• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LAPORAN KASUS

G. Perencanaan Keperawatan

Perencanaan tindakan keperawatan pada kasus inididasarkan pada tujuan intervensi pada masalah keperawatan dengan kasus nyeri, yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan pasien tidak gelisah, pucat, cemas, skala nyeri berkurang menjadi skala 4, tidak nyeri kepala (pusing), tidak ada kaku kuduk.

Berdasarkan tujuan tersebut, penulis membuat rencana tindakan nyeri akut, yaitu pantau ulang tingkat nyeri yang komprehensif (lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, skala, faktor pencetus) dengan rasional data membantu mengevaluasi nyeri dan peredaan nyeri serta mengidentifikasi sumber-sumber multipel dan jenis nyeri. Anjurkan pada pasien untuk tirah baring selama fase akut dengan rasional untuk mentoleransi nyeri. Ajarkan penggunaan teknik non farmakologi yaitu dengan kompres hangat dibagian kepala, dengan rasional untuk memenuhi kebutuhan rasa nyaman pada pasien. Kolaborasi dengan tim medis atau dokter pemberian obat analgesik dengan rasional analgesik lebih efektif bila diberikan pada awal siklus nyeri.

H. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Tindakan keperawatan yang dilakukan penulis pada hari Kamis, 25 April 2013jam 11.00 WIB, yaitu memantau ulang tingkat nyeri yang komprehensif

13

(lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, skala, faktor pencetus) dan respon subyektif, pasien mengatakan bahwa nyeri pusing terasa cekot-cekot dibagian kepala belakang dengan skala 7 saat beraktivitas. Respon obyektif yang diperoleh, yaitu pasien terlihat gelisah, pasien tampak pucat dan wajah pasien tampak meringis, ada kaku kuduk. Jam 11.20 WIB, menganjurkan pada pasien untuk tirah baring selama fase akut,respon subyektif, pasien mengatakan bersedia untuk melakukan tirah baring, respon obyektif pasien tampak melakukan tirah baring. Jam 12.30 WIB mengajarkan penggunaan teknik non farmakologi yaitu dengan kompres hangat dikepala belakang, respon subyektif pasien mengatakan bersedia untuk dikompres hangat bagian kepala belakang, respon obyektif keluarga tampak melakukan kompres hangat dibagian kepala belakang. Jam 13.00 WIB. Jam 13.20 WIB memberikan obat injeksi yaitu angioten 1 x 1 mg per 24 jam dan antalgin 1 x 1 tablet per 24 jam, respon subyektif, pasien merespon bersedia untuk diinjeksi dan respon obyektif, pasien tampak diinjeksi angioten 1 x 1 mg per 24 jam dan antalgin 1 x 1 tablet per 24 jam oleh perawat.

Hari jumat, 26 April 2013 jam 08.00 WIB, penulis melakukan tindakan yaitu melakukan memantau ulang tingkat nyeri yang komprehensif (lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, skala, faktor pencetus) danrespon subyektif, pasien mengatakan bahwa nyeri pusing sudah tidak cekot-cekot dikepala belakang dengan skala 5 saat beraktivitas. Respon obyektif yang diperoleh, yaitu pasien terlihat gelisah kurang, pasien tampak tidak pucat dan wajah pasien tampak meringis, ada kaku kuduk. Jam 09.00 WIB, menganjurkan

14

pada pasien untuk tirah baring selama fase akut, respon subyektif, pasien mengatakan bersedia untuk melakukan tirah baring, respon obyektif, pasien tampak melakukan tirah baring. Jam 12.30 WIB mengajarkan penggunaan teknik non farmakologi yaitu dengan kompres hangat dikepala belakang, respon subyektif, pasien mengatakan bersedia untuk dikompres hangat kepala belakang, respon obyektif keluarga tampak melakukan kompres hangat dikepala belakang. Jam 13.20 WIB memberikan obat injeksi yaitu angioten 1 x 1 mg per 24 jam dan antalgin 1 x 1 tablet per 24 jam, respon subyektif, pasien merespon bersedia untuk diinjeksi angioten 1 x 1 mg per 24 jam dan antalgin 1 x 1 tablet per 24 jam dan respon obyektif, pasien tampak diinjeksi angioten 1 x 1 mg per 24 dan antalgin 1 x 1 tablet per 24 jam oleh perawat.

