• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III ANALISIS PENGGAMBARAN TOKOH PEREMPUAN

C. Penerapan Metode Hermeneutika Kecurigaan Dalam Menggal

6. Perempuan yang disebutkan tanpa nama secara berkelompok

Dalam pengelompokkan kali ini, penulis akan merumuskan dalam tiga kategori menurut perannya dalam Kitab Hakim-hakim mulai dari yang tidak berarti hingga cukup penting peranannya. Kelompok yang pertama adalah kelompok dengan peran yang sangat sedikit hanya sebagai saksi atau bahkan disebutkan karena kodrat seksualnya sebagai perempuan yang berhubungan dengan pernikahan bagi tokoh utamanya. Kelompok yang kedua adalah kelompok yang berperan sebagai pembanding sang pahlawan agar terlihat lebih berani. Sedangkan kelompok terakhir merupakan kelompok tertindas yang cukup berperan untuk melestarikan suku Benyamin.

a. Kelompok Perempuan yang Memegang Peran Tak Berarti

Dalam Kitab Hakim-hakim disebutkan sebanyak sebelas kelompok perempuan berbeda yang disebutkan tanpa peran yang berarti. Dalam Mat 14:21

“Yang ikut makan kira-kira lima ribu laki-laki, tidak termasuk perempuan dan anak-anak” tidak disebutkan berapa jumlah perempuan yang ada. Bertolak dari ayat tersebut, meski perempuan tidak memegang peran berarti dalam suatu kisah, bagi penulis pentinglah mencatat kelompok perempuan yang dihitung sebagai saksi dalam peristiwa tertentu. Sebagai kelompok, perempuan juga mempunyai keterlibatan tertentu dalam suatu peristiwa. Kesebelas kelompok perempuan tersebut adalah :

Kelompok perempuan Kanaan yang dibiarkan hidup untuk menikah dengan bangsa Israel (Hak 3:6)

Istri-istri Gideon (Hak 8:30)

Kelompok perempuan kota Menara-Sikhem yang mati (Hak 9:49)

Kelompok perempuan kota Menara-Sikhem yang melarikan diri (Hak 9:51)

Anak-anak perempuan yang meratapi putri Yefta (Hak 11:40)

Tiga puluh anak perempuan Ebzan yang dikawinkan ke luar kaumnya (Hak 12:9)

Saudara perempuan Simson yang ditawarkan ibunya untuk menjadi istri Simson (Hak 14:3)

Kelompok perempuan yang menonton Simson saat tak berdaya (Hak 16:27)

Anak-anak perempuan Israel yang tidak diizinkan menjadi istri suku Benyamin (Hak 21:1)

Perempuan Yabesh-Gilead yang dibunuh karena sudah tidak perawan (Hak 21:11)

Perempuan suku Benyamin yang punah (Hak 21:16)

Dari sebelas kelompok perempuan yang diceritakan, ada lima kelompok perempuan yang diceritakan sebagai saksi yang tidak mempunyai peran berarti yaitu kelompok perempuan kota Menara-Sikhem yang mati, kelompok perempuan kota Menara-Sikhem yang melarikan diri, anak-anak perempuan Israel yang meratapi putri Yefta, perempuan yang menonton Simson saat tak berdaya, dan perempuan suku Benyamin yang punah. Sedangkan sisanya diceritakan sebagai kelompok perempuan yang memiliki kodrat seksual sebagai perempuan dan lebih menunjukkan kepahlawanan dan peran tokoh utama yang berhubungan dengan pernikahan.

Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa Kitab Hakim-hakim menuliskan perempuan sebagai pelengkap kisah kepahlawanan sang hakim karena diceritakan dalam kelompok, maka dapat mewakili bagaimana pada zaman Hakim-hakim posisi perempuan dimata laki-laki pada umumnya. Penyebutan secara berkelompok tersebut dengan tujuan menonjolkan aksi kepahlawanan sang hakim Israel.

