• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PEREDARAN OBAT ILEGAL

2.2 Perdagangan Obat Ilegal yang Sering Terjadi di Masyarakat

2.2.2 Perdagangan Obat Ilegal yang Masuk ke Sarana Resmi

Perdagangan obat ilegal tidak hanya bisa dilakukan melalui Internet saja tetapi peredaran obat ilegal juga dapat masuk ke sarana resmi peredaran obat. Seperti Pedagang Besar Farmasi(PBF), Apotek dan bahkan Rumah Sakit. Obat ilegal bisa masuk ke sarana resmi beredarnya obat ini karena oknum-oknum tertentu yang ingin mendapatkan keuntungan bagi dirinya sendiri. Seperti contoh kasus yang terjadi di salah satu rumah sakit di Surabaya pada tahun 2005 yang ditemukan oleh Tim Penyidik dari Balai Besar POM Surabaya. Oknum pegawai rumah sakit tersebut mengumpulkan sisa-sisa obat yang tidak sempat dipakai oleh pemiliknya (pasien) dikarenakan telah sembuh atau telah meninggal, dari pengumpulan obat-obatan tersebut dia mencampurnya dengan obat ilegal yang substandar dan dijual kembali kepada Pedagang Besar Farmasi atau Apotek. Hal ini jelas

47

Bagan Jalur Masuk Obat Ilegal Ke Sarana Resmi seperti di bawah ini :

Gambar 2.

Bagan J alur Masuk Obat Ilegal Ke Sar ana Resmi

Sumber : Ka Sie Layanan Infor masi Konsumen Balai Besar POM Sur abaya

Seperti yang sudah tertera digambar obat ilegal yang masuk ke sarana resmi pertama-tama melalui freelance, freelanceter menawarkan kepada Pedagang Besar Farmasi (PBF). Menurut Keputusan Menteri Kesehatan nomor 1191/MENKES/SK/IX/2002 yang dimaksud dengan Pedagang Besar Farmasi adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran perbekalan farmasi dalam jumlah besar sesuai ketentuan perundang- undangan yang berlaku. Dengan segala iming-iming yang ada

freelanceter menawarkan kepada Pedagang Besar Farmasi adanya

diskon yang diberikan, bonus, konsinyasi, bahkan faktur kosong agar si

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

48

pengedar dapat mengisi sendiri no faktur fiktif yang sesuai dengan no bets yg tertera pada kemasan obat (untuk obat tradisional). No bets adalah suatu identitas tahapan proses produksi (pada produk) obat dalam bentuk penomoran berupa rangkaian angka dan/atau huruf sebagai kode produk untuk satukali proses produksi.

Setelah Pedagang Besar Farmasi berani mengambil resiko membeli obat ilegal tersebut, didistribusikanlah pada Apotek dan Rumah Sakit. Jika pihak Apotik dan rumah sakit tidak teliti dalam memeriksa obat-obatan tersebut, maka obat-obatan ilegal tersebut dapat beredar melalui Apotek dan Rumah sakit atau bisa juga oknum pada apotek dan rumah sakit sengaja membiarkan hal ini terjadi karena ingin mendapatkan keuntungan pribadi yang memang menjadi sebab utama terjadinya peredaran obat ilegal ini.

Oleh karena itu masyarakat diharapkan agar dapat berhati-hati terhadap obat-obatan yang mereka beli. Tempat yang disangka paling aman untuk membeli obat ternyata juga tidak menjamin. Contohnya saja seperti pemberitaan yang dimuat salah satu situs di Internet, di Tangerang Selatan, Banten, Dinas Kesehatan menemukan obat ilegal atau tanpa label dari BPOM beredar di sejumlah apotek dan toko obat di daerah itu. Tepatnya di daerah Pamulang dan Pondok Aren, untuk

49

keras tingkatannya harus di apotek, namun hal tersebut ada di toko obat dan tanpa disertai resep dokter. Sedangkan toko obat yang melakukan pelanggaran lainnya, yakni di Pondok Aren dengan menjual jamu

tradisional tanpa logo BPOM.23 Badan POM terus melakukan

koordinasi lintas sektor antara lain dengan Pemda Kab/Kota (Dinas Kesehatan/Dinas Perindustrian/Dinas Perdagangan) serta Asosiasi dalam melaksanakan pengawasan terhadap peredaran obat ilegal ini.

