• Tidak ada hasil yang ditemukan

Selain oleh kondisi traktor, performansi roda traksi juga dipengaruhi oleh kondisi lahan. Pada lahan sawah, untuk meningkatkan traksi dari roda maka digunakan roda sangkar. Lahan sawah harus dapat mendukung laju lalu lintas traktor. Roda traksi traktor pertanian salah satunya berfungsi untuk menghasilkan traksi. Traksi yang diperoleh merupakan hasil dari aksi-reaksi roda traksi dengan landasannya. Aksi putaran roda traksi dan beban dinamis yang dimilikinya mengakibatkan reaksi dari landasan berupa gesekan dan geseran di antara lapisan landasan yang menerima beban tersebut. Kejadian tersebut dapat mengakibatkan slip pada roda traksi yang akan mengurangi kecepatan maju traktor dan tenaga tarik yang dihasilkan. Semakin besar traksi, maka tenaga tarik yang dihasilkan akan semakin besar pula. Dan semakin besar tenaga tarik maka efisiensi traksi akan semakin besar pula. Pada slip optimum akan tercapai gaya tarik dan efisiensi traksi yang maksimum.

1. Ketenggelaman Roda (Sinkage)

Mandang dan Nishimura (1991) menyatakan bahwa kemampuan lalu lintas traktor tidak hanya ditentukan oleh kelunakan dan kelemahan tanah tetapi juga tergantung pada kemampuan alat tersebut untuk bekerja pada kondisi tanpa adanya sinkage. Kemampuan ini disebut sebagai daya apung dari kendaraan.

Sinkage adalah terjadinya penurunan permukaan tanah akibat gaya dari luar dengan mengabaikan distribusi dalam tanah khususnya lalu lintas, yang dapat mengakibatkan pemadatan tanah. Penurunan permukaan terjadi sampai pada keadaan di mana gaya penahan dari tanah seimbang dengan beban yang diberikan. Kenaikan beban dapat menyebabkan kenaikan sinkage (Mandang dan Nishimura, 1991). Batas sinkage pada kemampuan lalu lintas traktor maksimum adalah 15 – 20 cm, tetapi hal ini tergantung pada alat traksi traktor, kondisi profil dan permukaan tanah.

Ketenggelaman roda (sinkage) yang besar dapat menimbulkan tahanan gelinding (rolling resistance) yang semakin besar. Menurut Sembiring, et al. (1990) tahanan gelinding adalah besarnya tahanan yang harus diatasi traktor untuk dapat bergerak menarik melalui rodanya. Besarnya tahanan gelinding dipengaruhi oleh kondisi permukaan tanah dan ukuran roda. Bila traktor tenggelam atau masuk ke dalam tanah maka dapat menaikkan tahanan gelinding dan gaya angkat serta dapat menurunkan gaya tarik.

Menurut Triratanasirichai (1991), semakin besar slip yang terjadi maka ketenggelaman roda juga akan semakin besar. Metode pengukuran ketenggelaman roda yang dilakukan adalah dengan menggunakan metode alat ski dengan mekanisme 4 batang hubung yang dilengkapi sensor infrared distancemeter. Selain itu dinyatakan bahwa kisaran ketenggelaman roda yang terjadi pada traktor dua roda di sawah berkisar 10 cm – 42 cm.

Sembiring et al. (1990) menyatakan bahwa beban tarik roda sangat dipengaruhi oleh adanya kontak antara roda dengan tanah. Kontak antara roda dengan tanah dipengaruhi oleh ukuran roda, berat roda, berat traktor yang ditumpu roda, dan kondisi tanah tumpuan roda. Semakin besar beban tarik maka ketenggelaman roda semakin besar.

Sudianto (2000) dari hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa dengan meningkatnya beban horisontal maka nilai ketenggelaman roda cenderung bertambah. Hal ini disebabkan oleh terdeformasinya tanah untuk mengatasi beban tarik yang ditumpu oleh tanah yang ditekan sirip lebih besar pada saat pembebanan mendatar yang besar.

