• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.2 Kajian Pustaka

2.2.5 Perempuan Dalam Film dan Televisi Hollywood

Pengertian perempuan adalah mitra kaum laki-laki yang diciptakan dengan kemampuan-kemampuan mental yang setara. Perempuan memiliki hak penuh untuk berpartisipasi dalam aktivitas-aktivitas kaum laki-laki, dalam detail yang sekecil-kecilnya. Kaum perempuan juga memiliki hak atas kemerdekaan dan

kebebasan seperti yang dimiliki oleh kaum laki-laki. Kaum perempuan berhak untuk memperoleh tempat tertinggi dalam ruang aktivitas yang dia lakukan, sebagaimana kaum laki-laki dalam ruang aktivitasnya (Nugroho, 2004: 29).

Meskipun perbincangan mengenai gender sudah sering dibicarakan, tetapi ternyata masih sering terjadi kesalahan memaknai konsep gender dan kaitannya dengan kaum perempuan. Kesalahpahaman ini bukan hanya terjadi kepada kalangan awam, tetapi juga kalangan berpendidikan. Istilah gender seringkali ditujukan kepada istilah jenis kelamin, dan yang lebih parahnya lagi istilah gender seringkali diartikan dengan jenis kelamin perempuan. Informasi ini jelaslah salah, karena istilah gender bukan hanya menyangkut jenis kelamin perempuan, melainkan juga jenis kelamin laki-laki. Gender adalah seperangkat sikap, peran, tanggungjawab, fungsi, hal dan perilaku yang melekat pada diri laki-laki dan perempuan akibat bentukan budaya atau lingkungan masyarakat tempat manusia itu tumbuh dan dibesarkan (Nugroho, 2004: 21). Kesimpulannya, gender adalah konsep yang mengacu pada peran dan tanggungjawab laki-laki dan perempuan sebagai hasil konstruksi sosial yang dapat diubah sesuai dengan perubahan zaman.

Perjuangan perempuan melawan keterkaitan pada hubungan kekuasaan yang menempatkannya pada kedudukan yang lebih rendah dibandingkan laki-laki, memang perjuangan sepanjang hidup. Bila melihat karya sastra Indonesia, posisi perempuan sering muncul sebagai simbol kehalusan, sesuatu yang bergerak lamban, bahkan terkadang berhenti. Perempuan begitu dekat dengan idiom-idiom seperti keterpurukan, ketertindasan, bahkan pada “konsep” yang terlanjur diterima kultur masyarakat bahwa mereka adalah “objek” bagi kaum laki-laki (Nugroho, 2004: 25). Dalam hal dunia seni seperti pada film dan sinetron, perempuan banyak dijadikan objek penderitaan oleh laki-laki baik dari fisik maupun psikis. Perempuan digambarkan sebagai sosok yang lemah dan tertindas.

Claire Johnston menampilkan contoh pendekatan untuk analisis film dengan untuk kalangan feminis. Johnston mengadopsi definisi Althusser mengenai ideologi, yaitu sebuah sistem dari berbagai representasi dari realita yang merupakan sebuah produk dari struktur sosial tertentu. Dengan ideologi yang cenderung mengarah pada situasi sinema yang dikuasai oleh laki-laki, ia pun

mengungkapkan bahwa perempuan ditampilkan sebagaimana laki-laki merepresentasikan perempuan (Thornham, 1998 dalam Apriyanti, 2012: 15).