23

ht t p:/ / w aspada.net / r eport s/ view / 529

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

BAB III

PERTANGGUNG J AWABAN PELAKU PERBUATAN PEREDARAN OBAT-OBATAN ILEGAL

3.1 Akibat Yang Ditimbulkan Dengan Adanya Per buatan Per edar an Obat

Ilegal

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan bahwa

perdagangan obat ilegal lebih banyak terjadi di negara-negara berkembang. Adanya kenyataan bahwa tingkat kebutuhan masyarakat terhadap pengobatan semakin meningkat, sementara taraf kehidupan sebagian masyarakat kita masih banyak yang kemampuannya pas-pasan juga memicu peredaran obat ilegal ini. Obat ilegal yang diedarkan oleh masyarakat umum tanpa izin edar pun dapat berakibat sangat negatif, karena sebelumnya obat-obatan tersebut tidak diuji secara klinis maupun non-klinis tentang khasiat yang meyakinkan dan dan keamanan yang memadai dan sudah jelas belum memenuhi CPOB/CPOBT. Jadi penggunaan obat tersebut belum tentu dapat menyembuhkan, misal obat antibiotik yang termasuk daftar obat G (membelinya dengan resep dokter) yang biasanya pemakaiannya harus dihabiskan agar penyakit yang diderita dapat cepat sembuh, bila yang dikonsumsi itu adalah obat ilegal bisa saja efek dari mengkonsumsi obat tersebut bukanya menyembuhkan bahkan dapat

51

jadi dokter tau obat merek apa yang cocok untuk dikonsumsi. Karena maraknya obat kuat ilegal masyarakat dapat membelinya secara bebas dan dengan mengabaikan resiko yang ada bila mengkonsumsi obat tersebut. Dari Tabloid Kesehatan SENIOR, segeralah berkonsultasi dengan dokter bila Anda merasakan ada gangguan di mata. Berikut ini adalah kutipan dari Tabloid Kesehatan SENIOR :

“Dalam sebuah penelitian, periset dari Amerika Serikat mengatakan bahwa tujuh orang pasien mengalami gejala Non-Arthritic Ischemic Optic Neuropathy (NAION). Itu adalah gejala-gejala yang dapat menyebabkan kehilangan penglihatan secara permanen setelah meminum pil Viagra (sildenafil) untuk mengatasi gangguan ereksi. Jika digabung dengan beberapa laporan terdahulu, penelitian ini mencatat total 14 kasus sildenafil yang berhubungan dengan NAION. Sebelumnya kita tahu, beberapa pria yang mengonsumsi Viagra mengalami perubahan penglihatan pada warna yang bersifat sementara. Mereka melihat semua benda berwarna biru atau hijau,” papar Dr. Howard D. Pomeranz dari University of Minnesota di Minneapolis, Amerika. NAION merupakan kondisi yang lebih serius karena dapat menyebabkan kebutaan permanen. Sebagaimana dikutip Reuterhealth Rabu (30/3) lalu, Dr. Pomeranz juga mengatakan, asosasi yang terjadi seperti Viagra dengan gejala NAION dapat pula disebabkan oleh semua jenis obat ini juga pada penggunaan Cialis (tadalafil). Diuraikan dalam Journal of Neuro Ophthalmology Maret ini, umumnya pasien mulai mengalami gejala tersebut 24 jam setelah pemakaian Viagra. Gejala awal adalah pandangan yang mulai kabur dan meningkat pada kehilangan penglihatan. Seorang pasien bahkan mengalami masalah pada kedua matanya, dan pada akhirnya hanya satu mata yang masih berfungsi. Efek terakhir yang akan dialami oleh pasien-pasien ini adalah tingkat pandangan mata mulai menurun, dari tingkat penglihatan sempurna hingga hanya dapat melihat cahaya saja. Sebelumnya semua pasien ini mempunyai tanda-tanda mengidap penyakit jantung, tekanan darah tinggi, dan sebagian besar kadar kolesterolnya tinggi. Bahkan, tiga pasien telah mempunyai masalah pada mata yang dapat meningkatkan risiko mereka terkena NAION. Saat ini tidak ada data yang cukup untuk mendukung uji oftalmologik pada setiap pasien yang memakai Viagra,” ungkap Dr. Pomeranz. Dia juga mengatakan, dokter yang meresepkan obat ini harus hati- hati dengan adanya NAION, dan memeriksa terlebih dahulu pasien-pasien yang memiliki risiko penyakit jantung.24

