• Tidak ada hasil yang ditemukan

Terapi pengobatan dikatakan tepat jika telah memenuhi indikator tepat penderita, tepat indikasi penyakit, tepat obat, tepat dosis (dosis, jumlah, cara, waktu dan lama pemberian obat harus tepat untuk mencapai efek terapi) dan tepat penilaian kondisi pasien (Depkes RI, 2008). Tepat penderita terkait dengan tingkat keparahan infeksi yang akan mempengaruhi dosis, rute, interval dan lama pemberian antibiotika. Tepat indikasi adalah peresepan antibiotika dengan tujuan untuk menghentikan infeksi. Tepat obat artinya pilihan antibiotika yang digunakan efektif untuk jenis bakteri yang diperkirakan atau berdasarkan hasil kultur. Tepat dosis berarti pasien telah menerima antibiotika dengan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan klinis dan kondisi fisiologi pasien. Tepat penilaian kondisi pasien yaitu penggunaan antibiotika disesuaikan dengan kondisi pasien, antara lain harus memperhatikan kontraindikasi, komplikasi, kehamilan,

17

menyusui, lanjut usia atau bayi. Berdasarkan, hasil evaluasi ditemukan peresepan antibiotika meropenem pada kasus 2, 6, 8, 17 dan 19, antibiotika cefriaxon pada kasus 6, antibiotika amoclav pada kasus 13, antibiotika ofloxacin pada kasus 15, antibiotika klacid pada kasus 21, antibiotika ampicillin-sulbactam pada kasus 23.

KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil penelitian adalah pasien ICU yang paling banyak ditemui laki – laki (61%) dan kelompok lansia (74%) dengan lama perawatan sesuai standar yang kurang dari 10 hari (70%). Antibiotika paling banyak diresepkan untuk pasien ICU adalah meropenem (23%) dengan cara pemberian intravena (43%), frekuensi pemberian 8 jam dan lama pemberian 4-7 hari (sesuai dengan standar DIH). Penyakit infeksi yang banyak ditemui pada pasien ICU adalah penyakit sepsis (22%). Berdasarkan kriteria gyssens, antibiotika yang digunakan adalah 31% masuk dalam kategori O, 6% masuk dalam kategori IIA, 14% masuk dalam kategori IIB, 31% masuk dalam kategori IIIA dan 17% masuk dalam kategori IIIB.

SARAN

Mengingat antibiotika dengan kategori O yang digunakan masih rendah (31%), maka disarankan perlunya pengawasan penggunaan antibiotika oleh tenaga medis di rumah sakit yang bersangkutan guna menjaga dan meningkatkan ketepatan penggunaan antibiotika serta melakukan standarisasi dengan DIH apabila pasien tidak memiliki resintensi terhadap antibiotika yang digunakan.

18

Arulanantham, R., Pathmanathan, S., Ravimannan, N., and Niranjan, K., 2012, Alternative Culture Media for Bacterial Growth Using Different Formulation of Protein Sources, Scholars Research Library, pp. 1-4.

Brooks, G.F., Carroll, K.C., Butel, J.S., Morse, S.A., and Mietzner, T.A., 2013, Medical Microbiology, 26th edition, Mc Graw-Hill Companies, USA, pp. 755-760.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008, Materi Pelatihan Peningkatan Pengetahuan dan Keterampilan Memilih Obat Bagi Tenaga Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI, Jakarta, hal. 6-8.

Gyssens, I.C., and Meer, J.M.W.V., 2001, Quality of Antimicrobial Drug Prescription in Hospital, Clinical Microbiology Infection, Volume 7, pp. 12-15.

Hopkins, J., 2015, Antibiotic Guidelines 2015/2016, John Hopkins Medicine, USA, pp. 8-20, 24-28, 32, 42-50, 54-56, 82-90, 99-100, 110-114, 137-144. Kaldhudal, M., and Lovland, A., 2002, Clostridial Necrotic Enteritis and

Cholangiohepatitis, The Elanco Global Enteritis Symposium, pp.1-14. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2011a, Pedoman Pelayanan

Kefarmasian untuk Terapi Antibiotik, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, hal. 15, 21, 27, 35-36.

Lacy, C.F., Amstrong, L.L., Goldman, P., and Lance, L.L., 2011, Drug Information Handbook, 20th edition, Lexi-Comp Inc, USA, pp. 105-109, 119-121, 320-323, 366-370, 378-380, 382-384, 565-568, 1095-1096, 1136- 1138, 1394-1396, 1642-1644, 1790-1791.

