DAFTAR PUSTAKA
II. Perhitungan Biaya Produksi
1. Biaya Tetap ( BT) 1. Biaya Penyusutan
D = (P – S)/n... 16
= (12.000.000 – 1.200.000)/5 = Rp540.000/ tahun 2. Bunga modal (5,3%) dan asuransi (2%)
I= i ( n 1
2n ... 17
= 5 2 1 200 0000 (5 1 2 5
= Rp 540.000/ tahun
60
2. Biaya Tidak Tetap (BTT) 1. Biaya Bahan Baku
Harga Bahan Baku x Kapasitas Efektif Alat = Rp 4.800/Kg x 1,7Kg/jam
= Rp 8.160/jam
2. Biaya Perbaikan alat ( reparasi)
= 1 2 ( -
2392 jam ...18
= 1 2 (12 000 000-1 200 000
1800 jam
= Rp72/jam
3. Biaya Listrik
Motor listik 1 HP = 0,75 kW
Blower 0,5 HP = 0,44 kW
Heater = 0.375 kW
Biaya listrik = 1,565 kW x Rp 1.352/kWH = Rp 2.115/jam
4. Biaya Operator = Rp 15.891/jam
Total Biaya Tidak Tetap ( BTT) = Rp 26.238/jam
Biaya Pokok
=
(
B B)
C ...15=
(
Rp 2 700 0001800 Rp 26 238
)
0 6 jam/kg= Rp 16.634/ kg
Berdasarkan harga gabah saat ini yang sebesar Rp 7.500/Kg dibandingkan dengan biaya pokok Rp 16.634/Kg, alat ini tidak bernilai ekonomis. Faktor yang mempengaruhi biaya pokok ini adalah biaya pembuatan alat dan kapasitas alat.
Dengan menggunakan Persamaan 10 biaya pokok dapat diminimalisir dengan cara menaikkan kapasitas alat seperti yang ditunjukkan pada perhitungan dibawah ini. Pada perhitungan tersebut biaya tidak tetap adalah biaya baku ditambah biaya lain. Dimana biaya baku adalah harga bahan dikali dengan kapasitas alat (kg/jam). Biaya lain adalah biaya perawatan ditambah biaya listrik dan biaya operator.
Biaya pokok = Harga Jual – Keuntungan (20% biaya pokok)
= Rp 7.500Kg – Rp 1.500/Kg Harga Bahan kapasitas alat (Rp16 667/kg
C ) Rp1 500/jam Rp18 078/jam
62
C Rp1 200/kg Rp19 578/jam 0 061 jam/kg
kapasitas efektif alat (1/C 16 4 kg/jam 49 2 kg/3 jam
Dari hasil perhitungan diperoleh bahwa kapasitas efektif alat minimal 16,4 kg/jam dan biaya pokok menjadi Rp 6.000/Kg.
Break Even Point
Analisis titik impas umumnya berhubungan dengan proses penentuan tingkat produksi untuk menjamin agar kegiatan usaha yang dilakukan dapat membiayai sendiri (self financing). Kegiatan usaha tersebut selanjutnya dapat berkembang sendiri (self growing). Dalam analisis ini, keuntungan awal dianggap sama dengan nol.
N = (R V) F
...19 Biaya tetap (F) = Rp 2.700.000/tahun
= Rp 1.500/jam
F R
Rp2 700 000/tahun Rp19 600 8/Kg Rp15 434/Kg Rp2 700 000/tahun
Rp 4 166/Kg 648 Kg/tahun
Dari hasil perhitungan kapasitas efektif alat minimal 16,4 gr/jam maka break even point yang didapat adalah
Biaya tetap (F) = Rp 2.700.000tahun
= Rp 1500/jam
= Rp 91,5/Kg
Biaya tidak tetap (V) = Rp 26.238/jam (1 jam = 16,4Kg)
= Rp 1.600/Kg
Penerimaan tiap Kg produksi (R) = (20% x (BT+BTT)) + (BT+BTT)
= (0,2 x (Rp 91,5Kg + Rp 1.600/Kg) + (Rp 91,5/Kg + Rp 1.600/Kg)
= Rp 2.029,8/Kg
Alat akan mencapai break even point jika alat telah mengeringkan biji kakao sebanyak
(R- )F ...19 Rp2 700 000/tahun
Rp2 029 8/Kg Rp1 600/Kg Rp2 700 000/tahun
Rp 429 8/Kg
64
B/C rasio
Metode B/C Rasio adalah metode dengan memberikan penekanan terhadap nilai perbandingan antara aspek manfaat (benefit) yang akan diperoleh dengan aspek biaya dan kerugian yang akan ditanggung (cost) dengan adanya sebuah investasi.
enefit enerimaan tiap Kg Kapasitas efektif alat jam kerja alat per tahun Rp 19 600 8/Kg 1 7 Kg/jam 1 800 jam
Rp59 978 448
Cost Biaya tidak tetap Kapasitas efektif alat jam kerja alat per tahun 15 434/Kg 1 7 Kg/jam 1800 jam
Rp47 228 040
Dalam penelitian ini diperoleh : Benefit = Rp 59 978 448
Dengan demikian B/C Rasio = Rp 59 978 448
Rp 47 228 040 = 1,27
Jadi B/C Rasio penelitian ini sebesar 1,27 > 0 berarti investasi alat pengering biji layak. Hal ini sesuai literatur Giatman (2006) yang menyatakan bahwa dengan kriteria: untuk mengetahui apakah suatu rencana investasi layak ekonomis atau tidak setelah melalui metode ini:
Jika B/C Rasio ≥ 0 berarti investasi layak (feasible)
Jika B/C Rasio < 0 berarti investasi tidak layak (unfeasible).