24

ht t p:/ / jualobat foredi.com/ blog/ bahaya-obat -kuat -viagra-dan-ef ek-samping-pil-biru-viagra/

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

52

Hal tersebut diatas adalah dampak negatif dari pemakaian obat kuat viagra yang tanpa berkonsultasi terlebih dahulu kepada dokter. Obat-obat kuat seperti itu biasanya diberikan oleh dokter karena pasien benar-benar menderita ejakulasi dini atau penyakit semacamnya dengan melihat riwayat penyakit pasien juga, jadi dokter mengerti obat kuat apa yang seharusnya diminumagar tidak menimbulkan akibat yang tidak diinginkan. Tetapi masyarakat malah tidak memperdulikan hal tersebut, mereka lebih memilih membeli obat yang ilegal karena tidak harus menggunakan resep dokter. Terkadang juga ada dari mereka yang tidak memiliki penyakit disfungsi ereksi tetapi tetap menkonsumsi obat tersebut, akibatnya jika di usia yang relatif matang dan tanpa memiliki penyakit disfungsi ereksi masyarakat tetap mengkonsumsi obat tersebut, besar kemungkinan efek samping dari obat akan muncul. efek-efek berbahaya obat tersebut, antara lain :

1. Anda dapat mengalami Priapism, yaitu ereksi yang muncul dengan rasa nyeri. Kondisi ini justru menyebabkan anda sulit mengalami ejakulasi dan menurunkan sensasi dalam melakukan hubungan seksual.

2. Sakit kepala & muka kemerahan. Hal ini disebabkan pengaruh dari penyempitan dan perubahan sirkulasi.

3. Sesak Nafas, karena enzim yang dihambat oleh obat disfungsi ereksi ini bekerja juga di paru-paru maka dapat juga terjadi sesak nafas. Biasanya

53

5. Kematian, pernah terjadi pada pengobatan dengan viagra ketika pertama kali dipasarkan, saat itu Pfizer dianggap memberikan informasi yang tidak lengkap kepada pasien dengan gangguan jantung sehingga menyebabkan kematian. Jumlah kematian ini sampai sekarang masih simpang siur, meskipun demikian Pfizer tetap saja memasarkan viagra.

Tapi perlu juga dipahami bahwa efek samping ini tidak akan muncul jika anda meminum obat sesuai dengan indikasi dan dosis yang telah ditentukan oleh dokter ahli. Bila ditentukan oleh para ahli secara otomatis akan menerima resep dan membelinya di apotek. Karena kemungkinan kecil

mendapatkan obat ilegal bila membeli di apotek.25

3.2 Bentuk Per tanggung J awaban Pelaku Per buatan Per edar an Obat-obatan Ilegal.

Tinjauan awal yang dilakukan adalah melakukan apakah suatu perbuatan seseorang itu melanggar hukum atau tidak sehingga dapat dikualifikasikan sebagai tindak pidana atau tidak. Dalam hal ini harus dipastikan terlebih dahulu adanya unsur obyektif dari suatu tindak pidana. Jika tidak diketemukan unsur melawan hukum maka tidak lagi diperlukan pembuktian unsur kesalahanya. Tetapi jika terpenuhi unsur perbuatan melanggar hukumnya, selanjutnya dilihat apakah ada kesalahan atau tidak serta sejauh mana tingkat kesalahan yang dilakukan pelaku sebagai dasar untuk menyatakan dapat tidaknya seseorang memikul pertanggung jawaban pidana atas perbuatanya itu.

25

Ibid hal. 18

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

54

Pelaku menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dirumuskan dalam pasal 55 ayat (1) yaitu :

“dipidana sebagai tindak pidana mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, yang turut serta melakukan, dan mereka yang sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan.”

