• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LAPORAN KASUS

D. Perencanaan Keperawatan

Rencana keperawatan pada Tn. W dengan tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam bersihan jalan nafas kembali efektif dengan kriteria hasil : pasien mengatakan sesak nafas berkurang, frekuensi pernafasan 16 – 20 kali per menit, bunyi nafas vesikuler, pasien dapat batuk efektif.

Intervensi yang meliputi kaji keadaan umum pasien untuk mengetahui keadaan pasien, kaji vital sign untuk mengetahui status kesehatan pasien, posisikan pasien untuk memaximalkan ventilasi dengan posisi semi

fowler untuk menurunkan kerja otot pernapasan dengan pengaruh gravitasi,

anjurkan minum air hangat dengan rasional untuk mengencerkan dahak, ajarkan batuk efektif kepada pasien dengan rasional untuk mengeluarkan sekret yang menyumbat jalan nafas pasien, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi medis oksigen dan obat dengan rasional untuk memberikan terapi medis pada pasien.

E. Implementasi

Berdasarkan rencana keperawatan yang dilakukan penulis pada tanggal 22 April 2013 yaitu pukul 11.30, mengkaji keadaan umum pasien dengan respon subyektif pasien mengatakan sesak nafas, batuk berdahak, respon objektif didapatkan keadaan umum lemas, tingkat kesadaran

composmentis, nafas pendek, infus terpasang 20 tetes per menit terdengar

10

dengan respon subyektif pasien mengatakan nyaman dengan terapi oksigen 3 liter per menit, respon obyektif oksigen terpasang 3 liter per menit dengan kanul nasal. Pukul 12.00 mengkaji vital sign, tekanan darah 150/90 mmHg, frekuensi nadi 88 kali per menit, frekuensi pernafasan 30 kali per menit, Suhu 36,5 derajat celcius. Pada pukul 13.00 memposisikan pasien dengan semi

fowler dengan respon subjektif pasien mengatakan mau diposisi semi fowler,

dari respon objektif pasien tampak nyaman, dan terlihat posisi semi fowler untuk memaksimalkan ekspansi paru. Pukul 13.30 menganjurkan pasien minum air hangat, respon subyektif pasien mengatakan mau minum air hangat, respon obyektif pasien tampak minum air hangat.

Tanggal 23 April 2013 yaitu pukul 08.00 mengkaji keadaan umum pasien dengan respon subyektif pasien mengatakan sesak nafas, batuk berdahak, respon objektif didapatkan keadaan umum lemas dengan tingkat kesadaran composmentis, infus terpasang 20 tetes per menit, O2 3 liter per menit, terdengar suara nafas tambahan ronkhi. Pada pukul 08.30 memberikan terapi medis injeksi Ranitidine 25 mg, Ceftriaxone 1 gr, Dexamethasone 5 mg, obat masuk melalui intravena tidak ada tanda tanda alergi. Pada pukul 10.00 memonitor pasien minum air hangat setiap kali pasien tampak minum air hangat.

Pukul 11.00 mengkaji vital sign, tekanan darah 120/80 mmHg, suhu 36,5 derajat celcius, dan frekuensi pernafasan 26 kali per menit, frekuensi nadi 90 kali per menit. Pada pukul 11.30 mengajarkan pasien batuk efektif respon subyektif pasien mengatakan mau diajarkan batuk efektif, respon

11

obyektif pasien tampak melakukan cara batuk efektif yang diajarkan, sputum kental warna putih. Pukul 13.10 memonitor terapi oksigen, oksigen terpasang 3 liter per menit dengan kanul nasal.

Tanggal 24 April 2013 yaitu pukul 08.00 mengkaji keadaan umum pasien dengan respon subyektif pasien mengatakan sesak nafas berkurang, batuk berdahak, respon objektif pasien tampak lemas, tingkat kesadaran

composmentis, infus terpasang 20 tetes menit, terpasang O2 2 liter per menit dengan kanul nasal, terdengar suara nafas tambahan ronkhi. Pada pukul 8.30 memberikan terapi medis injeksi Ranitidine 25 mg, Ceftriaxone 1gr,

Dexamethasone 5mg, obat masuk melalui intravena tidak ada tanda tanda

alergi.

