto dilengkapi dengan

emission trading, joint implementation dan mekanisme pembangunan bersih (clean development mechanism -CDM).

- Emission trading (ET) merupakan mekanisme tukar menukar kredit emisi antara negara Annex I dalam memenuhi target mereka.

- Joint implementation mewadahi mekanisme untuk melakukan investasi proyek pengurangan emisi di suatu negara I oleh suatu negara Annex-I lainnya. Kredit pengurangan emisi yang diperoleh dari pelaksanaan proyek tersebut akan diberikan kepada negara yang melakukan investasi. Selanjutnya, mekanisme yang melibatkan negara berkembang (bukan negara Annex-I) adalah yang dikenal sebagai mekanisme pembangunan bersih (CDM).

- CDM merupakan mekanisme yang memungkinkan negara Annex-I dan negara berkembang bekerja sama untuk melakukan “pembangunan bersih”. Dengan fasilitas CDM, negara Annex-I dapat memenuhi kewajiban pengurangan emisinya dengan melakukan proyek pengurangan emisi di suatu negara berkembang dan negara berkembang mendapatkan kompensasi finansial dan teknologi dari kerja-sama tersebut.

Tujuan CDM Pasal 12 adalah membantu negara berkembang melakukan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) dan turut menyumbang pencapaian tujuan pengurangan emisi global, serta untuk membantu negara Annex-I mencapai target pengurangan emisi. Investasi negara Annex-I di negara berkembang yang menghasilkan penurunan emisi akan disertifikasi dan kredit

dari pengurangan emisi yang disertifikasi (certified emission reduction, CER) tersebut akan diberikan kepada negara Annex-I.

COP IV UNFCCC di Buenos Aires (Argentina) tahun 1998 menghasilkan Rancangan Aksi Buenos Aires (Buenos Aires Plan of Action – BAPA). Para pihak (dalam BAPA) mengalokasikan waktu dua tahun untuk memperkuat komitmen terhadap konvensi dan penyusunan rencana serta pelaksanaan Protokol Kyoto. COP VI Bagian II menghasilkan Kesepakatan Bonn (Bonn Agreement) dalam rangka implementasi BAPA. Bali roadmap sebagai hasil COP XIII UNFCCC di Bali tahun 2007 berisi beberapa hal berikut:

1. Adaptasi

Negara-negara peserta bersepakat untuk membiayai proyek adaptasi di negara-negara berkembang melalui metode Clean Development Mechanism.

(CDM). 2. Teknologi

Negara-negara peserta bersepakat untuk memulai program strategis untuk memfasilitasi teknologi mitigasi dan adaptasi yang dibutuhkan negara-negara berkembang.

3. Reducing emissions from deforestation and degradation in developing countries.

4. Kelangsungan pasca Protocol Kyoto

REDD merupakan salah satu agenda penting negosiasi yang mencakup empat (4) isu utama: (1) metode penentuan emisi, preferensi dan pemantauan yang diperlukan sebagai dasar penentuan besar penurunan emisi yang berhasil dicapai dari upaya mencegah konversi dan kerusakan hutan (2) panjang periode waktu yang digunakan untuk menentukan emisi referensi, (3) basis perhitungan penurunan emisi apakah berdasarkan tingkat proyek atau wilayah (4) mekanisme pendanaan.

REDD sebagai program pencegahan deforestasi dan degradasi dalam mengurangi emisi karbon untuk mencegah dan mengurangi perubahan iklim kemudian berkembang menjadi REDD plus (REDD+). Perkembangan tersebut seiring dengan adanya konsensus bahwa kegiatan REDD harus diperluas. REDD+ menambahkan strategi mengurangi emisi dengan memasukkan peranan konservasi, pengelolaan hutan lestari dan kegiatan peningkatan stok karbon hutan.

REDD+ memperluas cakupan kegiatan yang dapat dimasukkan sebagai upaya mengurangi emisi sehingga diharapkan hasil dari kegiatan tersebut mampu mengurangi emisi karbon yang dihasilkan. Gambar berikut memberikan informasi tentang emisi karbon yang dihasilkan tanpa REDD, dengan REDD dan dengan REDD+.

Sumber: CIFOR 2009

Gambar 1 Emisi karbon tanpa REDD, dengan REDD dan dengan REDD+ Pemikiran dasar dari REDD+ adalah pembayaran yang sesuai dengan kinerja. Artinya, pembayaran akan bergantung pada hasil dari tindakan-tindakan REDD+. Alasan utama untuk pembayaran berdasarkan hasil (dan bukan pembayaran berdasarkan masukan) adalah bahwa mengaitkan insentif secara langsung dengan masalah akan membawa hasil yang paling efektif. Misalnya, pembayaran atas reformasi kebijakan tidak dapat dilakukan hanya dari keefektifan penerapan suatu kebijakan, atau apakah reformasi tambahan lainnya akan diperlukan.