b. Perempuan-Perempuan yang Berkemah dengan Yael

Dalam cerita Debora, tidak disebutkan tetangga perempuan Yael yang ada di tempat kejadian saat Sisera mendatangi kemah Yael. Namun dalam kidung Debora, Debora memuji Yael karena dia adalah perempuan yang diberkati melebihi perempuan-perempuan yang ada di dalam kemah (Hak 5:24). Dalam pernyataan ini, perempuan-perempuan yang disebutkan hanyalah sebagai pembanding Yael. Debora menggunakan perempuan-perempuan lain bukan dirinya sendiri karena Debora juga diberkati oleh Allah. Namun, peran perempuan yang diberikan oleh Debora adalah sebagai kelompok pembanding dengan Yael. Mungkin Debora tidak ingin kalah berjasa karena yang membunuh Sisera adalah Yael sehingga ia menciptakan kidung dengan menyebutkan nama Yael di dalamnya dengan membandingkan perempuan-perempuan yang ada dalam perkemahan yang tidak berbuat apapun.

c. Gadis Yabesh-Gilead dan Gadis Silo; Kelompok Perempuan yang Tertindas Akibat dari balas dendam orang Lewi, yang membagi-bagikan potongan tubuh gundiknya pada suku Israel, suku Benyamin menjadi musuh semua suku Israel yang diceritakan dalam bab 20. Menurut kaum feminis, pemerkosaan bukan hanya kejahatan seksual namun juga sebagai sarana dominasi fisik, mental, dan spiritual (Brenner, 1999:143). Dalam Kitab Hakim-hakim bab 21 banyak melibatkan perempuan sebagai kelompok yang tertindas.

Dalam Kitab Hakim-hakim bab 21, diceritakan tentang usaha bangsa Israel untuk tetap melestarikan suku Benyamin yang berjumlah enam ratus laki – laki

yang masih hidup. Namun, bangsa Israel telah bersumpah tidak akan memberikan anak perempuannya kepada suku Benyamin (Hak 21:1). Usaha pertama yang dilakukan bangsa Israel adalah mengorbankan suku lainnya yang tidak menghadiri sumpah tersebut yaitu suku Yabesh-Gilead (Hak 21:9). Kemudian oleh mereka dimusnahkanlah orang-orang dari suku Yabesh-Gilead kecuali anak gadis yang perawan berjumlah empat ratus orang (Hak 21:10-12). Oleh mereka perempuan-perempuan itu dibawa ke perkemahan di Silo kemudian diserahkan kepada suku Benyamin untuk dijadikan istri mereka (Hak 21:12b). Akan tetapi, cara ini belum memecahkan masalah karena suku Benyamin ada enam ratus sedangkan perempuan yang diberikan hanya empat ratus.

Usaha kedua yang diceritakan adalah orang-orang tua yang ingat akan pesta tahunan di Silo dimana anak-anak gadis Silo keluar untuk menari-nari (Bergant, 2002:268). Maka mereka menyuruh laki-laki Benyamin untuk menculik perempuan-perempuan tersebut untuk dijadikannya istri hingga genap jumlah perempuan dengan mereka (Hak 21:21). Usaha ini memberikan resiko dengan adanya campur tangan dari orangtua gadis-gadis Silo yang keberatan atas penculikan anak-anaknya (Hak 21:22). Suku Israel memberikan pernyataan bahwa mereka tidak diculik oleh suku Benyamin, jadi orangtua Silo tidak melanggar sumpah (Hak 21:22b). Pulanglah suku Benyamin untuk membangun kota-kotanya kembali (Hak 21:23b).

Kaum feminis, melihat cerita ini sebagai penutup kitab Hakim-hakim yang kejam terhadap perempuan melalui cerita pemerkosaan kolektif yang berangkat dari pemerkosaan gundik Lewi (Brenner, 1999:146). Mereka menilai bahwa

bangsa Israel saat itu benar-benar biadab dan tidak mau belajar dari pengalaman. Bahkan mereka mengorbankan suku lainnya demi suku Benyamin yang awalnya dinilai bersalah oleh mereka. Tak tanggung-tanggung suku yang mereka korbankan tidak hanya satu melainkan dua. Demi kelestarian suku Benyamin, dengan ringannya mereka memusnahkan Yabesh-Gilead. Menurut kaum feminis, pemerkosaan individual pada gundik orang Lewi memberikan kekalahan pada suku Benyamin, namun pemerkosaan kolektif pada gadis-gadis Yabesh-Gilead dan gadis-gadis Silo membawa kelestarian pada suku Benyamin dan kemenangan pada suku Israel (Brenner, 1999:146-147).