Pada pukul 09.00 memberikan posisi semi fowler dengan respon subyektif pasien mengatakan nyaman dengan posisi semi fowler, respon obyektif pasien tampak nyaman. Pukul 12.00 mengkaji vital sign, tekanan darah 110/80 mmHg, suhu 36 derajat celcius, frekuensi pernafasan 24 kali per menit, dan frekuensi nadi 86 kali per menit. Pukul 13.00, mengevaluasi batuk efektif, pasien tampak melakukan batuk efektif sesuai yang diajarkan, dahak keluar kental warna putih.

F. Evaluasi

Setelah dilakukan tindakan keperawatan, hasil evaluasi dilakukan pada hari senin 22 April 2013 pukul 14.00 WIB dengan menggunakan metode SOAP yang hasilnya adalah subyektif pasien mengatakan sesak nafas,

12

batuk berdahak. Obyektif frekuensi pernafasan pasien 30 kali per menit, pasien terpasang oksigen terapi 3 liter per menit dengan kanul nasal, terdengar suara nafas tambahan ronkhi. Assessment masalah bersihan jalan nafas belum teratasi. Planning intervensi dilanjutkan yaitu observasi vital sign, anjurkan minum air hangat, ajarkan batuk efektif, berikan posisi semi

fowler, kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi obat.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan, hasil evaluasi dilakukan pada tanggal 23 April 2013 pukul 13.00 WIB dengan menggunakan metode SOAP yang hasilnya adalah subyektif pasien mengatakan sesak nafas, batuk berdahak. Obyektif frekuensi pernafasan pasien 26 kali per menit, terpasang terapi oksigen 3 liter per menit dengan kanul nasal, sputum kental warna putih, terdengar suara nafas tambahan ronkhi. Assessment masalah bersihan jalan nafas belum teratasi. Planning intervensi dilanjutkan yaitu observasi

vital sign, anjurkan minum air hangat, anjurkan batuk efektif, berikan posisi semi fowler, kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi obat.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan, hasil evaluasi dilakukan pada tanggal 24 April 2013 pukul 13.00 WIB dengan menggunakan metode SOAP yang hasilnya adalah subyektif pasien mengatakan sesak nafas berkurang, batuk berdahak kental. Obyektif frekuensi pernafasan pasien 24 kali per menit, terpasang terapi oksigen 2 liter per menit dengan kanul nasal, terdengar suara nafas tambahan ronkhi sputum kental warna putih.

Assessment masalah bersihan jalan nafas belum teratasi karena belum sesuai

13

sign, anjurkan batuk efektif, berikan posisi semi fowler, kolaborasi dengan

14 BAB III

PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN

A. Pembahasan

Pada bab ini penulis akan membahas tentang analisa pemenuhan kebutuhan oksigenasi berdasarkan teori dan studi kasus asuhan keperawatan pada Tn. W dengan Tuberkulosis Paru (TB Paru) di RS Panti Waluyo yang dilakukan pada tanggal 22 - 24 April 2013 yang meliputi : pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi keperawatan, dan evaluasi keperawatan.

Tuberkulosis paru (TB paru) adalah penyakit radang parenkim paru karena infeksi kuman mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis paru termasuk suatu pneumonia, yaitu pneumonia yang disebabkan oleh

mycobacterium tuberculosis (Djojodibroto, 2009), bersifat tahan asam, aerob

dan merupakan hasil gram positif (Nugroho, 2011).

1. Pengkajian

Pengkajian adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengumpulkan data, seperti riwayat keperawatan, pemeriksaan fisik, pemeriksaan data sekunder lainya (catatan, hasil pemeriksaan diagnostik danliteratur) (Deswani, 2009).

Pengkajian asuhan keperawatan pada Tn. W dilakukan pada tanggal 22 April 2013 pukul 11.00 WIB keluhan utama yang dirasakan

15

Tn. W adalah sesak nafas, berdasarkan teori dari Muttaqin (2008), sesak nafas yang disebabkan oleh TB paru, karena kerusakan parenkim paru sudah luas. Hasil pengkajian kesehatan pasien, Tn. W mengatakan sesak nafas, batuk berdahak. Gejala utama pada penderita Tuberkulosis adalah batuk berdahak lebih dari dua minggu, batuk-batuk dengan mengeluarkan darah, dada terasa sakit atau nyeri, dada terasa sesak pada waktu bernafas (Naga, 2012). Batuk timbul karena terjadi iritasi bronkus selanjutnya akibat adanya peradangan pada bronkus, batuk akan menjadi produktif yang berguna untuk membuang produk ekskresi peradangan dengan sputum yang bersifat mukoid atau purulen (Muttaqin, 2008).