Sedangkan pertanggung jawaban pidana dalam isitilah asing sering disebut juga teorekenbaardheid atau criminal responsibility yang menjurus kepada pemidanaan petindak dengan maksud untuk menentukan apakah seseorang terdakwa atau tersangka dipertanggung jawabkan atas suatu tindakan pidana yang terjadi atau tidak. Pertanggung jawaban pidana menjurus kepada pemidanaan pelaku, jika melakukan suatu tindakan pidana dan memenuhi unsur-unsur yang telah ditentukan oleh undang-undang. Dilihat dari terjadinya perbuatan yang terlarang, ia akan diminta pertanggung jawaban apabila perbuatan tersebut melanggar hukum.

Dilihat dari sudut kemampuan bertanggung jawab maka hanya orang yang mampu bertanggungjawab yang dapat diminta pertanggung jawabannya. Pada pasal 44 KUHP merumuskan, seseorang dikatakan tidak mampu bertanggung jawab :

1. Barang siapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggung

jawabkan kepadanya karena jiwanya cacat dalam pertumbuhannya atau terganggu karena penyakit, tidk dipidana.

2. Jika ternyata perbuatan itu tidak dapat dipertanggung jawabkan kepada pembuatnya karena pertumbuhan jiwanya cacat atau terganggu karena

55

Dari norma yang dirumuskan pada ayat (1), jelas ada dua penyebab tidak dipidananya karena tidak mampunya bertanggng jawabnya si pembuat yang terbukti melakukan tindak pidana, yaitu :

1. Karena jiwanya cacat dalam pertumbuhannya

2. Karena terganggu jiwanya dari sebab penyakit.26

Didalam hal kemampuan bertanggung jawab bila dilihat dari keadaan batin orang yang melakukan perbuatan pidana merupakan masalah kemampuan bertanggungjawab dan menjadi dasar yang penting untuk menentukan adanya kesalahan, yang mana keadaan jiwa orang yang melakukan perbuatan pidana haruslah sedemikian rupa sehingga dapat dikatakan normal, sebab karena orang yang normal, sehat inilah yang dapat mengatur tingkah lakunya sesuai dengan ukuran – ukuran yang dianggap baik oleh masyarakat dan dianggap oleh hukum dapat mempertanggung jawabkan perbuatan pidanannya.

Pertanggung jawaban pidana yang diberikan berupa sanksi administratif atau pidana kepada pelaku perbuatan peredaran obat ilegal, bila yang melakukan perbuatan peredaran orang-orang biasa atau orang awam hukum, yang tidak terikat dengan kode etik apapun, bila dia memenuhi unsur- unsur pidana pada pasal 196 junto pasal 98 ayat (2) dan (3) UU Kesehatan tahun 2009 yang berbunyi :

“setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standart dan/atau persyaratan keamanan, khasiat atau kemanfaatan, dan mutu

26

Adami Chazawi, “Pelajaran Hukum Pidana Bagian 2”, Jakarta, PT. Raja Grafindo, 2002, hal. 20

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

56

sebagaimana dimaksud dalam pasal 98 ayat (2) dan (3) dipidana dengan penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000 (satu miliar rupiah).”

Dan bila si pelaku memenuhi unsur-unsur pada pasal 197 junto pasal 106 ayat (1) UU Kesehatan tahun 2009 yang berbunyi :

“setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.500.000.000 (satu miliar lima ratus juta rupiah).”

Salah satu pihak yang berperan penting dalam lalu lintas hukum adalah subyek hukum yang menjadi pembawa hak dan kewajiban di dalam hukum. Menurut subekti dalam buku Pokok-Pokok Hukum Bisnis menjelaskan dalam dunia hukum, pembawa hak dan kewajiban itu adalah orang (person). Subyek hukum berupa orang ini meliputi manusia dan badan hukum. Terhadap pasal 196-197 yang diuraikan diatas, penjelasan bagi setiap orang adalah manusia, dalam pengertian ini adalah orang yang dilahirkan secara biologis ataupun natural. Sebagai subjek hukum, manusia mempunyai hak-hak dan kewajiban- kewajiban untuk melakukan suatu tindakan hukum, membuat perjanjian, memiliki harta kekayaan, dan sebagainya.