Net Present Value
NPV adalah selisih antara present value dari investasi dengan nilai sekarang dari penerimaan-penerimaan kas bersih dimasa akan datang. Identifikasi masalah kelayakan finansial dianalisis dengan menggunakan metode analisis finansial dengan kriteria investasi. Net present value adalah kriteria yang digunakan untuk mengukur suatu alat layak atau tidak untuk diusahakan.
Perhitungan net present value merupakan net benefit yang telah didiskon dengan discount factor (Pudjosumarto, 1998).
0 COF
CIF ...21 Keterangan :
CIF = cash inflow COF = cash outflow
Sementara itu keuntungan yang diharapkan dari investasi yang dilakukan (dalam %) bertindak sebagai tingkat bunga modal dalam perhitungan
Penerimaan (CIF) = pendapatan x (P/A, i, n) + Nilai akhir x (P/F, i, n) ...22 Pengeluaran (COF) = Investasi + pembiayaan (P/A, i, n) ...23 Kriteria NPV yaitu :
NPV > 0, berarti usaha yang telah dilaksanakan menguntungkan;
NPV < 0, berarti sampai dengan t tahun investasi proyek tidak menguntungkan;
NPV = 0, berarti tambahan manfaat sama dengan tambahan biaya yang dikeluarkan
Dari hasil penelitian diperoleh sebagai berikut :
Investasi : Rp 12.000.000
66
Nilai akhir : Rp 1.200.000
Pembiayaan : Rp 47.228.040/tahun Bunga bank sekarang : 5,25%
Bunga bank coba-coba : 8%
Umur alat : 5 tahun
Cash in Flow 5,25%
1. Pendapatan : pendapatan x (P/A, 5,25%, 5) : Rp 59.878.448 x 4,3002 : Rp 257.919.322
2. Nilai akhir : nilai akhir x (P/F, 5,25%, 5) : Rp 1.200.000 x 0,7745 : Rp 929.400
Jumlah CIF : Rp 258.848.722 Cash out flow 5,25 %
1. Investasi : Rp 12.000.000
2. Pembiayaan : pembiayaan x (P/A, 5,25%, 5) : Rp 47.232.000 x 4,3002 : Rp 203.107.046
Jumlah COF : Rp 215.107.046 NPV 5,25% = CIF – COF
= Rp 258.848.722 – Rp 203.107.046
= Rp 43.741.676 Cash in Flow 8%
1. Pendapatan : pendapatan x (P/A, 8%, 5)
: Rp 59.978.448 x 3,992710 : Rp 239.476.549
2. Nilai akhir : nilai akhir x (P/F, 8%, 5) : Rp 1.200.000 x 0,680583 : Rp 816.699
Jumlah CIF : Rp 240.293.248 Cash out flow 8 %
1. Investasi : Rp 12.000.000
2. Pembiayaan : pembiayaan x (P/A, 8%, 5) : Rp 47.232.000 x 3,992710 : Rp 188.583.679
Jumlah COF : Rp 200.683.679 NPV 8% = CIF – COF
= Rp 240.293.248 – Rp 200.683.679
= Rp 39.709.569
Jadi besar nilai NPV 5,25% adalah Rp 43.741.676 > 0 maka usaha ini layak untuk dijalankan. Besar nilai NPV 8% adalah Rp 39.709.569 > 0 maka usaha ini layak untuk dijalankan.
Internal Rate Of Return (IRR)
Internal Rate of Return (IRR) ini digunakan untuk memperkirakan kelayakan lama (umur) pemilikan suatu alat atau mesin pada tingkat keuntungan tertentu.
IRR Dr1 – ( 2- 1Dr2-Dr1 1) ...24
68
Dr1 = Tingkat bunga ke-1 Dr2 = Tingkat bunga ke-2
NPV1 = NPV yang dihitung berdasarkan Dr1 NPV2 = NPV yang dihitung berdasarkan Dr2
Dalam penelitian diperoleh data sebagai berikut:
NPV1 = Rp 43.741.676 NPV2 = Rp 39.709.569 Dr1 = 5,25%
Dr2 = 8%
IRR Dr1 – ( Dr2 Dr1
2 1 1) IRR [0 0525 – ( 0 08 – 0 0525
Rp 39 709 569 – Rp 43 741 676 Rp 43 741 676 )] 100 IRR 35 25
Jadi nilai IRR sebesar 35,25% > 5,25%-8% berarti usaha layak dilaksanakan. Hal ini sesuai literatur Pudjosumarto (1998) yang menyatakan bahwa kriteria IRR yaitu :
IRR > social discount rate berarti usaha layak dilaksanakan
IRR < social discount rate berarti usaha tidak layak untuk dilaksanakan.
Lampiran 6. Komponen Alat
Pipa Heat Exchanger
Gear Box
Termokopel
Motor listrik
Sensor Suhu dan RH
Sensor Suhu
69
Pulley dan V-belt
Hopper
Saluran Outlet Gabah
Saluran Outlet Udara Lembab
Saluran Inlet Udara Panas
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 7. Dokumentasi Pengujian Alat
Pembakaran Biomassa Gabah Basah
Pemasukan Gabah Keruang Pengering
Pengeluaran Gabah
Gabah Kering Pengukuran Suhu Gabah
71
Penimbangan Plastik Sampel Berisi Gabah
Penimbangan Plastik Sampel
Pengovenan Gabah Pendinginan Gabah di Desikator
Gabah Kering Oven
Universitas Sumatera Utara