• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pergeseran Orientasi Masyarakat Sipil dari Aktivitas Sosial-Religius Mengarah ke Gerakan Politik

Pergeseran orientasi pada masyarakat sipil mulai terjadi pada organisasi-organisasi masyarakat yang pada awalnya melakukan kegiatan sosial hingga pada akhirnya masuk ke ranah politik. Aktivitas sosial tersebut mencangkup bentuk kegiatan masyarakat yang ditujukan untuk mengatasi persoalan yang dihadapi dalam memenuhi konsep manusia sebagai makhluk sosial untuk saling membantu di lingkungan sekitar. Kehidupan di masyarakat lokal masih banyak menyimpan nilai dan kearifan lokal yang selalu dilakukan secara konsisten. Terlebih pada masyarakat lokal yang menyimpan nilai religiusitas yang tinggi. Nilai budaya kemasyarakatan tersebut erat dengan sebuah kegiatan sosial dan religius yang dianut masyarakat selama ini. Religiusitas menurut Manunwijaya (1982:12)

36  mengandung makna yang berarti mengikat, bahwa dalam religi atau agama pada umumnya memiliki aturan-aturan dan kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi dan dilaksanakan oleh pemeluknya dan semua itu berfungsi untuk mengikat seseorang atau kelompok orang dalam hubungan dengan Tuhan, sesama manusia dan alam sekitarnya.

Pergerakan sebuah organisasi juga tidak akan terlepas dari kegiatan berpolitik. Menurut Rod Hangue (dikutip Budiardjo, 2008 : 16) politik adalah kegiatan yang mencangkup cara bagaimana kelompok-kelompok mencapai keputusan-keputusan yang bersifat kolektif dan mengikat melalui usaha yang mendamaikan perbedaan-perbadaan di antara anggota-anggotanya. Maka dapat dikatakan kegiatan politik dalam kehidupan bermasyarakat khususnya dalam berorganisasi tentu tidak dapat terlepaskan, meski organisasi itu juga bergerak di bidang non politik. Pergeseran yang terjadi pada organisasi masyarakat sipil dari non politik mengarah pada gerakan politik ditujukan akan adanya bentuk aktivitas politik untuk memperebutkan sebuah kekuasaan.

Sedangkan kekuasaan merupakan kemampuan seseorang atau kelompok untuk mempengaruhi perilaku seseorang atau kelompok lain sesuai dengan keinginan para pelaku. Hal ini dikatakan juga oleh Harold D Laswell dan Abraha Kaplan bahwa kekuasaan adalah suatu hubungan di mana seseorang atau sekelompok orang dapat menentukan tindakan seseorang atau kelompok lain ke arah tujuan dari pihak pertama (Budiardjo, 2008:60). Adanya bentuk keinginan mencapai sebuah kekuasaan yang diakibatkan oleh faktor kepentingan mengakibatkan munculnya pergeseran aktivitas politik. Pada awalnya dalam

37  sebuah organisasi non politik melakukan kegiatan politik untuk dapat berupaya mencapai kebaikan dan tujuan bersama. Aktivitas ini tentu berbeda dengan kegiatan yang dilakukan para partai politik sebab memang mereka bergerak di bidang politik. Akan tetapi orientasi tersebut bergeser ketika organisasi masyarakat sipil non politik berupaya untuk melakukan gerakan politik dalam merebut kekuasaan dari sebuah kepentingan oknum di dalamnya.

Gerakan politik dapat terbentuk dari dorongan partisipasi politik. Secara umum dapat dikatakan bahwa partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau kelompok orang yang ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, antara lain dengan jalan memilih pimpinan negara dan secara langsung atau tidak langsung, mempengaruhi kebijakan pemerintah. Kegiatan ini mencangkup tindakan seperti memberikan suara dalam pemilihan umum, menghadiri rapat umum, mengadakan hubungan (contracting) atau lobbying dengan pejabat pemerintah atau anggota parlemen, atau anggota partai (Budiardjo, 2008:367). Maka dari hal tersebut dapat memunculkan sebuah gerakan politik yang terorganisir dalam berpartisipasi politik salah satunya dengan ikut serta dalam proses pemilihan umum.

Perkembangan masyarakat sipil kini tidak lagi secara konsisten menempatkan diri sebagai pengontrol gerakan-gerakan politik dan penyelenggara kekuasaan. Masyarakat sipil tidak hanya memperjuangkan paltform tetapi juga secara aktif memperjuangkan seseorang untuk menjadi pemegang kekuasaan.

Untuk mewujudkan pemerintahan demokratis atau tatanan hukum itu, masyarakat sipil harus bertindak secara riil, membantu orang-orang terbaik untuk memimpin pemerintahan, bahkan mengambil bagian dalam proses penyelenggaraan

38  kekuasaan dengan menduduki posisi-posisi strategis. Konsekuensinya, batas antara aktivis sosial dan aktivis politik akan melebur, dan kalangan masyarakat sipil harus siap menghadapi perubahan pandangan masyarakat (Sudibyo : 2014).

Civil society yang merupakan kelompok masyarakat dengan memiliki kemandirian yang tegas terhadap berbagai kepentingan akan kekuasaan, maka tidak kalah penting dalam konsep civil society terdapat adanya partisipasi aktif dari semua warga negara yang baik tergabung dalam berbagai perkumpulan, organisasi atau kelompok lainnya sehingga akan membentuk karakter demokratis di lembaga tersebut (Cohen : 2003). Bentuk partisipasi masyarakat sipil adalah perwujudan dari adanya demokrasi yang telah terbangun. Ketika masyarakat sipil sudah mulai berperan aktif dalam mengontrol negara tentu diperlukan pelibatan secara langsung. Hal ini berarti wujud pengembalian hak-hak rakyat sebagai stakeholders di dalam keikutsertaan dalam pengambilan keputusan sehingga menunjukan keterikatan antara demokrasi melalui partisipasi sosial maupun politik.