Pengkajian kesehatan fungsional menurut Gordon, pola aktivitas dan latihan Tn. W mengatakan sebelum sakit semua kebutuhan aktivitas dilakukan secara mandiri (skor 0), selama sakit kebutuhan aktivitasnya dibantu oleh orang lain (skor 2) seperti berpakaian, mandi, dan makan mobilisasi dan ambulasi, dibantu dengan alat (skor 1). Aktivitas sehari hari berkurang banyak pada pasien dengan TB paru. Hal ini disebabkan karena TB mendorong respon imun menyebabkan kerusakan jaringan yang signifikan (Ringel, 2009).

Pengkajian dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik, hasilnya keadaan umum Tn. W baik, kesadaran composmentis (sadar penuh) GCS 15. Pemeriksaan tanda-tanda vital hasilnya tekanan darah 150/90 mmHg, frekuensi nadi 88 kali per menit, suhu 36,5derajat celcius, frekuensi pernafasan 30 kali per menit. Pemeriksaan head to toe didapatkan hasil.

16

Hidung terpasang oksigen 3 liter per menit dengan kanul nasal. Menurut Potter dan Perry (2005), dijelaskan bahwa peningkatan frekuensi pernafasan yang terjadi pada pasien untuk memenuhi penggunaan energi, tubuh meningkatkan kecepatan metabolisme dan kebutuhan akanoksigen. Oksigen (O2) merupakan gas yang sangat vital dalam kelangsungan hidup sel dan jaringan tubuh karena oksigen diperlukan untuk proses metabolisme tubuh secara terus menerus, oksigen diperoleh dari atmosfer memalui proses bernafas (Tarwoto dan Wartonah, 2011).

Hasil pemeriksaan paru pada Tn. W inspeksi dada simetris, palpasi getaran fremitus kanan dan kiri sama, perkusi bunyi paru-paru sonor, auskultasi terdengar suara ronkhi. Ronkhi ialah suara tambahan pada suara nafas yang disebabkan oleh adanya cairan eksudat atau transudat atau darah didalam lumen bronkus (Natadidjaja, 2012). Pemeriksaan paru pada kasus TB akan mengalami kelainan, auskultasi pasien dengan TB paru didapatkan bunyi nafas tambahan (ronkhi) pada sisi yang sakit (Muttaqin, 2008). Hal ini ditunjukkan dengan pemeriksaan penunjang foto torax tanggal 20 April 2013 dengan hasil kesan : Cor tidak membesar, cenderung ke arah gambaran TB paru disertai kavitas apeks paru kanan dan bronkhiestasis parakardial kanan. Menurut Widoyono (2008), untuk menegakkan diagnosa penyakit TB paru dengan melakukan pemeriksaan BTA, namun dalam hal ini penulis tidak menjumpai pemeriksaan BTA, tetapi didasarkan pada pemeriksaan foto

17

Gambaran rontgen yang memberikan kesan adanya tuberkulosis tampak garis garis yang tegas menunjukkan fibrosis, akan tetapi yang paling penting adalah gambaran kavitas berupa bayangan radiolusen (kadang kadang berisi cairan didalamnya) dengan ukuran bervariasi antara beberapa mm hingga 12 cm. Kavitas ini berisi bahan yang sangat menular yang langsung berhubungan dengan bronkus sehingga pasien tersebut infeksius, hal ini disebut tuberkulosis terbuka (Gultom, 2005).

2. Perumusan Masalah Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah sebuah label singkat, menggambarkan kondisi pasien yang diobservasi dilapangan. Kondisi ini dapat berupa masalah-masalah aktual atau potensial, dengan menggunakan terminologi NANDA (Wilkinson, 2006).