Mewujudkan REDD+ di suatu negara harus memperhatikan tiga unsur pokok yaitu: insentif, informasi dan institusi (3Is). Insentifterdiri dari pembayaran imbalan sesuai kinerja dan berbagai perubahan kebijakan. Insentif REDD+ mengalir dari berbagai sumber internasional ke sebuah dana nasional atau anggaran rutin (misalnya, departemen keuangan), kemudian menuju ke tingkat subnasional melalui anggaran pemerintah atau pembayaran langsung kepada pemegang hak karbon. Pemegang hak karbon mencakup pemilik lahan perorangan, masyarakat, pemegang hak pengusahaan hutan (HPH) dan berbagai lembaga pemerintah.

Elemen kedua adalah informasi REDD+, yaitu data pengurangan emisi hutan atau peningkatan cadangan karbon untuk setiap hutan, berdasarkan jenis dan lokasinya. Negara-negara perlu menyediakan informasi yang dapat

dipercaya tentang perubahan nyata cadangan karbon hutan yang dicapai untuk memperhitungkan dana dari sumber-sumber internasional. Informasi ini akan dikumpulkan dan diproses melalui suatu sistem MRV nasional, regional dan internasional dan menyerahkannya kepada lembaga REDD+ nasional yang berwenang (dana atau kas negara), suatu institusi UNFCCC dan untuk pembeli kredit REDD+ internasional. Pembayaran untuk pemegang hak karbon lokal akan ditetapkan dengan menggunakan informasi ini.

Elemen ketiga adalah institusiREDD+ yang akan mengatur aliran informasi tentang perubahan cadangan karbon antar tingkat, dan aliran insentif ke arah pemegang hak karbon. Sejumlah institusi ini dapat berasal dari institusi yang sudah ada dan akan melibatkan lembaga yang berwenang untuk pembayaran REDD+ dan sistem MRV. Lembaga pembayaran REDD+ ini akan menjembatani dana dari tingkat internasional ke tingkat subnasional sesuai dengan volume, lokasi, dan jenis pengurangan emisiInstitusi atau kelembagaan yang efektif dibutuhkan untuk mengelola informasi dan insentif (Angelsen, 2010).

Meridian Institute (2009), menerapkan REDD+ dapat dilakukan dalam tiga tahap yaitu:

1. Tahap kesiapan

Sejumlah negara menyiapkan strategi REDD+ nasional melalui proses konsultasi yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan; memulai mengembangkan kemampuan dalam pemantauan, pelaporan dan pembuktian (MRV); dan memulai tindakan uji coba.

2. Tahap kesiapan lebih lanjut

Fokus pada tahapan ini adalah menerapkan kebijakan dan tindakan untuk mengurangi emisi (seperti yang diatur dalam strategi REDD+ nasional dan yang akan dibuktikan dengan sejumlah indikator tidak langsung (proxy indicators).

3. Tahap ketaatan penuh sesuai dengan UNFCCC

Pada tahap ini, negara-negara berhutan tropis akan mendapatkan pembayaran hanya dari pengurangan emisi dan peningkatan cadangan karbon sesuai dengan tingkat rujukan yang telah disepakati bersama.

Kelebihan pendekatan REDD+ secara bertahap terletak pada keluwesannya. Berbagai negara dapat turut berpartisipasi menurut kemampuan mereka dan terdapat insentif untuk melanjutkan dari satu tahap ke tahap

berikutnya. Artinya, sejumlah besar negara berhutan tropis akan dapat turut ambil bagian dalam REDD+.

Tabel 2 Berbagai elemen pada pendekatan bertahap menuju REDD+

Tahap 1 Tahap 2 Tahap 3

Cakupan RED/REDD/REDD+ REDD/REDD+ REDD+

Skala pembayaran Subnasional Terpusat (keduanya, subnasional dan nasional) Pendekatan terpusat atau nasional Indikator kinerja • Strategi yang diadopsi.

• Penilaian legislative dan kebijakan telah selesai.

• Konsultasi telah dilaksanakan.

• Institusi telah dibentuk

• Kebijakan telah dilaksanakan. • Tindakan telah ditegakkan. • Faktor pengganti untuk perubahan atas karbon hutan.

Perubahan karbon hutan telah dihitung (tCO2-e) dibandingkan dengan tingkat rujukan yang disepakati. Pendanaan Dukungan awal untuk

pengembangan strategi nasional dan kesiapan sejumlah kegiatan (misalnya FCPF, UN-REDD, sejumlah prakarsa bilateral). Pendanaan dari sumber-sumber bilateral dan multilateral dan dana yang dimandatkan oleh COP Awalnya dikaitkan dengan pasar karbon wajib, namun kemungkinan juga akan melalui suatu dana global Sistem MRV Penguatan MRV Penguatan

kemampuan dan kemampuan pemantauan dasar

Kemampuan pemantauan yang telah maju dan menetapkan tingkat rujukan. Sumber: Meridian institute (2009)