• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perempuan Dilarang Memakai Parfum bila Shalat di Masjid

PEMAHAMAN HADIS-HADIS YANG DIKLAIM MEMBENCI

A. Perempuan dalam Aktivitas Ibadah

2. Perempuan Dilarang Memakai Parfum bila Shalat di Masjid

a. Hadis riwayat Abu Hurairah ra. yaitu :

َلﺎَﻘَـﻓ ٌرﺎَﺼْﻋِإ ﺎَﻬِﻠْﻳَﺬِﻟَو ُﺢَﻔْـﻨَـﻳ ِﺐﻴِّﻄﻟا َﺢﻳِر ﺎَﻬْـﻨِﻣ َﺪَﺟَو ٌةَأَﺮْﻣا ُﻪْﺘَـﻴِﻘَﻟ َلﺎَﻗ

ِﺖْﺒﱠـﻴَﻄَﺗ ُﻪَﻟَو َلﺎَﻗ ْﻢَﻌَـﻧ ْﺖَﻟﺎَﻗ ِﺪِﺠْﺴَﻤْﻟا ْﻦِﻣ ِﺖْﺌ ِﺟ ِرﺎﱠﺒَْﳉا َﺔَﻣَأ َ

ْﺖَﻟﺎَﻗ

َﻻ ُلﻮُﻘَـﻳ َﻢﱠﻠَﺳَو ِﻪْﻴَﻠَﻋ ُﱠ ا ﻰﱠﻠَﺻ ِﻢِﺳﺎَﻘْﻟا ََأ ِّﱯِﺣ ُﺖْﻌَِﲰ ِّﱐِإ َلﺎَﻗ ْﻢَﻌَـﻧ

َﻞِﺴَﺘْﻐَـﺘَـﻓ َﻊ ِﺟْﺮَـﺗ ﱠﱴَﺣ ِﺪِﺠْﺴَﻤْﻟا اَﺬَِﳍ ْﺖَﺒﱠـﻴَﻄَﺗ ٍةَأَﺮْﻣ ِﻻ ٌة َﻼَﺻ ُﻞَﺒْﻘُـﺗ

ِﺔَﺑﺎَﻨَْﳉا ْﻦِﻣ ﺎَﻬَﻠْﺴُﻏ

.

)

دواد ﻮﺑأ ﻩاور

(

187 Artinya :

Abu Hurairah berkata : “Suatu ketika aku keluar (dari mesjid), kemudian aku melihat seorang perempuan memercikkan parfum pada ujung pakaiannya yang terkena debu. Lalu, aku bertanya kepadanya :’Wahai Amat al-Jabbar (hamba al-al-Jabbar), apakah kamu datang dari

masjid?’ Ia menjawab, ‘Benar.’ Abu Hurairah bertanya lagi :’Apakah (kamu ke masjid) menggunakan wewangian?’Ia menjawab : ‘Ya.’ Abu Hurairah berkata :Sesungguhnya aku mendengar Abu al-Qasim (Rasulullah) bersabda : ‘Allah tidak akan menerima shalat nya seorang perempuan yang memakai wewangian ketika ke masjid atau ke masjid ini hingga ia mandi sebagaimana ia mandi dari janabah’.”(HR. Abu Dawud).

b. Dalam riwayat Abu Hurairah yang lain, Rasulullah saw. bersabda:

اًرﻮَُﲞ ْﺖَﺑﺎَﺻَأ ٍةَأَﺮْﻣا ﺎَﱡﳝَأ

.َةَﺮِﺧ ْﻵا َءﺎَﺸِﻌْﻟا ﺎَﻨَﻌَﻣ ْﺪَﻬْﺸَﺗ َﻼَﻓ

ﻩاور)

ﻢﻠﺴﻣ

(

188 Artinya :

Siapapun perempuan yang menggunakan dupa, maka janganlah ikut menghadiri shalat isya bersama kami.(HR. Muslim)