Masalah keperawatan utama yang dirumuskan oleh penulis adalah bersihan jalan nafas tidak efektif, hal ini didasarkan pada hasil pengkajian penulis mendapatkan data fokus yaitu data subyektif Tn. W mengatakan sesak nafas, batuk berdahak, dan data obyektif frekuensi pernafasan 30 kali per menit, terpasang oksigen dengan kanul nasal 3 liter per menit, pada auskultasi terdengar suara tambahan ronkhi. Batas karakteristik bersihan jalan nafas adalah dispnea, bunyi nafas tambahan, perubahan pada irama dan frekuensi pernafasan, batuk tidak ada atau tidak efektif, kesulitan untuk bersuara, penurunan bunyi nafas, ortopnea, kegelisahan, sputum (Wilkinson, 2007) dan bersihan jalan nafas pada

18

kasus Tn.W menjadi prioritas masalah keperawatan utama disebabkan karena ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau obstruksi saluran pernafasan guna mempertahankan jalan nafas yang bersih, apabila tidak dilakukan penanganan secara dini akan dapat menular ke orang lain melalui droplet (percikan) (Kumar dkk, 2007).

Etiologi dari masalah keperawatan bersihan jalan nafas penulis menegakkan etiologi adalah penumpukan secret. Hal ini didasarkan pada hasil pengkajian yang menunjukkan pada data focus pasien mengatakan sesak nafas, batuk berdahak data obyektif terdapat peningkatan frekuensi pernafasan 30 kali per menit dan hasil pemeriksaan auskultasi terdengar bunyi tambahan ronkhi.

3. Perencanaan

Tahap perencanaan dilakukan setelah diagnosis dirumuskan. Adapun kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah menyusun prioritas masalah, merumuskan tujuan dan kriteria hasi, memilih straregi asuhan keperawatan, melakukan konsultasi dengan tenaga kesehatan lainya, dan menuliskan atau mendokumentasikan rencana keperawatan (Deswani, 2009).

Rencana keperawatan yang penulis lakukan pada Tn. W dengan tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam bersihan jalan nafas kembali efektif dengan kriteria hasil : pasien mengatakan sesak nafas berkurang, frekuensi pernafasan 16 – 20 kali per

19

menit, bunyi nafas vesikuler, pasien dapat batuk efektif (Nursalam, 2011). Dalam waktu 3x24 jam merupakan komponen waktu jangka pendek, kriteria hasil yang dirumuskan penulis didasarkan pada unsur etiologi atau tanda dan gejala dalam diagnosa keperawatan aktual maupun resiko (Nursalam, 2011).

Intervensi yang penulis susun meliputi kaji keadaan umum pasien, kajivital sign, posisikan pasien semi fowler, anjurkan minum air hangat, ajarkan batuk efektif kepada pasien, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi medis oksigen dan obat dengan rasional untuk memberikan terapi medis pada pasien (Nursalam, 2011).

Kaji keadaan umum pasien, dengan mengidentifikasi keadaan umum pasien kita dapat mengambil tindakan yang tepat dalam asuhan keperawatan (Muttaqin, 2008). Kaji tanda tanda vital, untuk mengidentifikasi adanya distres pernafasan dan mengidentifikasi terjadinya syok akibat hipoksia (Muttaqin, 2008).

Berikan posisi semi fowler, posisi semi fowler untuk memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya bernafas. Ajarkan batuk efektif untuk memberikan ventilasi maksimal membuka area atelektasis dan meningkatkan gerakan sekret kejalan nafas besar untuk dikeluarkan. Anjurkan minum air hangat dapat mencegah pengeringan membran mukosa, membantu pengenceran secret (Muttaqin, 2008).

Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi oksigen dan obat. Terapi oksigen dapat mengoreksi hipoksemia yang terjadi akibat

20

penurunan ventilasi atau menurunya permukaan alveolar paru (Internal Publishing, 2010). Pada TB paru pemberian obat Ranitidine 25 mg, untuk mengurangi gejala refluks esofagitis, Ceftriaxone 1 gr sebagai anti infeksi oleh bakteri, Dexamethasone 0,5 mg sebagai anti inflamasi gangguan pernafasan, Ambroxol 1 sendok teh 3 kali sehari untuk saluran nafas akut (Rachadian, 2010).