Menurut Sudianto (2000) dalam pengujian ketenggelaman jenis roda bersirip kaku, roda bersirip karet dan roda besi dengan sirip berpegas pada tanah basah, di antara ketiga jenis roda sirip tersebut roda sirip berpegas menghasilkan sinkage roda yang paling rendah. Pada beban tarik kurang dari 360 N roda besi dengan sirip kaku menghasilkan rata-rata lebih besar (11.3 cm) daripada roda besi dengan sirip pegas (9.5 cm). Hal ini disebabkan adanya gerakan dari mekanisme sirip berpegas sehingga gaya angkatnya tinggi. Sedangkan pada roda besi dengan sirip karet nilai sinkage rata-rata lebih rendah (9.0 cm) dari roda besi dengan sirip kaku (11.3 cm). Hal ini karena mekanisme lenturan karet yang membentuk sudut kemiringan sirip sehingga gaya angkat roda tersebut bertambah.

Menurut Muhtar (2002) dalam pengujian ketenggelaman jenis roda besi bersirip kaku, dan roda besi bersirip gerak dengan sirip berpegas pada lahan sawah leuwikopo dengan menggunakan implemen gelebeg diperoleh hasil bahwa besarnya sinkage dari roda besi bersirip kaku lebih besar yaitu 12.25 cm dibandingkan dengan sinkage dari roda besi bersirip gerak sebesar 12 cm, hal ini disebabkan karena nilai slip dari roda besi bersirip kaku lebih besar yaitu 9.1 %, bila dibandingkan dengan slip dari roda besi bersirip gerak yaitu 1.75 %.

2. Slip Roda Traksi

Liljedahl et al . (1989) menyatakan bahwa slip merupakan penurunan kecepatan traktor karena beban operasi pada kondisi lapangan. Besarnya slip sangat dipengaruhi oleh tipe alat tarik, tipe dan kondisi tanah, kandungan air tanah, dimensi alat tarik, distribusi tekanan tanah dan lug design. Slip yang terjadi pada traksi traktor dapat diketahui dari pengurangan kecepatan traktor pada saat beroperasi dengan beban

dibandingkan dengan kecepatan traktor teoritis. Slip roda traksi dapat dihitung dengan rumus (Hermawan et al ., 2001) :

S = ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ − w f D V ω 5 . 0 1 X 100... (3) di mana : S = slip roda (%),

Vf = kecepatan maju roda (m/detik), ω = kecepatan putar roda (radian/detik), Dw = diameter roda (m).

Selain persamaan di atas persamaan lain yang dapat digunakan adalah:

ro ri ro J J J S − = ... (4) di mana: S = slip roda traksi (%),

Jri = jarak tempuh traktor saat bekerja (m), Jro = jarak tempuh traktor tanpa beban (m).

Sedangkan menurut Sakai et al. (1998), slip adalah ukuran gerak relatif permukaan kontak dari alat traksi atau alat transportasi dengan permukaan pendukungnya. Slip yang berlebihan akan mengurangi kecepatan maju traktor dan tenaga tarik yang dihasilkan. Semakin kecil slip roda traktor maka efisiensi traktor makin besar. Lapisan kedap mampu mengurangi terjadinya slip roda pada alat dan mesin pertanian. Lahan dapat dikatakan mempunyai lapisan kedap apabila nilai indeks kerucutnya lebih dari 7 kgf/cm2.

Besarnya slip sangat dipengaruhi oleh beban tarik, landasan, dan jenis tarikan. Perbedaan kecepatan dengan perbedaan transmisi yang digunakan juga dapat memberikan pengaruh pada slip. Menurut Sembiring et al. (1990), pada tanah liat yang basah, tenaga terbesar untuk menarik dicapai pada slip sekitar 35 %. Sedangkan pada tanah kering, tenaga terbesar untuk menarik dicapai pada slip 15 – 25 %. Namun pada tanah basah, slip terjadi sampai 60% dengan hanya menghasilkan tenaga sekitar 10 – 20 %. Dengan

demikian banyak tenaga yang hilang untuk mengatasi tahanan gelinding dan slip roda sehingga yang didapat hanya pelumpuran lahan oleh roda.

