• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.3.      Perencanaan Pembangunan Perkotaan di Indonesia 

Secara harfiah Planning berarti perencanaan. Namun dari segi pengertian terdapat 

bermacam‐macam defenisi, ini tergantung dari sudut pandang keahlian seseorang. Namur 

bagi seorang perencana apapun latar belakang disiplin ilmunya, perencanaan merupakan 

statu pengaturan yang akan dilakukan untuk waktu yang akan datang. Dalam kaitannya 

dengan  perencanaan,  Wilson  menyebutkan,  perencanaan  hádala  statu  proses  yang 

mengubah proses lain, atau mengubah statu keadaan untuk mencapai maksud yang dituju 

Plan  for  People  merupakan  suatu  slogan  yang  seharusnya  mendorong  para 

perencana untuk bekerja lebih terfokus kepada masyarakat. Rencana Tata Ruang yang 

disusun oleh perencana adalah media perantara untuk mencapai kesejahteraan masyarakat 

tersebut.  Oleh  karena  itu,  para  perencana  harus  lebih  banyak  bekerja  sama  dengan 

masyarakat (plan by people) dan turut serta mendorong kegiatan perencanaan tata ruang 

agar menjadi proses yang partisipatif. Keterlibatan masyarakat menjadi komponen penting 

dalam perencanaan. Begitu juga halnya dalam pembangunan karena anggota masyarakat 

memiliki  perspektif  yang  berbeda‐beda,  baik  dalam  haknya  sebagai  orang  memiliki 

pengetahuan maupun sebagai faktor strategis dalam pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi 

rencana tersebut (Andy, 2005).  

Sebagai  upaya  dalam  menterpadukan  program  pembangunan  dan  pengelolaan 

sumberdaya alam sehingga tercipta suatu pembangunan yang berkelanjutan, pemerintah 

daerah mempunyai kewajiban untuk menyusun suatu rencana tata ruang yang dapat menjadi 

acuan  dalam  pembangunan wilayah.  Produk rencana  tata  ruang tersebut  harus dapat 

menjadi  pedoman  dalam  pelaksanaan  pembangunan  daerah  dan  telah  menjadi  hasil 

kesepakatan semua stakeholders di daerah (Sunardi, 2004). 

Dalam melaksanakan proses perencanaan tata ruang partisipatif, perencana harus 

mampu mengawinkan kemampuan analitis dan sintesis secara berimbang agar dapat menjadi 

seorang fasilitator perencanaan tata ruang yang tepat. Perencana harus bisa menyadari 

posisinya dalam proses pembangunan, khususnya dalam pengambilan keputusan kebijakan 

publik. Perannya sebagai pihak yang netral dalam proses tersebut harus terus dijaga dan 

informatif mengenai rencana tata ruang yang disusun tersebut. Perencana memang tidak 

dapat dilepaskan dari hal‐hal yang berkaitan dengan masa depan dan ke‐utopis‐an. 

Dalam  praktek  perencanaan  yang  partisipatif,  seringkali  ditemui  kendala  bagi 

masyarakat untuk memahami gambaran masa depan yang ditawarkan oleh para perencana 

tersebut,  dan  begitu  juga  sebaliknya,  tidak  semua  perencana  mampu  menyerap  dan 

memahami keinginan masa depan dari para stakeholder bagi kota/wilayahnya. Padahal 

pengetahuan tersebut sangat diperlukan untuk dapat menghasilkan suatu konsesus terhadap 

gambaran kota/wilayah yang mereka cita‐citakan. Untuk menghasilkan konsesus tersebut, 

maka proses perencanaannya tentunya tidak akan berjalan dalam satu kali iterasi. Frekuensi 

dan intensitas dari forum yang diadakan akan terus bergulir sepanjang belum terjadinya 

kesepakatan terhadap substansi dari perencanaan tata ruang tersebut. Para perencana harus 

mampu memetakan (setting), mengarahkan (steering), dan mendorong (accelerating) proses 

perencanaan yang terjadi menjadi lebih efektif, efisien, dan tepat sasaran. Oleh karena itu, 

kepemilikan mental yang kuat dan kesabaran yang tinggi juga mutlak diperlukan oleh para 

perencana  untuk  dapat  mewujudkan  rencana  tata  ruang  yang  partisipatif  tersebut 

(Nurrochmat, 2006). 

Pengguanaan  lahan  kota  merupakan  statu  proses  dan  sekaligus  produk  yang 

menyangkut semua sisi kehidupan manusia. Oleh karena hal inilah banyak seklai disiplin yang 

terlibat dalam pembahasan mengenai penggunaan lahan kota. Banyak sekali jenis model 

pendekatan  yang  telah  dilontarkan  untuk  menyoroti  dinamika  kehidupan  statu  kota 

khususnya penggunaan lahan kotanya. Secara garis besar, pendekatan‐pendekatan tersebut 

1. Pendekatan Ekologikal 

2. Pendekatan Ekonomi 

3. Pendekatan Morfologikal 

4. Pendekatan Sistem Kegiatan 

5. Pendekatan Ekologi Faktorial (Yunus, 2005) 

Hal yang terpenting dalam perencanaan wilayah adalah menunjukkan bagaimana caranya mempengaruhi proses pembangunan agar yakin bahwa hasil transformasi struktural dan fungsional pemukiman mengarah pada pemenuhan tujuan. Selanjutnya perencanaan dapat juga dilihat sebagai organisasi kegiatan masa mendatang berkenaan dengan pertanyaan dimana? Dan bagaimana? Apa keputusan aspek sosial ekonomi selanjutnya? Dan kapan? Demikianlah, perencanaan secara jelas merupakan alat penting untuk pembangunan secara sadar tentang lingkungan manusia (Kozlowski, 1997).