Martantya, R.S., Nasrul, E., dan Basyar, M., 2014, Gambaran Hitung Jenis Leukosit Pada Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik yang Dirawat di RSUP Dr. M. Djamil Padang, Artikel Penelitian, hal. 1-4.

Mckendrick, M.W., Mcgill, J.I., White, J.E., Wood, M.J., 1986, Oral Aciclovir in Acute Herpes zoster, British Medical Journal, pp. 1-4.

19

Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010, Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Intensive Care Unit (ICU) Di Rumah Sakit, Kementerian Kesehatan RI, Jakarta, hal. 4.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2011, Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik, Kementerian Kesehatan RI, hal. 16-18,19-22.

MIMS, 2015, MIMS Petunjuk Konsultasi, Edisi 15, PT Bhuana Ilmu Populer,

Jakarta, hal. 166, 180, 186-187, 188-189, 190-191, 196-197, 199, 201, 207-209, 221, 223.

Nascimento, Y.A., Carvalho, W.A., and Acurcio, F.A., 2009, Drug-Related Problems Observed in a Pharmaceutical Care Service, Belo Horizonte, Brazil, Brazilian Journal of Pharmaceutical Sciences, p. 1-10.

Notoatmodjo, 2012, Metodologi Penelitian Kesehatan, PT. Rineka Cipta, Jakarta, hal. 35-36.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003, Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Pneumonia Nosokomial di Indonesia, PDPI, Jakarta, hal. 2-4, 7-9.

Pratiwi, S.T., 2008, Mikrobiologi Farmasi, Penerbit Erlangga, Jakarta, hal. 152, 154-164

Siswandono, dan Soekardjo, B., 2000, Kimia Medisinal, Universitas Airlangga Press, Surabaya, hal. 109-161.

Tjay, T.H., dan Rahardja, K., 2002, Obat-Obat Penting, Edisi Kelima, PT Gramedia, Jakarta, hal. 60-61.

Tjay, T.H., dan Rahardja, K., 2007, Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan dan Efek-Efek Sampingnya, Edisi VI, Penerbit PT. Elex Media Komputindo, Jakarta, hal. 65-67.

Wells, B.G., Dipiro, J.T., Schwinghammer, T.L., dan Dipiro, C.V., 2015, Pharmacotherapy Handbook, Ninth Edision, Mc Graw Hill, USA, p. 1-8, 26-35, 185-193, 221-230, 251-255, 293, 313-322, 361-404, 418-447, 490- 499.

20 WHO, Switzerland, p. 24-25.

21

22

Gambar 1. Diagram Alir Kualitas Peresepan Antibiotika Berdasarkan Kriteria Gyssens

23

Penilaian peresepan antibiotika dengan menggunakan metode gyssens terbagi dalam kategori 0-VI. Kategori pengkajian kualitas peresepan antibiotika menurut metode gyssens (Gyssens, 2001):

Kategori 0 Penggunaan antibiotika tepat atau bijak Kategori I Penggunaan antibiotika tidak tepat waktu Kategori IIA Penggunaan antibiotika tidak tepat dosis

Kategori IIB Penggunaan antibiotika tidak tepat interval pemberian Kategori IIC Penggunaan antibiotika tidak tepat cara atau jalur pemberian Kategori IIIA Penggunaan antibiotika terlalu lama

Kategori IIIB Penggunaan antibiotika terlalu singkat Kategori IVA Ada antibiotika lain yang lebih efektif

Kategori IVB Ada antibiotika lain yang kurang toksik atau lebih aman Kategori IVC Ada antibiotika lain yang lebih murah

Kategori IVD Ada antibiotika lain yang spektrum anti bakterinya lebih sempit

Kategori V Penggunaan antibiotika tanpa ada indikasi Kategori VI Rekam medis tidak lengkap untuk dievaluasi

24

Tabel I. Profil Golongan dan Jenis Antibiotika Pada Pasien ICU RSH Jerman Periode Januari – September 2015

Golongan Antibiotika Jenis Antibiotika Jumlah Antibiotika Persentase (%) Penisillin Amoksisilin 1 3 Amoclav 1 3 Ampicillin- Sulbactam 2 6 Sefalosporin Cefriakson 1 3 Carbapenem Meropenem 8 23

Antibiotika lain sebagai inhibitor

sintesis dinding sel Vancomycin 1 3

Kuinolon Ciprofloxacin 1 3 Ofloxacin 1 3 Makrolida Klacid (Clarithromycin) 4 11 Tetrasiklin Doxycylin 3 8 Metronidazol Metronidazol 2 6 Piperacillin Tazobac 3 9