Pergeseran yang terjadi di dalam organisasi masyarakat sipil khususnya yang berorientasi sosial religius untuk mengarah pada gerakan politik dapat terlihat dari adanya muatan politik pada kegiatan yang berlangsung setelah mereka memiliki tujuan politik. Kembali pada konsep civil society yang disampaikan oleh Diamond (1994) yang memberikan kontribusi besar bagi tumbuhnya demokrasi. Civil society menyediakan wahana sumber daya politik, ekonomi, kebudayaan dan moral untuk menjaga dan mengawasi keseimbangan negara. Memperkaya peranan partai-partai politik dalam hal partisipasi politik,

39  meningkatkan efektivitas politik dan meningkatkan kesadaran kewarganegaraan (citizenship). Terlebih pergeseran itu diselimuti oleh tujuan politik dalam merebut kekuasaan melalui kepentingan individu, dan tidak lagi berperan sebagai kontrol politik tetapi sebagai alat politik untuk membentuk suatu gerakan.

Partisipasi politik, secara umum diartikan sebagai aksi sukarela (voluntarily) untuk mengubah keadaan atau kebijakan publik (Barnes, Kaas, 1978 dikutip Jahidi, 2004). Partisipasi politik terbagi menjadi dua, yaitu partisipasi politik itu sendiri dan partisipasi sosial. Partisipasi sosial didefinisikan sebagai keterlibatan warga negara dalam kehidupan sosial atau civic community. Dengan kata lain, keterlibatan warga atau civic engagement dalam kelompok sosial menjadi ruhnya partisipasi sosial. Kelompok sosial itu sendiri ditandai oleh dua aktivitas. Pertama, intensitas partisipasi dalam memecahkan masalah sosial antarwarga negara. Artinya, sesama warga negara memiliki kepedulian dan tindakan konkret menyelesaikan masalah-masalah sosial kemasyarakatan di sekitar mereka dengan melakukan aksi atau kegiatan kolektif (collective action).

Kedua, kelompok sosial ditentukan oleh intensitas dalam membentuk organisasi sosial. Aktivitas sosial yang kedua ini jelas membutuhkan skill atau keterampilan, adanya aspek kepemimpinan (leadership), memiliki pengetahuan dasar tentang keorganisasian dan tahu bagaimana menjalankannya, mempunyai syarat-syarat atau elemen pokok organisasi dan lain-lain. Seberapa jauh suatu intensitas warga membentuk kelompok atau organisasi sosial biasanya ditentukan oleh seberapa kuat jaringan sosial terbentuk dan seberapa besar keterlibatan dalam komunitas

40  untuk membicarakan masalah-masalah publik terjalin di antara sesama warga (Jahidi : 2004).

Partisipasi politik paling tidak mencakup beberapa dimensi: mengikuti pemilihan umum (voting), kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan kampanye dan partai politik (kegiatan kampanye), kegiatan-kegiatan sosial di tingkat kemasyarakatan (kegiatan sosial), dan kegiatan-kegiatan yang terkait dengan protes dan demonstrasi (protes). Partisipasi dalam kampanye, misalnya menghadiri kampanye model monologis atau dialogis, menyebarluaskan atribut partai kepada orang lain, ikut dalam pawai yang diselenggarakan partai politik yang sedang berkampanye, menonton atau mendengarkan program kampanye partai di televisi atau radio. Oleh karena itu, seseorang yang ikut kampanye membuktikan tingkat kepedulian yang lebih baik ketimbang mencoblos pemilu karena partisipasi politik juga ditentukan oleh seberapa besar tingkat partisanship warga. Turut serta dalam kampanye partai politik menunjukkan keingintahuan (curiosity) seseorang terhadap program partai sebelum ia menjatuhkan pilihan suaranya dalam perhelatan pemilu (Jahidi : 2004).

Berdasarkan bentuk partisipasi politik kelompok masyarakat yang teroganisir memberikan cermin dimana kini masyarakat telah mulai untuk melakukan sebuah pergerakan yang berorientasi politik. Selain ketika mereka dapat berkecimpung langsung dalam kampanye atau berupaya untuk mempengaruhi kebijakan tentu hal tersebut akan membentuk sebuah gerakan politik. Salah satu bentuk gerakan politik adalah gerakan massa yang sering kali dianggap wujud prematur dari bentuk-bentuk aktualisasi politik yang lain seperti

41  unjuk rasa. Menurut Eric Hoffer (1998) gerakan massa merupakan gerakan yang lebih banyak dicirikan oleh terbangkitnya kerelaan para anggotanya untuk berkorban sampai mati, kecenderungan untuk beraksi secara kompak, memiliki fanatisme, antusiasme, harapan yang berapi-api, kebencian, intoleransi, kepercayaan buta dan kesetiaan tunggal.

Pergeseran orientasi ini tentunya tidak serta merta berubah begitu saja.

Meskipun sebenarnya masyarakat sipil dan partai politik ini telah terbangun hubungan yang saling menghargai, menghormati dan memahami keberadaan akan perannya dalam kehidupan politik. Akan tetapi setiap perubahan yang terjadi pasti memiliki latar belakang dan alasan tersendiri jika memang hal itu berisikan sebuah kepentingan.

42  Pergeseran orientasi masyarakat sipil dari sosial-religius ke arah

gerakan politik

1. Adanya aktivitas yang

menghubungkan partai politik dan civil society 2. Adanya hubungan

dalam konteks

5. Menyediakan para aktor dan 6. Memobilisasi para

pemilih (Aditya : 2009)

Ke- Pemimpin- an

Dokumen terkait