• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perencanaan Atap

Dalam dokumen BAB II STUDI PUSTAKA 2.1. Dasar Perencanaan (Halaman 27-37)

Konstruksi atap berbentuk setengah kuda-kuda pelana digunakan profil single IWF dengan mutu BJ 37 fu = 370 MPa, fy = 240 MPa. Analisis beban atap diperhitungkan terhadap beban mati, beban hidup, dan beban angin. Beban mati meliputi berat sendiri rangka dan penutup atap, sedangkan beban hidup terdiri dari orang yang bekerja dan alat kerja. Beban angin ditinjau dari kanan atau kiri saja, yakni tegak lurus terhadap bidang atap.

Analisis pembebanan berdasarkan Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Gedung. Sedangkan analisis gaya batang kuda-kuda dengan analisis tak tentu menggunakan program SAP2000.

 Gording

Gording dianggap sebagai gelagar yang menumpu bebas di atas dua tumpuan. Desain gording berdasarkan teori elastisitas (Wira, 1997), sebagai berikut : Kontrol tegangan 1600 / Mendimensi gording Gambar 2.7. Gording Pembebanan :  Beban mati (D)

D = q = berat sendiri profil (qs) + berat atap / genteng (qa)  Beban hidup (L) = p

 Tekanan angin (w)

Momen yang terjadi akibat pembebanan Akibat beban mati

1

Akibat beban mati = 14 . sin . Akibat beban angin  Angin tekan = 18 . . . 0,02 − 0,04  Angin hisap = 18 . . . 0,04  Cek tegangan = + <

Kontrol lendutan yang terjadi = 384. . +5. . 48. .. = 384. . +5. . 48. ..

= + < = 500 .1

Keterangan :

Mx = momen terhadap sumbu x-x My = momen terhadap sumbu y-y

σx = tegangan arah sumbu x-x

σy = tegangan arah sumbu y-y fx = lendutan arah sumbu x-x fy = lendutan arah sumbu y-y q = beban merata

l = bentang gording

E = modulus elastisitas baja (E = 200.000 MPa) I = momen Inersia profil

wx = momen tahanan arah sumbu x-x wy = momen tahanan arah sumbu y-y  Batang Kuda-kuda (Single Beam IWF)

. = Keterangan:

ϕ = 0,90

Mn = momen nominal

Mu = momen lapangan/tumpuan dari perhitungan SAP2000

Dalam perhitungan tahanan nominal dibedakan antara penampang kompak, tak kompak, dan langsing. Batas penampang kompak, tak kompak, dan langsing adalah:

1. Penampang kompak : < 2. Penampang tak kompak : < <

3. Langsing : <

Gambar 2.8. Tahanan momen nominal penampang kompak dan tak kompak

Penampang kompak

Tahanan momen nominal untuk beam terkekang lateral dengan penampang kompak: = = . Keterangan: = momen plastis = modulus plastis = kuat leleh

Penampang Tak Kompak

= = − .

= modulus penampang = tegangan sisa = kuat leleh Lendutan Beam

Dalam SNI 03-1729-2002 pasal 6.4.3 membatasi besarnya lendutan yang timbul pada beam. Dalam pasal ini disyaratkan lendutan maksimum untuk beam biasa tidak boleh lebih dari L/300. Pembatasan ini dimaksudkan agar beam memberikan kemampuan layan yang baik (serviceability).

Δ = 48. . < 300. Konfigurasi Sambungan

Sambungan akan dipilih rekomendasi dari Metal Building Manufactures Association (MBMA) dari Amerika, yang membagi menjadi 2 (dua) tipe, flush end plate dan extended end plate (Murray et. Al. 2003)

M M Bagian tarik M M Bagian tarik (A) (B)

Gambar 2.9. (A). Flush end plate (B). Extended end plate

Kapasitas momen sambungan end plate berdasarkan terjadinya leleh pada pelat ujung adalah sebagai berikut :

. = . = . . .

Dimana :

= faktor ketahanan lentur terhadap leleh (0,9) = Besarnya momen pada sambungan

= Tegangan leleh dari material pelat ujung = tebal pelat ujung

h Bp P f P b g tw tp h 1 h2 s

(A) dimensi (B) pola garis leleh

Gambar 2.10. Tipe Flush end plate = 2 ℎ + 0,75. + ℎ + 0,25. + 2

= 2 ℎ 1 + ℎ 1 +

Catatan:

= . jika > maka = Base Plate

Suatu base plate penahan momen, sesuai konsep LRFD harus didesain agar kuat rencan minimal sama atau lebih besar dari pada kuat perlu, yaitu momen lentur (Mu), gaya aksial (Pu) dan gaya geser (Vu) untuk semua macam kombinasi pembebanan yang disyaratkan. Secara geometri , suatu struktur base plate ditunjukkan pada gambar dibawah ini.