Sulfonamida Cotrim Fote 3 8

Antivirus Aciclovir 4 11

25 Lampiran 3

Tabel II. Profil Cara Pemberian Antibiotika Pada Pasien ICU RSH Jerman Periode Januari – September 2015

Nama Antibiotika Jumlah Antibiotika Cara Pemberian Antibiotika

Amoksisilin 1 Intravena Amoclav 1 Oral Ampisilin-Sulbactam 2 Intravena Cefriaxon 1 Intravena Meropenem 8 Intravena Vancomycin 1 Oral Ciprofloxacin 1 Oral

Klacid (Clarithromycin) 4 Oral

Doxycyclin 3 Oral

Metronidasol 2 Oral

Tazobac 3 Intravena

Cotrim Forte 3 Oral

Aciclovir 4 Oral

Ofloxacin 1 Oral

Total Antibiotika Oral 20 (57,14%)

26

Tabel III. Hasil Pemeriksaan Kultur Bakteri Pada Pasien ICU RSH Jerman Periode Januari – September 2015

Nama Pasien Penyakit Infeksi Hasil Kultur Bakteri Kasus 1 V.a pneumonia dan infeksi

saluran kemih -

Kasus 2 Peritonitis akut dan sepsis -

Kasus 3 Keracunan makanan

(Clostridium enteritis positif) -

Kasus 4 Sepsis

Tidak ada bakteri aerobik dan anaerobik maupun fungi pada kultur darah secara mikroskopis Kasus 5 Pielonefritis akut

(ISK komplikasi) -

Kasus 6

Herpes zoster enzefalitis, pneumonia aspirasi,sepsis

dan COPD

Tidak ada bakteri dan jamur pada kultur darah secara mikroskopis

Kasus 7 Pneumonia nosokomial oleh

MS Staphylococcus aureus - Kasus 8 Peritonitis akut dan sepsis -

Kasus 9 Sepsis -

Kasus 10 Septic arthritis -

Kasus 11 Pneumonia aspirasi dan

sepsis -

Kasus 12 Clostridium difficile terkait sepsis

Tidak ada bakteri aerobik dan anaerobik maupun fungi pada kultur darah secara mikroskopis

Kasus 13 Pneumonia aspirasi dan COPD

Ada bakteri aerobik dan anaerobik maupun fungi pada kultur darah secara mikroskopis

Kasus 14 Pneumonia nosokomial oleh

MRSA MRSA tidak terdeteksi

Kasus 15 COPD dan septic arthritis

Tidak ada bakteri aerobik dan anaerobik maupun fungi pada kultur darah secara mikroskopis Kasus 16 Herpes zoster dan infeksi

27

Kasus 17 COPD dan sepsis Terdapat Bacillus dan Staphylococcus epidermidis banyak

Kasus 18

Septic arthritis dan peptic ulcer (Helicobacter pylori

positif)

Tidak ada bakteri aerobik dan anaerobik maupun fungi pada kultur darah secara mikroskopis Kasus 19 Infeksi vagina oleh

Escherichia dan Klebsiella - Kasus 20 Pneumonia nosokomial dan

COPD -

Kasus 21 COPD dengan komplikasi

eksaserbasi uncomplicanted - Kasus 22 Pneumonia nosokomial oleh

MRSA MRSA tidak terdeteksi

Kasus 23 V.a pneumonia dan COPD

Tidak ada bakteri aerobik dan anaerobik maupun fungi pada kultur darah secara mikroskopis

28 Contoh Rekam Medis Kasus 1

Nama Pasien : Kasus 1 No RM : 78652 Umur : 60 tahun Jenis Kelamin : perempuan Tanggal Masuk : 10.01.2015

Riwayat : - Tanggal Keluar :

26.01.2015 Diagnosa Penyakit :

 Ventilator associated pneumonia

 Infeksi saluran kemih terdapat nitrit positif  Serangan jantung tahap pertama

 Hipertensi arteri  Hipokalemia Hasil Laboratorium : -

Tabel IV. Profil Penggunaan Antibiotika dan Obat Lain Pada Kasus 1 Nama Antibiotika Dosis Antibiotika Aturan Pemakaian Lama Pemberian Jalur Pemberian

