Persalinan preterm harus dipertimbangkan kasus perkasus, dengan mengikutsertakan pendapat orang tuanya. Untuk kehamilan <32 minggu sebaiknya ibu dirujuk ke tempat yang mempunyai fasilitas neonatal intensive care unit (NICU).. Kehamilan 24- 37 minggu diperlakukan sesuai dengan risiko obstetrik lainnya dan disamakan dengan aturan persalinan aterm. Tidak dianjurkan forsep atau episiotomi elektif (P.O.G.I, 2011).
2.6 Komplikasi
Komplikasi pada ibu :
Pada ibu setelah persalinan preterm, infeksi endometrium lebih sering terjadi sehingga menyebabkan sepsis dan lambatnya penyenbuhan luka episiotomi (Rima, 2010).
Komplikasi pada bayi :
Tabel 4. Komplikasi persalinan preterm pada bayi
Masalah – masalah utama jangka pendek dan jangka panjang pada berat badan bayi sangat rendah
Organ atau sistem
29
Paru – paru Sindroma distress pernafasan, kebocoran udara, displasia bronkopulmuner, pneumoprematuritas.
Displasia bronkopulmunore, penyakit jalan nafas reaktif, asma.
Gastrointestinal atau nutrisional
Hiperbilirubinemia, gangguan makan, necritizing enterocolitis
Gagal tumbuh, sindroma short-bowel, kolestasis
Imunologi Infeksi nosokomial, infeksi perinatal, imunodefisiensi.
Infeksi respiratory syncitial virus, bronkiolitis. Sistem saraf pusat Perdarahan intraventrikularm leukomalasia periventrikular, hidrosefalus
Cerebral palsy, hidrosefalus, atrofi
serebral, hambatan
neurodevelopmental, gangguan pendengaran
Oftalmologi Retinopati prematuritas Kebutaan, ablasio retina, miopia, starbismus
Kardiovaskuler Hipotensi, paten ductus arteriosus, hipertensi pulmonal
Hipertensi pulmonal, hipertensi saat dewasa
Renal Ketidakseimbangan air dan elektrolit Hipertensi saat dewasa
Hematologi Anemia iatrogenik, memerlukan transfusi berulang, anemia prematuritas
Endokrinologi Hipoglikemia, kadar tiroksin rendah sementara, defisiensi kortisol
Kelemahan regulasi glukosa, peningkatan resistensi insulin
2.7 Pencegahan
Intervensi yang dilakukan untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas yang beruhungan dengan persalinan preterm dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
30 1. Pencegahan primer
Ditujukan kepada semua wanita, sebelum dan selama kehamilan untuk mencegah dan mengurangi resiko.
a. Pencegahan primer sebelum pembuahan dan selama kehamilan
- Memberikan pendidikan : kepada semua wanita usia reproduksi diberikan pendidikan mengenai faktor – faktor resiko persalinan preterm.
- Mengkonsumsi suplemen nutrisi - Menghentikan konsumsi rokok - Melakukan asuhna prenatal.
- Melakukan perawatan periodontal (Rima, 2010). b. Pencegahan sekunder
Bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi resiko pada wanita yang diketahui memiliki faktor resiko mengalami persalinan preterm. Bentuk pencegahan sekunder antara lain, :
- Modifikasi aktivitas ibu (tirah baring, pembatasan aktifitas kerja, tidak berhubungan seksual selama kehamilan).
- Pemberian sumplemen nutrisi
- Peningkatan perawatanbagi wanita yang beresiko - Pemberian progesteron (Rima, 2010).
31 BAB III PEMBAHASAN
Persalinan preterm merupakan salah satu masalah utama dalam bidang obstetri karena persalinan preterm menjadi salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas perinatal. Sekitar 75% kematian perinatal disebabkan oleh kelahiran kurang bulan. Pemicu obstetri yang mengarah pada persalinan preterm antara lain: persalinan atas indikasi ibu ataupun janin, baik dengan pemberian induksi ataupun seksio sesarea, persalinan preterm spontan dengan selaput amnion utuh, dan persalinan preterm dengan ketuban pecah dini, baik yang pada akhirnya dilahirkan pervaginam atau seksio sesaria.
Bayi kurang bulan, terutama dengan usia kehamilan <32 minggu mempunyai risiko kematian 70 kali lebih tinggi, karena kesulitan untuk beradaptasi dengan kehidupan di luar rahim akibat ketidakmatangan sistem organ tubuh seperti paru-paru, jantung, ginjal dan hati. Kematian janin sering disebabkan oleh sindroma gawat nafas (respiratory distress syndrome (RDS)), perdarahan intraventrikuler, displasia bronkopulmoner, sepsis dan enterokolitis nekrotikans (P.O.G.I, 2011).
Masalah lain yang dapat timbul adalah masalah perkembangan neurologi yang bervariasi dari gangguan neurologis berat, seperti serebral palsi, gangguan intelektual, retardasi mental, gangguan sensoris (gangguan penglihatan, tuli), sarnpai gangguan yang lebih ringan seperti kelainan perilaku, kesulitan belajar, gangguan berbahasa, gangguan konsentrasi/atensi dan hiperaktif (P.O.G.I, 2011).
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya persalinan preterm dilihat dari faktor ibu yaitu toksemia gravidarum (preeklamsia dan eklamsia), kelainan bentuk uterus (uterus bikornis, inkompeten serviks), tumor (mioma uteri, sistoma), ibu yang
32
menderita penyakit akut (mis.tifus abdominalis, malaria) dan kronis (mis.TBC, jantung), trauma pada masa kehamilan antaralain fisik (jatuh) dan psikologis (stres), usia ibu pada waktu hamil kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, ibu-ibu yang sebelumnya telah melahirkan lebih dari 4 anak dan malnutrisi. Faktor janin yaitu kehamilan ganda, hidramnion, ketuban pecah dini (KPD), cacat bawaan, infeksi (mis. Ruberella, sifilis,toksoplasma), inkompatibilitas darah ibu dan janin (faktor rhesus, gol. darah ABO). Faktor plasenta yaitu plasenta previa dan solutio plasenta.