Berlakunya manusia sebagai subjek hukum adalah sejak ia dilahirkan dalam keadaan hidup bahkan seorang bayi yang masih berada dikandungan ibunya dapat dianggap telah lahir jika kepentingannya menghendaki

57

beberapa golongan orang yang dianggap tidak cakap atau kurang cakap untuk melakukan perbuatan hukum secara mandiri yang disebut dengan istilah

personae miserabile atau handelings onbekwaam. Mereka dapat melakukan

perbuatan hukum apabila diwakili atau didampingi oleh orang lain yang cakap melakukan perbuatan hukum. Personae miserabile atau handelings

onbekwaam meliputi manusia yang belum dewasa atau dibawah umur

(minderjarigheid), yaitu yang belum mencapai usia 18 tahun dan manusia

dewasa yang berada di bawah pengampuan (curatele).27

Lain hal nya bila korporasi yang melakukan tindak pidana. Konsep rancangan KUHP tahun 1987/1988 pada buku I pasal 120 dikatakan bahwa korporasi adalah kumpulan terorganisasi dari orang atau kekayaan baik merupakan badan hukum atau pun bukan. Doktrin universalitas delingue non

potest bahwa korporasi hanya merupakan fiksi hukum, tetapi dewasa ini tidak

dapat dipertahankan keberadaan doktrin tersebut, sebab meskipun korporasi bukan merupakan orang secara natural person, tetapi dalam tindakannya merupakan tindakan yang sama layaknya sebagai orang, dalam arti alamiah. Menurut Mardjono Reksodiputro bahwa ada dua hal yang diperhatikan dalam menentukan tindak pidana korporasi, yaitu pertama tentang perbuatan pengurus (atau orang lain) yang harus dikonstruksikan sebagai perbuatan korporasi, kedua tentang kesalahan pada korporasi. Kedua ha tersebut menurut Mardjono Reksodiputro dapat diatasi dengan menggunakan konstruksi asas identifikasi yang menganggap bahwa perbuatan pengurus atau

27

Arus Akbar dan Wiraw an B, “ Pokok-pokok Hukum Bisnis” , Jakart a, Salemba Empat , 2011, hal. 9-10

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

58

pegawai dipersamakan dengan perbuatan korporasi itu sendiri, dan yang kedua menggunakan konstruksi pelaku fungsional (functional dader).

Tidak semua tindakan korporasi dapat dimintai pertanggung jawaban pidana, akan tetapi ada pengecualiannya di mana hanya tindakan yang ancaman pidananya hanya bisa dikenakan pada orang, dan hanya bisa dilakukan orang biasa. Sehubungan itu, Barda Nawawi arif mengatakan bahwa meski pada asasnya korporasi bisa dipertanggung jawabkan sama dengan orang pribadi, namun ada beberapa pengecualian yaitu :

a) Dalam perkara-perkara yang menurut kodratnya tidak dapat dilakukan

oleh korporasi.

b) Dalam perkara yang satu-satunya pidana yang dapat dikenakan tidak

mungkin dikenakan kepada korporasi.

Tolak ukur ini mengindikasikan bahwa pertanggung jawaban pidana terhadap korporasi tidak saja doktrin strict liability, tetapi juga doktrin vicarious

liability. Hal senada diungkapkan oleh Sutan Remy Sjahdeini bahwa ada dua

hal pokok pembenaran dibebankannya pertanggung jawaban pidana kepada korporasi yaitu, strict liability dan doktrin vicarious liability. Kedua doktrin diatas telah menimbulkan pertentangan pendapat mengenai apakah korporasi dapat dibebankan pertanggung jawaban secara pidana terhadap tindakan yang dilakukan. Mengenai hal ini ada dua pandangan yang relevan dalam

59

a) Pandangan Mardjono Reksodiputro, bahwa ada tiga hal untuk melihat

beban pertanggung jawaban pidana korporasi, yaitu :

1. Pengurus korporasi sebagai pembuat dan penguruslah yang

bertanggung jawab.

2. Korporasi sebagai pembuat dan pengurus bertanggung jawab.

3. Korporasi sebagai pembuat dan juga sebagai yang bertanggung jawab.

b)Pandangan Sutan Remy Sjahdeini, bahwa ada empat kemungkinan sistem

pembebanan pertanggung jawaban pidana kepada korporasi :

1. Pengurus korporasi sebagai pelaku tindak pidana, sehingga oleh

karenanya penguruslah yang harus memikul pertanggung jawaban pidana.