N b f d B x x f f 0,95d m m 0 ,8 bf n n

Gambar 2.11. Penampang base plate

= ( − 0,8. )2 = . 2 + 2 Keterangan:

B = Lebar base plate N = Panjang base plate b = Lebar sayap / flens kolom d = tinggi kolom

f = jarak angkur ke sumbu base plate dan sumbu kolom

Berkaitan dengan momen lentur yang bekerja pada base plate, maka tinjauan desain untuk struktur base plate dipilih kategori A dari 4 kategori Base Plate Kategori A

Struktur base plate tanpa beban momen lentur, atau dalam bentuk idealisasi tumpuan, adalah tumpuan berupa jepit. Dalam kasus ini suatu struktur harus base plate harus mampu memikul gaya aksial serta gaya geser. Karena tidak ada momen lentur yang bekerja, maka akan terjadi distribusi tegangan yang merata di sepanjang bidang kontak antara base plate dan beton penumpu. Sedangkan angkur yang terpasang ditujukan untuk menahan gaya geser yang terjadi

N

Pu Vu Ø.Vu Ø.Pp Mu=0 Pu>0

Gambar 2.12. Base plate dengan gaya aksial dan gaya geser Untuk memenuhi syarat kesetimbangan statis, reaksi tumpuan pada beton (Pp) harus segaris dengan beban aksial yang bekerja

= 0,85. . . ≤ 2

Keterangan: = 0,6

′ = Kuat tekan beton 30 MPa

= Luas penampang baja yang secara konsentris menumpu pada permukaan beton (mm²)

= Luas maksimum bagian permukaan beton yang secara geometris sama dengan dan konsentris dengan daerah yang terbebani (mm²) Maka,

= . Sehingga,

≤ 0,06 . 0,85 . . . . ≤ 0,06 . 0,85 . . . . (2) Base Plate Kategori B

Dalam kategori ini base plate selain harus memikul gaya aksial dan gaya geser, juga memikul momen lentur dalam intensitas yang cukup kecil. Distribusi tegangan tidak terjadi di sepanjang base plate, namun momen lentur yang bekerja masih belum mengakibatkan base plate terangkat dari beton penumpu. Angkur terpasang hanya berfungsi sebagai penahan gaya geser, disamping itu angkur tersebut juga berfungsi menjaga stabilitas struktur selama masa konstruksi, momen lentur yang bekerja dianggap sebagai beban terpusat Pu yang bekerja dengan eksentrisitas, e dari sumbu kolom.

e Vu ?.Vu Pu ?c.Pp Y N

Gambar 2.13. Base plate dengan beban momen lentur =

0 ≤ ≤ 6. 0 ≤ ≤ 6

= − 2 = 2

Untuk base plate dalam kategori B, berlaku hubungan sebagai berikut : = .

≤ 0,60 . 0,85 . . . . ≤ 0,60 . 0,85 . . . . (2) Base Plate Kategori C

Intensitas momen lentur kian meningkat, pada kondisi ini dapat dikatakan bahwa base plate berada pada batas elastinya, karena dengan penambahan sedikit intensitas momen lentur saja akan mengakibatkan pengangkatan base plate terhadap beton penumpu. Seperti pada kategori B, momen lentur diasumsikan sebagai gaya aksial yang bekerja pada eksentrisitas, e dari sumbu kolom. Dalam kategori ini, jarak eksentrisitas maksimum yang belum mengakibatkan gaya pengangkatan pada base plate adalah sebesar N/6.

e=N/6 Vu ?.Vu Pu ?c.Pp Y N

Gambar 2.14. Base plate dengan eksentrisitas beban e=N/6

= 0 ≤ = 6. = 6 = − 2 = − 2 6 = 23

Untuk base plate dalam kategori C, berlaku hubungan : = .

≤ 0,60 . 0,85 . . . . ≤ 0,60 . 0,85 . . . . (2)

≤ 0,60 . 0,85 . . . .

. 23

≤ 1,02 . . . . (23 )

Base Plate Kategori D

Dalam kasus ini eksentrisitas yang terjadi sudah melebihi N/6,angkur harus didesain agar mampu menahan gaya pengangkatan serta gaya geser yang terjadi. Base plate dalam kondisi inilah yang sering kita jumpai dalam

perencanaan. Pada umumnya desain base plate dalam kondisi ini harus disertai dengan proses desain ukuran angkur yang digunakan

Vu ?.Vu Pu ?c.Pp Y N Tu f e

Gambar 2.15. Base plate dengan eksentrisitas beban e>N/6 =

0 < 6 <.

6 <

Untuk base plate dalam kategori C, berlaku :

Dalam dokumen BAB II STUDI PUSTAKA 2.1. Dasar Perencanaan (Halaman 27-37)

Dokumen terkait