Dalam pertelevisian Hollywood, perempuan pada era 70-an digambarkan sebagai sosok kuat seperti dalam Charlie’s Angels, Wonder Woman, dan Police Woman. Namun, tetap saja pemeran karakter perempuan yang ditampilkan adalah stereotype perempuan seperti perempuan cantik, langsing serta berkulit putih (Byerly dan Ross, 2006: 34). Beberapa serial televisi menempatkan karakter perempuan sukses dan memfokuskan cerita pada pencarian akan kesenangan, cinta dan seks. Serial populer Ally McBeal (1997-2002) sedikit menampilkan cerita yang berbeda. Serial ini menceritakan pengacara perempuan sukses tetapi secara stereotype digambarkan cukup putus asa dalam pencarian cinta. McBeal yang diperankan oleh Calista Flockhart yang penampilannya didukung oleh tubuh kurus yang tampak seperti anoreksia. Rekan kerja Mc Beal, yaitu Ling (Lucy Liu) dan Nelle (Portia de Rossi) digambarkan lebih kuat daripada McBeal di mana mereka telah berulang kali menjalin hubungan dengan kolega pria dalam firma hukum yang sama. Meehan (1983) dalam (Barker, 2000: 264) pernah menganalisis stereotip yang umunya melekat pada diri perempuan dalam program televisi Amerika. Meehan mengidentifikasi hal-hal berikut sebagai stereotip yang umum ditemukan dalam penokohan perempuan:

Tabel 2.

Stereotype Perempuan dalam Televisi Amerika Nakal: Memberontak, aseksual, tomboi

Istri yang baik: Domestik, menarik, terpusat di rumah

Tamak: Agresif, Lajang

Sundal: Panjang tangan, curang, manipulatif

Korban: Pasif, menderita kekerasan atau kecelakaan

Bak umpan: Kelihatannya lemah padahal kuat

Genit: Secara seksual memancing laki-laki untuk suatu tujuan yang buruk

Penyihir: Kekuatan ekstra, namun tersubordinasi oleh laki-laki

Matriarch: Otoritas peran keluarga, lebih tua, dan tidak suka seks

Sumber: Chris Barker, Cultural Studies: Teori dan Praktik (Bantul: Kreasi Wacana) hal. 264-265

Para pakar budaya feminis meneliti representasi perempuan dalam media yang difokuskan pada media film. Maggie Humm (1997) dalam (Hanafi, 2010: 17) mengemukakan bahwa proyek kaum feminis menekankan pada kemampuan untuk memperlihatkan bahwa perempuan telah mengalami konstruksi politik dan secara rutin direpresentasikan sebagai kaum tertekan. Analisis terebut muncul berdasarkan empat film yang muncul pada tahun 1930-1970-an yaitu Camille (1936), Blonde Venus (1932), Lady from Shanghai (1946) dan Looking for Mr. Goodbar (1977). Film tersebut mengungkapkan bahwa pria beroperasi dari beragam sudut pandang kekuasaan sehingga menyebabkan perempuan ditampilkan sebagai pihak yang diam dan termarjinalkan (Byerly dan Ross, 2006: 35).

Pada tahun 1990-an dan awal 2000-an, perempuan dalam film telah digambarkan memiliki peran yang kuat dalam berbagai acara (Byerly dan Ross, 2004: 11). Meskipun demikian, perempuan dalam film masih saja digambarkan sebagai love interest ataupun sosok penolong pria. Walaupun ada beberapa film yang tidak menonjolkan perempuan seperti sosok penolong/pendamping pria saja, tetapi penggambaran tersebut masih ditampilkan secara general. Di masa lalu dan sekarang, gambaran perempuan di dalam film-film Hollywood hanyalah seorang “other” atau entitas lain selain pria (Gauntlett, 2008: 74).

Berbagai representasi baik laki-laki maupun perempuan pada tahun 2000-an mulai muncul bervariasi dalam berbagai genre film mulai dari film superhero hingga komedi. Meskipun demikian tetap saja karakter utamanya didominasi oleh laki-laki dibandingkan perempuan. Dari antara karakter-karakter pria yang ada di berbagai film, banyak yang menampilkan bahwa pria sebagai penyelamat perempuan. Sementara itu, perempuan ditampilkan menawan dalam konvensi bagaimana wanita yang menarik itu lebih dulu dimengerti (Gauntlett, 2008: 80).

Dokumen terkait