• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perdagangan Limbah B3

Dalam dokumen TINJAUAN HUKUM INTERNASIONAL TERHADAP EK (Halaman 33-38)

BAB II PERDAGANGAN LIMBAH B3

2.1.2 Perdagangan Limbah B3

Diperkirakan pada penghujung terakhir abad 20 dihasilkan sekitar 300-500 juta ton limbah B3/tahun yang diproduksi secara global dengan 80%-90%

50

Lihat pasal 1 ayat 22-23 UU 32/2009. 51Lihat Lampiran III Konvensi Basel.

Universitas Indonesia

diantaranya dihasilkan oleh negara-negara OECD.52 Dari sekitar 300-500 juta ton tersebut, terdapat 10% yang dikapalkan keluar dari suatu negara dengan 80%-90% dari jumlah yang dikapalkan tersebut diperdagangkan antara sesama negara industri.53 Seiring berjalannya waktu dengan semakin ketatnya prosedur penerimaan limbah B3 di negara maju, proporsi limbah B3 yang dikirimkan ke negara berkembang meningkat. Dengan upah sedikitnya 2000 US$/ton, tidak heran apabila banyak importir yang tertarik untuk berbisnis pembuangan limbah B3.54

Bisnis pembuangan limbah B3 beserta material lainnya yang dilangsungkan antar negara telah menarik tidak hanya para investor, namun juga pemerintah-pemerintah dari berbagai negara yang menginginkan menambah devisanya. Afrika Barat sebagai contoh, menargetkan pendapatan sebesar 120 milyar Dollar per tahun dari pembuangan limbah B3 dan limbah non-B3 yang dilakukan di wilayahnya. Walaupun telah banyak penduduk Afrika Barat yang memprotesnya, namun diabaikan oleh pemerintahnya sendiri.55

Berikut ini alasan-alasan yang menyebabkan negara maju mengekspor limbah B3, ke negara berkembang, yakni:56

1. Negara-negara berkembang sedang berusaha meningkatkan pertumbuhan ekonominya akibatnya mereka rela menyediakan fasilitas-fasilitas untuk investor walaupun mereka harus menurunkan standar lingkungan hidupnya. Alasan ini, didukung oleh hipotesis Pearson (1970) yang berkata, “When the ratio of environmental cost to total product cost is low, this indicates the incentive to invest in another country is lower.”

52Jonathan Krueger, “Prior Informed Consent and the Basel Convention: The Hazards of What isn’t Known,” Journal of Environment Development , vol. 7, No. 2, (1998). hal. 116

53Ibid. 54Ibid

. 55

Masnellyarti Hilman, Transboundary Movement of Hazardous Waste in Indonesia, (Kementerian Lingkungan Hidup Indonesia:Jakarta, 2002), hal. 11. Dikutip dari Center for Investigative Reporting and Bill Mayers, Global Dumping Ground, (The International Traffic in Hazardous Waste, Seven Locks Press Washington, 1990)

Universitas Indonesia

2. Ketatnya standar lingkungan hidup di negara maju telah menyebabkan biaya pengolahan limbah naik secara drastik. Oleh karena itu demi mengurangi biaya keseluruhan, maka kaum industrialis memilih mengirimkan limbah B3 ke negara berkembang yang rela menampungnya baik secara legal maupun secara illegal.

3. Di samping untuk efisiensi produksi, hampir semua industri maju di berbagai negara menerapkan program 3R atau “Reuse, Recycle, Recovery.” Demi mendukung program tersebut pemerintah menawarkan berbagai insentif bagi tiap industri yang mau melaksanakan program daur ulang. 4. Adanya tawaran insentif menyebabkan tumbuhnya industri daur ulang di

negara-negara berkembang sehingga menyebabkan negara maju menyerahkan pengolahan limbahnya ke negara berkembang. Sebagai konsekuensinya maka lintas limbah antar negara dengan tujuan untuk diolah di negara berkembang ini memiliki dasar hukum sehingga dapat dilangsungkan. Kemudian di sisi negara berkembang sendiri mereka mendapatkan devisa dari perdagangan limbah ini.

5. Beberapa negara secara serius berupaya untuk menjaga negaranya bersih dari material limbah. Karena itu mereka mengizinkan para pengusaha untuk mengekspor limbah B3 ke negara lain yang mau menerima limbah tersebut.