Kesan misogini hadis yang pertama, yaitu sikap Abu Hurairah menegur seorang perempuan yang disapa Amat al-Jabbar, yang punya kebiasaan memercikkan wewangian apabila pergi shalat ke masjid. Sayangnya, hasil kritikan yang telah dilakukan pada riwayat Abu Hurairah ini versi yang pertama tersebut berkualitas dha’if. Hadis riwayat Abu Hurairah versi kedua yang berkualitas shahih, karena salah satumukharrijnya adalah Muslim dan telah dibuktikan 188Muslim, op.cit.,I, h. 326; Abu Dawud, op.cit., IV, h. 79; al-Nasa’iy, op.cit., VIII, h. 154.

validitas keshahihannya melalui sanad al-Nasa’iy, maka hadis Abu Hurairah yang pertama dapat diabaikan. Sedangkan hadis versi kedua masih layak untuk dijadikan hujah.

c. Dalam riwayat Abu Musa al-Asy’ariy ra. Rasulullah

saw. bersabda:

ْتﱠﺮَﻤَﻓ ْتَﺮَﻄْﻌَـﺘْﺳا اَذِإ ُةَأْﺮَﻤْﻟاَو ٌﺔَﻴِﻧاَز ٍْﲔَﻋ ﱡﻞُﻛ

.ًﺔَﻴِﻧاَز ِﲏْﻌَـﻳ اَﺬَﻛَو اَﺬَﻛ َﻲِﻬَﻓ ِﺲِﻠْﺠَﻤْﻟِ

ﻩاور)

يﺬﻣﱰﻟا

(

189 Artinya :

Setiap mata zinah, dan perempuan yang memakai wewangian lalu melewati suatu kaum dan ia begini dan begitu, maka itu adalah zinah. (HR. al-Turmuziy)

Hadis-hadis tersebut mengajarkan etika bagi perempuan apabila berjalan menuju masjid, atau menghadiri kerumunan orang di suatu majlis taklim atau majelis zikir. Kesan misogini hadis ini karena melarang perempuan memakai parfum untuk tujuan ibadah di mesjid atau menghadiri pertemuan umum.

Berdasarkan tekstualisasi hadis pertama bahwa pergi ke masjid pun tidak boleh perempuan menggunakan wewangian karena dapat menarik perhatian orang.

Termasuk dalam konteks ini menurut Majdi Sayyid Ibrahim, memakai hiasan gelang kaki yang dapat didengar suaranya, dan juga pakaian mewah yang menarik perhatian kaum laki-laki.190

189Al-Turmuziy , op.cit., IV, h. 194; Abu Dawud, op.cit., IV, h. 79; al-Nasa’iy,op.cit., VIII, h. 153

Pernyataan Nabi saw. ا ًرﻮُﺨَﺑ ْﺖَﺑﺎَﺻَأ ٍةَأ َﺮْﻣا ﺎَﻤﱡﯾَأ

mengandung isyarat bagi perempuan yang ingin menghadiri shalat jamaah di masjid hendaknya tidakmemakai minyak wangi atau parfum yang dapat menebarkan bau harumnya. Nabi saw. bahkan mengancam perempuan muslimah yang pergi shalat berjamaah dengan menggunakan minyak wangi. Ancaman Nabi yaitu َﻼَﻓ ﺎَﻨَﻌَﻣْﺪَﮭْﺸَﺗ (jangan ikut shalat bersama kami) dan atau dalam redaksi pertama َﻞِﺴَﺘْﻐَﺘَﻓ َﻊ ِﺟ ْﺮَﺗ ﻰﱠﺘَﺣ ٌة َﻼَﺻ ُﻞَﺒْﻘُﺗ َﻻ ﺎَﮭَﻠْﺴُﻏ ِﺔَﺑﺎَﻨَﺠْﻟا ْﻦِﻣ (tidak diterima shalatnya hingga dia pulang mandi seperti orang mandi janabah).