4. Implementasi

Tindakan keperawatan adalah pelaksanaan dari rencana intervensi untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap implementasi dimulai setelah rencana intervensi disusun dan ditujukan pada nursing

orders untuk membantu pasien mencapai tujuan yang diharapkan.

Tujuan dari tindakan keperawatan adalah membantu pasien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan yang mencangkup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan, dan menfasilitasi koping (Nursalam, 2011).

Penulis melakukan implementasi berdasarkan dari intervensi yang telah dirumuskan dan kesemuanya dapat di implementasikan hal ini dilakukan untuk mempertahankan dan memulihkan kesehatan pasien (Nursalam, 2011). Rencana tindakan keperawatan, antara lain kaji keadaan umum pasien, kajivital sign, posisikan semi fowler, anjurkan minum air hangat, ajarkan batuk efektif kepada pasien, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi medis oksigen dan obat. Dengan faktor

21

pendukung Tn. W kooperatif dalam tindakan keperawatan, keluarga mau membantu dan dapat bekerja sama dalam asuhan keperawatan pemenuhan kebutuhan sehari hari.

5. Evaluasi

Evaluasi perkembangan kesehatan pasien dapat dilihat dari hasilnya. Tujuannya adalah untuk mengetahui sejauh mana tujuan perawatan dapat dicapai dan memberikan umpan balik terhadap asuhan keperawatan yang diberikan (Tarwoto dan Wartonah, 2011).

Evaluasi dilakukan dengan menggunakan metode SOAP untuk mengetahui dari keefektifan tindakan keperawatan yang telah dilakukan, dengan memperhatikan pada tujuan, kriteria hasil yang telah dirumuskan oleh penulis dengan hasil pada tanggal 22 dan 23 april 2013 masalah keperawatan bersihan jalan nafas belum teratasi disebabkan karena, mungkin belum adanya obat TB yang pengobatanya dilakukan oleh lamanya perjalanan terapi yang diperlukan untuk mencapai kesembuhan dan toksisitas relatif dari beberapa antibiotik (Ringle, 2009).

Pada hari ketiga tanggal 23 April 2013 dengan data subyektif pasien mengatakan sesak nafas berkurang, batuk berdahak kental. Obyektif frekuensi pernafasan pasien 24 kali per menit, terpasang terapi oksigen 2 liter per menit dengan kanul nasal, terdengar suara nafas tambahan ronkhi. Dari data yang didapat masalah keperawatan bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan secret belum

22

teratasi karena belum sesuai dengan kriteria hasil yang penulis harapkan yaitu pasien mengatakan sesak nafas berkurang, frekuensi pernafasan 16 – 20 kali per menit, bunyi nafas vesikuler, pasien dapat batuk efektif. Kemudian penulis merumuskan format pendelegasian dengan rencana tindakan yaitu observasi vital sign, anjurkan batuk efektif, berikan posisi

semi fowler, kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi obat.

B. Simpulan

1. Hasil pengkajian yang telah dilakukan penulis pada tanggal 22 April 2013 keluhan utama yang dirasakan Tn. W adalah sesak nafas, dengan pernafasan 30 kali per menit, dengan pemeriksaan penunjang foto torax tanggal 20 April 2013 dengan hasil kesan : Cor tidak membesar, cenderung ke arah gambaran TB paru disertai kavitas apeks paru kanan dan bronkhiestasis parakardial kanan.

2. Diagnosa atau masalah keperawatan utama pada Tn. W adalah bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret.

3. Tujuan yang diharapkan penulis setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 kali 24 jam diharapkan bersihan jalan nafas menjadi efektif dengan kriteria hasil: pasien mengatakan sesak nafas berkurang, frekuensi pernafasan 16 – 20 kali per menit, bunyi nafas vesikuler, pasien dapat batuk efektif. Rencana tindakan keperawatan, antara lain kaji keadaan umum pasien, kaji vital sign, posisikan pasien semi fowler, anjurkan minum air hangat, ajarkan batuk efektif kepada pasien,

23

kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi medis oksigen dan obat.