Di Indonesia sendiri sejak tahun 1980 sejumlah wilayah kita telah menjadi target bagi pembuangan limbah B3 dan non-B3. Dimana telah ada beberapa permintaan dari negara lain yang pernah diajukan ke Indonesia beserta kasus terkait pembuangan limbah B3 di Indonesia:57

1. Pulau Ayu yang terletak di provinsi Papua diajukan untuk dijadikan sebagai situs limbah.

2. Tanjung Ucang yang terletak di Pulau Batam diajukan sebagai daerah pengolahan limbah yang mengandung hidrokarbon dari hasil pembersihan tanker.

Universitas Indonesia

3. Pengajuan perizinan dari sejumlah pengusaha asing untuk mengolah 5000 ton lumpur dari Singapura yang berasal dari pembersihan tanker untuk kemudian diolah sebagai tungku batu kapur di Tegal atau Batang (dua- duanya di Jawa Tengah). Selain Batang dan Tegal, pengajuan proposal untuk industri pengolahan limbah ini juga sempat diajukan di sebuah tempat di Batam. Sebagai tambahan informasi tiap tahun Singapura “memproduksi” 15.000 ton lumpur dari pembersihan kapal-kapal tanker dimana pemerintah Singapura melarang pembuangan limbah ini di territorial Singapura.

4. Sebuah pulau yang terletak di Kepulauan Riau diminta oleh sebuah perusahaan swasta dari Singapura untuk dijadikan sebagai tempat pembuangan hasil pengerukan lumpur yang dikeruk sepanjang pantai Singapura. Limbah ini nantinya akan ditukar dengan pasir yang berasal dari Batam.

5. Pulau Jangkar yang berlokasi di Riau diminta oleh seorang pebisnis untuk diajukan sebagai tempat pembersihan dan perbaikan kapal tanker, juga sebagai tempat pembuangan lumpur yang dihasilkan dari pembersihan kapal tanker.

6. Di teritorial Bintan dan Kepulauan Batam telah ditemukan lumpur dari pembersihan tanker yang hingga saat ini masih belum diketahui siapa pihak yang membuangnya dan menerimanya.

Semua pengajuan ini menjanjikan sejumlah imbalan yang menggiurkan sebagai imbal balik atas kebersediaan untuk menampung limbah B3 yang dikirimkan, namun berkat Menteri Lingkungan Hidup saat itu, yakni Emil Salim semua pengajuan itu tidak bisa dilanjuti dan bahkan ia mengeluarkan peraturan yang melarang masuknya limbah B3 ke wilayah Indonesia melalui Keputusan No. B-1389/MNKLH/1989.58

Universitas Indonesia

Berdasarkan data terbaru yang dirilis oleh Direktorat Jenderal Bea Cukai pada tahun 2005, tercatat 6 impor limbah B3 ilegal ke wilayah Indonesia, yang terdiri dari:59

1. Limbah B3 sejumlah 1.149, 4 ton yang diimpor PT APEL pada pertengahan 2004. Limbah ilegal tersebut kemudian di re-ekspor ke Singapura;

2. Pada Januari 2005 PT Bina Sinar Amity mengimpor 20 kontainer limbah kertas yang mengandung unsur limbah B3. Kemudian limbah B3 tersebut dipulangkan kembali ke asalnya pada Juli 2005;

3. Pada Maret 2005 PT Bina Sinar Amity kembali mengimpor limbah kertas yang mengandung unsur limbah B3 dengan volume sebesar 4 kontainer. Kemudian limbah B3 tersebut dipulangkan kembali ke asalnya pada Juli 2005;

4. Pada Maret 2005 sebuah perusahaan fiktif yang bernama PT Nusa Inti Persada mengimpor limbah kertas yang mengandung unsur B3 dari Belanda sebanyak 20 kontainer;

5. Pada Maret 2005 juga tercatat 19 kontainer limbah kertas yang mengandung unsur B3 diimpor dari Inggris oleh PT Kertas Internasional. Kemudian keseluruh kontainer limbah tersebut dikembalikan ke eksportirnya yang bernama Northern Paper Trading;

6. Pada Juli 2005 PT Container Maritime Activities mengimpor limbah kertas yang mengandung unsur B3 sebanyak 20 kontainer. Kemudian limbah B3 tersebut dikirimkan kembali ke asalnya di Rotterdam Belanda.

59

Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia, Status Lingkungan Hidup Indonesia 2005, (Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia:2006, Jakarta), hal. 209- 211.

Universitas Indonesia

2.2 Instrumen Hukum Lingkungan Internasional dalam Kaitannya dengan

Dalam dokumen TINJAUAN HUKUM INTERNASIONAL TERHADAP EK (Halaman 33-38)

Dokumen terkait