Hari sabtu, 27 April 2013 jam 08.00 WIB, yaitu melakukan memantau ulang tingkat nyeri yang komprehensif (lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, skala, faktor pencetus) dan respon subyektif pasien mengatakan bahwa nyeri pusing sudah tidak cekot cekot dikepala belakang dengan skala 4 saat beraktivitas. Respon obyektif yang diperoleh, yaitu pasien terlihat tidak gelisah, pasien tampak tidak pucat dan wajah pasien tampak tidak meringis, tidak ada kaku kuduk. Jam 08.20 WIB, menganjurkan pada pasien untuk tirah baring selama fase akut, respon subyektif, pasien mengatakan bersedia untuk melakukan tirah baring, respon obyektif, pasien tampak melakukan tirah baring. Jam 11.00 WIB mengajarkan penggunaan teknik non farmakologi yaitu dengan kompres hangat dikepala belakang, respon subyektif pasien mengatakan bersedia untuk dikompres hangat, respon obyektif keluarga tampak melakukan

15

kompres hangat. Jam 13.00 WIB jam 13.20 WIB memberikan obat injeksi yaitu angioten 1 x 1 mg per 24 jam dan antalgin 1 x 1 tablet per 24 jam, respon subyektif, pasien merespon bersedia untuk diinjeksi angioten 1 x 1 mg per 24 dan antalgin 1 x 3 tablet per 24 jam oleh perawat.

I. EVALUASI KEPERAWATAN

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama tiga hari didapatkan hasil evaluasi (SOAP) yaitu, evaluasi hari pertama, tanggal 25 April 2013 dilakukan pada pukul 14.20 WIB. Hasil evaluasi secara subyektif, pasien mengatakan nyeri pusing terasa cekot-cekot, dikepala belakang dengan skala 7, saat beraktivitas. Hasil evaluasi secara obyektif, pasien tampak gelisah dan meringis. Hasil analisa masalah nyeri akut belum teratasi. Rencana selanjutnya, pantau ulang tingkat nyeri yang komprehensif (lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, skala, faktor pencetus), anjurkan pada pasien untuk tirah baring selama fase akut, ajarkan penggunaan teknik non farmakologi yaitu dengan kompres hangat dikepala belakang, kolaborasi dengan tim medis atau dokter pemberian obat analgesik.

Evaluasi hari kedua, tanggal 26 April 2013 jam 14.20 WIB. Hasil evaluasi secara subyektif, pasien mengatakan nyeri pusing sudah tidak cekot-cekot, dikepala belakang dengan skala 5, dan terasa saat beraktivitas. Hasil evaluasi secara obyektif pasien terlihat gelisah kurang, pasien tampak tidak pucat dan wajah pasien tampak meringis, ada kaku kuduk. Hasil analisa masalah nyeri belum teratasi. Rencana selanjutnya, yaitu pantau ulang tingkat nyeri yang

16

komprehensif (lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, skala, faktor pencetus), anjurkan pada pasien untuk tirah baring selama fase akut, ajarkan penggunaan teknik non farmakologi yaitu dengan kompres hangat dikepala belakang, kolaborasi dengan tim medis atau dokter pemberian obat analgesik.