Identifikasi penyebab persalinan preterm salah satunya adalah infeksi. Pada penelitian oleh Goldenberg tahun 2008 telah meninjau peran infeksi pada kelahiran kurang bulan. Telah dihipotesiskan bahwa infeksi intrauterin memicu persalinan kurang bulan akibat aktivasi sistem imun bawaan. Mikroorganisme menyebabkan pelepasan sitokin inflamasi, seperti interleukin dan tumor necrosis factor (TNF) yang kemudian merangsang produksi prostaglandin dan atau matrix-degrading-enzime. Prostaglandin merangsang kontraksi rahim, sedangkan degradasi matriks ekstra seluler pada membran janin menyebabkan ketuban pecah dini kurang bulan. Diperkirakan 25 – 40 % persalinan preterm akibat infeksi intra uterin (Cunningham, 2012).
Vaginosis bakterialis adalah salah satu jenis infeksi penyebab persalinan preterm. Pada kondisi ini flora vagina yang normal, dominan lacto-bacillus yang memperoduksi hidrogen peroksida, digantikan dengan kuman anaerob, meliputi Gardnerella vaginalis, Mobiluncus species, dan Mycoplasma hominis. Vaginosis bakterialis telah dikaitkan dengan persalinan preterm, ketuban pecah dini, dan infeksi cairan amnion. Faktor – faktor lingkungan penting dalam perkembangan vaginosis bakterialis (Cunningham, 2012).
33
Preeklampsia juga menjadi salah satu pemicu persalinan preterm. Resiko persalinan preterm pada ibu yang mengalami pre-eklampsi adalah 2,67 kali lebih besar. Hal ini terjadi karena pre-eklampsi mempengaruhi pembuluh darah arteri yang membawa darah menuju plasenta. Jika plasenta tidak mendapat cukup darah, maka janin akan mengalami kekurangan oksigen dan nutrisi.
Terdapat beberapa indikator yang dapat dipakai untuk memprediksi persalinan preterm, yaitu indikator klinik berupa timbulnya kontraksi dan pemendekan serviks (secara manual atau ultrasonografi), terjadinya ketuban pecah dini juga meramalkan akan terjadinya persalinan preterm. Indikator laboratorik yang bermakna antara lain adalah jumlah leukosit dalam air ketuban (20/ml atau lebih), pemeriksaan CRP (>0,7 mg/ml) dan pemeriksaan leukosit pada serum ibu (>13.000/ml). Indikator biokimia antara lain adalah peningkatan kadar fibronektin janin pada vagina, serviks, dan air ketuban memberi indikasi adanya gangguan pada hubungan antara korion dan desidua. Pada kehamilah 24 minggu atau lebih. Kadar fibronektin janin 50 ng/ml atau lebih mengindikasikan resiko persalinan preterm (Sarwono, 2010).
Pertimbangan utama dalam penatalaksanaan persalinan preterm adalah memastikan bahwa ini memang persalinan preterm. Selanjutnya mengidentififikasi etiologi terkait persalinan preterm. Manajemen persalinan preterm tergantung dari beberapa faktor, yaitu keadaan selaput ketuban, pada umumnya persalinan tidak dihambat bila selaput ketuban sudah pecah. Persalinan akan sulit dicegah bila pembukaan mencapai 4 cm. Makin muda usia kehamilan, upaya mencegah persalinan makin perlu dilakukan. Persalinan dapat dipertimbangkan bila TBJ > 2000 gram atau kehamilan > 34 minggu, penyebab atau komplikasi persalinan preterm, dan kemampuan neonatal intensive care facilities (Sarwono, 2010).
34
Beberapa langkah yang dapat dilakukan pada persalinan preterm, terutama untuk mencegah morbiditas dan mortalitas persalinan preterm, yaitu bedrest, menghambat proses persalinan preterm dengan pemberian tokolisis, akselerasi pematangan fungsi paru dengan pemberian kortikosteroid, pencegahan infeksi dengan pemberian antibiotik (Cuningham, 2011).
35
BAB IV PENUTUP
4.1 Simpulan
Berdasarkan tinjauan pustaka dan pembahasan tersebut, maka dapat ditarik beberapa simpulan, yaitu :
1. Partus prematurus atau persalinan prematur merupakan dimulainya kontraksi uterus yang teratur disertai pendataran dan atau dilatasi serviks serta turunnya bayi pada wanita hamil yang lama kehamilannya kurang dari 37 minggu (kurang dari 259 hari) dari hari pertama haid terakhir.
2. Persalinan preterm menjadi masalah obstetri penting sebab menjadi salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas perinatal.
3. Pengenalan faktor resiko dan identifikasi penyebab terjadinya persalinan preterm adalah penting dalam upaya pencegahan terhadap terjadinya persalinan preterm yang dapat dijelaskan kepada ibu hamil melalui komunikasi, informasi, dan edukasi.
4. Wanita yang diketahuin beresiko mengalami persalinan preterm dan mereka yang diketahui memiliki tanda dan gejala persalinan preterm telah menjadi kandidat penerima intervensi yang dimaksudkan untuk meningkatkan prognosis neonatus. Jika tidak ada indikasi ibu atau janin yang mengharuskan pelaksanaan persalinan yang disengaja, maka intervensi dimaksudkan untuk mencegah persalinan kurang bulan.
5. Intervensi medik yang dilakukan adalah pemberian tokolisis, kortikosteroid, dan antibiotik.
36