Tazobac 4,5 g 3x1 sehari 3 hari Intravena

Nama Obat Lain Dosis Obat Aturan Pemakaian

Lama Pemberian

Jalur Pemberian

Pantozol 40 mg 2x1 sehari 16 hari Oral

Xarelto 15 mg 1x sehari 16 hari Oral

Metoprolol 47,5 mg 3x1 sehari 16 hari Oral

Ramipril 5 mg 2x1 sehari 16 hari Oral

Bricanyl 250 mcg 2x 1/2 ampul 16 hari Subkutan

NAC 600 mg 1x sehari 16 hari Oral

Insulin Rapid - jika dibutuhkan - Intravena

Terapi inhalasi

dengan larutan - 3x1 sehari 16 hari Inhaler

Bifiteral (obat

29

Tabel V. Analisis Antibiotika Pada Kasus 1 Berdasarkan Diagram Alir Gyssens

Antibiotika : Tazobac 4,5 g

Kategori Gyssens Hasil Assesment (Lolos / Tidak Lolos Per Kategori) Kategori VI

Lolos kategori VI (Data rekam medis pasien lengkap) Assesment : Data rekam medis lengkap.

Kategori V

Lolos kategori V (Ada indikasi infeksi bakteri)

Assesment : Pada pasien ini menderita penyakit ventilator associated pneumonia yang ada indikasi infeksi bakteri (diduga adanya bacilli gram negatif yang lain) dan infeksi saluran kemih yang terdapat nitrit positif yang mengindikasikan adanya bakteri gram negatif, misalnya E.coli (Hopkins, 2015).

Kategori IV A

Lolos kategori IV A (Tidak ada antibiotika yang lebih efektif) Assesment : Tidak ada antibiotika lain yang lebih efektif, antibiotika lini pertama untuk pengobatan V.a pneumonia dan infeksi saluran kemih adalah tazobac 4,5 g bentuk injeksi sudah tepat (Lacy et al, 2011 and Hopkins, 2015).

Kategori IV B

Lolos kategori IV B (Tidak ada antibiotika yang lebih aman) Assesment : Antibiotika ini cukup aman digunakan karena tidak ada kontraindikasi dengan kondisi fisiologis pasien kecuali bagi pasien yang hipersensitivitas terhadap penisilin dan inhibitor beta laktamase serta tidak ada interaksi dengan obat lain yang digunakan kecuali dengan probenecid (Lacy et al, 2011).

Kategori IV C

Lolos kategori IV C (Tidak ada antibiotika yang lebih murah) Assesment : Harga antibiotika tazobac 4,5 g merek Tazocin Perusahaan Pfizer per vial adalah Rp 65.912,00 dibandingkan tazobac 4,5 g merek Pybactam Perusahaan Sandoz per vial adalah Rp 230.000,00 (MIMS, 2015).

30 Kategori IV D

Lolos kategori IV D (Tidak ada antibiotika yang lebih spesifik)

Assesment : Tidak dilakukan kultur bakteri sehingga tidak diketahui jenis bakteri penginfeksi pasien pada awal diagnosa, sehingga pemberian antibiotika dilakukan secara empiris. Antibiotika tazobac 4,5 g merupakan golongan piperacillin yang berspektrum sempit untuk membunuh bakteri gram negatif (bersifat bakterisid) sehingga dalam pengobatan V.a pneumonia yang diduga disebabkan bacilli gram negatif dan infeksi saluran kemih yang terdapat nitrit positif (indikasi adanya bakteri gram negatif, E.coli) sudah tepat pengobatannya (Lacy et al, 2011; Hopkins, 2015; Perhimpunan Paru Indonesia, 2003).

Kategori III A

Lolos Kategori III A (Penggunaan antibiotika tidak terlalu lama)

Assessment : Penggunaan antibiotika tazobac 4,5 g secara intravena tidak terlalu lama, waktu yang dianjurkan 7-14 hari sedangkan penggunaan antibiotika tazobaz 4,5 g secara intravena diberikan selama 3 hari (Lacy et al, 2011).

Kategori III B

Tidak Lolos Katgeori III B (Penggunaan antibiotika terlalu singkat)

Assessment : Penggunaan antibiotika tazobac 4,5 g secara intravena terlalu singkat, waktu yang dianjurkan 7-14 hari sedangkan penggunaan antibiotika tazobac 4,5 g secara intravena yang diberikan selama 3 hari (Lacy et al, 2011).