Evaluasi hari ketiga, tanggal 27 april 2013 jam 14.30 WIB. Hasil evaluasi secara subyektif, pasien mengatakan sudah tidak nyeri pusing, dikepala belakang, nyeri berkurang menjadi skala 4, saat beraktivitas tidak terasa nyeri. Hasil observasi secara obyektif yaitu pasien terlihat tidak gelisah, pasien tampak tidak pucat dan wajah pasien tampak tidak meringis, tidak ada kaku kuduk. Hasil analisa masalah nyeri sudah teratasi. Rencana selanjutnya, yaitu hentikan intervensi yaitu pantau ulang tingkat nyeri yang komprehensif (lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, skala, faktor pencetus), anjurkan pada pasien untuk tirah baring selama fase akut, ajarkan penggunaan teknik non farmakologi yaitu dengan kompres hangat dikepala belakang, kolaborasi dengan tim medis atau dokter pemberian obat analgesik.

17

BAB III

PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN

A. PEMBAHASAN

Manusia mempunyai kebutuhan tertentu yang harus dipenuhi secara memuaskan melalui proses homeostasis, baik fisiologis maupun psikologis karena kebutuhan ini sangat penting, bermanfaat, atau diperlukan untuk menjaga homeostasis dan kehidupan itu sendiri (Mubarak, 2007). Menurut Teori Hirarki Maslow, kebutuhan manusia mengatur kebutuhan dasar dalam lima tingkatan prioritas. Tingkatan yang paling dasar, atau yang paling pertama meliputi kebutuhan fisiologis, tingkatan yang kedua meliputi kebutuhan keselamatan dan keamanan, tingkatan yang ketiga mencakup kebutuhan cinta dan rasa memilki, tingkatan yang keempat meliputi kebutuhan rasa berharga dan harga diri, tingkatan yang paling akhir adalah kebutuhan aktualisasi diri (Potter & Perry, 2005).

Kebutuhan fisiologi merupakan bentuk penyesuaian tubuh secara alamiah atau secara fisiologi untuk mempertahankan keseimbangan dari berbagai faktor pengganggu meliputi local adaptation syndrome yaitu bentuk penyesuaian tubuh secara lokal, yang disertai dengan gejala yang khas seperti nyeri (Mubarak, 2007). Terkait dengan hal tersebut, dalam bab ini penulis akan melakukan pembahasan terhadap masalah nyeri yang dialami oleh Tn. S dengan hipertensi yang meliputi pengkajian, perumusan masalah keperawatan, rencana keperawatan, implementasi dan evaluasi keperawatan.

18

1. PENGKAJIAN

Keluhan utama yang didapatkan saat pengkajian terhadap Tn. S pada tanggal 25 April 2013 ialah nyeri pusing dikepala belakang dengan skala 7 nyeri terasa saat beraktivitas. Nyeri ini disebabkan karena peningkatan tekanan darah karena adanya tahanan perifer pada serebral sehingga terjadi gangguan pada sistem saraf pusat seperti pusing dan nyeri pada kepala ( Nugroho, 2011). Pengertian dari nyeri sendiri merupakan kondisi berupa perasaan tidak menyenangkan bersifat sangat subyektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam hal skala atau tingkatanya, dan orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya (Alimul, 2012). Nyeri yang dialami oleh Tn. S merupakan nyeri akut yang sangat nyeri karena awitan nyeri baru dirasakan selama kurang lebih satu minggu dan skala nyeri 7. Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa nyeri akut ialah awitanya tiba-tiba, dan umumnya berkaitan dengan cidera spesifik, durasi kurang dari 6 bulan (Brunner & suddart, 2003).

Sedangkan penentuan skala nyeri pada Tn. S didasarkan pada skala nyeri Hayward yang menggunakan skala longitudinal yang terdiri dari angka 0 sampai 10. Angka 0 menggambarkan tidak ada nyeri, 1-3 nyeri ringan, 4-6 nyeri sedang, 7-9 sangat nyeri, tetapi masih dapat dikontrol dengan aktivitas yang biasa dilakukan dan 10 sangat nyeri dan tidak bisa terkontrol (Mubarak, 2007).