Posisi kaum perempuan diceritakan sangat lemah dan tidak memiliki kesempatan untuk mempertahankan diri bahkan untuk bernegosiasi. Perjuangan kaum perempuan untuk melarikan diri, kesakitan atau merasakan nyeri memang tidak diriwayatkan. Kaum perempuan Yabesh-Gilead menyerah begitu saja kepada bangsa Israel yang kemudian berpindah tangan pada suku Benyamin. Awalnya, bangsa Israel mengalahkan Yabesh-Gilead dalam pertempuran sehingga membawa anak gadis Yabesh-Gilead tidak memerlukan negosiasi (Brenner, 1999:151). Dalam dunia perang, entah itu perang suci atau perang saudara memberikan laki-laki dengan latar belakang psikologis yang sempurna untuk melampiaskan kebenciannya pada perempuan. Dalam perang, selalu ditemukan tindakan pemerkosaan.

Gadis-gadis Silo juga tak kalah memprihatinkan, saat mereka menari-nari merayakan pesta tahunan di kebun anggur, mereka telah diamati sebagai target suku Benyamin. Suku Benyamin disuruh penatua-penatua Israel untuk melarikan

seorang gadis Silo untuk menjadi istrinya. Suku Benyamin yang belum mendapatkan istri Yabesh-Gilead mengincar gadis Silo untuk diculik dan dipaksa menjadi istrinya. Sistem penculikan ini memberi kesan pemerkosaan heroik, dimana keinginan untuk mendapatkan perempuan dan pemerkosaan saling mendominasi. Pemerkosaan selektif tersebut dilakukan karena pemahaman tradisional bahwa bangsa Israel harus bersatu dalam dua belas suku untuk menjaga perjanjian mereka dengan Allah. Ritual menari-nari yang dilakukan gadis Silo dan Putri Yefta telah mengantarkan mereka pada penderitaan dan pengorbanan bodoh. Hingga cerita yang terakhir dalam Kitab Hakim-hakim, perempuan tetap menjadi permainan laki-laki dalam kekerasan seksual. Namun, sebagai penutup dalam Kitab Hakim-hakim 21:25 ditulis bahwa saat itu tidak ada raja, sehingga orang berbuat apa yang menurutnya benar.

RANGKUMAN

Perempuan-perempuan yang disebutkan dalam Kitab Hakim-hakim merupakan perempuan yang mewakili banyak karakter dan citra perempuan pada umumnya. Kitab Hakim-hakim lebih banyak menampilkan perempuan dalam keadaan yang buruk dan tidak memiliki kemerdekaan. Melalui uraian tokoh-tokoh perempuan dalam kitab Hakim-hakim dengan metode hermeneutika kecurigaan, telah ditampilkan karakter yang tidak ditemukan hanya dengan membaca saja. Melalui pemaknaan dari teolog feminis, pembaca lebih mengetahui peran dan karakter tokoh perempuan. Dengan hanya membaca, bisa mengelompokkan tokoh perempuan mana yang baik atau buruk, pasif atau aktif, bijaksana, cerdas, atau

bodoh. Namun melalui hermeneutika kecurigaan tokoh yang dikategorikan jahat menjadi seorang pahlawan. Misalnya tokoh yang digambarkan secara antagonis karena telah membuat perangkap bagi pahlawan utama yaitu Delila, dapat ditafsirkan oleh feminis sebagai pahlawan bagi negerinya, Filistin. Ditambah lagi peran ibu Simson yang sangat patuh pada Allah untuk merawat anaknya sangat inspiratif bagi perempuan di zaman ini yang harus mendidik anaknya di tengah globalisasi.

Kitab Hakim-hakim sebagai kitab iman masih mempunyai pesan yang relevan di zaman ini. Bagaimana situasi dalam kisah tertentu masih terjadi di zaman sekarang meski tidak disadari. Misalnya situasi patriarkal dan peperangan. Dewasa ini, sistem patriarkal memang sudah lenyap, namun tanpa disadari masih dihidupi dalam masyarakat. Perang senjata menjadi hal yang harus dihindari namun perang ideologi dan perang dingin merupakan alternatif lain untuk mempertahankan keberadaan diri. Dari situasi semacam ini, perlu adanya analisis sosial tentang bagaimana seseorang berada dalam situasi masyarakat tertentu. Belajar dari peran tokoh perempuan dalam Kitab Hakim-hakim cara apa yang akan diambil agar perempuan di zaman ini mendapatkan martabat sesuai dengan kemampuannya tanpa mengurangi penghargaan terhadap perempuan. Salah satu cara yang bisa ditempuh adalah dengan katekese yang memperkembangkan dan memberdayakan kemampuan perempuan.