4. Tindakan keperawatan pada tanggal 22 - 24 April 2013 dilakukan berdasarkan rencana keperawatan yang telah dibuat, antara lain mengkaji keadaan umum pasien, mengkaji vital sign, memberikan posisi semi

fowler, menganjurkan minum air hangat, mengajarkan batuk efektif,

berkolaborasi dengan dokter dalam memberikan terapi oksigen dan obat. 5. Pada tahap akhir, penulis mengevaluasi keadaan pasien setelah tindakan

keperawatan yang dilakukan selama tiga hari. Hasil evaluasi pada tanggal 24 April 2012 yaitu masalah pemenuhan kebutuhan oksigenasi pada diagnosa bersihan jalan nafas tidak efektif dengan Tuberkulosis paru belum teratasi, karena belum sesuai dengan kriteria hasil yang penulis harapkan.

6. Kondisi Tn. W dengan Tuberkulosis paru, pasien masih merasakan sesak nafas karena masih ada sekret yang berada di jalan nafas pasien dengan pernafasan 24 kali per menit, pasien sudah dapat melakukan batuk efektif, masih adanya suara nafas ronkhi.

C. Saran

1. Bagi Perawat

Perawat mampu memberikan dan meningkatkan kualitas pelayanan dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien khususnya pada pasien dengan gangguan pemenuhan kebutuhan oksigenasi Tuberkulosis

24

paru. Serta mampu melakukan asuhan keperawatan kepada pasien sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP).

2. Bagi Rumah Sakit

Diharapkan rumah sakit dapat memberikan pelayanan dengan seoptimal mungkin, mampu menyediakan fasilitas sarana dan prasarana yang memadai dalam pemberian asuhan keperawatan pada pasien, khususnya pada pasien dengan gangguan pemenuhan kebutuhan oksigenasi Tuberkulosis paru.

3. Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan dapat menyediakan fasilitas, sarana, prasarana dalam poses pendidikan, melengkapi perpustakaan dengan buku-buku keperawatan khususnya keperawatan dengan gangguan pemenuhan kebutuhan oksigenasi Tuberkulosis paru.

DAFTAR PUSTAKA

Alimul, Aziz. H. 2012. Pengantar kebutuhan dasar manusia, Jakarta: Salemba Medika.

Rachadian, Dani. 2010. Informasi spesialis Obat. Jakarta: PT Isfi

Deswani. 2009. Proses keperawatan berfikir krisis. Jakarta: Salemba Medika. Djojodibroto, Darmanto. 2009. Respirologi. Jakarta: EGC.

Gultom. 2005. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Kumar, Vinay, Cotran S. R, dan Robbins L S. 2007. Buku Patologi. Edisi 7. Vol2. Jakarta : EGC.

Naga Sholeh. 2012. Buku Panduan Lengkap Ilmu Penyakit Dalam. Jogjakarta: Diva Press.

Natadidjaja, Hendarto. 2012. Anamnesis dan Pemeriksaan fisik penyakit dalam. Tangerang: Karisma Publishing.

Nugroho, Taufan. 2011. Asuhan Keperawatan. Yogyakarta: Nuha Medika.

Nursalam. 2011. Proses dan Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: Salemba medika. Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan klien dengan Gangguan Sistem

Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika.

Muwarni, Arita. 2011. Perawatan Pasien Penyakit Dalam. Gosyen: Yogyakarta. Potter dan perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC. Ringle, Edwad. 2012. Buku saku Hitam kedokteran paru. Jakarta: Penerbit Indeks. Sudoyono, Aru. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta Pusat.

Tarwoto dan Wartonah. 2011. Kebutuhan dasar manusia dan proses

keperawatan. Edisi 4. Jakarta: Salemba Medika.

Hermayanti, Diah. 2011. Respon imun dan pemerikasaan Serologi pada

tubercolusis. http: //e journal. Umm. Ac. Id...d/issue/view/138/show tow.

Diakses pada tanggal 28 April 2013 jam 11.00 wib.

Rumende, Martin Cleopas, dkk. 2012. Jurnal Tubercolusis Indonesia. ppti. Info / Arsip ppti – jurnal –Marnet. 2012. pdf. http:// www. t indonesia. or. Id Diakses pada tanggal 28 April 2013 jam 13.00 wib.

Versitaria. U.H dan kusnoputranto. H. 2011. Tuberkulosis paru di Palembang,

Sumatera Selatan. www. jurnalkesmas. Org. Vol 5 April 2011. Diakses

Dokumen terkait