31 Lampiran 6

Contoh Rekam Medis Kasus 2 Nama Pasien : Kasus 2 No RM : 72172 Umur : 49 tahun Jenis Kelamin : laki-laki Tanggal Masuk : 04.07.2015 Riwayat :  Abdomen akut

 Kuadran peritonitis perforasi lambung  Penggumpalan darah, leukopenia  Gagal ginjal akut

Tanggal Keluar : 04.07.2015

Diagnosa Penyakit :  Peritonitis akut

 Penggumpalan darah (sepsis)  Gangguan ginjal kronis Hasil Laboratorium :

 Leukosit 2,7 x 10^3 /µl (normal : 4,4 - 10,1)

 CRP (C-Reactive Protein) 47,6 mg/L (normal : < 0,50 mg/L)  PCT (Procalcitonin) >100 ng/mL (normal 0,5 ng/mL)

Antibiotika yang Digunakan : Meropenem

 Dosisnya 1 g

 Aturan pemakaian 3x1 sehari  Lama pemberian 4-5 hari  Jalur pemberian intravena

32 Gyssens Antibiotika :

Meropenem 1 g

Kategori Gyssens Hasil Assesment (Lolos/Tidak Lolos Per Kategori) Kategori VI

Lolos Kategori VI (Data rekam medis pasien lengkap) Assesment : Data rekam medis lengkap.

Kategori V

Lolos Kategori V (Ada indikasi infeksi bakteri)

Assesment : Adanya indikasi penyakit akibat infeksi bakteri. Peritonitis akut merupakan respon inflamasi pada lapisan peritoneum yang disebabkan oleh bakteri secara spontan (dapat berupa bakteri gram positif maupun gram negatif) dan beresiko tinggi pada pasien gagal ginjal. Sedangkan penyakit sepsis merupakan sindrom respon inflamasi sistemik sekunder terhadap infeksi bakteri (disebabkan bakteri gram negatif). Selain ini juga didukung dengan nilai leukosit yaitu 2,7 x 10^3 /µl (normal : 4,4 - 10,1),nilai CRP (C-Reactive Protein) 47,6 mg/L (menunjukkan risiko tinggi pada kardiovaskuler) dan nilai PCT (Procalcitonin) > 100 ng/mL (menunjukkan risiko tinggi sepsis berat) yang berada di luar batas normal sehingga menunjukkan adanya infeksi bakteri (Wells et al, 2015).

Kategori IV A

Lolos Kategori IV A (Tidak Ada antibiotika yang lebih efektif)

Assessment : Tidak ada antibiotika yang lebih efektif sehingga pengobatan peritonitis akut yang disebabkan bakteri secara spontan dan penyakit sepsis menggunakan Meropenem 1g bentuk injeksi sudah tepat karena pasien mempunyai riwayat abdomen akut (Hopkins, 2015).

Kategori IV B

Lolos Kategori IV B (Tidak ada antibiotika yang lebih aman)

Assessment : Antibiotika ini cukup aman digunakan karena tidak ada kontraindikasi dengan kondisi fisiologis pasien seperti terjadi reaksi anaphylactic dan tidak ada interaksi dengan obat lain yang digunakan kecuali dengan probenecid (Lacy et al, 2011).

33 Kategori IV C

Lolos Kategori IV C (Tidak ada antibiotika yang lebih murah)

Assessment : Harga antibiotika meropenem 1 g merek Merabot Perusahaan Interbat adalah Rp 330.000,00 lebih murah dibandingkan meropenem 1 g merek Eradix Perusahaan Pharos adalah Rp 350.000,00 (MIMS, 2015).

Kategori IV D

Lolos Kategori IV D (Tidak ada antibiotika yang lebih spesifik)

Assessment : Tidak dilakukan kultur bakteri sehingga tidak diketahui jenis bakteri penginfeksi pasien pada awal diagnosa, sehingga pemberian antibiotika dilakukan berdasarkan riwayat pasien dan secara empiris. Antibiotika meropenem 1 g bentuk injeksi merupakan golongan beta-laktam yang berspektrum luas sehingga tepat digunakan untuk pengobatan peritonitis akut dan sepsis yang bakteri tidak diketahui dengan jelas yang dapat berupa bakteri gram negatif maupun gram positif (Hopkins, 2015 and Wells et al, 2015).

Kategori III A

Lolos Kategori III A (Penggunaan antibiotika tidak terlalu lama)

Assessment : Penggunaan antibiotika meropenem 1 g secara intravena tidak terlalu lama, waktu yang dianjurkan 4-7 hari sedangkan penggunaan antibiotika meropenem 1 g secara intravena diberikan selama 4-5 hari (Lacy et al, 2011).

Kategori III B

Lolos Kategori III B (Penggunaan antibiotika tidak terlalu singkat)

Assessment : Penggunaan antibiotika meropenem 1 g secara intravena tidak terlalu singkat, waktu yang dianjurkan 4-7 hari sedangkan penggunaan antibiotika meropenem 1 g secara intravena diberikan selama 4-5 hari (Lacy et al, 2011).