Menurut riwayat, Abu Hurairah pernah bertemu dengan seorang perempuan yang menggunakan wewangian hendak pergi ke masjid. Dengan nada misogini Abu Hurairah bertanya رﺎﺒﺠﻟا ﺔﻣأ ﺎﯾ (wahai hamba perempuan al-Jabbar) -dia disapa begitu lantaran perbuatannya itu

mengkhawatirkan- hendak pergi kemana kamu ? Perempuan itu menjawab, “Hendak pergi ke masjid.” Abu Hurairah berkata, “Karena hendak pergi ke masjid, kamu memakai wewangian?” “Ya,” balas perempuan itu. Lalu Abu Hurairah menegaskan,“Sesungguhnya aku mendengar Rasulullah saw. bersabda : ِﺪ ِﺠْﺴَﻤْﻟا ﻰَﻟِإ ْﺖَﺟ َﺮَﺧ ﱠﻢُﺛ ْﺖَﺒﱠﯿَﻄَﺗ ٍةَأ َﺮْﻣا ﺎَﻤﱡﯾأ

َﻞِﺴَﺘْﻐَﺗ ﻰﱠﺘَﺣ ٌة َﻼَﺻ ﺎَﮭَﻟ ْﻞَﺒْﻘُﺗ ْﻢَﻟ. Pernyataan ﻞﺴﺘﻐﺗ ﻰﺘﺣ bahwa apabila seorang perempuan hendak keluar ke masjid dan dia sedang memakai, maka terlebih dahulu dia hilangkan bau wangi itu pada badannya. Karena kerasnya larangan itu, sehingga pelakunya dianggap melakukan zina. Sebab, perbuatan itu dapat menimbulkan nafsu syahwat bagi laki-laki, dan membuka hasrat orang yang ingin berbuat zina. Oleh karena itu, hukumnya dikatagorikan seperti telah

berzina dan cara pembersihannya yaitu dengan mandi janabah.191

Mengingat hadis riwayat Abu Hurairah yang satu ini berkualitas dha’if, maka tampaknya pemahaman dan kesan misoginisnya perlu diluruskan. Hadis ini justru bertentangan dengan perintah memakai perhiasan ketika ke masjid. Seakan-akan Islam tidak menghendaki umatnya harum mewangi ketika ke masjid, dan membiarkan umatnya berbau apek. Nabi saja termasuk senang dengan wangi-wangian. Masih lebih baik seorang perempuan yang ke masjid dengan harum baunya, daripada membiarkan dirinya ke masjid dalam keadaan kumuh dan berbau tak sedap.

Kejanggalan yang lain riwayat tersebut menganalogikan perbuatan memakai wewangian seperti telah melakukan zina, karena itu harus mandi seperti mandi junub (janabah). Padahal mandi junub itu hanya diwajibkan kalau terjadi hubungan badan (seks), menstruasi atau mimpi basah.

Adapun riwayat Abu Hurairah yang kedua tidak lagi menyebutkan perintah mandi junub itu. Penyebutan ا ًرﻮُﺨَﺑ yang berarti bau dupa lebih berkonotasi larangan memakai parfum atau wewangian yang berbau menyengat. Jadi,

boleh saja memakai parfum apa adanya tidak perlu sampai menyengat dan memancing perhatian atau mengganggu konsentrasi orang-orang yang sedang shalat .

Hadis riwayat Abu Musa lebih logis untuk diterima, yaitu tidak boleh seorang perempuan memakai wewangian 191Lihat Abi al-Hasan al-Haifiy terkenal dengan al-Sindiy, Syarh Sunan Ibn Majah, Juz IV (Beirut : Dar al-Ma’rifah, [t.th]), 358.

dengan maksud untuk menarik perhatian orang lain. Secara tekstual hadis ini menunjukkan larangan seorang perempuan memakai parfum yang sengaja diperuntukkan kepada orang lain. Dalam redaksi al-Nasa’iy dinyatakan