19

Karakteristik nyeri yang dirasakan oleh Tn. S memiliki ciri khas tersendiri terkait dengan penyakit yang dialami, yaitu hipertensi. Hipertensi merupakan kondisi abnormal dari hemodinamik, dimana menurut WHO tekanan sisitolik ≥ 140m mmHg dan atau tekanan diastolik > 90 mmHg ( Nugroho, 2011 ). Makin tinggi tekanan darah dapat mempercepat pelapukan dan kerusakannya, terutama pada organ- organ yang dituju seperti koroner, ginjal, otak (Wolff, 2005).

Hipertensi sering dimanifestasikan dengan nyeri kepala, pusing, lemas, gelisah, sesak nafas, mual muntah, kesadaran menurun (Nurarif, 2012). Karakteristik tersebut tidak semuanya muncul pada Tn. S. Hal ini, disebabkan karena yang pertama, setiap orang mempunyai respon yang berbeda terhadap nyeri, menurut IASP nyeri merupakan sebagai suatu sensori subyektif (Potter & Perry dalam Judha, dkk, 2012). Yang kedua, karena sudah dilakukan perawatan intensif terhadap Tn. S selama di IGD, sehingga nyeri sudah berkurang seiring dengan pengobatan yang diterima oleh pasien.

Hasil pengkajian riwayat kesehatan dahulu pada Tn. S ditemukan adanya kebiasaan merokok sejak umur 20 tahun, terdapat riwayat hipertensi dan penyakit keturunan dari neneknya. Dalam rokok terdapat kandungan nikotin yang dapat meningkatkan penggumpalan darah dalam pembuluh darah. Nikotin bersifat toksik terhadap jaringan saraf yang menyebabkan peningkatan tekanan darah darah baik sistolik maupun diastolik, denyut jantung bertambah, pemakaian O2 bertambah, aliran darah pada koroner

20

meningkat dan vasokontriksi pada pembuluh darah perifer (Purwanto, 2012).

Tekanan darah berisiko terhadap penyakit kardiovaskuler. Diantaranya, kebiasaan nutrisi, penyakit pada pembuluh darah, stress dan emosi. Tekanan darah dapat terjadi karena adanya hormon noradrenalin yang menyempitkan arteri perifer dan merangsang aktivitas jantung. Maka, hormon ini, meningkatkan ketahanan arteri terhadap aliran darah dan volume jantung per menit ( Wolff, 2005 ). Peningkatan tekanan darah terus menerus pada pasien hipertensi akan mengakibatkan kerusakan pembuluh darah pada organ-organ vital. Hipertensi esensial mengakibatkan hyperplasia medial (penebalan) arteriole-arteriole. Karena pembuluh darah menebal, maka perfusi jaringan menurun dan mengakibatkan kerusakan organ tubuh. Maka akan muncul gejala hipertensi sakit kepala nyeri kepala (Udjianti, 2010).

Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 25 April 2013 belum semuanya mengarah gambaran hipertensi. Pemeriksaan tersebut antara lain, fungsi ginjal yaitu ureum mengalami peningkatan 110,4 mg/dl ( normal 10-80 mg/dl ), kreatinin mengalami penurunan 3,70 mg/dl ( normal 6,9-11,3 mg/dl ), SGOT mengalami kenaikan 36 U/L ( normal ( 0-35 U/L ) dan gambaran hasil USG ginjal dapat kan hasil gambaran cronic renal disease terutama sinistra. Hal ini, sesuai teori yang mengatakan bahwa pasien dengan hipertensi akan dilakukan pemeriksaan penunjang untuk mengatahui komplikasi dari hipertensi (Nugroho, 2011). Dari pemeriksaan diagnostik

21

atau penunjang untuk hipertensi urinalisis untuk darah dan protein, elektrolit dan kreatinin darah untuk menunjukkan penyakit ginjal baik sebagai penyebab hipertensi (Gray dkk, 2005).