Kategori II A

Lolos Kategori II A (Penggunaan antibiotika tepat dosis) Assessment : pasien diberikan antibiotika meropenem 1 g secara intravena dengan dosis 3 x 1 gram setiap 4-5 hari. Hal ini sesuai dengan dosis terapi meropenem untuk peritonitis akut dan sepsis yaitu 3x1 gram setiap 4-7 hari (Lacy et al, 2011).

34 Kategori II B

Lolos Kategori II B (Penggunaan antibiotika tepat interval pemberian)

Assessment : pasien diberikan antibiotika meropenem 1 g secara intravena dengan interval pemberian setiap 8 jam dalam 3x1 gram setiap 4-5 hari. Hal ini sesuai dengan interval pemberian dalam terapi meropenem 1 g untuk peritonitis akut dan sepsis yaitu setiap 8 jam dalam 3x1 gram setiap 4-7 hari (Lacy et al, 2011).

Kategori II C

Lolos Kategori II C (Rute pemberian antibiotika tepat) Assessment : Pasien diberikan antibiotika meropenem 1 g dengan jalur pemberian secara intravena dengan aturan pemakaian 3x1 gram selama 4-5 hari. Hal ini sesuai dengan jalur pemberian secara intravena dalam terapi meropenem 1 g untuk peritonitis akut dan sepsis dalam aturan pemakaian 3x1 gram setiap 4-7 hari (Lacy et al, 2011).

Kategori I

Lolos Kategori I (Waktu pemberian antibiotika tepat) Assessment : pasien diberikan antibiotika meropenem 1 g secara intravena dengan waktu pemberian 3x sehari dalam 1 gram setiap 4-5 hari. Hal ini sesuai dengan waktu pemberian dalam terapi meropenem 1 g untuk peritonitis akut dan sepsis yaitu 3x sehari dalam 1 gram setiap 4-7 hari (Lacy et al, 2011). Kategori O Penggunaan antibiotika tepat atau bijak

35 Lampiran 7

Contoh Rekam Medis Kasus 3 Nama Pasien : Kasus 3 No RM : 34172 Umur : 83 tahun Jenis Kelamin : laki-laki Tanggal Masuk : 11.01.2015 Riwayat :  Sesak napas  Pusing dan mual  Alergi penisillin

Tanggal Keluar : 16.01.2015

Diagnosa Penyakit :

 Keracunan makanan (Clostridium enteritis positif)  Tidak suara sesak nafas

 Perut kembung

 Tidak ada tekanan rasa sakit

 Neurologis pasien terganggu (kelainan pada sistem saraf)

Hasil Laboratorium : Tanggal 11.01.2015 :

 CK (Kreatin Kinase) 43 U/ L (normal : < 167 U/L)

 CRP (C-Reactive Protein) 2,02 mg/L (normal : < 0,50 mg/L)  Kalsium 2,37 mmol / L (normal : 9 - 11 mg/dL)

 Kreatinin 1,05 mg/dL (normal : 0,8 – 1,4 mg/dL)  Eritrosit 5,4 x 10^6 /µL (normal : 4,0 – 5,2)  Leukosit 19,6 x 10^3 /µl (normal : 4,4 - 10,1)  Trombosit 226 x 10^3 /µL (normal : 1,5 – 4,0)

 GFR (Glomerular Filtration Rate) 67 mL /min (normal : 60 – 89)  Glukosa 108 mg/dL (normal : 70 – 110 mg/dL)

 Hemoglobin 17,0 g/dL (normal : 12,0 – 16,0 g/dL)  Kalium 4,67 mmol/L (normal : 3,5 – 5,3 mmol/L)  Natrium 135 mmol/ L (normal : 135 - 145 mmol/L)

 LDH (Lactate Dehidrogenase) 169 U /L (normal : 110- 210 U/L)  Neutrofil 90% (normal : 50% – 70%)  Monosit 6% (normal : 4% - 11%)  Limfosit 4% (normal : 16% - 46%)  Eosinofil 0% (normal : 0% - 8%)  Hematokrit 48,4% (normal : 42% - 52%)  Urea 26 mg/dL (normal : 7 – 22 mg/dL)

36 Tanggal 12.01.2015 :

 Status urin 0 mg/dL (normal : 0,5 – 1,2 mg/dL) Status urin eritrosit 50 /µL (normal : <25) Warna urin kecoklatan

Tabel VII. Profil Penggunaan Antibiotika dan Obat Lain Pada Kasus 3 Nama Antibiotika Dosis Antibiotika Aturan Pemakaian Lama Pemberian Jalur Pemberian