Penambahan berat statis pada roda penggerak dapat meningkatkan daya tarik traktor dan menurunkan slip pada pengoperasian roda di tanah kering. Jumlah berat statis yang dapat digunakan pada roda penggerak dibatasi oleh kemampuan roda menerima beban, daya dari motor, kekuatan rangka traktor, operasi di lapangan, dan daya dukung tanah (Ritchey et al.,1961 dalam Daywin, 1991).

Menurut Triratanasirichai (1990), tingginya slip roda dipengaruhi oleh adanya kelengketan tanah pada sirip dari roda sirip. Jika kelengketan tanah pada sirip sangat banyak maka akan menimbulkan roda bersirip itu ditutupi tanah, dan fungsi dari roda bersirip untuk meningkatkan gaya angkat akan percuma saja karena bentuk roda akan seperti roda biasa sehingga menyebabkan tingginya slip. Salah satu cara untuk mengatasi hal ini adalah dengan membuat sudut sirip sebesar 45o, karena sirip dengan sudut ini tidak menyebabkan kelengketan tanah yang terlalu besar.

Hasil penelitian Sudianto (2000) menunjukkan bahwa untuk tiga jenis roda sirip yang diuji (roda besi dengan sirip kaku, roda besi dengan sirip berpegas dan roda besi dengan sirip karet) pada beban tarik kurang dari 250 N nilai slip rodanya tidak berbeda jauh, tetapi untuk beban tarik lebih dari 250 N roda sirip berpegas maupun sirip karet slipnya lebih tinggi dibandingkan roda sirip kaku. Nilai slip roda rata-rata pada sirip kaku sebesar 11.17 % untuk beban tarik 125 N, pada roda sirip karet denagn beban tarik 124 N slip roda yang dihasilkan sebesar 17.12 % sedangkan untuk roda sirip berpegas dengan beban tarik 127 N slip yang dihasilkan sebesar 2.70 %.

Sudianto (2000) dalam penelitiannya menyatakan bahwa jumlah tanah lengket pada sirip roda untuk ketiga tingkat spasi sirip (182.5 mm, 147.4 mm, dan 123.5 mm) umumnya cenderung naik dengan semakin besarnya nilai pembebanan mendatar. Hal ini disebabkan oleh nilai ketenggelaman dan slip roda yang cenderung tinggi pada beban tarik yang tinggi, sehingga volume tanah yang terdorong dan lengket pada sirip besar.

3. Kapasitas Lapangan dan Efisiensi Lapangan

Kapasitas lapangan efektif (KLE) dan efisiensi lapangan (El) diperoleh dari pengukuran waktu kerja efektif (WK), kecepatan maju traktor rata-rata (vt), luas lahan (Ll), dan lebar kerja alat pengolahan tanah (Lk) menggunakan rumus : k l LE W L K = ...(5)

(

t k LT vL K =0.36

)

...(6) % 100 × = LT LE l K K E ...(7)

di mana : KLE = kapasitas lapangan efektif (ha/jam), Ll = luas lahan (ha),

Lk = lebar kerja alat pengolahan tanah (m), WK = waktu kerja efektif (jam),

KLT = kapasitas lapangan teoritis (ha/jam), vt = kecepatan maju traktor rata-rata (m/det), El = efisiensi lapangan (%).

Menurut Sakai et al. (1998), kecepatan maju traktor untuk kegiatan membajak berkisar antara 0.7 – 1.2 m/s. Kisaran kecepatan maju traktor dua roda disajikan pada Tabel 3 berikut :

Tabel 3. Kisaran kecepatan maju traktor dua roda (Sakai et al 1998)

Jenis Kegiatan Kisaran Kecepatan (m/s)

Pengolahan tanah dengan rotari 0.25 – 0.5 Berbagai kerja di lapangan 0.5 – 0.7 Membajak 0.7 – 1.2 Transportasi 4.2; 6.5; 8.3

III. METODE PENELITIAN

Dokumen terkait