Selanjutnya Kozlowski (1997) mengatakan bahwa rencana yang dibuat harus mempengaruhi proses pembuatan keputusan pembangunan, karena nilai nyata perencanaan bagi masyarakat bergantung pada pelaksanaannya, sebab tanpa usulan perencanaan akan tampak hanya sekedar elemen dekoratif atau pelengkap saja dari kantor-kantor pejabat setempat. Seolah-olah pembangunan yang dilaksanakan tidak begitu penting untuk dilaksanakan. Pelaksanaan, dalam pada itu bergantung pada menejemen dan proses pembangunan yang tepat. Manajemen yang harus diperlakukan sebagai integral dari perencanaan, karenanya harus menekankan pada kegiatan yang ditujukan untuk pelaksanaan usulan perencanaan. Hal tersebut dapat dilakukan

terutama dengan penggunaan intensif atau sanksi ekonomi dan sosial. Manajemen harus pula dikaitkan dengan pengawasan dan evaluasi hasil pelaksanaan misalnya tinjauan dan penyusunan kembali tujuan. Hal tersebut berarti bahwa usulan yang telah dibuat, dalam pelaksanaannya harus diadakan pemantauan agar tetap dalam koridor seperti yang diharapkan.

Keberhasilan penataan ruang akan ditentukan oleh seberapa besar masyarakat dapat 

terlibat dalam kegiatan perencanaan, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan 

ruang yang difasilitasi oleh Pemerintah. Sebagai tahapan pertama dari penataan ruang, maka 

perencanaan memegang peran strategis dan vital untuk dapat menentukan keberhasilan 

pemanfaatan  dan  serta  pengendalian  pemanfaatan  ruang  yang  efektif  dan  efisien. 

Perencanaan yang partisipatif memberikan peluang yang lebih besar untuk terciptanya 

pemanfaatan  ruang  yang  terpadu  dan  sinergis,  proses  partisipatif  dalam  tahapan 

perencanaan tata ruang saja, beserta apa peran dan kontribusi yang dapat dilakukan oleh 

para perencana (Andy, 2005). 

Sesuai UU No. 27 Tahun 2006, tentang Penataan Ruang, disiplin penataan ruang 

terdiri atas 3 (tiga) unsur utama, yakni: perencanaan tata ruang yang menghasilkan rencana 

tata ruang wilayah (RTRW), pemanfaatan ruang berupa rancangan program dan kebutuhan 

investasi untuk pelaksanaan pembangunan dan pengendalian pemanfaatan ruang untuk 

menjaga konsistensi pelaksanaan pembangunan supaya sesuai dengan rencana tata ruang. 

Ketiga unsur penataan ruang tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh dan saling terkait 

dalam suatu siklus yang berlangsung secara terus‐menerus, seiring dinamika kehidupan 

Perencanaan menyeluruh dan integral merupakan sauatu rencana tata guna lahan 

hanya merupakan fungsional dari suatu proses menyeluruh. Namun deikian perencanaan  

tata ruang kota mesti dilengkapi dengan unsur‐unsur fungsional dan hasil‐hasil penelitian 

yang  mendukung.  Seperti  salah  satu  contoh  yang  dikemukakan  oleh  Andy  (2005) 

pengembangan  lahan  pemerintahan  daerah  negara  bagian  Florida  menyusun  serta 

mensahkan rencana menyeluruh   yang mencakup unsur‐unsur sebagai berikut: perbaikan 

modal, rencana tata guna lahan untuk masa depan, sirkulasi lalu lintas, saluran pembangunan 

limbah, pelestarian alam, rekreasi dan ruangan terbuka, perumahan, pengolahan daerah 

pantai, serta koordinasi antar instansi pemerintah. 

Untuk dapat mengatasi berbagai permasalahan antara kepentingan pemerintah dan 

masyarakat yang berkaitan dengan RUTRK sebagai suatu model dalam penggunaan dan 

pemanfaatan tanah modern hádala suatu model yang mengatur semua bentuk pertanahan 

sesuai dengan RUTRK yang berlaku dari penataan tanah yang tidak teratur menjadi lebih 

teratur. Perkembangan dan pertumbuhan kota secara spesifik tercermin dari perubahan‐

perubahan fisik kota, yaitu sebagai akibat dari semakin meningkatnya kebutuhan akan 

perumahan, fasilitas  sosial dan fasilitas umum,  fasilitas  ekonomi, fasilitas  transportasi, 

fasilitas komunikasi, serta meningkatnya hubungan fungsional dengan kota‐kota atau daerah 

lainnya. 

Dari penelitian diketahui bahwa pada umumnya penyimpangan terhadap rencana 

tata ruang kota justru berawal dari kebijaksanaan pemerintah. Hal ini berarti pemerintah 

daerah sebagai penanggung jawab rencana tata ruang kota dirasa kurang konsekuen dalam 

ruang kota (dengan indikator adanya berbagai penyimpangan) adalah selain kurang adanya 

koordinasi  antar  dinas/instansi,  juga  kurang  dilibatkannya  unsur  masyarakat,  sehingga 

aspirasi masyarakat kurang terakomodasikan di dalam rencana tata ruang kota. 

Dari hal‐hal terurai di atas dapat dikatakan bahwa penetapan peraturan daerah 

tentang rencana tata ruang kota hanyalah sekedar formalitas, sesuai dengan ketentuan 

peraturan Menteri Dalam Negeri. Tetapi mulai dari proses penyusunan, sampai dengan 

implementasi dan pelaksanaannya jauh dari apa yang diinginkan oleh peraturan dasarnya. 

2.4. Deskripsi Area Kabupaten Batu Bara

Dokumen terkait