2. PERUMUSAN DIAGNOSA

Perumusan diagnosa keperawatan dalam kasus ini didasarkan pada keluhan utama dan beberapa karakteristik yang muncul pada pasien, yaitu data subyektif, antara lain pasien mengatakan nyeri pusing cekot-cekot dibagian kepala belakang dengan skala 7 terasa saat beraktivitas. Data obyektif yang diperoleh, yaitu pasien terlihat gelisah, cemas, pucat dan wajah meringis. Dalam hal ini, karakteristik sesuai dengan batasan karakteristik untuk masalah nyeri akut, yaitu adanya perilaku ekspresif (misalnya, kegelisahan, merintih, menangis, dll), adanya ungkapan secara verbal dan bukti-bukti objektif lainnya, perilaku distraksi, respon-respon autonomik (misalnya, peningkatan tekanan darah, diaforosis, pernafasan, atau perubahan nadi) dan bukti-bukti objektif lainya (Wilkinson, 2007).

Penentuan etiologi dari hasil pemeriksaan laboratorium fungsi ginjal yaitu ureum mengalami peningkatan 110,4 mg/dl ( normal 10-80 mg/dl ), kreatinin mengalami penurunan 3,70 mg/dl ( normal 6,9-11,3 mg/dl ), SGOT mengalami kenaikan 36 U/L ( normal ( 0-35 U/L ) dan gambaran hasil USG ginjal dapat kan hasil gambaran cronic renal disease terutama sinistra dari hasil tersebut termasuk dalam etiologi hipertensi karena bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya

22

tekanan darah. Hal ini, bisa terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga tidak mampu membuang sejumlah garam dan air dalam tubuh, volume darah dalam tubuh meningkat, sehingga tekanan darah meningkat (Rudianto, 2013). Kemudian pada serebral akan terjadi sistem saraf pusat seperti gelisah, pusing nyeri kepala (Nugroho, 2011). Hal tersebut menunjukan adanya nyeri kepala, sehingga ditegakkan diagnosa nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral.

3. RENCANA KEPERAWATAN

Perencanaan tindakan keperawatan pada kasus ini didasarkan pada tujuan intervensi pada masalah keperawatan dengan kasus nyeri, yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan pasien dapat pasien tidak gelisah, tidak pucat, cemas, skala nyeri berkurang 4, tidak nyeri kepala. Penentuan tujuan rencana tindakan seharusnya didasarkan pada prinsip SMART ( Specific, Measureable, Achievable, atau dapat dicapai, Rational atau sesuai akal sehat, Time atau kriteria waktu pencapaian) (Asmadi, 2008). Tetapi dalam hal ini, terdapat kesenjangan dengan prinsip tersebut, terutama penentuan kriteria hasil dan waktu pencapaian. Kriteria hasil tanda-tanda vital belum dapat diukur karena tidak dicantumkan nilai normal yang diharapakan, sedangkan penentuan waktu pencapaian selama tiga hari mungkin terlalu singkat sehingga tidak dapat dicapai, mengingat awitan nyeri pada hipertensi mungkin tidak akan hilang sepenuhnya dalam kurun waktu tiga hari.

23

Intervensi yang seharusnya dilakukan pada masalah tersebut yaitu sesuai teori yaitu pantau ulang tingkat nyeri yang komprehensif ( lokasi, karakteristik, awitan, kualitas, faktor presipitasi ), kebanyakan pasien dengan hipertensi akan mengeluh nyeri atau pusing. Ambil gambaran lengkap terhadap nyeri pasien termasuk pemicu, kualitas, lokasi, skala, dan lamanya karena nyeri merupakan pengalaman yang subjektif dan yang dirasakan oleh pasien. Anjurkan pada pasien untuk tirah baring selama fase akut dengan rasional untuk mentoleransi nyeri. Ajarkan penggunaan teknik non farmakologi yaitu dengan kompres hangat dibagian kepala, dengan rasional untuk memenuhi kebutuhan rasa nyaman pada pasien. Kolaborasi dengan tim medis atau dokter pemberian obat analgesik dengan rasional analgesik lebih efektif bila diberikan pada awal siklus nyeri ( C. Suzanne, 2001).