اوُﺪ ِﺠَﯿِﻟ ٍم ْﻮَﻗ ﻰَﻠَﻋ ْت ﱠﺮَﻤَﻓ

ٌﺔَﯿِﻧا َز َﻲِﮭَﻓ ﺎَﮭ ِﺤﯾ ِر ْﻦِﻣ (lalu melewatikerumunan orang agar dirasakan bau harumnya maka ia adalah pezina). Jika seorang perempuan memakai parfum dengan maksud untuk dirasakan bau harumnya oleh orang lain, maka itulah yang dikatagorikan sebagai zina. Al-Mubarakfuriy menuturkan perempuan tersebut dikatakan zina karena ia telah membangkitkan gejolak syahwat kaum lelaki dengan bau wanginya tersebut dan membuat mereka mengarahkan pandangan mata kepadanya. Barangsiapa melihatnya, niscaya ia telah berzina dengan matanya, sedangkan perempuan itulah yang menyebabkan zina mata. Perempuan itu pun berdosa, meskipun mengenakan parfum untuk shalat di masjid.192

Menurut Quraish Shihab, hadis ini hendaknya dipahami dalam arti larangan menggunakan wewangian yang menusuk sehingga dapat menimbulkan hal-hal yang tidak dikehendaki agama. Juga bukan berarti bahwa perempuan bila ke mesjid hendaknya memakai pakaian yang digunakan di dapur yang berlumuran dengan aroma dapur, sayur-mayur, bawang dan aneka masakan. Ada ulama bahkan yang melarang perempuan datang ke mesjid dengan alasan khawatir terjadinya “rangsangan” atau bercampurnya laki-laki dan perempuan. Imam al-Syafi’iy menganjurkan perempuan-perempuan tua saja yang dapat ikut salat jumat, dan dinilai makruh bagi perempuan muda.

Lebih lanjut Quraish Shihab menganjurkan perempuan tua atau muda untuk mengikuti salat Jumat, bukan hanya ketika mereka mengunjungi Mekkah dan Madinah, melainkan di manapun. Disisi lain, perkembangan zaman dan pergaulan masa kini sudah amat mengurangi kekhawatiran timbulnya dampak pergaulan bila diikuti dalam ruang terbuka yang dihadiri oleh banyak orang, serta dilaksanakan dalam suasana keagamaan. Menganjurkan perempuan ikut salat jumat dengan konsekuensi memakai wewangian tidak jauh bedanya dengan anjuran Nabi saw. kepada mereka untuk menghadiri shalat ‘Id di mesjid. Bahkan jika shalat ‘Id dilaksanakan di lapangan, mereka yang sedang datang bulan sekalipun dianjurkan untuk menghadirinya.193

Kalau hanya dipahami hadis tersebut secara tekstual maka akan ada perempuan yang tidak lagi memakai parfum lalu membiarkan dirinya berpenampilan kumuh karena khawatir menyebabkan zina. Hadis ini tidak menekankan perlakuan yang sama pada laki-laki, oleh karena itu dilihat dari sudut gender terjadi bias yang perlu diluruskan kandungan maknanya.

Memakai wewangian atau parfum merupakan kebiasaan yang amat senang dilakukan oleh perempuan. Memakai parfum bagi seorang istri sangat dianjurkan untuk menyenangkan suami. Namun, bila ditilik lebih cermat hadis ini bukan berarti adanya larangan memakai parfum secara total. Memakai parfum untuk disenangi dan disayangi suami tentu dibolehkan, atau parfum yang dipakai tersebut tidak disengajakan untuk menggoda orang lain. Atau dengan memilih parfum yang tidak

193Lihat : M. Quraish Shihab,Perempuan dari Cinta sampai Seks, op.cit., h. 356.

terlalu menyengat bau harumnya, sehingga kalau dia berada di masjid hanya dirasakan oleh lingkungan perempuan jamaah perempuan sekitarnya. Bukankah, tidak lebih baik seorang perempuan yang mengidap penyakit bau badan yang tidak sedap, memakai parfum apa adanya, sehingga kehadirannya di masjid atau di suatu majelis tidak menjadi buah bibir orang-orang di sekitarnya.

3. Dilarang Istri Berpuasa atau Bersedekah tanpa