2. Korporasi sebagai pelaku tindak pidana, tetapi pengurus yang harus memikul pertanggung jawaban pidana

3. Korporasi sebagai pelaku tindak pidana dan korporasi itu sendiri yang harus memikul pertanggung jawaban pidana.

4. Pengurus dan korporasi keduanya sebagai pelaku tindak pidana, dan

keduanya pula yang harus memikul pertanggung jawaban pidana.28

Bila korporasi yang melakukan tindak pidana perbuatan peredaran obat- obatan ilegal ini maka dikenakan pasal 201 Undang-undang no 36 tahun 2009 tentang Kesehatan yang berbunyi :

“(1) dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 190 ayat (1), pasal 191, pasal 192, pasal 196, pasal 197, pasal 198, pasal 199, dan pasal 200 dilakukan oleh korporasi, selain pidana penjara dan

28

J. E Sahetapy, “Problematika Menciptakan Iklim Yang Kondusif”, Jakarta, Komisi Hukum Nasional RI, 2011, hal. 75

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

60

denda terhadap pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana denda dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari pidana denda sebagaimana dimaksud dalam pasal 190 ayat (1), pasal 192, pasal 196, pasal 197, pasal 198, pasal 199, dan pasal 200

(2) Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), korporasi dapat

dijatuhi pidana tambahan berupa :

1. Pencabutan izin usaha dan/atau

2. Pencabutan status badan hukum.”

Sebenarnya tidak hanya pasal-pasal itu saja sanksi yang dapat menjerat pelaku, ada juga sanksi lainnya yang dapat menjerat pelaku perbuatan peredaran obat ilegal. Ada sanksi khusus yang dikenakan terhadap pelaku perbuatan peredaran obat ilegal yang melakukan peredaran obat ilegal ke sarana resmi.

1. Pabrik

Bila pabrik terbukti melakukan perbuatan peredaran obat ilegal, yaitu dengan sengaja mengedarkan obat-obatan yang sudah jelas belum diberikan izin edar oleh BPOM, maka sanksi yang dikenakan terhadap pabrik sesuai pasal 201 UU Kesehatan tahun 2009 adalah berupa pidana denda dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari pidana denda sebagaimana dimaksud dalam pasal 197, selain pidana denda sebagaimana dimaksud diatas, dapat juga dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan izin usaha dan atau pencabutan status badan hukum. Bagi pabrik yang memproduksi obat tradisional sanksi yang diberikan oleh BPOM sesuai pasal 35 huruf

61

terstandar dan fitofarmaka dan impor obat tradisional, biasanya berupa penutupan pabrik (skors) selama minimal 1 (satu) bulan penuh, sanksi penutupan yang diberikan biasanya antara 1-3 bulan. Dan atau penyegelan terhadap mesin pembuat obat ilegal. Jadi walaupun mereka mengedarkan hanya 1 jenis obat ilegal, tetapi mesin tersebut pada dasarnya dapat memproduksi 5 jenis obat, tetap saja tidak bisa memproduksi 4 jenis obat yang lainnya karena mesin produksi obat disegel. Selain itu juga dapat dikenakan sanksi administratif sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku, yaitu UU Kesehatan tahun 2009 pasal 201.

2. Pedagang Besar Farmasi

Sama halnya dengan pabrik. Bila Pedagang Besar Farmasi melakukan perbuatan peredaran obat ilegal, mengedarkan obat yang belum ada izin edar dari BPOM, maka akan dijerat dengan pasal 201 UU Kesehatan tahun 2009 bahkan dilakukan penutupan sementara (skors) yang rentan waktunya antara 1-3 bulan sesuai pasal 35 huruf (c) Peraturan Kepala BPOM tentang Kriteria Pendaftaran Obat Tradisional tahun 2011. Tetapi bila Pedagang Besar Farmasi telah melakukan perbuatan peredaran obat ilegal ini berkali-kali maka surat izin usaha dan atau status badan hukum akan dicabut oleh menteri kesehatan dengan rekomendasi dari BPOM, sesuai dengan pasal 201 ayat (2) UU Kesehatan tahun 2009.

3. Apotek.

Pada dasarnya semua sanksi administratif yang diperuntukan bagi pelaku sama, yaitu dijerat dengan pasal 201 UU Kesehatan tahun 2009 dan juga

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

Dokumen terkait