Metronidazol 400 mg 2x1 sehari 9 hari Oral

Nama Obat Dosis Obat Aturan Pemakaian

Lama Pemberian

Jalur Pemberian

ASS 100 mg 1x sehari 6 hari Oral

Simvahexal 30 mg 1x sehari 6 hari Oral

Bisoprolol 5 mg 1/2 dalam 2x sehari 6 hari Oral

37

Tabel VIII. Analisis Antibiotika Pada Kasus 3 Berdasarkan Diagram Alir Gyssens

Antibiotika :

Metronidazol 400 mg

Kategori Gyssens Hasil Assesment (Lolos/Tidak Lolos Per Kategori) Kategori VI Lolos Kategori VI (Data rekam medis pasien lengkap)

Assessment : Data rekam medis lengkap

Kategori V

Lolos Kategori V (Ada indikasi infeksi bakteri)

Assessment : Adanya indikasi penyakit akibat infeksi bakteri yaitu pada keracunan makanan terdapat clostridium enteritis positif disebabkan oleh clostridium perfringens (Bacilli gram positif) yang menyebabkan infeksi pada usus. Selain itu juga didukung dengan nilai leukosit 19,6 x 10^3 / µl (normal : 4,4- 10,1), nilai limfosit 4% (normal : 25-40), nilai neutrofil 90% (normal : 50-70), nilai CRP (Protein C-reaktif) 2,02 mg / dL (normal : < 0,50), nilai GFR/CKD-EPI 67 mL / min (normal : 90-120) yang berada di luar batas normal, warna urin kecoklatan (Kaldhusdal & Lovland, 2002 and Wells et al, 2015).

Kategori IV A

Lolos Kategori IV A (Tidak ada antibiotika yang lebih efektif)

Assessment : Tidak ada antibiotika yang lebih efektif, antibiotika lini pertama untuk Clostridium enteritis positif yaitu Metronidazol 400 mg bentuk oral yang efektif untuk spesies Clostridium (Hopkins, 2015 and Wells et al, 2015).

Kategori IV B

Lolos Kategori IVB (Tidak ada antibiotika yang lebih aman)

Assessment : Antibiotika ini cukup aman digunakan karena tidak ada kontraindikasi dengan kondisi fisiologis pasien seperti hipersensitivitas terhadap metronidazol dan derivatif nitroimidazol serta tidak ada interaksi dengan obat lain yang digunakan kecuali dengan alkohol, busulfan, kolkisin, eplerenon dan antagonis vitamin K (Lacy et al, 2011).

38 Kategori IVC

Lolos Kategori IVC (Tidak ada antibiotika yang lebih murah)

Assessment : Harga antibiotika metronidazol 400 mg merek Metrolet Perusahaan Harsen adalah Rp 576,00 dibandingkan antibiotika metronidazol merek Trichodazol Perusahaan Sanbe adalah Rp 1.008,00 (MIMS, 2015).

Kategori IVD

Lolos Kategori IVD (Tidak ada antibiotika yang lebih spesifik)

Assessment : Tidak dilakukan kultur bakteri sehingga tidak diketahui jenis bakteri penginfeksi pasien pada awal diagnosa, sehingga pemberian antibiotika secara empiris. Antibiotika metronidazol 400 mg secara oral adalah turunan nitroimidazol yang berspektrum luas sehingga tepat untuk pengobatan keracunan makanan yang terdapat clostridium enteritis positif disebabkan oleh clostridium perfringens (Kaldhusdal & Lovland, 2002 and Wells et al, 2015).

Kategori IIIA

Tidak Lolos Kategori IIIA (Penggunaan antibiotika terlalu lama)

Assessment : Penggunaan antibiotika metronidazol 400 mg secara oral terlalu lama, waktu yang dianjurkan adalah 4-7 hari. Hal ini tidak sesuai penggunaan antibiotika metronidazol 400 mg secara oral dalam pengobatan keracunan makanan yang terdapat clostridium enteritis positif disebabkan oleh clostridium perfringens pada pasien adalah 9 hari (Lacy et al, 2011).

39 Lampiran 8

Contoh Rekam Medis Kasus 4 Nama Pasien : Kasus 4 No RM : 78144 Umur : 78 tahun Jenis Kelamin : Laki-Laki Tanggal Masuk : 12.07.2015 Riwayat :

Pasien rawat yang pernah ditangani sebelumnya, mengalami gejala nyeri perut dan diklarifikasi lebih lanjut

Tanggal Keluar : 20.07.2015 Diagnosa Penyakit :

Sepsis

 Limfoma usus kecil yang berkelangsungan

- Gastroskopi dan koloskopi pada 13.07.2015 (dilihat dari lengan kecil)  Tanpa nekrosis lambung pada 14.07.2015