Penyusunan intervensi dalam kasus ini tidak sepenuhnya sesuai dengan teori, namun disesuaikan dengan kebutuhan dan keadaan pasien. Rencana tindakan yang disusun antara lain, pantau ulang tingkat nyeri yang komprehensif (lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, skala, faktor pencetus) dengan rasional data membantu mengevaluasi nyeri dan peredaan nyeri serta mengidentifikasi sumber-sumber multipel dan jenis nyeri. Anjurkan pada pasien untuk tirah baring selama fase akut dengan rasional untuk mentoleransi nyeri. Ajarkan penggunaan teknik non farmakologi yaitu dengan kompres hangat di bagian kepala, dengan rasional untuk memenuhi kebutuhan rasa nyaman pada pasien. Dalam hal kolaborasi dengan tim

24

medis atau dokter pemberian obat analgesik dengan rasional analgesik lebih efektif bila diberikan pada awal siklus nyeri.

4. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Tindakan keperawatan yang dilakukan penulis secara umum merupakan implementasi dari rencana keperawatan yang telah disusun, namun ada beberapa perbedaan yang dilakukan setiap harinya, misalnya tindakan keperawatan pada hari pertama tidak sepenuhnya sesuai dengan hasil yang diharapkan. Hal ini, dikarenakan tindakan keperawatan dilakukan sebagai tahap awal dalam menangani kasus.

Tindakan yang dilakukan antara lain selama tiga hari yaitu pada tanggal 25 April 2013 sampai tanggal 27 April 2013 yaitu, melakukan memantau ulang tingkat nyeri yang komprehensif ( lokasi, karakteristik, awitan, kualitas, faktor presipitasi). Data karakteristik nyeri dibelakang kepala pada awal serangan perlu diketahui untuk membantu mengevaluasi nyeri dan peredaan nyeri serta mengidentifikasi sumber-sumber multipel dan jenis nyeri (Brunner & sudarth, 2003).

Menganjurkan pada pasien untuk tirah baring selama fase akut dengan rasional untuk mentoleransi nyeri (Mubarak, 2007). Mengajarkan penggunaan teknik non farmakologi yaitu dengan kompres hangat dibagian kepala, dengan rasional untuk memenuhi kebutuhan rasa nyaman pada pasien (Hidayat, 2004). Kolaborasi dengan tim medis atau dokter pemberian

25

obat analgesik dengan rasional analgesik lebih efektif bila diberikan pada awal siklus nyeri (Rachadian, 2010).

5. EVALUASI KEPERAWATAN

Hasil evaluasi secara keseluruhan selama tinggal 25 April 2013 sampai tanggal 27 April 2013, yaitu evaluasi secara subjektif pasien mengatakan sudah tidak pusing atau tidak nyeri, dikepala belakang, nyeri berkurang menjadi 4, saat beraktivitas tidak terasa nyeri. Hasil observasi secara obyektif yaitu pasien terlihat tidak gelisah, pasien tampak tidak pucat dan wajah pasien tampak tidak meringis, tidak ada kaku kuduk. Hasil analisa masalah nyeri sudah teratasi. Hentikan intervensi yaitu pantau ulang tingkat nyeri yang komprehensif (lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, skala, faktor pencetus), anjurkan pada pasien untuk tirah baring selama fase akut, ajarkan penggunaan teknik non farmakologi yaitu dengan kompres hangat dikepala belakang, kolaborasi dengan tim medis atau dokter pemberian obat analgesik. Setelah menentukan bahwa hasil yang diharapkan dan tujuan telah tercapai, maka perawat menghentikan rencana asuhan tersebut (Potter & Perry, 2005).

Selama tiga hari masalah nyeri Tn. S sudah teratasi karena salama perawatan dan pengelolaan pasien mendapatkan asuhan keperawatan sesuai rencana yaitu pantau ulang tingkat nyeri yang komprehensif (lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, skala, faktor pencetus), anjurkan pada pasien untuk tirah baring selama fase akut, ajarkan penggunaan teknik

26

non farmakologi yaitu dengan kompres hangat dikepala belakang, kolaborasi dengan tim medis atau dokter pemberian obat analgesik.

B. SIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari studi kasus ini, antara lain :

a. Pengkajian terhadap masalah nyeri akut pada Tn. S didapatkan data subyektif pasien mengatakan nyeri pusing cekot-cekot dikepala belakang dengan skala 7 saat beraktivitas dan data obyektif yaitu pasien gelisah, cemas, pucat dan wajah meringis.

b. Diagnosa yang muncul pada kasus Tn. S adalah nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral.

c. Rencana keperawatan yang disusun pada kasus Tn. S, yaitu pantau ulang tingkat nyeri yang komprehensif (lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, skala, faktor pencetus), anjurkan pada pasien untuk tirah baring selama fase akut, ajarkan penggunaan teknik non farmakologi yaitu dengan kompres hangat dibagian kepala belakang, kolaborasi dengan tim medis atau dokter pemberian obat analgesik. d. Tindakan keperawatan yang dilakukan merupakan implementasi dari

rencana keperawatan yang telah disusun dilakukan pada Tn. S selama tiga hari yaitu tanggal 25 April 2013 sampai 27 April 2013, yaitu memantau ulang tingkat nyeri yang komprehensif (lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, skala, faktor pencetus), menganjurkan pada

27

pasien untuk tirah baring selama fase akut, ajarkan penggunaan teknik non farmakologi yaitu dengan kompres hangat dibagian kepala belakang, kolaborasi dengan tim medis atau dokter pemberian obat analgesik obat injeksi yaitu angioten 1 x 1 mg dan antalgin 1 x 1 tablet. e. Evaluasi terhadap keberhasilan tindakan telah dilakukan per hari

dengan hasil evaluasi akhir pada kasus Tn. S, yaitu secara evaluasi secara subyektif, pasien mengatakan sudah tidak pusing atau tidak nyeri, dikepala belakang, nyeri berkurang menjadi 4, saat beraktivitas tidak terasa nyeri. Hasil observasi secara obyektif yaitu pasien terlihat tidak gelisah, pasien tampak tidak pucat dan wajah pasien tampak tidak meringis, tidak ada kaku kuduk. Hasil analisa masalah nyeri sudah teratasi. Rencana selanjutnya, yaitu hentikan intervensi yaitu pantau ulang tingkat nyeri yang komprehensif (lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, skala, faktor pencetus), anjurkan pada pasien untuk tirah baring selama fase akut, ajarkan penggunaan teknik non farmakologi yaitu dengan kompres hangat di kepala belakang, kolaborasi dengan tim medis atau dokter pemberian obat analgesik. f. Analisa terhadap kondisi nyeri Tn.S yaitu nyeri yang dialami Tn. S

merupakan nyeri kepala ringan dengan skala 4 dikepala belakang dan tidak menjalar kesemua tubuh dengan diberikan terapi yang adekuat selama dirumah sakit. Nyeri disebabkan karena vasokonstriksi pada pembuluh darah yang menyebabkan darah akan meningkat dan akan timbul gejala nyeri kepala.

28

2. Saran

a. Bagi instansi pelayanan kesehatan ( Rumah Sakit )

Hendaknya rumah sakit dapat memberikan pelayanan kesehatan yang baik serta mampu menyediakan fasilitas atau sarana dan prasarana yang memadai yang dapat membantu kesembuhan pasien sehingga dapaat meningkatkan mutu pelayanan yang optimal pada umumnya dan pada pasien dengan hipertensi dan pada khususnya dengan nyeri akut pasien. b. Bagi profesi perawatan

Hendaknya para perawat memilki rasa tanggung jawab dan keterampilan yang baik dalam memberikan asuhan keperawatan serta mampu menjalin kerja sama dengan tim kesehatan lain maupun keluarga pasien, sebab peran perawat, tim kesehatan, dan keluarga pasien sangatlah penting karena dapat membantu pasien dalam proses penyembuhan serta dapat memenuhi kebutuhan dasar pasien.

Dokumen terkait