- CT- abdomen dari 13.07.2015 dan 19.07.2015 (dilhat dari CD dengan gambar yang diberikan)

Hasil Laboratorium : Tanggal 17.07.2015 :

 Kultur darah : Tidak diketahui fungi maupun bakteri aerobik dan anaerobic  Temperatur 38°C (normal : 36,5°C – 37,5°C)

 RR (Respiratory Rate) 114/63 mmHg (normal : < 120/<80 mmHg)  HF (Heart Failure) 63/menit (normal : 60-100/menit)

Tabel IX. Profil Penggunaan Antibiotika dan Obat Lain Pada Kasus 4 Nama Antibiotika Dosis Antibiotika Aturan Pemakaian Lama Pemberian Jalur Pemberian

Meropenem 1 g 3x 1 sehari 6 hari Intravena

Nama Obat Dosis Obat Aturan Pemakaian

Lama Pemberian

Jalur Pemberian

Clexane 0,8 mL 2x1 sehari 9 hari Subkutan

Pantozol 40 mg 2x1 sehari 9 hari Oral

Oxycodon 10 mg 2x1 sehari 9 hari Oral

Paracetamol 500 mg 4x sehari 9 hari Oral

Eubiol Kapsul - 2x1 sehari 9 hari Oral

SmofKabiven

peripher 1200 mL/Tag 1x tg 1 9 hari Intravena

40 Gyssens Antibiotika :

Meropenem 1 g

Kategori Gyssens Hasil Assesment (Lolos/Tidak Lolos Per Kategori) Kategori VI

Lolos Kategori VI (Data rekam medis lengkap) Assessment : Data rekam medis lengkap

Kategori V

Tidak Lolos Kategori V (Tidak ada indikasi infeksi bakteri)

Assessment : Ada indikasi infeksi bakteri penyakit pada pasien yang menderita penyakit sepsis yang merupakan sindrom respon inflamasi sistemik sekunder terhadap infeksi bakteri (kemungkinan sebagian besar disebabkan bakteri gram negatif tetapi bakteri gram positif juga bisa) dan didukung dengan pemeriksaan fisik seperti temperatur tubuh 38°C (normal : 36,5°C – 37,5°C) (Wells et al, 2015).

Kategori IV A

Lolos Kategori IV A (Tidak ada antibiotika yang lebih efektif)

Assessment : Tidak ada antibiotika lain yang lebih efektif sehingga pengobatan penyakit sepsis menggunakan meropenem 1 g bentuk injeksi sudah tepat (Wells et al, 2015).

Kategori IVB

Lolos Kategori IV B (Tidak ada antibiotika yang lebih aman)

Assessment : Antibiotika ini cukup aman digunakan karena tidak ada kontraindikasi dengan kondisi fisiologis pasien seperti terjadi reaksi anaphylactic dan tidak ada interaksi dengan obat lain yang digunakan kecuali dengan probenecid (Lacy et al, 2011).

Kategori IV C

Lolos Kategori IVC (Tidak ada antibiotika yang lebih murah)

Assesment : Harga antibiotika meropenem 1 g merek Merabot Perusahaan Interbat adalah Rp 330.000,00 lebih murah dibandingkan meropenem 1 g merek Eradix Perusahaan Pharos adalah Rp 350.000,00 (MIMS, 2015).

41 Kategori IV D

Lolos Kategori IV D (Tidak ada antibiotika yang lebih spesifik)

Assessment : Dilakukan kultur bakteri pada darah tetapi jenis bakteri penginfeksi pasien adalah negatif, sehingga pemberian antibiotika dilakukan secara empiris. Antibiotika meropenem 1 g bentuk injeksi merupakan golongan beta-laktam yang berspektrum luas sehingga tepat digunakan untuk pengobatan sepsis yang bakteri tidak diketahui dengan jelas yang dapat berupa bakteri gram negatif maupun gram positif (Hopkins, 2015 and Wells et al, 2015)

Kategori III A

Lolos Kategori III A (Penggunaan antibiotika tidak terlalu lama)

Assessment : Penggunaan antibiotika meropenem 1 g secara intravena tidak terlalu lama, waktu yang dianjurkan 4-7 hari sedangkan penggunaan antibiotika meropenem 1 g secara intravena dalam pengobatan sepsis pada pasien diberikan selama 6 hari (Lacy et al, 2011).

Kategori III B

Lolos Kategori III B (Penggunaan antibiotika tidak terlalu singkat)

Assessment : Penggunaan antibiotika meropenem 1 g secara intravena tidak terlalu singkat, waktu yang dianjurkan 4-7 hari

Dokumen terkait